PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat asuhan keperawatan jiwa pada anak dan remaja ?
2. Bagaimana cara membuat simulasi asuhan keperawatan secara berpasangan ?
3. Bagaimana cara untuk membuat dokumentasi pembuatan SPTK dan API ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan jiwa pada anak dan remaja
2. Untuk mensimulasikan asuhan keperawatan secara berpasanngan
3. Untuk melatih dokumentasi pembuatan SPTK dan API
2
BAB II
Tinjauan Teori
1. Directional trends
Pertumbuhan dan perkembangan berjalan secara teratur, berhubungan dengan
petunjuk dan gradien atau reflrks dari perkembangan fisik dan maturasi dari
fungsi neuromuskular. Prinsip-prinsip ini sebagai berikut.
a. Cephalocaudal atau head to toe direction (dari arah kepala ke kaki).
Kepala mengalami perkembangan pertama, lebih besar, dan bersifat
3
kompleks. Semakin ke arah tubuh bagian bawah semakin kecil
terbentuk pada tahap selanjutnya. Misalnya bayi terlebih dulu bisa
mengontrol kepalanya dari pada ekstremitasnya, duduk kemudian
mengangkat dada dan menggerakkan ekstremitas bagian bawah.
b. Proximodistal atau near to far direction, perkembangan dimulai
dengan dari pusat tubuh (midline) ke bagian yang mengjauhi tubuh
(perifer). Menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan
pusat dan pada anggota gerak yang lebih jauh dari pusat misalnya
bahu dulu baru jari-jari.
c. Differentiation atau mass to specific atau simple to complex,
perkembangan dari yang sederhana ke fungsi dan aktivitas yang lebih
kompleks. Perkembangan ini mencakup fisik, mental, sosial dan
emosional. Menggerakkan daerah yang lebih sederhana dulu baru
kemudian menggerakkan jari-jari yang lebih sulit atau melambaikan
tangan baru bisa memainkan jari.
2. Sequential trends
Perkembangan ini sesuai dengan prinsip dan kontinu yakni anak akan
memulai tahap perkembangan. Stiap tahapan awal akan memengaruhi tahapan
berikutnya. Hal inidapat dilihat dari kemampuan motorik. Misalnya bayi akan
belajar merangkak sebelum berdiri dan berjalan. Semua dimensi tumbuh
kembang dapat diketahui maka rangkaian dari tumbuh kembang tersebut
dapat diprediksi, yaitu hal ini berjalan secara teratur dan kontinu. Semua anak
yang normal nelalui setiap tahap ini. Setiap fase dipengaruhi oleh fase
sebelumnya. Misal tengkurap-merangkak-berdiri-berjalan.
3. Development pace
Kecepatan perkembangan setiap anak berbeda. Perkembangan palling cepat
sebelum dan sesudah lahir sampai dengan early childhood, kemudian akan
meningkatkan kembali setelah masa adolescent dan berhenti pada masa early
adulthood.
4
4. Sensitive periods
Periode yakni individu lebih mudah dipengaruhi oleh hal-hal baik yang positif
atau negatif dari lingkungan. Misalnya pada masa perkembangan fetus yaitu
fisiologinya akan mudah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada waktu-waktu
yang terbatas selama proses tumbuh kembang yakni anak berinteraksi
terutama dengan lingkungan yang ada, kejadian yang spesifik. Masa-masa
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Masa kritis, yaitu masa yang apabila tidak dirangsang/berkembang
maka hal ini tidak akan dapat digantikan pada masa berikutnya.
b. Masa sensitif, mengarah pada perkembangan dan mikroorganisme.
Misalnya pada saat perkembangan otak, ibunya menderita flu maka
kemungkinan anak tersebut akan hidrosefalus/ensefalitis.
c. Masa optimal, yaitu suatu masa diberikan rangsangan optimal maka
akan mencapai puncaknya. Misalnya anak usia tiga tahun/saat
perkembangan otak dirangsang dengan bacaan-bacaan/gizi yang
tinggi, maka anak tersebut dapat mencapai tahap perkembangan yang
optimal. Perkembangan ini berjalan secara pasti dan tepat, tetapi tidak
sama untuk setiap anak. Misalnya ada yang lebih dulu bicara baru
jalan atau sebaliknyta, ada yang badannya lebih dulu berkembang
kemudian subsistemnya dan sebaliknya, dan sebagainya.
5
3. Emosional. Bergantung pada kemampuan bayi untuk:
a. Membentuk ikatan batin
b. Bercinta dan berkasih sayang
c. Menangani kegelisahan akibat suatu frustasi
d. Mengelola rangsangan
6
2) BAYI ( 1-12 Bulan )
Tumbuh kembang tercepat terjadi pada masa bayi yang terlihat melalui
peningkatan kendali motorik yang mengikuti prinsip tumbuh kembang yaitu
pola safaokaudal dan proksimodistal. Bayi dapat mengendalikan kepalanya
pada usia 3 bulan, mengendalikan torso 6 bulan, pengendalian tahap tungkai
pada usia 9 bulan.
Perkembangan psikososial pada bayi melibatkan smua aspek utama
perkembangan yang penting untuk proses maturasi pada tahap nyang lebih
lanjut, yaitu perkembangan emosi, kognitif, dan moral. Penyelesaian tahap ini
sangat menentukan bagaimana individu menyelesaikan tahap tumbuh
kembang selanjutnya pada tahun pertama kehidupannya, bayi bergantung
pada orang tua pada pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun psikologisnya
pemenuhan tahap tersebut di perlukan bayi untuk mengembangkan prasaan
percaya melalui sikap orang tua yang :
a) Secara konsisten yang berespons terhadap kebutuhan bayi
b) Membeuat lingkungan yang aman rutunitas
c) Peka terhadap kebutuhan bayi dan pemenuhan kebutuhan
7
perilaku orang dewasa yang menjadi contoh perannya sebagi orang tua kita
harus cukup fleksibel dan rasa percaya diri untuk memberi kebebasan dalam
batasan aman bagi anak untuk mengeksplor dan menguji coba perilaku yang
di perlukan untuk meningkatkan kemandirian anak.
8
5). Usia sekolah (5-12 Tahun)
9
Kelompok sebaya memberi pengaruh utama dalam kehidupan remaja,
remaja menjadi lebih mandiri dan sering kali merasa bingung dengan perilaku
orang tuanya. Tugas psikososial pada masa ini adalah mengembangkan
identitas kelompok dan rasa identitas pribadi dan menjalin hubungan personal
yang akrab, baik dengan teman pria baik teman wanita yang tersebut oleh
erikson identitas versus kerancuan identitas.
10
sudut psikososial, tanda-tanda seks sekunder memegang peranan penting
sebagai tanda perkembangan seksual, baik bagi remaja sendiri maupun orang
lain. (Monks dkk.,2004).
b. Ciri-Ciri Perkembangan
11
Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian
tubuh yang lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.
6. Perkembangan berkorelasi denga pertumbuhan. Jika pertumbuhan
berlangsung dengan cepat, hal yang sam ajuga terjadi pada perkembangan.
Dalam hal ini, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, asosiasi, dan
lain-lain.
Banyak sekali faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Secara garis besar, faktor-faktor tersebut terbagi atas faktor internal dan eksternal.
a. Faktor internal
1. Perbedaan ras/etnis atau bangsa. Seseorang yang dilahirkan dengan ras Eropa
tidak mungkin memiliki faktor herediter ras Indonesia, demikian sebaliknya.
Tinggi badan penduduk tiap bangsa tidaklah sama. Pada umumnya, orang
kulit putih memiliki ukuran tungkai yang lebih panjang dibandingkan orang
Mongol.
2. Keluarga. Ada kecenderungan sebuah keluarga memiliki anggota keluarga
yang tinggi-tinggi atau anggota keluarga yang gemuk-gemuk
3. Usia. Pertumbuhan berlangsung dengan pesat pda masa pranatal, tahun
pertama kehidupan, dan masa remaja.
4. Jenis kelamin. Anak perempuan umumnya lebih cepat dewasa dibandingkan
anak laki-laki. Selama pubertas, anak perempuan tumbuh lebih cepat
dibandingkan anak laki-laki. Namun, setelah pubertas, pertumbuhan anak
laki-laki justru lebih cepat daripada anak perempuan.
5. Faktor herediter/kelainan genetik. Faktor pertumbhan yang dapat diturunkan
(herediter) adalah jenis kelamin, ras, dan kebangsaan (Marlow, 1998). Jenis
kelamin ditentukan sejak awal dalam kandungan (fase konsepsi). Seks,
12
kecepatan pertumbuhan, dan perkembangan pada seorang anak wanita
berbeda dengan anak laki-laki. Ras atau suku bangsa menunjukkan
karakteristik yang khas, misalnya suku Asmat di Irian Jaya secara turun-
temurun berkulit hitam. Demikian juga kebangsaan tertentu menunjukkan
karakteristik tertentu seperti bangsa Asia cenderung pendek dan kecil,
sedangkan bangsa E ropa dan Amerika cenderung tinggi dan besar.
Akondroplasia menyebabkan dwarfisme (tubuh kerdil), sedangkan sindrom
Marfan menyebabkan pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan.
6. Kelainan kromosom. Kondisi ini umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan seperti pada kasus sindrom Down dan sindrom Turner.
b. Faktor Eksternal
1. Faktor Pranatal
a. Gizi. Nutrisi ibu hamil, terutama dalam trimester akhir kehamilan akan
mempengaruhi pertumbuhan janin.
b. Mekanis. Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelinan kongenital
seperti club foat.
c. Toksin. Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan
kongenital seperti palatoksis.
d. Endokrin. Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia,
kardiomegali, hiperplasia adrenal.
e. Radiasi. Paparan radium dan dinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan
pada janin, seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan
deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, serta kelainan jantung.
f. Infeksi. Infeksi pada trimester I dan ke II akibat TORCH (Toksoplasma,
Rubela, Sitomegalo virus, Herpes simpleks), penyakit menular seksual
(PMS), serta penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada
13
janin, seperti katarak, bisu, tuli, retardasi mental, dan kelainan jantung
kongenital.
g. Kelainan imunologi. Entroblastosis fetalis terjadi karena perbedaan
golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi
terhadap sel darah merah janin. Antibodi tersebut kemudian masuk ke
dalam peredaran darah janin melalui plasenta dan mengakibatkan
hemolisis. Kondisi ini lebih lanjut akan menyebabkan hiperbilirubinemia
dan kernik ikterus yang akan mengakibatkana kerusakan jaringan otak.
h. Anoksia embrio. Kondisi ini menyebabkan gangguan fungsi pada plasenta
sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan.
i. Psikologis ibu. Kehamilan yang tidak diingkan, perlakuan salah, atau
kekerasan mental pada ibu hamil, dan lain-lain.
j. Faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak adalah lingkungan prenatal,
lingkungan eksternal, dan lingkungan internal anak.
1) lingkungan prenatal. Lingkungan dalam uterus sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan fetus, terutama karena adanya
selaput yang meliputi dan melindungi fetus dari lingkungan luar.
Beberapa kondisi lingkungan dalam uterus yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin adalah gangguan nutrisi karena
ibu kurang mendapatkan gizi adekuat baik secara kualitas maupun
kuantitas, gangguan endokrin pada ibu seperti menderita diabetes
mellitus, ibu yang mendapat terapi sitostatika, atau yang mengalami
infeksi rubela, toksoplasma, sifilis dan herpes, intinya apa yang dialami
oleh ibu akan berdampak pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan
fetus.
2) Pengaruh budaya lingkungan. Budaya keluarga atau masyarakat akan
memengaruhi bagaimana mereka mempersiapkan dan memahami
kesehatan serta berperilaku hidup sehat. Pola perilaku ibu yang sedang
hamil.
14
3) Lingkungan eksternal
a) Kebudayaan. Kebudayaan suatu daerah akan memengaruhi
kepercayaan adat kebiasaan dan tingkah laku dalam merawat dan
mendidik anak.
b) Status sosial ekonomi keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga
dapat memengaruhi pola asuhan terhadap anak. Misalnya orang tua
yang mempunyai pendidikan cukup mudah menerima dan
menerapkan ide-ide untuk pemberian asuhan terhadap anak.
c) Nutrisi. Untuk tumbuh kembang anak memerlukan nutrisi yang
adekusat yang didapat dari makanan yang bergizi. Kekurangan nutrisi
dapat diakibatkan karena pemasukan nutrisi yang kurang baik
kualitas maupun kuantitas aktivitas fisik yang terlalu aktif, penyakit-
penyakit fisik yanng menyebabkan nafsu makan berkurang.
Gangguan absorpsi usus, serta keadaan emosi yang menyebabkan
berkurangnya nafsu makan.
d) Penyimpangan dari keadaan normal. Disebabkan karena adanya
penyakit atau kecelakaan yang dapat mengganggu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.
e) Olahraga. Plahraga dapat meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi,
dan menstimulasi terhadap perkembangan otot-otot
f) Urutan anak dalam keluarganya. Kelahiran anak pertama menjadi
pusat perhatian keluarga, sehingga semua kebutuhan terpenuhi baik
fisik, ekonomi maupun sosial.
4) Lingkungan internal
a) Inteligensi. Pada umumnya anak yang mempunyai inteligensi tinggi,
perkembangannya akan lebih baik jika dibandingkan dengan yang
mempunyai inteligensi kurang
b) Hormon. Ada tiga hormon yang memengaruhi pertumbuhan anak
yaitu somatotropin, hormon yang memengaruhi jumlah sel untuk
merangsang sel otak pada masa pertumbuhan, berkurangnya hormon
15
dapat menyebabkan gigantisme, hormon tiroid, memengaruhi
pertumbuhan, kurangnya hormon ini dapat menyebabkan
kreatinisme; hormon gonadotropin, merangsang testosteron dan
merangsang perkembangan seks laki-laki, dan memproduksi
spermatozoa. Sementara estrogen merangsang perkembangan seks
sekunder wanita dan produksi sel telur. Kekurangan hormon
gonadotropin ini dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan
seks.
c) Emosi. Hubunga yang hangat dengan orang lain seperti ayah, ibu,
saudara, teman sebaya. Serta guru akan memberi pengaruh pada
perkembangan emosi, sosial, dan intelektual anak. Pada saat
anakberinteraksi dengan keluarga maka akan memengaruhi interaksi
anak di luar rumah. Apabila kebutuhan emosi anak tidak dapat
terpenuhi.
2. Faktor persalinaan
Komplikasi persalinan pada bayi , seperti trauma kepala dan asfiksia, dapat
menyebabkan kerusakan jaringa otak.
3. Faktor pascanatal
a. Gizi untuk tumbuhkembangnya, bayi memerlukan zat makanan yang
adekuat.
b. Penyakit kronis atau kelainan kongenital. Penyakit tuberkulosis, anemia,
kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumb uhan janin.
c. Lingkungan fisik dan kimiawi. Sanitasi lingkungan yang kurang baik,
kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, paparan zat kimia
tertentu (timbal, merkuri, rokok dan lain-lain) dapat memberi dampak
negatif pada pertumbuhan anak.
d. Psikologis. Ini berkaitan dengan hubungan anak dengan orang-orang di
sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau
anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangannya .
16
e. Endokrin. Gangguan hormonal pada penyakit hipotiroid dapat menghambat
pertumbuhan anak. Defisiensi hormon pertumbuhan dapat menyebabkan
anak tumbuh kerdil.
f. Sosial-ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kurangnya bahan
makanan, buruknya kesehatan lingkungan, dan ketidaktahuan yang dapat
menghambat pertumbuhan anak.
g. Lingkungan pengasuhan. Interaksi ibu dan anak serta orang terdekat sangat
berpengaruh terhadap tumbuh-kembang anak.
h. Stimualsi. Perkembangan memerlukan stimulasi, khususnya dalam
keluarga. Misalnya, penyedian mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu
dan anggota keluarga lain dalam kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap
perilaku anak.
i. Obat-obatan. Pemakaian kortikosteroid dalam waktu lama dapat
mengahambat pertumbuhan ana. Hal yang sama juga berlaku pada
pemakaian obat-oabatan yang merangsang susunan saraf pusat karena
dapat menghambat produksi hormon pertumbuhan.
17
2.2 Gangguan Perilaku Pada Anak dan Remaja
1. Definisi ADHD
18
mengalami stresor psikososial di rumah, pengasuhan yang tidak adekuat, atau
gangguan jiwa lain, bukan ADHD. Sebelumnya, dinyakini bahwa anak-anak
dapat mengatasi ADHD setelah masa pubertas, tetapi sekarang diketahui
bahwa ADHD tetap berlangsung selama masa remaja dan bahkan sampai usia
dewasa pada banyak orang.
b. Hiperaktif (Hyperactive)
19
6. Sering berbicara secara berlebihan.
c. Impulsif (Impulsive)
a. Pengkajian
Selama fase pengkajian, perawat mengumpulkan informasi dari orang tua anak,
pengasuh (jika da), dan guru serta melalui observasi langsung. Mengkaji anak dalam
kelompok teman sebaya mungkin menghasilkan informasi yang bermanfaat karena
perilaku anak mungkin tenang atau berbeda dalam interaksi satu-satu yang terfokus
dengan perawat. Sering kali bermanfaat untuk menggunakan daftar titik saat
berbicara dengan orang tua guna membantu memfokuskan masukan mereka pada
gejala target atau perilaku yang ditunjukkan oleh anak mereka.
1) RIWAYAT
Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalh saat
bayi, atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia todler atau
masuk sekolah atau day care. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua
bidang kehidupan yang utama, seperti sekolah atau bermain, dan menunjukkan
perilaku overaktif atau bahkan perilaku yang membahayakan di rumah. Orang tua
sering mengatakan bahwa anaknya “berda di luar kendali”, dan mereka merasa tidak
mampu menghadapi perilaku anak. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha
mereka untuk mendisiplinkan anak atau mengubah perilaku anak, dan semua itu
sebagian besar tidak berhasil.
20
2) PENAMPILAN UMUM DAN PERILAKU MOTORIK
Anak tidak dapat duduk tenang di kursi, dan menggeliat serta bergoyang-goyang saat
mencoba melakukannya. Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke
benda lain dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas. Kemampuan anak
untuk berbicara tidak terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan suatu percakapan; ia
menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir, dan gagal memberikan
perhatian pada apa yang telah dikatakan. Percakapn anak dapat melompat-lompat
secara tiba-tiba dari satu topik ke topik lain. Anak dapat tampak omatur atau
terlambat tahap perkembangannya.
Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper tantrum.
Ansietas, frustasi, dan agitasi adalah hal biasa. Anak tampak terdorong untuk terus
bergerak atau berbicara dan tampak memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku
tersebut. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak atau mengalihkan anak pada
topik semuala dapat menimbulkan perlawanan dan kemarahan.
Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sullit untuk mengkaji anak
berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tahap perkembangan.
Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi seperti
halusinasi. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi
terganggu secara nyata. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD
yang berat, 2 atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan. Mungkin sulit
untuk mengkaji memori anak; ia sering kali menjawab, “ saya tidak tahu” karena ia
tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat berhenti memikirkan
21
sesuatu. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang
mampu menyelesaikan tugas.
Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk dan
sering kali tidak berpikir sebelum bertindak. Mereka mungkin gagal merasakan
bahaya dan melakukan tindakan impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari
tempat yang tinggi. meskipun sulit untuk mengkaji penilaian dan daya titik pada anak
kecil, anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika
dibandingkan dengan anak seusianya. Sebagian besar anak kecil yang mengalami
ADHD tidak menyadari sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku
orang lain dan tidak dapat memersepsikan bagaimana perilaku tersebut
membahayakan orang lain. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, “tidak ada
yang menyukaiku di sekolah”, tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurangnya
teman dengan perilaku mereka sendiri
7) KONSEP DIRI
Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapi secara umum harga
diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah. Karena mereka tidak berhasil di
sekolah, tidak dapat mempunyai banyak teman, dan mengalami masalah dalam
mengerjakan tugas di rumah, mereka biasanya merasa terkucil dan merasa diri
mereka buruk. Reaksi negatif orang lain yang muncul karena perilaku mereka sering
kali menyebabkan mereka melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang buruk atau
bodoh.
Anak biasanya tidak berhasil di sekolah, baik secara akademik maupun sosial. Anak
serinng kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan perselisihan
22
dengan saudara kandung dan orang tua. Orang tua sering menyakini bahwa anaknya
sengaja dan keras kepala dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak
didiagnosis dan diterapi. Secara umum, tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki
keberhasilan yang terbatas; pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol
seecara fisik, bahkan memukul orang tua atau merusak barang-barang milik keluarga.
Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun fisik. Guru sering kali
merasa frustasi yang sama seperti orang tua, dan pengasuh atau babysitter mungkin
menolak untuk mengasuh anak yang mengalami ADHD, yang, meningkatkan
penolakan anak.
Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan waktu
untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan. Masalah
penenang untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang terjadi. Jika
anak melakkukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera
fisik.
b. Analisis Data
a. Risiko cedera
b. Perubahan performa peran
c. Hambatan Interaksi Sosial
d. Ketidakefektifan Kopinng Keluarga
IDENTIFIKASI HASIL
23
b. Klien tidak akan melanggar batasan orang lain
c. Klien akan menunjukkan keterampilan sosial yang sesuai dengan usianya
d. Klien akan menyelesaikan tugas
e. Klien akan mengikuti petunjuk
c. Intervensi
Intervensi yang dijelaskan pada bagian ini dapat diadaptasikan di berbagi tempat dan
dapat dilakukan oleh perawat dan profersional kesehatan lain, guru, dan orang tua
atau pengasuh. Videbeck L Sheila. 2008
1) MEMASTIKAN KEAMANAN
Keamanan anak dan keamanan orang lain selalu menjadi priorotas. Jika anak
melakukan aktivitas yang berpotensi membahayakan, langkah pertama adalah
menghentikan perilaku tersebut. Hal ini mungkin membutuhkan intervensi fisik jika
anak berlari ke jalan atau mencoba melompat dari tempat yang tinggi. mencoba untuk
berbicara atau membujuk anak yang melakukan aktivitas yang membahayakan tidak
mungkin berhasil karena kemampuannya untuk memberikan perhatian dan
mendengarkan terbatas. Saat insiden tersebut berakhir dan anak sudah aman, orang
tua harus berbicara kepada anak secara langsung tentang harapan akan perilaku yang
aman. Pengawasan yang ketat mungkin diperlukan selama beberapa waktu untuk
memastikan kepatuhan dan menghindari cedera.
Penjelasan yang disampaikan harus singkat dan jelas, dan ornag dewasa tidak boleh
menggunakanhukuman atau nada suara yang meremehkan. Orang dewasa tidak boleh
beranggapan bahwa anak menngetahui perilaku yang diterima, tetapi justru harus
menjelaskan harapannya dengan kata-kata yang jelas. Misalnya, jika anak melompat
dari anak tangga, orang dewasa mungkin mengatakan, “Tidak aman melompat dari
tangga. Mulai sekarang, kamu menuruni tangga satu per satu”. Jika anak menyelak
24
barisan, orang dewasa mengembalikan anak tersebut ke barisannya dan mengatakan,
“Tidak baik menyelak barisan. Kembalilah ke barisanmu”.
Mungkin juga perlu untuk mengawasi anak secara ketat saat ia bermain untuk
mencegah perilaku yang mengganggu secara fisik. Sering juga perlu melakukan
tindakan terlebih dahulu untuk menghentikan perilaku yang membahayakan dengan
memisahkan anak dari temannya, misalnya mengambil jarak di antara mereka atau
memindahkan anak secara fisik. Setelah itu, orang dewasa harus menjelaskan
perilaku yang diharapkan dan perilaku yang tidak dapat diterima. Misalnya, orang
desa mungkin mengatakan, “tidak baik mengambil milikorang lain. Saat kamu
bermain dengan temanmu, kamu garus meminta izin untuk mengambil mainan”.
Sangat penting untuk memberikan umpan balik positif yang spesifik kepada
anak saat ia memenuhi harapan yang ditetapkan. Hal ini mendorong perilaku yang
diinginkan dan memberikan perasaan berhasil kepada anak. Misalnya, orang dewasa
mungkin mengatakan, “kamu menuruni tangga dengan cara yang aman” atau “kamu
melakukan hal yang baik dengan meminta bermain gitar, dan menunggu sampai
giliranmu tiba untuk memainkannya.”
3) MENYEDERHANAKAN INSTRUKSI
Sebelum memulai tugas apa pun, penting untuk mendapatkan perhatian penuh anak.
Menghadap anak dengan sejajar dan melakukan kontak mata yang baik adalah
bermanfaat. Orang dewasa harus mengatakan kepada anak apa yang perlu dilakukan,
25
dengan membagi tugas dengan tugas-tugas kecil jika perlu. Misalnya, jika anak
memiliki 25 soal matematika yang harus dikerjakan, mungkin dapat membantu
dengan memberikannya 5 soal pada satu waktu, kemudian 5 soal lagi saat soal
sebelumnya selesai dikerjakan, dan seterusnya. Pendekatan ini membuat anak tidak
mersa terbebani dan memberikan kesempatan untuk umpan balik positif pada setiap
bagian soal yang ia selesaikan. Penting juga untuk memberi istirahat atau kesempatan
berjalan-jalan ketika melakukan tugas yang banyak duduk.
Pendekatan yang sama dapat digunakan untuk tugas seperti membersihkan atau
membereskan mainan. Pada awalnya, anak membutuhkan pengawasan, atau
setidaknya ada orang dewasa. Anak dapat di perintahkan untuk mengerjakan satu
bagian tugas pada satu waktu; sejalan dengan waktu, orang dewasa dapat
memberikan peningatan hanya sesekali, dan kemudian membiarkan anak
menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Selain itu, memberikan perintah yang
spesifikdan bertahap dapat membantu daripada memberikan perintah yang umum
(“tolong bersihkan kamarmu”). Orang dewasa dapat mengatakan, “taruh baju
kotormu di keranjang”. Setelah tahap ini selesai, orang dewasa memberikan perintah
yang lain: “sekarang rapikan tempat tidurmu”. Tugas yang spesifik diberikan sampai
semua tugas selesai.
26
5) PENYULUHAN DAN DUKUNGAN KEPADA KLIEN DAN
KELUARGA
Perawat harus mendengarkan frustasi orang tua. Orang tua mungki mersa frustasi,
marah, atau mersa bersalah dan mungkin menyalahkan diri mereka sendiri atau
sistem sekolah atas masalah anak mereka. Orang tua perlu mendengarkan bahwa baik
mereka atau anak mereka merasa tidak merasa bersalh, dan ada teknik dan program
sekolah yang dirancang untuk menolong anak tersebut. Anak yang mengalami
ADHD memenuhi syarat untuk dimasukkan ke layanan sekolah khusus di bawah
Individuals with Disiabilities Education Act (IDEA).
27
Meskipun obat dapat membantu mengurangi hiperaktivitas dan sikap tidak perhatian
dan memungkinkan anak untuk fokus dan belajar selama sekolah, bukan berarti dapat
mengatasi semua masalah anak. Anak membutuhkan strategi dan latihan untuk
meningkatkan keterampilan sosial dan penampilan akademiknya. Karena anak
tersebut sering kali tidak didiagnosis sampai kelas dua atau kelas tiga, mereka
mungkin kettinggalan sebagian besar pelajaran dasar membaca dan berhitung. Ora ng
tua harus mengetahui bahwa anak membutuhkan waktu untuk mencapai kemampuan
seperti anak lain yang seusia.
4.Evaluasi
Orang tua dan guru mungkin memberitahukan hasil terapi yang positif sebelum anak
mencapainya. Obat-obatan sering kali efektif dalam mengurangi hiperaktivitas dan
impulsivitas dan meningkatkan perhatian dnegan relatif cepat jika anak berespons
terhadap obat tersebut. Peningkattan pergaulan, hubungan teman sebaya, dan prestasi
akademik terjadi lebih lambat dan secara bertahap, tetapi menjadi mungkin dengan
terapi yang efektif.
28
B. Gangguan Tingkah Laku
Gangguan tingkah laku adalah perilaku antisosial yang persisten pada anak dan
remaja yang secara signifikan mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan
fungsi di bidang sosial, akademik, atau pekerjaan. Videbeck L Sheila. 2008
1. Pengkajian
1) RIWAYAT
Penampilan, bicara dan perilaku motorik klien biasanya normal untuk kelompok
seusianya, tetapi dapat sedikit ekstrim (dalam hal tindakan pada tubuh, tato, gaya
rambut, dan cara berpakaian). Klien sering kali membungkuk di kursi dan murung
serta tidak mau diwawancara. Ia dapat mengucapkan kata-kata kotor, menghina
29
perawat atau dokter, dan mengucapkan kata-kata hinaan tentang orang tua, guru,
polisi, dam figur yang berwenang lainnya.
3) MOOD AFEK
Klien mungkin tenang dan enggan berbicara atau mungkin menunjukkan marah atau
bermusuhan secara terang-terangan. Sikap klien mungkin tidak hormat terhadap
orang tua, perawat, atau setiap yang dianggap berada pada posisi yang berwenang
iritabilitas, frustasi, dan marah-marah biasa terjadi. Klien mungkin tidak mau
menjawab pertanyaan atau bekerja sama saay wawancara, dengan menyakini bahwa
ia tidak membutuhkan bantuan atau terapi. Jika klien mempunyai masalah hukum, ia
dapat mengungkapkan perasaan bersalah atau menyesal yang dangkal, tetapi perasaan
tersebut tidak mungkin tulus.
Proses pikir klien biasanya utuh yakni, ia memiliki kapasitas berpikir logis dan
rasional. Akan tetapi, klien sering kali merasa dunia menjadi agresif dan mengancam
dan klien berespons dengan cara yang sama. Klien mungkin mengalami preokupasi
dengan kewaspadaan untuk dirinya sendiri, dengan berperilaku seolah-olah setiap
orang “berusaha menangkap saya”. Pikiran atau fantasi tentang kematian atau
kekerasan biasa terjadi.
Klien waspada dan terorientasi, memorinya utuh, dan tidak ada perubahan sensori-
persepsi. Kapasitas intelektualnya tidak terganggu, tetapi biasanya klien mempunyai
nilai yang jelek karena prestasi akademik yang rendah, masalah perilaku di sekolah,
atau tidak masuk sekolah, tidak menyebabkan tugas, dan sebagainya.
30
Penilaian dan daya tilik klien terbatas meskipun tahap perkembangan klien
dipertimbangkan. Klien terus-menerus melanggar peraturan tanpa memerhatikan
konsekuensinya. Perilaku mencari tantangan atau perilaku yang berisiko biasa terjadi,
seperti penggunaan obat-obatan atau alkohol, mengemudi ugal-ugalan. Aktivitas
seksual, dan aktivitas yang melanggar hukum seperti mencuri. Klien kurang daya
tilik, biasanya dengan menyalahkan orang lain atau masyarakat atas masalahnya;
klien jarang yakin bahwa perilakunya menyebabkan kesulitan,
6) KONSEP DIRI
Harga diri klien rendah meskipun mereka biasanya mencoba untuk tampak kuat.
Mereka tidak menilai diri mereka sebagai orang yang nilainya lebih dari orang lain.
Identitas mereka berhubungan dengan jenis perilaku yang mereka tunjukkan. Seperti
menjadi tenang jika mereka mendapatkan banyak pengalaman seksual atau menjadi
penting jika mereka mencuri barang-barang yang mahal atau dikeluarkan dari
sekolah.
Hubungan dengan orang lain terganggu dan bahkan dapat menjadi kekerasan,
teruyama denga mereka yang berwenang. Hal ini mencakup orang tua, guru, polisi,
dan sebagian besar orang dewasa lainnya yang mereka temui. Agresi fisik dan verbal
biasa terjadi. Saudara kandung mungkin menjadi target ejekan atau agresi klien.
Hubungan dengan teman sebaya terbatas pada orang lain yang menunjukkan perilaku
yang smaa dengan klien, teman sebaya di sekoalah dipandang sebagai orang yang
dungu atau takut jika mereka mengikuti peraturan. Klien biasanya mendapatkan nilai
yang jelek di sekolah atau dikeluarkan dari sekolah atau berhenti sekolah. Klien tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan (jika cukup umur) karena ia lebih senang mencuri
apa yang ia butuhkan. Ide klien untuk melaksanakan peran adalah berhenti sekolah,
melanggar peraturan, dan mengambil keuntungan dari orang lain.
31
Klien sering kali berisiko terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan penyakit
menular seksual karena perilaku seksual mereka yang dini dan sering. Penggunaan
obat-obatan dan alkohol merupakan risiko tambahan untuk kesehatan. Klien yang
mengalami gangguan tingkah laku terlibat dalam agresi fisik dan perilaku kekerasan,
termasuk penggunaan senjata; hal ini mengakibatkan lebih banyak cedera dan
kematian daripada orang lain yang seusia dengan klien.
2. Analisis Data
IDENTIFIKASI HASIL
Kriteria hasil untuk klien yang mengalami gangguan tingkah laku adalah:
3.Intervensi
32
1) MENGURANGI PERILAKU KEKERASAN DAN MENINGKATKAN
KEPATUHAN TERHADAP TERAPI (Videbeck L Sheila. 2008)
Orang lain harus dilindungi dari manipulasi atau perilaku agresif klien. Penetapan
batasan pada perilaku yang tidak dapat diterima harus dilakukan sejak awal terapi.
Penetapan batasan terdiri atas tiga langkah: menginformasikan klien tentang
peraturan atau batasan, menjelaskan konsekuensi jika melanggar batasan, dan
pernyataan tentang perilaku yang diharapkan. Melaksanakan batasan secara konsisten
tanpa kecuali oleh semua anggota tim kesehatan termasuk orang tua adalah penting.
Misalnya, perawat dapat mengatakan, “memukul orang lain adalah hal yang tidak
dapat diterima. Jika anda marah, katakan kepada staf tentang kemarahan anda. Jika
anda memukul seseorang. Anda akan dilarang ikut rekreasi selama 24 jam.”
Agar penetapan batasan menjadi efektif, konsekuensi yang diberikan harus berarti
bagi klien yakni, klien harus menghargai atau menginginkan waktu rekreasi (dalam
contoh ini). Jika klien ingin sendiri di kamarnya, hal ini bukan konsekuensi yang
efektif.
Baik ada kontak tertullis ataupun rencana terapi, staf harus konsisten dengan klien.
Klien akan berusaha melanggar peraturan, menyalahkan ornag lain atas
ketidakpatuhannya, atau membuat pembenaran atas perilakunya. Konsistensi dalam
mengikuti rencana terapi penting untuk mengurangi manipulasi.
33
Time out adalah menempatkan klien pada tempat yang netral sehingga klien
mendapatkan kembali kendali dirinya. Hal ini bukan suatu hukuman. Saat perilaku
klien mulai meningkat, seperti berteriak atau mengancam seseorang. Agresi atau
perilaku buruk dapat dihindari jika klien dapat melakukan time out. Staf mungkin
perlu melakukan time out untuk klien jika klien tidak mau atau tidak dapat
melakukannya. Pada akhirnya, tujuannya adalah klien mengenai tanda-tanda
peningkatan agitasi dan melakukan sendiri time out sebagai cara mengendalikan
emosi dan marah-marah. Perawat harus membicarakan peristiwa tersebut dengan
klien setelah periode time out. Dengan membicarakan peristiwa tersebut dapat
membantu klien mengenal situasi yang memicu respons emosinya dan mempelajari
cara-cara yang lebih efektif dalam menghadapi situasi yang sama di masa yang akan
datang. Memberikan umpan balik positif atas usaha yang berhasil dalam mencegah
agresi dapat membantu menguatkan perilaku yang baru bagi klien.
Perawat harus menunjukkan kepada klien bahwa ia diterima sebagai individu yang
berguna meskipun perilakunya tidak diterima. Hal ini berarti perawat harus
menetapkan batasan sesuai fakta dan tidak boleh membuat pernyataan yang
menghakimi tentang klien, yang berfokus hanya pada perilaku. Misalnya, jika klien
merusak kursi saat marah-marah, perawat mengatakan, “John, merusak kursi adalah
perilaku yang tidak dapat diterima. Anda perlu memberi tahu staf bahwa anda marah
sehingga anda dapat membicarakannya daripada marah-marah”. Perawat haeus
menghindari mengatakan hal seperti, “ada apa dengan anda? Apakah anda tidak tahu
hal yang lebih baik?” komentar seperti itu adalah komentar personal dan tidak
34
berfokus pada perilaku yang spesifik; komentar tersebut menguatkan citra diri klien
sebagai “orang yang buruk”.
Klien yang mengalami gangguan tingkah laku sering kali bersikap kasar dan tidak
mampu atau enggan. Mendiskusikan perasaan dan emosinya. Memiliki buku harian
dapat membantu mereka mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan mereka.
Perawat dapat mendiskusikan perasaan tersebut dengan klien dan menggali cara yang
lebih aman dan lebih baik untuk mengungkapkan perasaan daripada melalui agresi
atau berperilaku buruk.
Klien mungkin juga perlu belajar cara menyelesaikan masalah secara efektif.
Penyelesaian masalah termasuk mengidentifikasi masalah, menggali semua
kemungkinan solusi, memilih dan mengimplementasikan salah satu alternatif, dan
mengevaluasi hasilnya. Perawat dapat membantu klien mengatasi masalah aktual
dengan menggunakan proses ini. Keterampilan klien dalam menyelesaikan masalah
mungkin meningkat dengan latihan.
35
4) PENYULUHAN KLIEN DAN KELUARGA
4.Evalusi
Terapi dinilai efektif jika klien berhenti berperilaku agresif atau melanggar hukum,
masuk sekolah, dan mematuhi peraturan dan harapan yang beralasan di rumah. Klien
tidak akan menjadi anak teladan dalam waktu singkat; sebaliknya, ia mungkin
membuat cukup kemajuan denga beberapa kemunduran selama ini.
36
C. Anak Dengan Retardasi Mental
37
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental
berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak
dapat berdiri, atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-
tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi
mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti berpakaian, makan, dan
mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk
mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat
bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental
berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak
retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak retardasi mental
berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual,
misalnya memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang
membahayakan diri sendiri, misalnya menggigit diri sendiri, membentur-beturkan
kepala, dan lain-lain.
38
b. Penanganan Retardasi Mental
1. Pencegahan Primer
2.Pencegahan Sekunder
3.Pencegahan Tertier
39
D. Autisme
1. Definisi Autisme
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme
seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan oleh
Leo Kanner sejak tahun 1943 (Handojo, 2008). Autisme bukan suatu gejala penyakit,
tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) yang terjadi penyimpangan perkembangan
sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitar. Menurut kamus
psikologi, pengertian dari autisme adalah anak dengan kecenderungan diam dan suka
menyendiri yang ekstrem. Anak autisme bisa duduk dan bermain berjam-jam lamanya
dengan jemarinya sendiri atau dengan serpihan kertas, serta tampaknya mereka itu
tenggelam dalam satu dunia sendiri.
Autisme timbul sebelum anak mencapai usia tiga tahun dan sebagian anak
memiliki gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau
perkembangan anaknya sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya
mencapai usia satu tahun. Hal yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat
kurangnya tatapan mata.
Sebagian kecil dari penyandang autisme sempat berkembang normal, tetapi
sebelum mencapai umur tiga tahun perkembangan terhenti, kemudian timbul
kemunduran dan mulai tampak gejala-gejala autisme. Faktor pencetusnya misalnya
ditinggal oleh orang terdekat secara mendadak, punya adik, sakit berat, bahkan ada
yang gejalanya timbul setelah mendapatkan imunisasi. (Handojo, 2008).
Gejala-gajala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai usia tiga tahun, yaitu
meliputi hal berikut:
40
c. Bila kata-kata mulai diucapkan, ia tidak mengerti artinya.
d. Bicara tidak dipakai untuk komunikasi.
e. la banyak meniru atau membeo (echolalia).
f. Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, dan kata-kata tanpa
mengerti artinya. Sebagian dari anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai
dewasa.
g. Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial.
a. Menolak atau menghindar untuk bertatap mata.
b. Tak mau menengok bila dipanggil.
c. Sering kali menolak untuk dipeluk.
d. Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asyik main
sendiri.
e. Bila didekati untuk diajak main, ia malah menjauh.
41
4. Gangguan dalan bidang perasaan atau emosi.
a. Tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, misalnya melihat
anak menangis, maka ia tidak merasa kasihan, tetapi merasa terganggu dan
anak yang menangis tersebut mungkin didatangi dan dipukul.
b. Kadang tertawa sendiri, menangis, atau marah tanpa sebab yang nyata.
c. Sering mengamuk takterkendali (bisa menjadi agresif dan destruktif).
a. Diagnosa Keperawatan
b. Intervensi
42
2. Tunjukkan rasa kehangatan,/keramahan dan penerimaan anak.
3. Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan keperacayaan
4. Motivasi anak untuk hubungan dengan orang lain.
5. Pertahankan kontak mata anakselama berhubungan dengan orang lain.
6. Beikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi
43
6. Siapkan alat pelindung
7. Pertahankan lingkungan yang aman
c. Implementasi
Setelah rencana disusun, selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk
mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus khusus agar semua perawat dapat
menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditemukan. Dalam implementasi
keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegrasikan kepada
perawat lain yang dipercaya
d. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencar kepastian keberhasilan yang dibuat
dan dinilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh mana
masalah klienteratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balikatau
pengkajian ulang jika yang diterapkan belum tercapai dalam proses keperawatan.
44
SP 1 : Bina hubungan saling peracaya pada pertemuan awal dengan orang tua
anak, kemudian pada pasien anak itu sendiri
Orientasi:
“Selamat pagi Bu, perkenalkan nama saya Suster Ayu. Saya perawat dari
pukesmas Ingin Jaya”
“Nama ibu siapa? Senang dipanggil apa?”
“Ibu dapat kita berbincang-bincang sekarang? Saya dengar Abel sangat
susah sekali di atur ya ? Diamana kita duduk, Bu? Berapa lama Ibu punya waktu?
Bagaimana kalau setengah jam?”
Kerja:
“Ibu, Abel ini anak keberapa? Dari berapa bersaudara? Berapa tahun umur abel,
bu? Sudah berapa lama Abel susah di atur seperti itu bu? Adakah anggota keluarga
lain yang berperilaku seperti Abel?"
“Biasanya apa yang dilakukan ibu jika abel tidak melakukan apa yang ibu suruh?”
“Mari kita temui Dina, Bu!”
“Abel anak pintar pasti abel bisa mengerjakan semuanya dan harus percaya itu ok?”
Terminasi:
“Baik, bagaimana perasaan Ibu dan Abel setelah ngobrol-ngobrol? Tadi kita sudah
mendiskusikan apa saja ya? Bagus sekali, Abel dapat menyebutkan kembali. Baik
kalau nanti ada yang masih ingin diceritakan berhubungan dengan masalah yang
Abwl maupun Ibu alami dapat disampaikan saat saya datang kembali minggu depan.
Saya dating sekitar pukul 10 pagi. Dan kita akan mendiskusikan twntang Abel yang
susah untuk di atur. Selamat pagi”.
45
“Selamat pagi. Wah…Abel sudah cantik pagi ini, Sudah mandi ya. Bagus sekali!
Abel” “Abel mau ngobrol dengan Suster Ayu. Kita ngobrol sama-sama ya!”
“Bagaimana perasaan Abel hari ini? Ada yang ingin disampaikan sebelum kita ingin
mendiskusikan tentang penyakit ADHD? Baik, kita akan mengobrol setengah jam
diiruang tamu saja ya?”
Kerja:
“Apa yang membuat Abel susah sekali di atur? Selain tidak percaya diri pada
teman atau orang lain?Apakah ibu jarang memberikan perhatian pada anak ?” dan
terlalu sibuk untuk bekerja ?”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Abel setelah ngobrol? Jadi ada dua yang sudah
disebutkan yang membuat Abel terkena ADHD? Nah nanti jika ada lagi yang belum
disebutkan dapat beritahu suster saat kita bertemu. Pertemuan berikutnya kita akan
ngobrol tentang tanda-tanda yang Abel rasakan jika Abel susah disiplin lagi. Selamat
pagi.
BAB III
46
Aplikasi Teori
Kasus
An. M usia 7 tahun siswa kelas 1 sekolah dasar datang ke rumah sakit bersama
ibunya dengan keluhan tak bisa duduk tenang. Energi anak saya seperti tiada
habisnya. Ia sangat bawel, sulit berkosentrasi, agresif suka mendominasi pergaulan,
berlarian kesana kemari dan sering mengganggu teman-temannya. Ibu mengatakan
anaknya sering terjatuh karena sering berlarian tanpa tujuan. An. M lebih banyak
berdiri dan tidak fokus pada pekerjaan sekolahnya. Ibunya mengakui bahwa An.M
berganti-ganti aktivitas dan tidak pernah sampai selesai. Misalnya, bermain bongkar
pasang dan selang beberapa menit kemudian sudah beralih pada pemainan yang lain.
Kondisi seperti ini bisa mempengaruhi prestasinya di sekolah. An M juga
mengungkapkan bahwa dia malas mengerjakan PR yang susah dan dia bilang tidak
pernah mendapatkan nilai bagus dan selalu mendapatkan nilai merah. An. M
seringkali sulit kontrol. Dia sering mengebaikan apa yang ibunya perintah. Dari
periksaan di tenukan banyak luka atau parut bekas terjatuh, kosentrasi buruk.
PENGKAJIAN
A. Identitas Anak
Nama : An. M
Umur : 7 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
BB : 18 kg
TB : 110cm
Pendidikan : sekolah dasar
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa / Indonesia
47
Alamat :-
Tanggal MRS :
Tanggal pengkajian : 1 Januari 2015
Nomor register : 12. 25. 95
Diagnosa : ADHD (Attetion Deficit Hyperactive Disorder)
48
Sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit sama.
D. Riwayat Anak
1. Masa pre-natal
Selama kehamilan ibu 4 kali memeriksakan kandungannya ke puskesmas
dan dokter, mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2 kali. Selam kehamilan
ibu tidak pernah mengalami penyakit yang menular atau penyakit lainnya.
Ibu juga berkata saat kehamilannya suka makan makanan laut seperti
udang – udang.
2. Masa intra – natal
Proses persalinan klien secara normal (spontan) dengan bantuan bidan,
dengan umur kehamilan 37 minggu.
3. Masa post – natal
Klien lahir dalam keadaan normal, dengan BB 3200 gram dalam keadaan
sehat. Waktu lahir klien langsung menangis.
49
3. Imunisasi
Klien mendapatkan imunisasi, yaitu :
a. BCG : 1 kali
b. DPT : 3 kali
c. Campak : 1 kali
d. Polio : 3 kali
e. He[atitis B : 2 kali
G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Penampilan : klien tampak agak kusam
Kesadaran : composmetris
Vita sgn : TD : 110/80 mmHg
Suhu : 37,5 oC
BB : 18 kg
RR : 25kali/menit
Nadi : 100 kali/menit
50
2. Kebersihan Anak
Kien kelihatn kusam karena sering bermain kesana kemari.
3. Suara Anak Waktu Menangis
Ketika klien menangis terdengar suara yang kuat.
4. Keadaan Gizi Anak
Keadaan gizi anak cukup baik di tandai dengan BB : 18kg (BB normal: 22
kg)
5. Aktivitas
Di rumah sakit klien berbaring ditempat tidur dan sesekali beroindah
posisi agar klien merasa nyaman.
6. Kepala Dan Leher
Keadaan kepla tampak bersih, dan tidak ada luka atau lecet, klien dapat
menggerakan kepalanya kekiri dan kekanan.
7. Mata (penglihatan)
Bentuk smetris, tidak ada kotoran, konjungtiva tidak anemia
8. Telinga (pendengaran)
9. Hidung (penciuman)
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik tidak terdapat kotoran pada
hidung, tidak dapat polip.
10. Mulut (pengecapan)
Tidak terdapat peradangn dan pendarahan pada mulut, fungsi penegcapan
baik, mukosa bibir kering.
11. Dada (pernafasan)
Bentuk dad simetris, tidak ada gangguan dalam bernafas, tidak ada bunyi
tambahan dalam bernafas. Dengan frekuensi nafas 25x/menit.
12. Kulit
51
Terlihat sedikit kusam, tidak terdapat lesi maupun luka, turgor kulit baik
(dapat kembali dalam 2 detik), kulit klien teraba panas dengan temperatur
37,4oC.
13. Abdomen
Bentuk simteris, tidak ada luka dan peradangan, tidak ada kotoran yang
melekat pada kulit.
14. Ekstrimitas atas dan bawah
Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan
bawah, terdapat keterbatasan gerak pada ekstremitas atas dan bawah
dekstra karena terpasang infuse RL. 20tetes/menit.
15. Genetalia
Klien berjenis kelamin laki-laki dan tidak terpasang kateter.
I. Pola eliminasi
Di rumah : klien BAB 1x/hari dengan konsisten padat dan bau khas fese.
BAK klien 4-5x/hari berwarna kuning jernih.
.
Analisa data
52
No DS/DO Etiologi Problem
DO :
- Anak sering kali
terlihat berlarian dan
di temukan banyak
luka atau perut bekas
terjatuh
53
- Anak terlihat tidak
bisa berkosentrasi
dengan perawat dan
sering menengok ke
kanan dan ke kiri
saat berbicara
dengan perawat
Diagnosa
54
1. Risiko cedera yang berhubungan dengan hiperaktivitas di buktikan
dengan agresif
2. Ketidak efektifan koping yang berhubungan dengan tidak adekuatnya
tingkat kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk melakukan koping di
buktikan dengan tingkat kosentrasi menurun.
Intervensi
55
No Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
Dx hasil
1. Setelah di lakukan 1. Bantu pasien dan 1. Untuk
tindakan keperawatan anggota keluarga meningkatkan
selama 2x24jam, mengedentifikasi kesadaran pasien
pasien mampu situasi dan dan keluarga
melakukan aktivitas bahaya yang tentang
yang tidak berbahaya. dapat kemungkinan
mengakibatkan. bahaya.
- Pasien dan 2. Anjurkan pasien 2. Untuk
anggota dan keluarga mengurangi
keluarga untuk kemungkinan
mempraktikan mengadakan cedera.
keamanan dan perbaikan dan 3. Pengajaran yang
tindakan menghilangkan di lakukan oleh
kewaspadaan di kemungkinan orang tua dapat
rumah. keamanan dari meningkatkan
bahaya. keamanan di
3. Rujuk pasien ke rumah.
sumber-sumber
komunitas yang
lebih tepat.
56
2. Setelah di lakukan 1. Dorong pasien 1. Untuk
tindakan keperawatan untuk meningkatkan
3x24jam, pasien menggunakan kembali
mampu system keseimbangan
mengomunikasihkan pendukung ketika psikolog dan
perasaan tentang melakukan mencegah krisis.
situasi saat ini. koping. 2. Untuk
- Pasien 2. Identifikasi dan menghindari
menggunakan turunkan beban sensori dan
system stimulus yang persepsi yang
pendukung tidak di perlu berlebihan pada
yang tepat dalam pasien.
seperti keluarga lingkungan. 3. Meningkatkan
dan teman 3. rujuk pasien objektivitas dan
untuk untuk melakukan mengembanganka
membantu konseling pada n pendekatan
dalam psikolog. kaloboratif
melakukan terhadap
koping. perwatan pasien.
57
Implementasi
58
koping. lari
2. mengidentifikasi 2. situasi
dan menurunkan terkendali
stimulus yang tidak 3. pasien
perlu dalam tetap
lingkungan tidak bisa
3. merujuk pasien duduk
untuk melakukan diam
konseling pada ketika di
psikolog periksa.
59
Evaluasi
60
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan bisa membantu
kita untuk mengetahui tentang permasalahan globalisasi di dunia ini
61
Daftar Pustaka
62