Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEM


CARDIOVASKULER : INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST/NSTEMI

A. Konsep dasar
1. Pengertian

NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang ada dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri coroner kecil atau oklusi parsial arteri coroner
utama yang sebelumnya terkena ateroklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan parsial
jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan jantung (Anggraeni, AFN.
2015).

Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard
akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pektoris tidak stabil. Walaupun
persentasi klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan patofisiologis (Dharma, S. 2009).

Sindrom coroner akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung coroner
adalah suau kegawatdaruratan pembuluh darah coroner yang terdiri dari infark miokard
akut dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST elevation
myocard infark/STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non-STEMI)
dan angina pectoris tidak stabil (APTS) (Apriliya, N. 2015).

2. Etiologi
a. Thrombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
b. Obstruksi dinamik (spasme coroner atau vasokontriksi)
c. Obstruktif mekanik yang progresif
d. Inflamasi atau infeksi
e. Factor atau keadaan pencetus (Anggraeni, AFN. 2015).

3. Tanda dan gejala

Nyeri dada dengan lokasi khas subternal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri
seperti seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering ditemukan pada
NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukan bahwa mereka yang
memiliki gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik
dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas
rasa tidak enak didada iskemi pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak
khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu
atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia
lebih dari 65 tahun (Virgo. 2015)

4. Patofisiologi

Mekanisme utama adalah proses thrombosis akut akibat rupturnya plat aterosklerosis,
yang menyebabkan sumbatan mendadakan aliran darah coroner. Walaupun jarang
penyebab non-aterosklerotik SKA bisa berupa arteritis, trauma diseksi, tromboemboli,
kelainan kongenital, kokaen serta komplikasi tindakan kateterisasi jantung (Dharma, S.
2009).

5. Pemeriksaan penunjang dan hasil


a. EKG untuk fungsi jantung: T. terbalik, ST depresi, ST elevasi, Q patologis
b. Enzim jantung yaitu: CPKMB, LDH, AST, Troponin T.
c. Elelktrolit untuk ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi (Anggraeni, AFN. 2015).
6. Pathway

Factor-faktor resiko Plak arteroklerosis


aternosklerosis pada dinding arteri
koroner

Penyempitan lumer
arteri, ruplur plak,
Thrombosis, spasme
Ketidakseimbangan arteri
kebutuhan oksigen

Penyumbatan arteri
Peningkatan metabolism koroner
anaerob, pH

Gangguan suplai Kerusakan otot


Produksi asam laktat oksigen ke miokardium
miokardium

Iskemia miokardium EKG T terbalik


Angina pektoris an ST

Edema SD Iskemik >30 Sindrom


coroner akut

Pelepasan
enzym
Infark miokardium STEMI
Infark transmural
CKMB LDH Infark subendokardial

(Muttaqin, A. 2009).
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian primer
Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos
mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi
sistem saraf pusat.
B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri
yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat
kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan
fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada saat
istirahat.
B2 (Blood)
- Inspeksi

Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di
daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada.
Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.

- Palpasi

Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi biasanya tidak
ditemukan.

- Auskultasi

Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang


disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak
ditemukan pada IMA tanpa komplikasi

- Perkusi

Batas jantung tidak mengalami pergeseran


B3 (Brain)

Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah
meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan respons
dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang
ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.

B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena merupakan tanda
awal syok kardiogenik.

B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri
tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda utama
IMA.

B6 (Bone)

Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan,


kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur.
perubahan postur tubuh.

Kaji higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan
melakukan tugas perawatan diri.

2. Diagnose keperawatan utama


a. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas.
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan / kematian ditandai dengan
ketakutan, gelisah dan perilaku takut.
d. Resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan
frekuensi, irama, konduksi elektrikal.

3. Intervensi dan rasional


Dx 1 Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: dalam waktu 1x24jam terdapat penurunan respons nyeri dada
KH : klien mengatakan penurunan rasa nyeri dada
TTV dalam batas normal
Wajah rileks
Tidak terjadi penurunan perfusi perifer
Intervensi
a. Catat karakteristk nyeri, lokasi, intensitas, lamanya, dan penyebaran.
R/ Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri yang terjadi dianggap
sebagai temuan pengkajian.
b. Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
R/ Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada
kematian mendadak.
c. Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
R/ Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan oksigen kejaringan yang mengalami
iskemia.
d. Istirahatkan klien
R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan
menurunkan kebutuhan mikardium yang membutuhkan oksigen untuk
menurunkan iskemia
e. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan
indikasi
R/ meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium
sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap iskemia.
f. Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
R/ Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri ekternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatan kondisi oksigen ruangan. Oksigen
ruangan akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
g. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri.
R/ Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat
sekunder dari iskemia jaringan.

Dx 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas.

Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu


selama pemberian obat.

Intervensi:

a. Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk
merentang aktivitas dan yang diprogramkan.
b. Laporkan gejala-gejala curah janutng menurun atau gagal jantung : TD menurun,
ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun.
c. Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan
penurunan amplitude, yang merupakan sinyal gagal jantung.
d. Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.
e. Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti
ditentukan oleh toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas.
f. Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit

Dx 3 Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan / kematian ditandai dengan


ketakutan, gelisah dan perilaku takut.

Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.


Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.

Intervensi:

a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi.


b. Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
c. Mempertahankan kepercayaan.
d. Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien.
e. Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan
seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.
f. Dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

Dx 4 Resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan


frekuensi, irama, konduksi elektrikal

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung

Kriteria : tekanan darah dkm batas normal, curah jantung kembali meningkat, asupan
dan keluaran sesuai, irama jantung tidak menunjukkan tanda-tanda disritmia.

Intervensi :

a. Ukur tekanan darah. Bandingkan tekanan darah kedua lengan, ukur dalam
keadaan berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan
b. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi
c. Pantau frekuensi jantung dan irama
d. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah, batasi
asupan kafein.
e. Kolaborasi dengan tim medis dan pemberian terapi sesuai program (Apriliya, N.
2015).

Anda mungkin juga menyukai