Anda di halaman 1dari 7

DI

S
U
S
U
N

OLEH :
DWI SYAH PUTRI
KELAS : VII-4
PENGERTIAN KHAWARIJ
Khawārij (Arab: ‫ خوارج‬baca Khowaarij, secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar")
ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islamyang awalnya mengakui
kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Disebut Khowarij disebabkan karena keluarnya
mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin.
Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman khalifah Ali
bin Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang
disebut Khouro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al
Khoruriyyah. Dalam mengajak umat mengikuti garis pemikiran mereka, kaum Khawarij sering
menggunakan kekerasan dan pertumpahan darah. Rasulullah MuhammadShallallahu 'alaihi Wa
Sallam menjuluki kaum ini dengan julukan "anjing neraka".

Biografi Singkat Khalifah Abdul Malik bin Marwan


Abdul Malik bin Marwan menjabat khalifah kelima Dinasti Umayyah pada usia 39
tahun. Ia menjadi khalifah atas wasiat ayahnya, Marwan bin Hakam. Selama 21 tahun
memerintah ia dianggap khalifah perkasa, negarawan berwibawa yang mampu
memulihkan kesatuan kaum Muslimin.
Setelah selesai pengangkatan baiat di Masjid Damaskus pada 65 Hijriyah, Khalifah
Abdul Malik bin Marwan naik mimbar dan menyampaikan pidato singkat namun tegas
yang dicatat sejraah. Di antara isi pidato itu adalah, “Aku bukan khalifah yang suka
menyerah dan lemah, bukan juga seorang khalifah yang suka berunding, bukan juga
seorang khalifah yang berakhlak rendah. Siapa yang nanti berkata begini dengan
kepalanya, akan kujawab begini dengan pedangku.”
Setelah ia turun dari mimbar, sejak saat itu wibawanya dirasakan oleh segenap
hadirin. Mereka mendengarkan ucapannya dengan rasa hormat dan kepatuhan.
Sementara itu, posisi Khalifah Abdullah bin Zubair yang berkedudukan di wilayah
Hijaz yang meliputi Makkah dan Madinah, semakin kuat. Ia berhasil mengamankan
wilayah Irak dan Iran yang sempat dicemari aliran Syiah yang menyesatkan. Ia
menempatkan saudaranya, Mush’ab bin Zubair untuk menjadi gubernur di wilayah itu. Di
mata masyarakat, posisi Abdullah bin Zubair semakin kuat. Para jamaah haji yang datang
dari berbagai penjuru, “terpaksa” berbaiat kepadanya saat mereka datang ke Makkah.
Khalifah Abdul Malik tak bisa membiarkan hal itu. Ia pun mempersiapkan
segalanya untuk menundukkan kekuasaan Abdullah bin Zubair.
Mengawali rencananya, Abdul Malik tak langsung menyerang pusat kekuasaan
Abdullah bin Zubair di Makkah dan Madinah. Pasukan besarnya bergerak menaklukkan
wilayah Irak, Iran, Khurasan dan Bukhara, yang merupakan sumber dana Abdullah bin
Zubair.
Mush'ab bin Zubair wafat dan jabatan gubernurnya diambil oleh Bashir bin
Marwan, saudara Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Usia gubernur ini memang masih
muda. Ia didampingi oleh penasihat terpandang yang dikenal sejarah; Musa bin Nushair.
Setelah berhasil merebut wilayah Irak dan sekitarnya, Khalifah Abdul Malik
mengerahkan 3.000 tentara di bawah pimpinan Hajjaj bin Yusuf. Pasukan besar itu pun
berangkat dan akhirnya tiba di Thaif, sekitar 120 kilometer dari Makkah. Pasukan
Abdullah bin Zubair yang semula ditempatkan di bagian utara Madinah, dikerahkan ke
Thaif.
Pertempuran pun berlangsung. Pasukan Abdullah bin Zubair porak-poranda.
Abdullah bin Zubair gugur tertusuk pedang. Nyawa putra sahabat Nabi dari kalangan
Muhajirin yang pertama kali lahir di Madinah itu, menemui Rabb-nya setelah sekitar 9
tahun memerintah. Ia wafat pada Jumadil Awal 73 Hijriyah.
Pada tahun 77 Hijriyah, Abdul Malik bin Marwan menyerang Romawi untuk
merebut Asia Kecil dan Armenia. Pertempuran cukup dahsyat terjadi sehingga
menyebabkan 200.000 kaum Muslimin gugur. Pihak Romawi menderita kekalahan lebih
dari itu. Namun pasukan Islam berhasil menguasai Mashaisha di bawah pimpinan
Panglima Abdullah bin Abdul Malik.
Bersamaan dengan itu, Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga mengirim 40.000
pasukan berkuda menuju Afrika Utara di bawah pimpinan Hasan bin Nu’man yang dibantu
oleh pasukan dari Mesir dan Libya. Melalui perjuangan cukup panjang, akhirnya pasukan
itu bisa mengalahkan pasukan Romawi dan menduduki benteng Kartago. Pasukan Hasan
bin Nu’man juga berhasil menghalau serangan suku Barbar di bawah pimpinan Ratu
Kahina di wilayah Aljazair. Ratu Kahina selanjutnya dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 81 Hijriyah, sebuah armada laut siap berangkat dari pelabuhan Tunisia.
Perjalanan pun dimulai. Daerah demi daerah berhasil dibebaskan. Ketika pasukan kaum
Muslimin sedang merangkai kemenangan demi kemenangan itulah, Abdul Malik bin
Marwan wafat.
Ia mewariskan banyak hal dalam sejarah keemasan Islam. Pada masa
pemerintahannya dibentuk Mahkamah Tinggi untuk mengadili para pejabat yang
menyeleweng atau bertindak semena-mena terhadap rakyat. Selain itu, Abdul Malik juga
mengganti bahasa resmi negara dengan bahasa Arab yang sebelumnya menggunakan
bahasa Persia atau Romawi. Abdul Malik juga mendirikan bangunan seperti pabrik senjata
dan kapal perang di Tunisia. Ia juga membangun Masjid Umar atau Qubbatush Shakra’ di
Yerusalem dan memperluas Masjidil Haram di Makkah.
Dalam sejarah, Abdul Malik dikenal dengan “Abdul Muluk” atau ayah para raja
atau khalifah. Dijuluki demikian karena keempat anaknya sempat menjadi khalifah Bani
Umayyah menggantikannya. Mereka itu adalah Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam.
Abdul Malik bin Marwan meninggal dunia pada pertengahan bulan Syawwal tahun 86
Hijriyah dalam usia 60 tahun. Ia meninggalkan karya besar bagi sejarah Islam.

Biografi Al Walid Bin Abdul Malik


Al-Walid bin Abdul-Malik bergelar Al-Walid I (lahir pada tahun 668 –
meninggal di Damaskus (kini wilayah Suriah) pada 23 Februari 715 pada umur 46/47
tahun) ialah Khalifah Bani Umayyah yang memerintah antara 705 - 715. Ia melanjutkan
ekspansi Khilafah Islam yang dicetuskan ayahandanya, dan merupakan penguasa yang
efektif.
Al-Walid I ialah putra sulung Abdul-Malik dan menggantikannya ke kursi
kekhilafahan setelah kematiannya. Al-Walid sendiri melanjutkan pemerintahan yang
efektif yang merupakan ciri-ciri ayahandanya, ia mengembangkan sistem kesejahteraan,
membangun rumah sakit, institusi pendidikan dan langkah-langkah untuk apresiasi seni.
Al-Walid sendiri merupakan penggemar berat arsitektur lalu memperbaiki,
memperluas dan memperbaharui kembali Masjid Nabawi di Madinah tahun 706. Di
samping itu, ia mengubah Basilika Kristen St. Yohanes Pembaptis menjadi mesjid besar,
kini dikenal sebagai Masjid Agung Damaskusatau secara singkat Masjid Umayyah. Al-
Walid juga secara besar-besaran mengembangkan militer, membangun angkatan laut yang
kuat.
Ia juga dikenal karena kesalehan pribadinya dan banyak cerita menyebutkan bahwa
ia terus-menerus mengutip al-Qur'an dan selalu menjadi tuan rumah yang menyajikan
jamuan besar untuk orang-orang yang berpuasa selama bulan Ramadhan. Al-Walid
digantikan saudaranya Sulaiman bin Abdul-Malik.
Ayahnya bernama Abdul Malik. Karena kemanjaan ayahnya kepada Al-
Walid pendidikan bahasa arabnya sangat lemah. Sehingga ia bicaranya kurang fasih.
Menurut riwayat, ayahnya pernah berkata:” Cinta kasih kami kepada Al-walid telah
membahayakan dirinya, sehingga kami tidak mau, mengirimnya kepadang pasir.”
Karya terbesar Al-Walid dalam perbaikan dalam Negeri antara lain adalah
ia telah mengupulkan anak-anak yatim, diberinya jaminan hidup serta disediakan
pendidikan untuk mereka. Bagi orang yang cacat pelayanan khusus, bagi orang-orang buta
disediakan para penuntun,semua orang diberi bayaran yang teratur. Orang yang
berpenyakit kusta ditempatkan dalam rumah khusus, dirawat sesuai dengat syarat
kesehatan, hingga mereka tidak dapat keluar ke tempat yang ramai, mereka juga diberi
jaminan hidup layak dan mereka yang mengurusi diberi gaji.
Keberhasilan Al-Walid lepas dari orang disekitarnnya antara lain: al-Hajaj.
Abdul malik pernah berwasiat kepada puteranya AL-walid, suatu wasiat yang dapat
digambarkian kedudukan AL-Hajaj dalam kerajaan bani Ummayah. Ia
berkata:” pandanglah Al-Hajaj dan muliakanlah dia, karena dialah kerajaan menjadi
kokoh. Dialah pedangmu dan tanganmu, untuk menumpas orang-orang yang benar
membangkangmu. Janganlah engkau dengarkan fitnah orang tentang dirinmya, sebab
engkau memerlukannya, lebih dari ia memerlukan engkau"
Sifat keadilan Al-Walid akibat didikan ayahnya Abdul Malik sehingga
rakyatnya sangat kagum dan mencintai Al-Walid dengan sifat mulianya. Walaupun dia
memegang pemerintah sebagai Khalifah tidah begitu lama.

Biografi UBAID BIN SYARYAH AL JURHUMI


Abû ‘Ubaid dilahirkan di Bahrah (Harat), di propinsi Khurasan (Barat Laut
Afghanistan) pada tahun 154 H dari ayah keturunan Byzantium, maula dari suku Azd.
Nama aslinya al-Qosim ibn Salam ibn Miskin ibn Zaid al-Azdhi dan wafat tahun 224 H di
Makkah.
Ia belajar pertama kali di kota asalnya, lalu pada usia 20-an pergi ke Kufah, Basrah,
dan Baghdad untuk belajar tata bahasa Arab, qirâ’ah, tafsir, hadis, dan fikih (di mana tidak
dalam satu bidang pun ia bermadzhab tetapi mengikuti dari paham tengah campuran). Pada
tahun 192 H, Thâbit ibn Nasr ibn Mâlik (gubernur yang ditunjuk Harun al Rasyid untuk
propinsi Thughur) menunjuknya sebagai qâdi’ di Tarsus sampai 210 H. Kemudian ia
tinggal di Baghdad selama 10 tahun, pada tahun 219 H, setelah berhaji ia tinggal di
Mekkah sampai wafatnya.
Dalam pandangan ulama lainnya, seperti Qudâmah Assarkhâsy mengatakan, “di
antara Syafi’i, Ahmad Ibn Hambal, Ishâq, dan Abû ‘Ubaid, maka Syafi’i adalah orang
yang paling ahli di bidang fikih (fâqih), Ibnu Hambal paling wara’ (hati-hati), Ishaq
paling huffâdz (kuat hafalannya) dan Abû ‘Ubaid yang paling pintar bahasa Arab
(ahliNahwu)”. Sedangkan menurut Ibnu Rohubah: “kita memerlukan orang seperti Abû
‘Ubaid tetapi dia tidak memerlukan kita”. Dalam pandangan Ahmad ibn Hambal, Abû
‘Ubaid adalah orang yang bertambah kebaikannya setiap harinya. Menurut Abû Bakar ibn
Al-Anbari, Abû ‘Ubaid membagi malamnya pada 3 bagian, 1/3 nya untuk tidur, 1/3 nya
untuk shalat malam dan 1/3 nya untuk mengarang. Bagi Abû ‘Ubaid satu hari mengarang
itu lebih utama baginya dari pada menggoreskan pedang di jalan Allah. Menurut Ishaq,
“Abû ‘Ubaid itu yang terpandai di antara aku, Syafi’i dan Ahmad binHambal”. Dari
pendapat-pendapat tersebut terlihat bahwa Abû ‘Ubaid cukup diperhitungkan dan memiliki
reputasi yang tinggi di antara para ulama pada masanya. Ia hidup semasa dengan para
Imam besar sekaliber Syafi’i dan Ahmad ibn Hambal. Kesejajarannya ini membuat Abû
‘Ubaid menjadi seorang mujtahid mandiri dalam arti tidak dapat diidentikkan pada satu
mazhab tertentu.
Hasil karyanya ada sekitar 20, baik dalam bidang ilmu nahwu, qirâ’ah, fikih,
syairdan lain-lain. Yang terbesar dan terkenal adalah Kitâb Al-Amwâl dalam bidang fikih.
Kitâb al-Amwâl dari Abû ‘Ubaid merupakan suatu karya yang lengkap tentang keuangan
negara dalam Islam. Buku ini sangat kaya dengan sejarah perekonomian dari paruh
pertama abad kedua Hijrah. Buku ini juga merupakan rangkuman (compendium) tradisi asli
(authentic) dari Nabi dan Atsar para sahabat dan tabi’în tentang masalah ekonomi[1].
Dalam bukunya tersebut Abû ‘Ubaid tidak hanya mengungkapkan pendapat orang lain
tetapi juga mengemukakan pendapatnya sendiri.
Kitab al Amwal merupakan sebuah mahakarya tentang ekonomi yang dibuat oleh
Abu Ubaid yang menekankan beberapa issu mengenai perpajakan, hukum, serta hukum
administrasi dan hukum internasional. Kitab Al-Amwal secara komprehensif membahas
tentang sistem keuangan publik islam terutama pada bidang administrasi pemerintahan.
kitab ini juga memuat sejarah ekonomi Islam selama dua abad pertama hijriyah, dan
merupakan sebuah ringkasan tradisi Islam asli dari Nabi, para sahabat dan para
pengikutnya mengenai permasalahan ekonomi. Abu ubaid, dalam Kitab Al-Amwal, banyak
mengutip pandangan dan perlakuan ekonomi dari imam dan ulama terdahulu. Ia sering
mengutip pandangan Malik ibn Anas dan pandangan sebagian besar ulama madzhab
Syafi’i lainnya, dan juga mengutip beberapa ijtihad Abu Hanifah, Abu Yusuf dan
Muhammad ibn al¬ Hasan asy-Syaibani

Biografi Singkat Khalifah Umar bin Abdul Aziz


Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah dari Bani Umayyah yang berhasil
memimpin umatnya dengan adil. Ia dilahirkan pada tahun 63 Hijriyah dan meninggal tahun
682 Masehi. Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah hanya sekitar 2-3 tahun, tepatnya pada
tahun 717 M sampai dengan 720 M.
Yang membedakan Umar bin Abdul Aziz dengan khalifah Bani Umayahlain
adalah ia bukan keturunan dari khalifah sebelumnya, ia ditunjuk langsung oleh Dewan
Majelis Syuro kekhilafahan pada masa itu. Meskipun secara garis keturunan ia masih
kerabat dekat khalifah sebelumnya, yaitu Sulaiman.
Beliau adalah anak dari Ummu Asim binti Asim dan Abdul Aziz bin Marwan,
Adik dari khalifah Abdul Malik yang saat itu menjabat sebagai gubernur di mesir. Bila
ditelusuri lebih jauh, ternyata beliau adalah cicit dari Umar bin Khattab, khalifah kedua
pada masa sahabat Nabi Muhammad. Nasab ini ia dapat dari garis keturunan ibunya.
Umar dibesarkan di Madinah oleh seorang periwayat hadits terbanyak, Ibnu
Umar. Ia tinggal di Madinah hingga tahun kematian ayahnya, kemudian ia dipanggil ke
Damaskus oleh khalifah Abdul Mail dan menikah dengan anak perempuan Fatimah. Pada
tahun 706 ia diangkat sebagai gubernur Madinah oleh Al Walid I.
Pada tahun 717, Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat saat
itu. Ia dibai’at menjadi khalifah pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at. Ketika menjadi
khalifah ia termasuk khalifah yang adil kepada rakyatnya, karena itu banyak ahli sejarah
yang menjulukinya dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Pada tahun 720 ia meninggal karena
dibunuh (dibunuh) oleh pembantunya.

Anda mungkin juga menyukai