Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Keagenan

Penjelasan yang diberikan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam Putri Callista

Wati (2016), yaitu teori agensi merupakan terjadinya pemisahan antara pemilik sebagai

principal dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan, dimana akan

muncul permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu

berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi utilitasnya. Agen memiliki informasi yang

lebih banyak dibandingkan dengan principal, sehingga menimbulkan adanya asimetri

informasi yaitu suatu kondisi adanya ketidakseimbangan perolehan informasi antara

pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan

stakeholder sebagai pengguna informasi. Istilah agen dalam hal ini, adalah pihak

manajemen/ direksi perusahaan, yang mendapat mandate hak mengelola perusahaan

dari pihak pemilik (principal). Kebanyakan perusahaan-perusahaan yang go public

dikelola oleh pihak professional yang bukan sebagai pemegang saham mayoritas.

Kendatipun dalam kenyataannya ada kepemilikan saham oleh pihak

manajemen/direksi, porsinya relatif kecil dan kebanyakan diperoleh dari kebijakan

saham bonus.

Banyak manfaat dari penyerahan mandate pengelolaan perusahaan kepada pihak

professional diluar pihak pemilik perusahaan, yaitu:

10
1. Pengelolaan perusahaan akan lebih efisien, karena dikendalikan oleh orang-orang

yang ahli pada bidangnya masing-masing.

2. Penanganan permasalahan perusahaan yang bersifat kompleks akan lebih mudah

bagi jajaran direksi yang professional, bila dibandingkan dengan penanganan oleh

pemegang saham mayoritas walau beserta keluarganya.

3. Kesinambungan eksistensinya perusahaan lebih terjamin, karena sangat kecil

kemungkinan perusahaan dapat hidup permanen, dibawah kendali seorang pemilik

setelah diwariskan kepada anak dan cucunya, karena pihak pewarisnya belum tentu

berbakat seperti pendahulunya.

4. Pemegang saham oleh pihak masyarakat (publik) tidak akan mungkin secara

perseorangan berposisi sebagai pemegang saham mayoritas, dan bila sebagai

institusi yang menguasai sebagian besar saham suatu perusahaan, akan lebih tepat

berposisi sebagai dewan komisaris.

Kinerja sama antara pihak agen dan principal dalam hal ini, sebenarnya sangat

mulia dan akan saling menguntungkan, apabila masing-masing pihak menaati

komitmen yang telah disepakati sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja, pihak

principal sendiri dalam penelitian ini merupakan audit operasional atas persediaan

barang dagang (X1) dan kinerja karyawan (X2) sedangkan pihak agen disini

efektivitas, efisiensi pengelolaan barang dagang (Y).

Dari pihak agen, dalam hal ini dituntut agar mencurahkan kemampuan

profesionalnya demi peningkatan nilai perusahaan yang dikelolanya. Sedangkan dari

pihak principal sebagai pemilik perusahaan, berkewajiban memberikan balas jasa/ fee

11
kepada pihak agen dalam jumlah yang realistis dan adil serta pasti. Bila kriteria tersebut

telah dipenuhi, maka kecil kemungkinan bagi pihak agen untuk merekayasa informasi

keuangan perusahaan yang di kelolanya sebagaimana kita kenal dengan istilah asimetri

informasi. Jika pihak agen merasa haknya tidak sesuai dengan pengorbanan jasanya

sebagai agen dan tidak ada kepastian tentang jumlah fee yang akan diperoleh baik

menyangkut besarnya maupun waktunya, maka akan ada kemungkinan mereka

melakukan manajemen laba, alokasi sumber daya dan dana perusahaan yang kurang

bermanfaat bagi peningkatan nilai perushaaan, dan praktek lainnya yang bermuara

pada keuntungan yang relative lebih besar bagi pihak agen sendiri.

Dalam perspektif teori keagenan, Siallagan dan Machfoedz (2006) dalam Putri

Callista Wati (2016) menyatakan bahwa agen yang risk averse dan yang cenderung

mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resource (berinvestasi) yang tidak

meningkatkan nilai perusahaan. Permasalahan agensi ini akan mengindikasikan bahwa

nilai perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku

manajemen agar tidak menghamburkan resource perusahaan, baik dalam bentuk

investasi yang tidak layak, maupun dalam bentuk sharking (kelalaian). Perspektif

hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate

governance.

Teori keagenan (agency theory) yang dijelaskan oleh Jensen dan Meckling

(1976), yaitu adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan

dapat menimbulkan masalah keagenan (agency problem), yaitu ketidaksejajaran

kepentingan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajer). Masalah

12
keagenan ini dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang

bertujuan untuk menyelaraskan (aligment) berbagai kepentingan. Mekanisme

monitoring yang efektif dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance

mechanism) yaitu:

a) Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial

ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat

disejajarkan dengan kepentingan manajer.

b) Kepemilikan saham oleh investor institusional karena dianggap sebagai

sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan dapat

memonitor manajemen.

c) Melalui peran monitoring oleh dewan direksi (board of directors)

Teori tersebut menjelaskan bahwa adanya hubungan antara variabel X1 dan vaiabel X2

terhadap variabel Y, pihak principal disini bertindak sebagai audit operasional atas

persediaan barang dagang dan kinerja karyawan, sedangkan pihak agen bertindak

sebagai pengelolaan persediaan barang dagang. Dimana pemisahan kepentingan

anatara pihak audit operasional dan pihak pengelolaan persediaan barang dagang dalam

hal ini, sebenarnya sangat mulia dan akan saling menguntungkan, apabila masing-

masing pihak mentaati komitmen yang telah disepakati karena jika semua terpenuhi

dan terlaksanakan dengan baik akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan

menguntungkan bagi perusahaan.

2.2. Gambaran Umum Auditing

13
2.2.1. Pengertian Auditing

“Audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk

menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang

telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh seorang yang kompeten, independen.”

Pengertian menurut Yusar Sagara (2013:15) dan Fitri Yani Jalil (2014).

Menurut Arens dan Loebbecke (1992) dalam Danang Sunyoto (2014:1), Auditing

adalah proses yang ditempuh oleh seseorang yang kompeten dan independen agar dapat

menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai informasi yang terukur dari

suatu entitas (satuan) usaha untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat

kesesuaian dari informasi yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Menurut Mulyadi (2002) dalam Foarota Gulo (2014), “Auditing merupakan

suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan

tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut

dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada

pemakai yang berkepentingan”.

“auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis

oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh

manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya,

dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan

keuangan tersebut”. (Sukrisno Agoes, 2012:4). Ada beberapa hal yang penting dari

pengertian tersebut:

14
1. Yang diperiksa adalah laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen

beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya.

2. Pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis.

3. Pemeriksaan dilakukan oleh pihak yang independen.

4. Tujuan dari pemeriksaan akuntan adalah untuk dapat memberikan pendapat

mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa.

Untuk perusahaan kecil dan menengah bisa memilih menggunakan Entitas Tanpa

Akuntabilitas Publik (ETAP) atau PSAK sebagai dasar penyusunan laporan

keuangannya, sedangkan untuk perusahaan besar dan go public company harus

menggunakan PSAK dan mulai tahun 2012 menggunakan International Financial

Reporting Standards (IFRS).

2.2.2. Jenis-Jenis Audit

Audit dapat dibagi dalam beberapa jenis. Pembagian ini dimaksudkan untuk

menentukan tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan adanya pengauditan

tersebut. Menurut Sukrisno Agoes (2012:10), ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit

bisa dibedakan atas:

1. Pemeriksaan Umum (General Audit)

Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP

independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran

laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai

dengan Standar Profesional Akuntan Publik atau ISA atau Panduan Audit Entitas

15
Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Akuntan Indonesia, Kode Etik Profesi

Akuntan Publik serta Standar Pengendalian Mutu.

2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit)

Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan

oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu

memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa,

karena yang dilakukan juga terbatas.

Masih dengan sumber yang sama, menurut Sukrisno Agoes (2012:11), ditinjau dari

jenis pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:

1. Manajemen Audit (Operational Audit)

Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan

akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk

mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif,

efisien, dan ekonomis.

2. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit)

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati

peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan

oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak

eksternal (Pemerintah, Bapepam LK, Bank Indonesia, Direktorat Jendral Pajak, dan

lain-lain). Pemeriksaan bisa dilakukan baik oleh KAP maupun bagian Iternal Audit.

3. Pemeriksaan Intern (Internal Audit)

16
Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap

laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap

kebijakan manajemen yang telah ditentukan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh

Internal Audit biasanya lebih rinci dibandingkan dengan pemeriksaan umum yang

dilakukan oleh KAP. Internal Auditor biasanya tidak memberikan opini terhadap

kewajaran laporan keuangan, karena pihak-pihak di luar perusahaan, tidak

independen.

4. Komputer Audit (Computer Audit)

Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya

dengan menggunakan Electronic Data Processing (EDP) System.

2.3. Audit Operasional

2.3.1. Pengertian Audit Operasional

Banyak definisi dari audit operasional yang mencangkup penyebutan efficiency

(pengeluaran yang minimum dari sumber daya), effectiveness (pencapaian hasil yang

diinginkan), dan economy (kinerja dari suatu entitas). Dalam artikulasi yang berbeda,

audit operasional dikenal sebagai audit manajemen. Perbedaan antara kedua istilah

tersebut tidak jelas dan sering digunakan secara bergantian.

Menurut Sukrisno Agoes (2012:11) audit operasional merupakan suatu

pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan

akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan manajemen, untuk

mengetahui apalah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien,

17
dan ekonomis. Audit operasional dimaksudkan terutama untuk mengidentifikasi

kegiatan, program, aktivitas yang memperlukan perbaikan atau penyempurnaan

dengan bertujuan untuk menghasilkan perbaikan atas pengelolaan struktur dan

pencapaian hasil dari objek yang efisien, efektif, dan ekonomis.

Menurut Amin Wijaya Tunggal (2001) dalam Foarota Gulo (2014), ada

beberapa definisi audit operasional yang dikemukakan oleh para ahli auditing, antara

lain:

a. (Dale L. Flasher dan Steward Siewert, 2001)

“An operational audit is an organized search for ways of improving efficiency and

effectiveness. It can be considered a form of constructive critism,”

(Audit operasional merupakan pencarian cara-cara untuk memperbaiki efisiensi

dan efektivitas. Audit operasional dapat dipertimbangkan sebagai suatu bentuk

kecaman yang konstruktif).

b. (Casler dan Crochet, 1999)

“operational auditing is a systematic process of evaluating and organization’s

effectiveness, efficiency, and economy of operation under management’s control

and reporting to appropriate person the result of the evaluating along with

recommendation for improvement.”

(Audit operasional adalah suatu proses yang sistematis untuk menilai efektivitas

organisasi, efisiensi dan ekonomi operasi dibawah pengendalian manajemen dan

melaporkan kejadian kepada orang yang tepat hasil dari penilaian bersama dengan

disertai rekomendasi untuk perbaikan).

18
c. (Leslie R. Howard, 2000)

“Management audit is an investigation of a business from the highest level

downword in order to ascertain whether sound management prevals throughout,

this facilitating in most effective relantionship with the outside world and the most

efficient organization and smooth running of internal organization”.

(Audit manajemen merupakan penyelidikan suatu usaha dari tingkat yang tinggi

kebawah untuk meyakinkan bahwa manajemen yang sehat berjalan sesuai dengan

prosedur, dengan demikian memudahkan hubungan yang paling efektif dengan

dunia luar dan organisasi lainnya).

d. (William P. Leonard, 2002)

“management audit as a comprehensive and constructive examinitation of an

organizational structure of a company, institution of branch of government or of

any component there of, such as division or department, and its plans and

objectives. It means of operations, and its use of human and physical fasilities.”

(Audit manajemen sebagai suatu pengujian yang menyeluruh dan konstruktif dari

struktur organisasi suatu perusahaan, lembaga atau cabang dari pemerintah atau

setiap komponen daripadanya, seperti suatu divisi atau departemen, dan rencana

dan tujuannya, alat operasionalnya, dan utilisasi manusia dan fasilitas fisik).

2.3.2. Manfaat Audit Operasional

Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:52) manfaat audit operasional

mencangkup kemampulabaan yang meningkat, alokasi sumber daya yang efisien,

identifikasi masalah pada tahap awal, komunikasi yang lebih baik.

19
Widjayanto (2006) dalam Putri Callista Wati (2016), mengemukakan pendapatnya

mengenai manfaat yang dapat diperoleh pengendalian operasional adalah sebagai

berikut:

1. Identifikasi tujuan, kebijaksanaan, sasaran, dan prosedur organisasi yang

sebelumnya tidak jelas,

2. Identifikasi kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat tercapainya

tujuan organisasi dan menilai kegiatan manajemen,

3. Evaluasi yang independen dan objektif atas suatu kegiatan tertentu,

4. Penetapan apakah organisasi sudah mematuhi prosedur, peraturan kebijaksanaan

serta tujuan yang telah ditetapkan,

5. Penetapan efisien dan efektivitas sistem pengendalian manajemen,

6. Penetapan tingkat keandalan (reliability) dan kemanfaatan (userfullnes) dari

berbagai laporan manajemen,

7. Identifikasi daerah-daerah permasalahan dan mungkin juga penyebabnya,

8. Identifikasi berbagai kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk lebih

meningkatkan laba, mendorong pendapatan dan mengurangi biaya untuk hambatan

dalam organisasi.

2.3.3. Tujuan Audit Operasional

Tujuan utama audit operasional yaitu membantu manajemen untuk

menghasilkan perbaikan dalam pengelolaan kegiatan dengan saran-saran, sehingga

pelaksanaan audit operasional diharapkan dapat menunjang efektivitas, dan efisiensi

20
perusahaan. Dalam mengadakan pemeriksaan, titik berat perhatian utama diarahkan

kepada kegiatan-kegiatan yang diperkirakan dapat diperbaiki di masa yang akan

datang. Tujuan audit operasional tidak hanya ingin mendorong dilakukannya tindakan

perbaikan tetapi juga untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan atau

kelemahan di masa yang akan datang.

Menurut Amin Wijaya Tunggal (2001) dalam Foarota Gulo (2014), ada

beberapa tujuan dari audit operasional:

a. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan

ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor dan untuk menunjukkan

perbaikan apa yang dimungkinkan terjadi untuk memperoleh hasil yang terbaik dari

operasi yang bersangkutan.

b. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien.

c. Mengusulkan pada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan

apabila manajemen organisasi sendiri kurang memiliki pengetahuan tentang

pengelolaan yang efisien.

d. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan.

e. Untuk membantu manajemen audit atau operasi berhubungan dengan fase dari

aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan pada manajemen.

f. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif

dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka.

2.4. Audit Operasional Persediaan Barang Dagang

21
Pengertian audit operasional dapat disimpulkan bahwa audit operasional

merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu

organisasi untuk menilai efektivitas dan efisiensi secara sistematis. Sedangkan

pengertian persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik

perusahaan denngan maksud untuk dijual dalam suatu periode waktu tertentu atau

persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun

persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.

Dengan demikian pengertian audit operasional persediaan barang dagang adalah

penelaahan atas bagian persediaan barang mulai dari prosedur pembelian, penerimaan,

penyimpanan serta perputaran saat persediaan habis sampai membeli kembali.

Tujuan audit persediaan menurut Sukrisno Agoes (2012:229) adalah untuk

meyakinkan bahwa:

a. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas

persediaan;

b. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan

dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca;

c. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai dengan

standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS);

d. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan standar

akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS);

22
e. Untuk memeriksa apakah terhadap barang-barang yang rusak (defective), bergerak

lambat (slow moving) dan ketinggalan mode (absolescence) sudah di buatkan

allowance yang cukup;

f. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan sebagai jaminan kredit:

g. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan

yang cukup;

h. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan

(purchase/sales commitment) yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap

laporan keuangan;

i. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah

sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).

2.5. Pengertian Persediaan Barang Dagang

Menurut PSAK 14 (2015:14.2) persediaan adalah asset: (a) tersedia untuk dijual

dalam kegiatan usaha biasa; (b) dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau

(c) dalam bentuk bahan atau perlengkapa untuk digunakan dalam proses produksi atau

pemberian jasa. Pengertian lain dalam PSAK 14 (2015:14.2) “persediaan meliputi

barang yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali termasuk, sebagai contoh, barang

dagangan yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan

property lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga meliputi barang jadi yang

diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi, oleh entitas serta

termasuk bahan, serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.”

23
Persediaan barang dagang adalah barang-barang yang tersedia digudang yang

siap untuk dijual atau dipasarkan kepada konsumen. Menurut T. Hani Handoko

(2000:333) “persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukan segala sesuatu

atau sumber daya – sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya

terhadap pemenuhan permintaan.”

Fungsi persediaan menurut Rangkuti (2004:15) dalam Alfons Nicodemus

(2015) persediaan memiliki beberapa fungsi, diantaranya:

1. Agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi terjadi;

2. Untuk menyeimbangkan produksi dengan distribusi;

3. Untuk memperoleh keuntungan dari potongan kuantitas, karena membeli dalam

jumlah yang banyak ada diskon;

4. Untuk hedging dari inflasi dan perubahan harga;

5. Untuk menghindari kekurangan persediaan yang dapat terjadi karena cuaca,

kekurangan pasokan, mutu, dan ketidak tepatan pengiriman;

6. Untuk menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam proses.

Dalam perusahaan, persediaan merupakan aktiva lancar yang menjadi sumber

penghasilan atas barang yang tersedia untuk dijual khususnya perusahaan dagang dan

distribusi, manufaktur. Hal ini yang membuat persediaan barang dagang menjadi

prioritas untuk menjadi fokus dalam efektivitas dan efisiensi. Kuantitas dan jenis

persediaan yang cukup harus dipertahankan untuk memenuhi permintaan konsumen,

tapi dari sisi lain harus diperhitungkan juga biaya yang timbul akibat dari penyimpanan

persediaan. Agar dapat stabil harus dapat menetapkan jenis atau item barang yang

24
dibutuhkan untuk dapat menentukan jumlah minimal persediaan perusahaan dalam

suatu periode tertentu.

Persediaan barang dagang dalam pengelolaannya dapat dikatakan efisien jika

perbandingan antara input (masukan) dan output (hasil antara kentungan dengan

sumber-sumber yang dipergunakan) dapat mencapai hasil yang optimal, dengan kata

lain persediaan yang tersedia digudang harus dengan jumlah yang tidak berlebihan.

Sedangkan, persediaan barang dagang dapat dikatakan efektivitas jika perusahaan

dapat mencapai penjualan yang ditargetkan dan secara otomatis persediaan yang ada

digudang cepat terjual, dengan kata lain dapat dimanfaatkan secara maksimal tanpa

harus disimpan digudang dengan jangka waktu yang lama. Jadi semakin cepat barang

keluar dari gudang, semakin efektif pula pengelolaan persediaan barang dagang

tersebut.

Manajemen persediaan memegang peranan penting dalam penetapan besarnya

persediaan. Pengelompokan suatu jenis barang dagang berdasarkan kriteria atas barang

dagang yang fast moving (laris atas permintaan konsumen) dan slow moving (yang

tingkat penjualannya rendah) diperlukan pengendalian internal yang baik untuk

mengawasi.

2.6. Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja adalah pencapaian suatu tujuan dari suatu kegiatan atau pekerjaan

tertentu untuk mencapai tujuan perusahaan yang diukur dengan standar penilaian

kinerja. Menurut Mangkunegara (2009:67) dalam Putri Callista Wati (2016:32),

pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

25
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang

diberikan kepadanya.

Pendapat yang sama demikian dikatan oleh Sedarmayanti (2011:260) dalam

Putri Callista Wati (2016) bahwa: “kinerja merupakan terjemahan dari performance

yang berarti hasil kerja seseorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu

organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukan

buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah

ditentukan).” Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya

tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Menurut Lion Saiful Mukminin dalam pengukuran kinerja menggunakan empat

perspektif balance scorecard, yaitu:

a. Perspektif keuangan

Ukuran keuangan sangat penting bagi perusahaan. Ukuran keuangan memberikan

petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya

memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Pada saat

perusahaan melakukan pengukuran secara financial, maka hal pertama yang

dilakukan adalah mendeteksi kebenaran industry yang dimilikinya, apakah dalam

tahap perkembangan, growth, sustain, atau harvest. Ketiga tahap tersebut

mempunyai konsekuensi yang berbeda terhadap ukuran penelitian. Dalam

perspektif financial, scorecard memungkinkan para eksekutif senior setiap unit

bisnis untuk menetapkan bukan hanya ukuran yang mengevaluasi keberhasilan

26
jangka panjang perusahaan, tetapi juga berbagai variabel yang dianggap paling

penting untuk menciptakan dan mendorong tercapainya tujuan jangka panjang.

b. Perspektif Pelanggan

Perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan

dimasuki. Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen

penghasilan tujuan financial perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan

perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting-kepuasan,

loyalitas, retensi, akuisisi, dan probabilitas dengan pelanggan dan segmen pasar

sasaran. Para manager juga harus mengenali apa yang dinilai tinggi oleh para

segmen sasaran dan memilih proposisi nilai yang akan diberikan. Mereka

kemudian dapat memilih tujuan dan ukuran dari tiga kelompok atribut, yang jika

memuaskan memungkinkan perusahaan mempertahankan dan memperluas bisnis

dengan pelanggan sasaran. Ketiga atribut itu adalah: atribut produk dan jasa,

hubungan pelanggan serta citra dan reputasi.

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Pada perspektif proses bisnis internal dalam balanced scorecard, manajemen

mengidentifikasi proses internal bisnis yang kritis yang harus di unggulkan

perusahaan. Dalam perspektif ii memungkinkan manajer untuk mengetahui

seberapa baik bisnis berjalan dan apakah produk atau jasa sudah sesuai dengan

spesifikasi pelanggan.

27
Dalam balanced scorecard pengukuran perspektif proses bisnis internal dalam

sebuah organisasi secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahap (Kaplan dan Norton

2000:83) dalam Lion Saiful mukminin (2010), yaitu:

1) Proses Inovasi

Dalam proses inovasi, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang

berkembang atau yang masih tersembunyi, kemudian menciptakan produk atau jasa

yang akan memenuhi kebutuhan pasar.

2) Proses Operasi

Proses operasi perusahaan menunjukan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan

dimulai dari diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian

produk atau jasa kepada pelanggan.

3) Proses Pelayanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk

atau jasa tersebut dilakukan. Layanan purna jual mencangkup garansi dan berbagai

aktivitas perbaikan, penggantian produk rusak dan yang dikembalikan serta

pemrosesan pembayaran pelanggan.

d. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Proses pertumbuhan dan pe,belajaran ini bersumber dari faktor sumber daya

manusia, sistem, dan prosedur organisasi yang berperan dalam pertumbuhan

jangka panjang. Kaplan dan Norton dalam (2000:110) dalam Lion Saiful

mukminin (2010) menyebutkan bahwa ada tiga kategori dalam perspektif ini,

yaitu:

28
1) Kapabilitas Pekerja

Salah satu perubahan yang paling dramatis dalam pemikiran manajemen selama 15

tahun terakhir adalah pergeseran peran para pekerja perusahaan. Saat ini pekerja

dituntut untuk lebih kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan

dan memberikan usul perbaikan bagi perusahaan dimasa depan.

2) Kapabilitas Sistem Informasi

Motivasi dan keahlian pekerja saja tidak cukup dalam menunjang pencapaian

tujuan proses bisnis internal, tanpa adanya informasi yang tepat waktu, cepat dan

akurat sebagai umpan balik. Dengan kemampuan system informasi yang memadai

kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pekerja atas informasi yang akurat

dan tepat dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

3) Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan

Pegawai yang memiliki informasi yang berlimpah tidak akan memberi kontribusi

pada keberhasilan usaha, apabila mereka tidak mempunyai motivasi untuk

bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau tidak diberi kebebasan dalam

mengambil keputusan atau bertindak.

2.7. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan

penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji

29
penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu penulis tidak menemukan

penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun, penulis

mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya beban kajian

pada penelitian penulis. Berikut penulis sajikan penelitian terdahulu berupa beberapa

jurnal yang terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

1. Dalam penelitian Abdul Aziz Pangsuri & Rika Kharlina (2013) yang menjadi

variable x atau variable bebas adalah Audit Operasional Atas Fungsi Produksi

sementara dalam peniliti penulis ialah Audit Operasional Atas Persediaan Barang

Dagang.

2. Dalam penelitian Nova Wahyuningsih (2016) yang menjadi variable Y atau

variable terkaitnya adalah menunjang efektivitas penjualan sementara dalam

penelitian penulis yang menjadi variable (Y) adalah peningkatan efektivitas,

efisiensi pengelolaan barang

3. Dalam penelitian Suryani Puspita Sari Wonowidjojo & Betri Sirajuddin (2015)

yang menjadi variable X adalah audit operasional dan variable Y adalah persediaan

barang dagang sedangkan penulis, variable X1 adalah Audit Operasional Atas

persediaan Barang Dagang (X2) Kinerja Karyawan dan variable (Y) adalah

peningkatan efektivitas, efisiensi pengelolaan barang.

4. Dalam penelitian Lion Saiful mukminin lebih memfokuskan penelitian terhadap

kinerja karyawan non keuangan sedangan penulis melakukan penelitian terhadap

kinerja dan pengelolaan agar terciptanya efektivitas dan efisiensi pengelolaan

barang atas persediaan barang dagang.

30
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Abdul Aziz Pangsuri Peranan Audit Secara simultan dan

& Rika Kharlina 2013 Operasional Atas Fungsi signifikan mengurangi

Produksi Untuk produk cacat

Mengurangi Produk Cacat dipengaruhi oleh audit

operasional atas fungsi

produksi

2. Nova Wahyuningsih Peranan Audit Audit operasional

2016 Operasional dalam berperan dalam

Menunjang Efektivitas menunjang efektivitas

Penjualan penjualan dilihat dari

aktivitas penjualan selalu

berpedoman pada

kebijakan, system dan

prosedur yang telah

ditetapkan. Temuan pada

saat audit telah

dilaporkan dengan

disertai saran dan

31
rekomendasi perbaikan

kemudian ditindaklanjuti

oleh pihak manajemen

perusahaan dalam

meningkatkan efektivitas

penjualan.

3. Suryani Puspita Sari Audit Operasional Adanya temuan negatif

Wonowidjojo & Betri Terhadap Persediaan pada saat melakukan

Sirajuddin 2015 Barang Dagang penelitian persediaan

barang dagang karena

lemahnya pengawasan

maka Audit Operasional

sangat diperlukan

terhadap persediaan

barang dagang

4. Lion Saiful mukminin Pengaruh Audit Dengan adanya audit

2010 Operasional terhadap operasional, kinerja

Kinerja non Keuangan perusahaan dapat lebih

dengan Audit atas baik dengan prosedur

persediaan sebagai dan kebijakan

variabel intervening perusahaan

32
Sumber: Data diolah, (2018)

2.8. Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran adalah suatu bagan yang menjelaskan secara garis besar

alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat berdasarkan

pertanyaan penelitian yang merepresentasikan suatu himpunan dari beberapa konsep

serta hubungan diantara konsep-konsep tersebut. Komponen utama pada kerangka

pemikiran adalah independent variable (variabel bebas), independent variable

(variabel pengikat), levels (indikator dari variabel bebas yang akan di obeservasi),

measures (indkator dari variabel terikat yang akan di obeservasi).

Setiap perusahaan selalu ada kegiatan operasional. Dalam perusahaan,

persediaan merupakan aktiva lancar yang menjadi sumber penghasilan atas barang

yang tersedia untuk dijual khususnya perusahaan dagang dan distribusi manufaktur.

Kegiatan operasional perusahaan dagang berorientasi untuk mengelola barang-barang

dagangan tersebut dalam bentuk persediaan barang dagang. Hal ini yang membuat

persediaan barang dagang menjadi prioritas untuk menjadi fokus dalam efektivitas dan

efisiensi. Dalam penyimpanan persediaan barang dagang digudang sering mengalami

masalah, dikarenakan lemahnya pengendalian internal terhadap persediaan barang

dagang. Oleh karena itu perlu adanya perumusan prosedur operasional standar yang

dapat dijadikan sebagai pengendali atas operasional yang dilakukan terutama pada

bagian persediaan dan diadakannya audit operasional.

33
Menurut Sukrisno Agoes (2012:11) (audit operasional merupakan suatu

pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan

akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan manajemen, untuk

mengetahui apalah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien,

dan ekonomis.” Salah satu bagian dalam kegiatan operasional perusahaan yang

memerlukan audit operasional adalah pengelolaan persediaan barang dagang, karena

persediaan barang dagang merupakan bagian utama dalam neraca dan merupakan

perkiraan yang nilainya cukup besar dan serta membutuhkan modal kerja yang besar.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan audit operasional atas persediaan

barang dagang mempunyai hubungan erat dan saling berkaitan terhadap peningkatan

efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan barang. Berikut kerangka pemikiran yang

dituangkan dalam bagan:

Audit Operasional Atas


Persediaan Barang Dagang
Peningkatan Efektivitas,
(X1) efisiensi Pengelolaan Barang
Dagang

Kinerja Karyawan (Y)

(X2)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Dengan adanya kerangka pemikiran akan mempermudah dalam penyampaian

bahan variabel penilitian yang dikerjakan, melalui pendefinisian dan uraian yang

34
lengkap dan mendalam dari berbagai referensi sehingga ruang lingkup, kedudukan, dan

prediksi terhadap hubungan antar variabel semakin menjadi jelas dan terarah.

2.9. Pengembangan Hipotesis Menurut Para Ahli

Menurut Wiratna Sujarweni (2014:62) Hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap tujuan penelitian yang diturunkan dari kerangka pemikiran yang

telah dibuat. Hipotesis merupakan dugaan sementara dari jawaban rumusan masalah

penelitian.

Untuk mendapatkan bukti empiris apakah audit operasional atas barang dagang

dan kinerja karyawan mempunyai pengaruh positif terhadap efektivitas dan efisiensi

pengelolaan barang, maka diperlukan beberapa hipotesis yang dapat digunakan dalam

penelitian.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat peranan audit operasional.

Menurut Suryani Puspita Sari Wonowidjojo & Betri Sirajuddin (2015) audit

operasional merupakan pemeriksaan terhadap kegiatan perusahaan, sasaran utamanya

dalam penelitian Suryani Puspita Sari Wonowidjojo & Betri Sirajuddin (2015) adalah

persediaan barang dagang karena sering terjadi selisih.

Dalam hasil penelitiannya Suryani Puspita Sari Wonowidjojo & Betri

Sirajuddin (2015) menemukan adanya temuan negatif pada saat melakukan penelitian

persediaan barang dagang karena lemahnya pengawasan maka Audit Operasional

sangat diperlukan terhadap persediaan barang dagang.

35
Menurut Nova Wahyuningsih (2016) Audit operasional adalah prosedur yang

sistematis untuk mengevaluasi informasi oleh pihak-pihak yang independen yang

didapat dari suatu entitas yang bertujuan untuk menentukan dan melaporkan

kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh entitas dan

menyampaikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.

Nova wahyuningsih (2016) menemukan adanya hubungan yang signifikan

antara audit operasional dengan keefektivan penjualan. Audit operasional berperan

dalam menunjang efektivitas penjualan dilihat dari aktivitas penjualan selalu

berpedoman pada kebijakan, system dan prosedur yang telah ditetapkan.

Menurut Lion Saiful Muknin (2010) adanyan pengaruh audit operasional

terhadap kinerja non keuangan dengan audit atas persediaan sebagai variabel

intervening. Jadi, dengan adanya audit operasional kinerja perusahaan dapat berjalan

lebih baik serta efektif dan efisien sesuai dengan prosedur dan kebijakan perusahaan,

dengan demikian tujuan perusahaan dapat tercapai.

.H1: Diduga audit operasional atas persediaan barang dagang berpengaruh

terhadap peningkatan efektivitas, efisiensi pengelolaan barang

Nova Wahyuningsih (2016) mengemukakan bahwa keberhasilan suatu

perusahaan dalam mendapatkan keuntungan yang maksimal tidak terlepas dari adanya

pengendalian yang efektif atas semua kegiatan yang ada dalam perusahaan, maka dari

itu perusahaan harus berusaha untuk menghindari adanya pemborosan dalam hal-hal

yang dapat membawa kerugian bagi perusahaan. Dan audit operasional berperan dalam

menunjang efektivitas

36
Audit operasional berperan dalam menunjang efektivitas penjualan, maka dapat

diduga audit operasional juga mampu meningkatkan efektivitas pengelolaan

persediaan barang dagang.

H2: Diduga kinerja karyawan berpengaruh terhadap peningkatan efektivitas,

efisiensi pengelolaan barang

Menurut Lion Saiful mukminin (2010), apabila telah dilakukan audit

operasional atas kinerja perusahaan maka dapat memperbaiki efektivitas dan dapat

berjalan lebih baik untuk masa mendatang.

H3: Diduga audit operasional atas persediaan barang dagang dan kinerja

karyawan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan efektivitas, efisiensi

pengelolaan barang

Menurut Suryani Puspita Sari Wonowidjojo & Betri Sirajuddin (2015), audit

operasional sangat diperlukan terhadap persediaan barang dagang untuk meningkatkan

efisiensi, karena pada saat penelitian terdapat temuan negative karena lemahnya

pengawasan.

Menurut Lion Saiful mukminin (2010) audit operasional itu sendiri dilakukan

untuk mengaudit suatu kinerja yakni mengenai efektivitas dan efisiensi suatu kinerja,

maka seharusnya berpengaruh terhadap kinerja.

37

Anda mungkin juga menyukai