Anda di halaman 1dari 2

BANGKIT

manya Dani Putra Nanda, Adek begitulah orangtuanya memanggilnya. Dia merupakan anak satu-
satunya dari keluarga itu, semenjak kecil kedua orangtuanya telah mengajarkan benih-benih
kebaikan agama Islam kepadanya. Menginjak masa remaja, Dani mulai kekurangan kasih sayang
dari orangtuanya, Dani selalu berkata di dalam hati, “Bongkahan emas berlian tak ada gunanya
kalau melupakan anak sendiri.” dia sering iri kepada anak-anak lain, apalagi saat dia melihat
anak-anak itu bisa bercanda dan berbahagia bersama keluarga mereka. Sejak kecil, Dani sangat
terobsesi untuk menjadi seorang jurnalis, namun sekarang Dani merasa kesulitan dan sangat
membutuhkan semangat, tetapi dia tak mendapatkannya sebagai seorang anak broken home, dan
akhirnya membuatnya tinggal kelas. Sore harinya selepas melaksanakan salat Ashar, tiba-tiba
seorang bapak-bapak menghampirinya di depan masjid.

“Kamu kenapa Nak?”


“Tidak, tidak ada apa-apa Pak?”
“Tapi Bapak lihat kamu sedang banyak pikiran apa yang kamu pikirkan?”
“Sebenarnya saya lagi sedih Pak saya tinggal kelas,”
“Kenapa kamu bisa tinggal kelas Bapak lihat kamu anak yang baik dan juga kelihatan pintar?”
“Saya merasa kesepian Pak saya selalu rindu akan kasih sayang orangtua saya,”
“Maaf ya Nak, kedua orangtuamu memangnya ke mana?”
“Mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing, sehingga tak sempat memberikan
waktu kepada saya,”
“Kamu jangan terus terus seperti ini, tidak boleh! Bapak tahu pasti sakit rasanya, kamu harus
tahu bahwa Allah selalu mencintai dan mengasihimu, Allah selalu memperhatikanmu, selalu
melihatmu, ia tidak pernah mengacuhkanmu. Sekarang kamu pulang dan besok kita ketemu lagi
di sini ya.”
Dani berkata di dalam hati, “Mengapa Bapak itu memintanya untuk bertemu lagi.” tapi setidaknya
beberapa ke perkataan Bapak tadi membuatnya lebih tenang. Keesokan harinya, setelah salat,
Dani kembali ditemui oleh Bapak itu, tanpa basa-basi bapak itu lalu meminta Dani untuk duduk di
sampingnya dan mendengarkannya. Bapak itu bercerita tentang seorang anak yatim piatu yang
selalu dihina oleh orang-orang, hidupnya miskin, tetapi dia tidak pernah membalasnya, dia hanya
sabar dan percaya bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuknya, diikuti dengan
kesungguhan dan tekadnya dia berhasil dan sukses menjadi seorang penulis. Setelah lama
bercerita bapak bertanya kepada Dhani.

“Apa cita-citamu Nak?”


“Aku ingin menjadi jurnalis Pak yang bisa memberikan informasi kepada orang lain tapi saya tidak
lagi ingin bersekolah,”
“Jadi kamu ingin jadi jurnalis, ya sudah besok kamu datang ke alamat ini. Datang saja!”
“Iya Pak.”
Esok harinya, Dani pun tiba di alamat itu, dilihatnya sebuah gedung bertingkat dua dengan lukisan
indah mewarnai dindingnya. Dani perlahan masuk dan banyak sekali tempelan-tempelan puisi
berbingkai indah di setiap sudutnya, Dani sangat kagum akan hal itu dan itu membuatnya jatuh
pada lamunannya. “Hai Nak,” suara panggilan itu membangunkan Dani dari lamunannya.

“Kamu sudah dari tadi sampai di sini?”


“Be-belum Pak, saya baru saja sampai, saya sedang melihat-lihat tempat ini sangat indah,”
“Bisa aja kamu. Ya udah kamu bisa datang ke sini setiap hari, banyak orang yang akan
membantumu di sini, jurnalis sangat erat dengan menulis, belajarlah di sini, Bapak mau bekerja
dulu! Silahkan kamu berkeliling untuk melihat-lihat,”
“Iya Pak makasih.”
Dani kembali menelusuri sudut demi sudut bangunan itu, hingga langkahnya terhenti saat dia
melihat sebuah lukisan yang terlukis di dinding itu adalah wajah bapak tadi dengan tulisan
panjang di bawahnya. Setelah dibacanya semua tulisan itu, Dani tahu kalau anak yatim yang
diceritakan bapak itu adalah dirinya sendiri. Dan Dani sangat kagum sekali terhadap sosok bapak
itu. Mulai saat itu, Dani setiap harinya datang ke kantor itu untuk belajar, dengan motivasi yang
didapatnya dari bapak itu dan nasihat, “Bahwa Tuhan masih ada yang selalu mencintai dan
menyayanginya.”

Bapak itu terus membimbing Dani hingga akhirnya tulisan-tulisannya dibaca banyak orang dan
menjadi penulis terkenal. Hingga suatu hari buku itu dibaca oleh kedua orangtuanya, mereka
sangat sedih dan mereka sadar bahwa mereka sudah sangat acuh kepada Dani. Mereka pun
meminta maaf kepada Dani dan setelah itu Dani memaafkan dan mereka hidup bahagia, seperti
masa kecil yang selalu dirindukannya.

Anda mungkin juga menyukai