A. Pengertian
B. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis
dextra yang besar.
a) Nefron
1
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal, jumlahnya sekitar 1 juta pada setiap ginjal. Setiap nefron
dimulai sebagai berkas kapiler ( badan malphigi / glomelurus ) yang tertanam
dalam ujung atas yang lebar pada urinefrus atau nefron. Dari sini tubulus berjalan
berkelok-kelok dan sebagian lurus. Bagian pertama berkelok-kelok dan sesudah
itu terdapat sebuah simpa yang disebut simpaeienle. Kemudian, tubulus itu
berkelok-kelok lagi, disebut kolekan kedua atai tubulus distal, yang bersambung
dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi korteks dan medula, lalu
berakhir disalah satu piramidalis.
b) Pembuluh Arteri
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis keginjal. Cabang
arteri memiliki banyak ranting didalam ginjal dan menjadi arteriola aferen serta
masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler didalam salah satu badan
malphigi, yaitu glomelorus. Arteriola aferen membawa darah dari glomelurus,
kemudian dibagi kedalam jaringan peritubular kapiler. Kapiler ini menyuplai
tubulus dan menerima materi yang direabsorbsi oleh struktur tubular. Pembuluh
aferen menjadi arteiola aferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan
kapiler disekeliling tubulus uriniferus. Kapiler ini bergabung membentuk
venarenalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Kapiler
arteriola eferen lainnya membentuk vasa vecta yang berperan dalam mekanisme
konsentrasi ginjal.
c) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut
glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan
antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan
darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai
bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai
bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
2
d) Sumsum Ginjal (medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid
renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau
papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan
korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah
tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan
duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut
dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini
terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi,
setelah mengalami berbagai proses.
e) Pelvis Renalis
ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut
kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini
menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk
ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung
kemih (vesikula urinaria).
f) Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak
perirenal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat
dengan erat pada permukaan luar ginjal.
3
g) Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan korteks.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla
renalis (Panahi, 2010). Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal
terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan
ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus
proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius (Panahi, 2010).
C. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak
pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke
dalam kandung kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa).
b. Lapisan tengah lapisan otot polos.
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
4
D. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian
ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan
ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
4. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium
(lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan
mukosa (lapisan bagian dalam)
5
terdiri dari:
a. Uretra pars prostatika.
b. Uretra pars membranosa.
c. Uretra pars spongiosa.
6
terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman
kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.Persyarafan Ginjal.
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan
dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal)
terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan
2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.
7
oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung
kemih.Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter
interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger
eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi.
kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung
kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.Bila terjadi kerusakan pada saraf –
saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus
tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).Persarafan dan peredaran darah
vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom.
Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter
interna.Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter
masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi
lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior
berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah
kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri
umbilikalis.
8
d) Pigmen (bilirubin, urobilin)
e) Toksin
f) Hormon
6. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan jumlah cairan yang
masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam
terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6
9
BAB II
CAIRAN DAN ELETROLIT
10
C. Distribusi Dan Keseimbangan Cairan
Cairan tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel. Tiap sel
mengandung cairan intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya paling
cocok untuk sel tersebut dan berada dalam cairan ekstraseluler (cairan di luar sel)
yamg cocok pula. Cairan ekstraseluler terdiri atas cairan interstisial atau intraseluler
(sebagian besar) yangterdapat disel-sel dan cairan intravaskular berupa plasma darah.
Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi semua elektrolit yang sesuai
didalam cairan tubuh, sehingga tercapai kesembangan cairan dan elektrolit.
Pengaturan ini sangat penting bagi kehidupan sel, karena sel harus secara terus
menerus berada di salma cairan dnegan kompsisi yang benar, baik cairan didalma
maupun diluar sel.
Keseimbangan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk
dan keluar. Melalui mekanisme keseimbangan tubuh berusaha agar cairan didalam
tubuh setiap waktu berada dalam juml;ah yang tetap/konstan. Ketidakseimbangan
terjadi pada dehidras dan intoksikasi air.
a. Pengaturan Keseimbangan Cairan Tubuh Dan Elektrolit
Jumlah berbagi jenis garam di dalam tubuh hendaknya dijaga dalam keadaan
konstan. Bila terjadi kehilangan garam dari tubuh, maka harus diganti dari sumber
diluar tubuh, yaitu dari makanan dan minuman. Tubuh mempunyai suatu mekanime
yang mengatur agar konsentrasi semua mineral berada dalam batas-batas normal.
Pengaturan air dari tubuh diatur oleh ginjal dan otak. Hipotalamus mengantur
konsentrasi garam di dalam darah, merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan
hormon antidiuretika (ADH), ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan. Ginjal
mmepertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam
urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut.
11
2. Osmosis adalah bergeraknya pelarut bersih seperti air malalui mambran
semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang
lebih tinggi yang sifatnya menarik.
3. Transpor aktif adalah partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena
adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung. Proses transpor aktif
memerlukan energi metabolisme. Proses transpor aktif penting untuk
mempertahankan keseimbangan natrium dan kalsium antara cairan intraseluler
dan ekstraseluler. Dalam kondisi normal, konsentrasi natrium lebih tinggi dari
pada cairan intraseluler dan kadar kalium lebih tinggi pada cairan ekstraseluler.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit
1. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang
diperlukan dan berat badan. Selain itu sesuai aturan, air tubuh menurun dengan
peningkatan usia.
2. Jenis kelamin
Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proporsional, karena lebih
banyak mengandung lemak tubuh.
3. Stress
Stress dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan
glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dana air. Proses
ini meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
4. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan
hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.
5. Temperatur lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan
NaCl melalui keringat sebanyak 15-130g/hari.
D. Pengeluaran Cairan Tubuh
1. Ginjal
a. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah
perhari untuk disaring.
b. Pada orang dewasa: PU = 1,5 liter/hari.
c. Jumlah PU dipengaruhi oleh ADH dan Aldosteron
12
2. Kulit
a. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat
b. Rangsangan kelenjar keringat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur
lingkungan, dan demam
c. Disebut juga IWL (Insensible Water Loss): ± 15-20 ml/24 jam
3. Paru-paru
a. Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari
b. Meningkatknya cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan
kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam
4. Gastrointestinal tract
a. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari GIT = 100-200 ml
b. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kgBB/24 jam, dengan
kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan tempt tubuh 1°C.
13
BAB III
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan subyektif
b. Pemeriksaan obyektif
c. Pemeriksaan penunjang
14
demam akibat infeksi dan (2) keluhan lokal, seperti nyeri, keluhan miksi,
disfungsi seksual atau infertilitas (pranata, 2014).
Inkontinensia,enuresis
15
1) Nyeri
Nyeri pada daerah urogenital tidak selalu merupakan penyakit ginjal,
meskipun ditemukan pada kondisi akut. Rasa nyeri yang disebabkan oleh
kelainan pada organ urogenitalia biasanya dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri
sekitar organ yang sakit) ataau bisa berupa referred pain (nyeri yang dirasakan
jauh dari tempat organ yang sakit). Inflamasi akut pada organ padat traktus
urogenitalia sering kali dirasakan sangat nyeri, hal ini disebabkan adanya
regangan pada kapsul yang melingkupi organ tersebut. Oleh karena itu,
pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat nyeri,
berbeda dengan organ berongga seperti buli-buli atau uretra, dimanifestasikan
sebagai kurang nyaman/ disconfort.
Nyeri ginjal
Nyeri ginjal dapat dimanifestasikan sebagai rasa nyeri tumpul pada daera
kostavertebra dan bisa menjalar sampai dengan umbilicus. Beberapa kondisi
penyakit yang dapat dimanifestasikan sebagai rasa nyeri pada ginjal adalah
pielonefritis akut yang menimbulkan edema, pada obstruksi saluran kemih
yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada tumor ginjal. Penyakit-
penyakit tersebut dapat mengakibatkan peregangan pada kapsul ginjal.
Peregangan inilah yang dapat memicu timbulnya rasa nyeri.
Nyeri kolik
Nyeri kolik adalah nyeri yang dirasakan sangat oleh pasien. Nyeri ini terjadi
karena adanya spasmus otot polos ureter. Spasmus terjadi karena gerakan
peristaltik yang terhambat. Hambatan peristaltic dapat disebabkan oleh: batu,
bekuan darah. Atau corpus alienum lainnya. Nyeri ini sangat sakit, akan tetapi
dapat hilang timbul bergantung dari gerakan peristaltik ureter. Nyeri daerah
pinggang yang kemudian menjalan ke dinding depan abdomen, regio inguinal
hingga kedaerah kemaluan dan diikuti keluhan pada sistem pencernaan, seperti
mual dan muntah serta ileus paralitik dapat menunjukkan adanyakolik renal.
Nyeri Vesika Urinaria
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis, hal ini dikarenakan secara
anatomis, vesika urinaria terletak pada daerah simfisis. Nyeri ini terjadi akibat
peregangan yang berlebihan (overdistensi) vesika urinaria yang mengalami
retensi urin atau terdapatnya inflamasi pada buli-buli. Nyeri muncul apabila
buli-buli terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi.
16
Stranguria adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri yang sangat hebat
seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema
kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan,
namun umumnya dirasakan pada abdomen bawah, inguinal, paringeal,
lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan miksi
seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine. Frekuensi berkemih
menjadi lebih sering pada pasien dengan pembesaran prostat. Hal ini terjadi
akibat peningkatan residu urin di vesika urinaria pada akhir berkemih.
Nyeri Testis/ Epididimis
Nyeri ini dirasakan pada kantong skrotun dapat berupa nyeri primer (yakni
berasal dari kelainan organ dikantong skrotum) atau refered pain (berasal dari
organ diluar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso testis
atau torsio apendiks testis, epididimitis/ orkitis akut, atau trauma pada testis,
inflamasi akut pada testis atau epididmis menyebabkan peregangan pada
kapsul dan sangat nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah abdomen,
sehingga sering dianggap disebabkan kelaian organ abdominal. Blunt pain
disekitar testis dapat disebabkan varikolel, hidrokolel maupun tumor testis.
Nyeri Penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi) biasanya
merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli-buli atau uretra,
terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada korpus penis dapat
bersumber dari masalah uretra, sementara itu nyeri pada daerah glends penis
biasanya merupakan akibat dari prostatitis.
2) Keluhan Miksi
Miksi biasanya terjadi tanpa adanya rasa nyeri. Frekuensi miksi orang dewasa
normal dalam sehari biasanya berkisar antara lima sampai dengan enam kali
dan kadang-kadang malam hari. Keluhan yang diarasakan pasie pada saat
miksi meliputi iritasi, obstruksi, inkontinensia, dan enuresis. Keluhan iritasi
meliputi urgensi, poakisuria atau frekuensi, nokturia dan disuria, sedangkan
keluhan obstruksi meliputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran
urine melemah, intermitensi dan menetes serta masih terasa ada sisa urine
17
sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract
syndrome.
Gejala Iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, merupakan
akibat hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat
benda asing didalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena
kelainan buli-buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria adalah frekuensi
berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan pada
pasien urologi). Hal ini disebabkan karena produksi urine yang berl;ebihan
atau karena kapasitas buli-buli yang menurun. Nokturia adalah polaksuria
yang terjadi pada malam hari. Pada malah hari, produksi urine meningkat pada
pasien-pasien gagal jantung kongestif dan odem perifer karena berada pada
posisi supinasi. Pada psien usia tua juga dapat ditemukan produksi urine pada
malam hari meningkat karena kegagalan ginjal melakukan konsentrasi urine.
Gejala Obstruksi
Inkontinensia urine
18
Inkontenensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine
yang keluar dar buli buli, baik disadari ataupun tidak di sadari. Terdapat
beberapa macam inkontenensia urine, yaitu inkontenensia true atau continus (
urine selalu keluar ) , inkontenensia stress (tekanan abdomen meningkat ) ,
inkontenensia urge ( ada keinginan untuk kencing) dan inkontenensia
paradoksa (buli-buli penuh.
3) Hematuria
hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah dalam urine. Hal
ini perlu dibedakan dengan bloody uretra dischange, yaitu adanya perdarahan
per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan
apakah terjadi pada awal miksi ( hematuria inisial), seluruh prose miksi
(hematuria total) atau akir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi
higga keganasan.
4) Pneumaturia
5) Hematosperma
6) Cloudy urine
19
cloudu urine adalah urine berwarna keruh dan berbau busuk akibat adanya
infeksi saluran kemih.
b. Pemeriksaan fisik
Disfungsi dari ginjal akan sangat berpengaruh pada semua system tubuh, maka
pengkajian secara menyeluruh sangatlah diperlukan. Selain itu pengkajian
secara spesifik pada sistem perkemihan juga sangatlah diperlukan. Kelainan-
kelainan pada sistem urogenetalia dapat dimanifetasikan sebagai keluhan
sistemik, atau tidak jarang pasien pasien dengan kelainan sistem perkemihan
dapat disertai dengan penyakit penyerta yang lain. Hipertensi, edema tungkai,
dan ginekomasti dapat merupakan tanda dari kelainan pada sistem perkemian.
1) Pemeriksaan ginjal
Pada pemeriksaan ginjal, beberapa hal yang perlu diamati pada saat melakukan
inspeksi diantaranya adalah adanya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas. Pembesaran merupakan akibat dari adanya
hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitorial. Semestara itu untuk
palpasi harus dilakukan secara bimanual ( dengan dua tangan). Tangan kiri
diletakkan pada sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas,
sedangkan tangan kanan digunakan untuk meraba ginjal dari depan. Untuk
perkusi (pemeriksaan ketok ginjal) dilakukan dengan memberikan ketokan
secara perlahan pada daerah belakang tubuh pasien, tepatnya pada area
sudutkostovertebra.
Kita mungkin bisa merasakan kutub ginjal yang bulat dan licin pada ginjal
sebelah kanan dan akan lebih sulit untuk ginjal sebelah kiri. Hal ini
dikarenakan secara anatomis ginjal kanan memiliki posisi anatomis yang lebih
rendah dibandingkan dengan ginjal sebelah kiri. Pada palpasi daerah angulus
kosto vertebralis akan muncul gejala nyeri pada pasien dengan penyakit renal.
2) Pemeriksaan buli-buli
Inspeksi dan palpasi pada buli-buli harus memperhatikan adanya benjolan atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Pada buli-buli normal sulit
untuk diraba. Kecuali apa bila buli-buli sudar terisi urine minimal 150ml.
Adanya massa pada daerah tersebut dapat merupakan manifestasi dari tumor
20
ganas buli-buli atau adanya buli-buli yang terisi penuh yang diakibatkan oleh
retensi urine. Sementara itu untuk palpasi dan perkusi digunakan untuk
menentukan batas atas dari buli-buli (vesika urinaria).
6) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologi ditujukan mencari kemungkinan adanya kelainan
neurologik yang berakibat kelainan pada sistem urogenitalia, seperti lesi motor
21
neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab Dri buli-buli neurogen
(purnomo 2011)
c. Metode Pemeriksaan Ginjal Dengan Palpasi
Palpasi Ginjal
1) Ginjal kanan
Letakkan tangan kanan dibawah dan pararel dengan iga 12 dengan
ujung jari menyentuh sudut costovertebral. Angkat dan dorong ginjal
kanan kearah anterior. Letakkan tangan kanan secara gentle di kuadan
kanan atas sebelah lateral dan pararel dengan muskulus rektus abdominis
dekstra. suruh pasien bernafas dalam. Saat pasien dipuncak inspirasi,
tekan tangan kanan cepat dan dalam kuadran kanan atas dibawah pinggir
arcus costarum dan ginjal kanan akan teraba diantara-antara tangan.
22
Suruh pasien menahan nafas. Lepaskan tekanan tangan kanan secara
perlahan-lahan dan rasakan bagaimana ginjal kanan kembali ke posisi
semula dalam ekspirasi.
Jika ginjal kanan teraba tentukan ukuran, contour, dan adanya nyeri
tekan.
2) Ginjal kiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah kesebelah kiri pasien. gunakan
tangan kanan untuk mendorong dan mengangkat dari bawah, kemusian
gunakan tangan kiri menekan kuadran kiri atas. Lakukan seperti
sebelumnya. Pada keadaa normal ginjal kiri jarang teraba.
a. Identitas
Identitas yang dikaji meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
suku bangsa dan pendidikan
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
23
b) Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus,
dan penglihatan kabur.
b) Hypertensi
c) Diabetes
d) Anomali kongenital
e) Kanker
24
b) Pola nutrisi dan metabolisme
(1) Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang
mengandung tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu
saluran kemih. Makanan pedas memperburuk keadaan inflamasi
system perkemihan.
(2) Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat
mempengaruhi status cairan.
c) Pola minum
(1) Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi,
alkohol, minuman berkarbonat. Minuman tersebut sering
memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.
d) Pola eliminasi
(4) Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal
urinasi, atau akhir urinasi.
25
(7) Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak
adekuatnya pengosongan kandung kemih.
d) Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko
terjadi batu saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam
tanah dan air di daerah dataran tinggi.
7) Pengobatan
26
kandung kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara
normal.
c. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
2) Palpasi
a) Ginjal
(2) Letakkan tangan kiri dibawah abdomen parallel pada costa ke-12,
ujung jari menyentuh sudut costovertebral.
(3) Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di
lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta
untuk menangkap ginjal di antara kedua tangan (tentukan ukuran
dan nyeri tekan).
27
(4) Pasien diminta membuang napas dan berhenti napas, lepaskan
tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakang.
(5) Dilanjutkan dengan palpasi gijal kiri seperti papas pada ginjal
kanan.
(1) Abdomen mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites.
b) Kandung kemih
3) Perkusi
a) Ginjal
b) Kandung kemih
28
(1) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali
volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung
kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilicus.
Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka
akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.
4) Auskultasi
Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis,
maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).
d. Pemeriksaan Penunjang
3) Tumor Marker
4) Radiografi : CT Scan Ginjal, USG Ginjal, Biopsi, Foto sinar x ginjal, ureter,
kandung kemih, Pielogram retrograde, Angiografi ginjal, uretrogram, Citra
Radionukleid, Sistoskopi, ureteroskopi, nefroskopi, pemeriksaan urodinamik,
MRI
e. Diagnosis Keperawatan
7) Retensi urine
29
Definisi: pengosongan kandung kemih tidak tuntas.
Batasan Karakteristik:
3) Menetes
4) Dysuria
5) Sering berkemih
7) Residu urine
9) Berkemih sedikit
4) Sfingter kuat
1) Disuria
2) Sering berkemih
3) Anyang-anyangan
4) Inkontinensia urine
5) Nokturia
6) Retensi urine
30
7) Dorogan berkemih
1) Obstruksi anatomik
2) Penyebab multiple
3) Gangguan penglihatan
4) Gangguan psikologis
6) Keterbatasan neuromuskuler
31
Batasan karakteristik:
Menyatakan ingin meningkatkan eliminasi urine
11) Inkontinensia
Definisi: pengeluaran urine involunter yang dikaitkan dengan distensi kandung
kemih berlebihan.
Batasan Karakteristik:
ii. Distensi kandung kemih
iii. Kebocoran sedikit urine involunter
iv. Nokturia
v. Volume residu pasca-berkemih tinggi
32
Faktor yang Berhubungan:
1) Asupan alkohol
2) Asupan kafein
3) Hiperaktivitas detrusor dengan gangguan kontraktilitas kandung kemih
4) Impaksi fekalinfeksi kandung kemih
5) Penurunan kapasitas kandung kemih
33
6) Program pengobatan
7) Uretritis atrofik
8) Vaginitis atrofik
4) Risiko inkontinensia urine dorongan
Definisi: rentan mengalami pengeluaran urine involunter yang dikaitkan dengan
sensasi dorongan berkemih yang kuat dan tiba-tiba, yang dapat mengganggu
kesehatan
Faktor Risiko:
1) Asupan alkohol
2) Gangguan kontraktilitas kandung kemih
3) Hiperaktivitas dektrusor pada gangguan kontraktilitas kandung kemih
4) Impaksi fekal
5) Kapasitas kandung kemih kecil
6) Kebiasaan toileting tidak efektif
7) Program pengobatan
8) Relaksasi sfingter involunter
9) Uretritis atrofik
10) Vaginitis atrofik
5) Kekurangan volume cairan
Drfinisi: penurunan cairan intravaskuler, interstinal, dan/atau intraselular. Ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
Batasan Karakteristik:
34
9) Membrane mukosa kering
Batasan Karakteristik
35
11) Edema 23) Peningkatan tekanan vena sentral
36
f. Rencana Tindakan
1. Retensi urine Retensi urine klien teratasi 1. Lakukan manajemen retensi urine: 1.
setelah dilakukan tindakan
a. Anjurkan pasien untuk berkemih tiap 2 a. Meminimalkan retensi urine dan distensi
keperawatan dalam
sampai 4 jam sekali berlebihan pada kandung kemih.
waktu…x24 jam
b. Anjurkan klien minum 3000ml/hari b. Peningkatan aliran cairan
KH:
mempertahankan perfusi ginjal dan
1. kandung kemih kosong membersihkan ginjal dan kandung kemih
secara penuh dari bakteri.
2. tidak ada residu urin
2. Monitoring dan evaluasi: 2.
>100-200 cc
3. bebas dari ISK a. Aliran urine, ukuran dan kekuatan a. Aliran urine, ukuran dan kekuatan
4. balance cairan pancaran pancaran yang lemah menunjukkan adanya
seimbang obstruksi.
5. tidak ada spasme
b. Retensi urine meningkatkan tekanan
bladder b. Catat waktu dan jumlah urine tiap
dalam saluran perkemihan atas yang dapat
berkemih
mempengaruhi fungsi ginjal,
37
3. Lakukan edukasi tentang retensi urine 3. Kliean dan keluarga mengerti tentang
retensi urine dan cara penanganannya.
4.
4. Kolaborasi
a. Menghilangkan spasme kandung kemih.
a. Dengan dokter pemberian
antispasmodic
38
10.balance cairan adanya spasme kandung kemih.
seimbang
b. Waktu, jumlah berkemih, dan b. Berkemih dapat berlanjut menjadi
ukuran aliran. masalah untuk beberapa waktu karena
edema uretra dan kehilangan tonus.
3. Lakukan edukasi tentang gangguan
pola eliminasi urine 3. Klien dan keluarga mengerti tentang
gangguan pola eliminasi dan cara
penanganannya.
39
b. Tanda-tanda gejala infeksi b. Infeksi saluran kemih dapat
memperburuk keadaan klien
3. Lakukan edukasi tentang
inkontinensia urine 3. Keluarga dan klien mengerti tentang
inkontinensia urine dan dapat
mempercepat penyembuhan.
40
3. tidak ada tanda-tanda 3. Klien dan keluarga mengerti tentang
dehidrasi kekurangan volume cairan dan
7. Lakukan edukasi tentang kekurangan
4. elastisitas turgor kulit penanganannya.
volume cairan
baik, membran
4.
mukosa lembab, tidak
ada rasa haus a. Menyeimbangkan volume cairan dalam
8. Kolaborasi
berlebihan tubuh.
a. Pemberian cairan intravena
41
vena jugularis, reflek volume cairan mengatasinya.
hepatojugular (+)
4.
4. memelihara tekanan
ven sentral, tekanan 10. Kolaborasi a. Furosemid digunakan untuk membuang
kapiler paru, output cairan berlebih didalam tubuh
a. Dengan dokter pemberian
jantung dan vital sign furosemide b. Garam mengikat air menyebabkan
dalam batas normal
intake air berlebih
5. terbebas dari b. Dengan ahli gizi pemberian diet
atau kebingungan
6. menjelaskan indikator
kelebihan cairan
42
g. Penatalaksanaan
h. Evaluasi
43
BAB IV
PEMERIKSAAN LAB
Urine terutama terdiri atas air, urea, dan natrium klorida. Pada seseorang yang
menggunakan diet yang rata-rata berisi 80 sampai 100 gram protein dalam 24 jam,
jumlah persen air dan benda padat dalam urine adalah seperti berikut:
a. Air 96%
b. Benda padat 4% (terdiri atas urei 2% dan produk metabolik lain 2%)
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein.Berasal dari asam amino yang
telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-
rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 30 mg setiap 100 ccm
darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi
hati dalam pembentukan ureum.
Asam urat. Kadar normal asam urat di dalam darah adalah 2 sampai 3 mg
setiap 100 cm, sedangkan 1,5 sampai 2 mg setiap hari diekskresikan ke dalam urine.
Kretin adalah hasil buangan kreatin dalam otot. Produk metabolisme lain
mencangkup benda-benda purin, oksalat, fosfat, sulfat, dan urat.
44
Klorida 98-105 mEq/L
Kalsium 8,5-10,5 mEq/L
Magnesium 1,5-2,5 mEq/L
Fosfat Organik 2-4,5 mq/dl
Amylase-P 17-115 U/L
Lipase 13-60 U/L
Bilirubin Total <1,5 Mg/dl
Bilirubin Direct 0,1-0,5 Mg/dl
Bilirubin <1,0 Mg/dl
Indirect
Fosfatase Alkali 35-105 U/L
Protein Total 6,6-8,7 g/dl
Albumin 3,4-4,8 g/dl
Globulin 3,2-3,9 g/dl
Kolinesterase 0,4-13,2 KU/l
ALT/SGPT <47 U/L
AST/SGOT <37 U/L
Kreatin kinase <167 U/L
CKMB <27 U/L
LDH 240-480 U/L
Kolesterol Total <200 Mg/dl
Kolesterol HDL 40-60 Mg/dl
Kolesterol LDL <130 Mg/dl
Trigliserida 50-150 Mg/dl
Fe(besi)/Serum 35/150 µg/dl
Iron(SI)
TIBC 260-445 µg/dl
1. Urinalisis
Urinalisis adalah suatu tes yang dilakukan pada urine pasien untuk tujuan
diagnosa infeksi saluran kemih, screening , dan evaluasi berbagai jenis penyakit
45
ginjal. Uranilisis juga merupakan tes untuk memantau perkembangan penyakit ginjal,
diabetes, dan tekanan darah ( hipertensi ) dan screening kesehatan secara umum.
Urin normal jumlah rata-rata 1 – 2 liter sehari tetapi perbedaan jumlah urin
sesuai cairan yang dimasukkan, jika banyak mengkonsumsi protein maka akan
diperlukan banyak cairan untuk melarutkan ureanya, sehingga urin yang dikeluarkan
jumlahnya sedikit dan menjadi pekat. (Evelin C. Pearce, 2002).
Urialisis dapat meberikan informasi klinik yang penting. Urinalisis merupakan
pemeriksaan rutin pad sebagian besar kondisi klinis, pemeriksaan urin mencakup
evaluasi hal-hal berikut:
a. Observasi warna dan kejernihan urin.
b. Pengkajian bau urin
c. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
d. Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa, dan badan keton dalam
urin (masing- masing untuk proteinuria, glukosuria, da ketonoria)
e. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan
(centrifuging) untuk mendeteksi sel darah merah (hematuria), sel darah putih,
slinder (silindruria), Kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).
a. Specimen
Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi
vagina, perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat
mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel, dan
mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya..
Hindari sinar matahari langsung pada waktu menangani spesimen urin. Jangan
gunakan urin yang mengandung antiseptik.
Terdapat lima jenis sampel urine sesuai dengan tujuan pemeriksaanyan yaitu :
1. Urine sewaktu
Urine sewaktu adalah sampel urine yang diambil sewaktu saat pasien akan
melakuakn pemeriksaan, urine sewaktu digunakan untuk pemeriksaan urine
rutin.
2. Urine pagi
Urine pagi adalah sampel urine yang diambil saat pagi hari ketika pasien
bangun tidur dan belum mengonsumsi apapun. Urine pagi digunakan untuk
pemeriksaan sedimen, berat jenis, dan kehamilan
3. Urine osprundial
46
Urine osprundial adalah sampel urine yang diambil antara 1 – 1.5 jam
setelah makan. Urine osprundial digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
a. Urine 24 jam
Urine 24 jam adalah sampel urine yang ditampung selama 24
jam. Urine 24 jam ini digunakan untuk analisa kuantitatif
b. Urine tiga gelas dan urine dua gelas
Urine tiga gelas dan urine dua gelas sudah mulai jarang
dilakukan. Sampel urine ini digunakan untuk mengetahui adanya
radang
2. Pemeriksaan Makroskopik
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan
kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas
warna sesuai dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna,
urine pekat berwarna kuning tua atau sawo matang.
1. Volume urin
Rata-rata didaerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800--1300
ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam
lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini
mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang
berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika.. Bila
volume urin selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan
oliguri. Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah -muntah,
deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana
jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin
dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urin siang 12 jam
dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urin malam
12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti
didapat pada diabetes mellitus.
2. Warna urin
Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar
protein dalam urin (proteinuria). Urin yang baru di kemihkan berwarna
jernih. Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
47
a. Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin,
porfobilinogen, porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak
macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
b. Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab
nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat
lain termasuk fenotiazin.
c. Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat,
bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin,
cascara, nitrofurantoin.
d. Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama
Pseudomonas). Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat
psikoaktif, diuretik.
e. Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik,
nitrofuran.
f. Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen
empedu. Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat
sulfa.
g. Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin,
asam homogentisat, indikans, urobilinogen, methemoglobin.
Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
h. Seperti susu : Penyebab patologik : fosfat dan urat jumlah besar,
getah prostat protein yang membeku.
3. Bau urin
Untuk menilai bau urin dipakai urin segar, yang perlu
diperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urin normal disebabkan
oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dapat
disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan seperti
mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau amoniak
disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada
urin yang dibiarkan tanpa pengawet. Adanya urin yang berbau busuk
dari semula dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran
kemih umpamanya pada karsinoma saluran kemih.
4. Kejernihan
48
Kejernihan urine dinyatakan dengan jernih, agak keruh, keruh,
atau sangat keruh. Kekeruhan pada urine disebut sebagai nubecula
yang terdiri dari lender, sel epitel, dan leukosit yang lambat laun
mengendap. Kekeruhan didalam urine dapat pula disebabkan oleh urat
amorf, fosfat amorf yang mengendap dan dari bakteri dari botol
penampung. Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat
desebabkan oleh chilus, bakteri, sedimen sel epitel, leukosit, dan
eritrosit dalam jumlah banyak.
5. Berat jenis urin
Pemeriksaan berat jenis urin dapat dilakukan dengan cara
piknometer, carik celup, dan urinometer. Yang lebih umum di gunakan
adalah dengan carik celup, namun pemeriksaan berat jenis urin dengan
piknometer lebih teliti. Tingginya berat jenis itu memberi kesan
tentang pekatnya urin, jadi bertalian dengan faal pemekat ginjal. BJ
urin 24 jam pada orang normal sekitar 1,016 – 1,022. Sedangkan BJ
urin sewaktu pada orang normal 1,003 – 1,030. Bila BJ urin sewaktu
1,025 atau lebih sedangkan reduksi urin dan protein negatif, hal ini
menunjukan faal pemekatan ginjal baik. Dan bila BJ urin lebih dari
1,030 kemungkinan glukosuria..
6. Buih urine
Buih normal urine adalah berwarna putih. Jika saat melakukan
ekskresi buihnya berwarna putih dan banyak maka mengandung
protein. Apabila buihnya kuning berarti mengandung obat.
B. Pemeriksaan Mikroskopik
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan
sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran
kemih serta berat ringannya penyakit. Urin yang dipakai ialah urin sewaktu yang
segar atau urin yang dikumpulkan dengan pengawet formalin.
Seorang individu sehat dapat melepaskan sebanyak 750.000 1.750.000 sel
darah merah dan leukosit melalui urine dalam 12 jam.
a. Sel Darah Merah
Pada sedimen urin normal sejumlah 0 - 5 sel eritrosit per LP dapat ditemukan
jumlah lebih besar dari lima per LP harus diselidiki secara menyeluruh dan penyebab
49
hematuria harus dicari. Mikroskopik sel darah merah terlihat mirip dengan yang
ditemukan dalam darah perifer, yaitu dobel disk cekung yang memiliki warna oranye
samar pucat yang menyatakan kadar hemoglobin mereka. Leukosit
Leukosit sering ditemukan pada sedimen urin normal, tetapi sedikit dan tidak
boleh melebihi lima per LP Walaupun semua jenis WBC yang muncul dalam darah
perifer juga dapat ditemukan dalam urin (yaitu, limfosit, monosit, eosinofil), saat ini
sel yang paling umum adalah PMN. PMN memiliki fungsi fagositosis, motil secara
aktif, dan bergerak secara ameboid dengan pseudopodia. Leukosit ukuran diameter 10
sampai 20 pM, . PMN dalam urine dapat segera diketahui karena inti
multisegmented dan sitoplasma granular.
b. Sel Epitel
Urin normal berisi tiga varietas utama sel epitel: tubular ginjal, transisi(urothelial),
dan skuamosa Sel-sel ini melapisi saluran kemih, tubulus dan nefron.
c. Sel Epitel Renal Tubular
Sel RTE jarang ada dalam sedimen urin orang normal (nol sampai satu per lima LP).
Bila ada, biasanya dalam bentuk tunggal tetapi juga dapat ditemukan berpasangan.
Jika ada batas microvillus, berasal dari tubulus proksimal.Identifikasi
imunohistokimia dengan cara pewarnaan fosfatase asam dapat dilakukan bila
diperlukan, karena sel-sel RTE memiliki kandungan enzim intraselular yang tinggi.
Bentuk paling sering adalah polyhedral, tetapi mungkin agak datar,
menunjukkan bahwa mereka berasal dari lengkung Henle. inti mereka biasanya
eksentrik tetapi mungkin sentral; tampak jelas seperti bola dengan nukleolus jika
tidak ada perubahan autolytic.
d. Sel Epitel Transisi
Sel ini (juga disebut sel urothelial) merupakan lapisan epitel pada sebagian besar
saluran kemih dan sering tampak di sedimen (nol sampai satu per LP). Bentuknya
bertingkat-tingkat dan biasanya beberapa lapisan sel tebal. Ada tiga bentuk utama:
bulat, polyhedral, dan "kecebong." , sel Transisi memiliki karakteristik yang khas
yaitu mudah menyerap air dan dengan demikian membengkak sampai dua kali ukuran
aslinya.. Sel transisi Polyhedral sulit dibedakan dari sel RTE jika mereka tidak
memiliki permukaan microvillus dan memiliki inti di pusat. Epitel Skuamosa
e. Kristal
Pembentukan kristal berkaitan dengan konsentrasi berbagai garam di urin
yang berhubungan dengan metabolisme makanan pasien dan asupan cairan serta
50
dampak dari perubahan yang terjadi dalam urin setelah koleksi sampel (yaitu
perubahan pH dan suhu, yang mengubah kelarutan garam dalam air seni dan
menghasilkan pembentukan kristal).
1) Kristal Asam Urat
Kristal asam urat adalah pleomorfik dibanding semua kristal urin, mereka
ada dalam berbagai bentuk, seperti batang, kubus, mawar enam sisi, piring,
rhombi, dan seperti batu asahan.
2) Kristal Asam Hippuric
Kristal asam hippuric terkait dengan pH netral. Kristal ini biasanya tidak
berwarna, prisma memanjang dengan ujung piramida, juga bisa tipis dan
berbentuk jarum. Mereka birefringent dan terkait dengan diet tinggi buah-buahan
dan sayuran yang mengandung sejumlah besar asam benzoat
3) Kristal Amorf Fosfat
Kristal fosfat adalah kristal yang paling sering diamati terkait dengan urin
alkali. Yang paling sering dijumpai adalah kristal amorf fosfat., ini tidak dapat
dibedakan dari kristal amorf urat dalam urin asam. Kristal menghasilkan
endapan putih di dasar tabung centrifuge.
4) Kristal Triple Fosfat
Triple fosfat (amonium-magnesium fosfat) adalah kristal birefringent
bentuknya mirip sebuah "peti mati-tertutup", birefringent dan sangat bervariasi
dalam ukuran. Kristal juga dapat ditemukan dalam urin netral dan larut dalam
asam asetat.
5) Kristal Amonium Biurate
Kristal Amonium biurate memiliki bentuk "duri apel" berwarna coklat
kekuningan dan sering menunjukkan striations radial atau konsentris di pusat
seperti "senjata" atau spikula. Mereka biasanya ditemukan di dalam urin dengan
pH netral dan larut dalam natrium hidroksida. Mereka jarang ditemui pada urin
normal.
6) Kristal Kalsium Karbonat
Kristal karbonat kalsium berbentuk spherules-halter kecil ditemukan dalam
urin basa. Karena ukurannya yang kecil, mereka sering disangka bakteri. Bakteri
tidak birefringent. Kristal-kristal larut dalam asam asetat
2. Silinder / Torax
51
Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di
tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder terbentuk hanya dalam
tubulus distal yang rumit atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal
dan lengkung Henle bukan lokasi untuk pembentukan silinder.
Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam urine
sebagai akibat dari cacat genetik atau penyakit hati yang parah. Kristal dan batu
cystine dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Cystine terbentuk pada
pH asam dan ketika konsentrasinya > 300mg. cystine crystalluria atau urolithiasis
merupakan indikasi cystinuria, yang merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat
yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin.
C. Pemeriksaan Kimia
1. Pemeriksaan Glukosa
Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens
pita. Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri
menjadi cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada
urin yang mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa,
laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin,
salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara
reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl,
sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.
a. Pemeriksaan Protein Urin
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus
yang diserap olehtubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak
melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari
10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.Sejumlah kecil protein dapat
dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Dipsticks
mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif
terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-
Jones, dan mukoprotein. Protein Bence Jones merupakan protein globulin
monoclonal yang dapat ditemui di dalam darah dan urin yang berukuran kecil
dengan berat molekul antara 22 hingga 24 kDa (kilo Dalton). Pada keadaan
normal, protein Bence Jones tidak ditemukan pada urin manusia.
1. Urobilinogen
52
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin
terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus
mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen
berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran
darah, disini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu dan kira-kira
sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.Hasil positif
juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat
mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
1) pH Urine
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh
tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di
final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat
berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan
menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari
(bangun tidur) adalah yang lebih asam. Selalu asam dapat
menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat
mempengaruhi pH urine :
a) pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi
saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea
menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus
ginjal, spesimen basi.
b) pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada
anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus,
asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
2) Badan Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-
hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat
tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat
merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting
terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal.Ketonuria disebabkan
53
oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet
tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme
karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan
energi dari lemak atau protein, febris.
Tes fungsi ginjal dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan
mengikuti perjlanan klinik. Pemeriksaan ini juga memberikan informasi tentang
efektifitas ginjal dalam melaksanakan fungsi ekskresinya. Fungsi ginjal dapat dikaji
secara lebih akurat jika dilakukan dibeberapa pemeriksaan dan kemudian hasilnya
dianalisis bersama. Pemeriksaan fungsi ginjal yang umum dilakukan adalah
kemampuan pemekatan ginjal klirens kreatinin, kadar kreatinin serum dan nitrogen
urea darah (BUN).
a. Uji protein (albumin). Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus, maka
protein dapat bocor dan masuk ke urine.
b. Uji konsentrasi ureum darah. Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum
maka ureum darah naik di atas kadar normal 20-40 mg%.
c. Uji konsentrasi. Pada uji ini dilarang makan dan minum selama 12 jam untuk
melihat sampai berapa tinggi berat jenis naiknya.
Orang yang mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau semua
tes berikut
1. Kreatinin Serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot.
Produk limbah ini biasanya dibuang dari darah melalui ginjal, tapi ketika fungsi ginjal
melambat, tingkat kreatinin akanmeningkat. Biasanya hasil pemeriksaan serum
kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau
54
tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-
nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapat meningkatkan kadar
kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun
sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi daging merah.
Nilai Rujukan
a. DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita
sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
b. ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6
tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
c. LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan
penurunan produksi kreatinin.
Masalah Klinis
55
kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika keduanya
meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Kreatinin serum
56
(LFG x P) harus sama dengan jumlah marker yang diekskresi dalam kemih
dalam 1 menit (U x V). Maka rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
LFG x P = U x V
Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar
marker dalam plasma (P) dan kemih (U) diketahui, maka LFG dapat dihitung
dengan mudah.
Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang non-
toksik, dapat mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan
keseimbangan, tidak terikat pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh
glomerulus, tidak disekresi dan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.
1. Klirens inulin
57
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua
persyaratan tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam
penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak. Pengukuran
LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset, karena klirens inulin
sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari.
Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin
Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan
pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun pengumpulan kemih 24 jam
dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens kreatinin,
pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat dilakukan. Prosedur
pelaksanaannya adalah sebagai berikut.Untuk menyeragamkan satuan
pengukuran LFG, hasilnya diinterpolasikan terhadap luas permukaan tubuh
(mL/Min/1.73 m2) sehingga didapatkan rumus sebagai berikut:
Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73
Ccr (mL/min/1.73m2) = Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)
Ccr = klirens kreatinin
Ucr = kadar kreatinin
V = volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam
Pcr = kreatinin plasma
SA = luas permukaan tubuh
1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60
menit = 1440 menit)
Penentuan LFG dengan radionuclide scans
Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering
digunakan pada anak-anak. Metode penentuan LFG ini terutama digunakan
untuk bayi baru lahir dan anak-anak kecil, bila mengalami kesulitan dalam
melakukan penampungan kemih yang akurat. Beberapa radioisotop yang dapat
dipakai sebagai marker untuk estimasi LFG dalam klinik, antara lain Tc-
diethylenetriaminepentacetic acid (Tc-DTPA), I-iothalate, dan Cr-
ethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA).
Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam
mengevaluasi laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C
58
dalam serum. Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang
diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti.
Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine)
yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati
yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah
untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan dieksresi sebagian sebelum akhirnya
diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum
(hiperuresemia) bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan
asupan diet makanan yang mengandung purin.
Masalah Klinis
Penurunan kadar asam urat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson, asidosis
tubulus ginjal proksimal, anemia defisiensi asam folat, luka bakar, kehamilan.
Pengaruh obat : alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid, sulfinpirazon.
Prosedur
Sebelum pengambilan sampel darah, pasien diminta puasa 8-10 jam. Tidak ada
pembatasan asupan makanan atau cairan; namun pada banyak kasus, asupan makanan
tinggi purin (mis. daging, jerohan, sarden, otak, roti manis, dsb) perlu ditunda
minimal selama 24 jam sebelum uji dilakukan; demikian pula dengan obat-obatan
59
yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Jika terpaksa harus minum obat, catat
jenis obat yang dikonsumsi.
Nilai Rujukan
Blood Urea Nitrogen (BUN)atau nitrogen Urea adalah produk limbah normal
dalam darah anda yang berasal dari pemecahan protein dari makanan yang anda makan
dan dari metabolisme tubuh. Hal ini biasanya dihapus dari darah Anda dengan ginjal
Anda, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat BUN naik. BUN juga dapat meningkat
bila mengkonsumsi lebih banyak protein, dan dapat turun jika makan sedikit protein.
Prosedur
60
Nilai Rujukan
1) DEWASA : 5 – 25 mg/dl
2) ANAK : 5 – 20 mg/dl
3) BAYI : 5 – 15 mg/dl
4) LANSIA : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
Masalah Klinis
1) Peningkatan Kadar
2) Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada
nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme
lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi
air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
61
1. Status dehidrasi dari penderita harus diketahui. Pemberian cairan yang berlebihan
dapat menyebabkan kadar BUN rendah palsu, dan sebaliknya, dehidrasi dapat
memberikan temuan kadar tinggi palsu.
2. Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar ureum.
Sebaliknya, diet tinggi protein dapat meningkatkan kadar ureum, kecuali bila
penderita banyak minum.
3. Pengaruh obat (misal antibiotik, diuretik, antihipertensif) dapat meningkatkan kadar
BUN
3. Protein Urin
Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin. Adanya
protein dalam urin merupakan tanda awal penyakit ginjal kronis.Biasanya, hanya
sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan
diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan spesimen urin acak (random) atau
urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick).
Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin.
Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria.
Prosedur
62
Nilai Rujukan
Masalah Klinis
63
Osmolalitas urin adalah pengukuran jumlah partikel terlarut dalam urin.
Pengukuran ini lebih tepat dilakukan daripada berat jenis untuk mengevaluasi
kemampuan ginjal untuk menghasilkan urine dengan konsentrasi pekat ataupun
encer. Ginjal yang berfungsi normal akan mengeluarkan lebih banyak air ke
dalam urin sebagai asupan cairan meningkat. Jika asupan cairan menurun, ginjal
mengeluarkan air kurang dan urin menjadi lebih terkonsentrasi.
4. Ultrasound
a. Puasa 6 jam dan hanya boleh minum air putih saat berpuasa.
b. Satu jam sebelum pemeriksaan USG, diharapkan minum air putih dan menahan
buang air kecil.
Persiapan tersebut bertujuan untuk membersihkan saluran pencernaan dan
membersihkan ginjal dari kotoran maupun zat yang melekat. Dengan demikian hasil
USG akan lebih tampak.
5. Pemeriksaan Sinar-X dan Pencitraan yang lain
Dalam pemeriksaan ini dibagi ke dalam beberapa macam, yaitu :
1) Kidney, Ureter and Bladder (KUB)
Pemeriksaan radiologi abdomen yang dikenal dengan istilah KUB dapat
dilaksanakan untuk melihat ukuran, bentuk serta posisi ginjal dan mengidentifikasi
semua kelainan seperti batu dalam ginjal atau traktus urinarius, hidronefrosis
(distensi pelvis ginjal), kista, tumor atau pergeseran ginjal akibat abnormalitas pada
jaringan disekitarnya.
2) Pemindai CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
64
Pemeriksaan pemindai CT dan MRI merupakan teknik noninvasive yang akan
memberikan gambar penampang ginjal serta saluran kemih yang sangat jelas.
Kedua pemeriksaan ini akan memberikan informasi tentang luasnya lesi invasive
pada ginjal.
3) Urografi Intravena (Ekskretori Urogram atau intravenous pyelogram)
Ilmu yang mempelajari prosedur /tata cara pemeriksaan ginjal, ureter, danblass
(vesica urinary) menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksimedia kontras melalui
vena.
1. Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan
pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan
dalam ginjal dan tractusurinary, sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi
berwarna putih.
2. Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy sertafungsi
ginjal,ureter dan blass.
Tujuan Pemeriksaan IVP
65
a. Batu ginjal
b. Pembesaran prostat
c. Tumor pada ginjal, ureter dan blass.
Renal agenesis
1. Polyuria
2. BPH (benign prostatic hyperplasia)
3. Congenital anomali :
a. Duplication of ureter n renal pelvis
b. Ectopia kidney
c. Horseshoe kidney
d. Malroration
e. Hydroneprosis
f. Pyelonepritis
g. Renal hypertention
Kontra Indikasi
1. Persiapan Pasien
a. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan
BNO-IVP dilakukan.
b. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
66
c. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas
air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus
puasa.Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara
guna meminimalisir udara dalam usus.
d. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan,
dansebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk
mengosongkanblass.
e. Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur
yangakan dilakukan dan penandatanganan informed consent.
2. Persiapan Media Kontras
Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana
jumlahnyadisesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.
Tujuan pemeriksaan untuk melihat anatomi dan fisiologi dari tractus urinarius
(sistem perkemihan). Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan bahan kontras tersebut.
67
3. Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat
compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri.
4. Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi
media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem,
terutamapada pasien hypertensi dan anak-anak.
5. Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran film
24x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
6. Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x
30mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
7. Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder
terisipenuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40.
8. Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya
dibuatfoto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut
usia).
9. Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihatkelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect
dapatmenunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada
kasus poshematuri.
KRITERIA GAMBAR
1. Foto 5 menit post injeksiTampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
2. Foto 15 menit post injeksi Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.
3. Foto 30 menit post injeksi (full blass)Tampak blass terisi penuh oleh kontras
4. Foto Post Mixi Tampak blass yang telah kosong.
Perawatan Lanjutan
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pemeriksaan BNO-IVP ini.
Kelebihan IVP
1. Kelebihan
a. Bersifat invasif.
68
b. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter dapat
mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu
ginjalhingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
c. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat
dilakukan.
d. Radiasi relative rendah 5. relative aman
e. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang diperoleh.
f. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata radiasi yang
diterima dari alam dalam satu tahun.
g. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada
pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut.
h. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.
5. Pielografi retrograd
7. Sistogram
69
8. Angiografi renal
Pemeriksaan sistoskopi
Merupakan metode untuk melihat lanngsung uretra dan kandung kemih. Alat
sistokop, yang dimasukan melalui uretra ke dalam kandung kemih, memiliki system
lensa optis yang sudah ada pada alat itu sendiri sehingga akan meemberikan gambar
kandung kemih yang diperbesar dan terang. Sistoskop tersebut dapat dimanipulasi
untuk memungkinkan visualisasi uretra dan kandung kemih secara lengkap selain
visualisasi orifisium uretra dan uretra pars prostatika.
Teknik brush biopsy akan menghasilkan informasi yang spesifik apabila hasil
pemeriksaan radiologi ureter atau pelvis ginjal yang abnormal tidak dapat
menunjukan apakah kelainan tersebut merupakan tumor, batu, bekuan darah atau
hanya artefak. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan sistoskopik. Kemudian dipasang
kateter uretra yang di ikuti oleh tindakan memasukkan alat sikat khusus (biopsy
brush) melalui kateter tersebut. Kelainan yang dicurigai disikat maju mundur secara
teratur untuk mendapatkan sel-sel dan fragmen jaringan permukaan untuk
pemeriksaan analisis histology.
70
Merupakan pemeriksaan dengan cara memasukkan fiberskop kedalam pelvis
ginjal melalui luka insisi (pielotomi) atau secara perkkutan untuk melihat bagian
dalam pelvis ginjal, mengelluarkan batu, melakukan biopsi lesi yang kecil dan
membantu menegakan diagnose hematuria serta tumor renal tertentu.
Bopsi ginjal dilakukan dengan menusukan jarum biopsi melalui kulit kedalam
jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang kecil
didaerah pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit
ginjal dan mendapatkan specimen bagi pemeriksaan mikroskopik electron serta
imunofluoresen, khususnya bagi penyakit glomerulus.Sebelum biopsi dilakukan,
pemeriksan koagulasi perlu dilakukan lebih dahulu untuk mengidentifikasi setiap
resiko terjadinya perdarahan pascabiopsi.
Prosedur biopsia.
71
disebut pemindai) menunjukan distribusi preparat radiofarmaseutikal didalam
ginjal.
Pengukuran urodinamik
BAB V
Askep GGA ( Gagal Ginjal Akut ) dan GGK ( Gagal Ginjal Kronik )
72
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh
atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal
ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai
dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan
kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk
keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat
serta terjadinya azotemia.
Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam
membersihkan darah dari bahan-bahan racun yang menyebabkan penimbunan limbah
metabolik di dalam darah (misalnya urea).
a. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomeruls. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron. Namun
bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya
nekrosis tubulat akut (NTA). Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan dari
gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih)
2. Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
3. Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung, syok
kardioenik dn emboli paru)
4. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis)
b. Renal
73
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal.
Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal langsung
terganggu.Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi
prarenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa
penyebab kelainan ini adalah:
1. Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatan
sepsis dan renjatan hemoragik.
2. Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcus, lupus
nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
3. Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang
langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
4. Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia
lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik), hemoglobinuria
dan mioglobinuria.
5. Pielonefritis akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut) tapi umumnya
pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi kelainan struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara
progresif.
6. Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.
c. Pascarenal / Postrenal
GGA pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Etiologi pascarenal terutama obstruksi
aliran urine pada bagian distal ginjal, ciri unik ginjal pasca renal adalah terjadinya
anuria, yang tidak terjadi pada gagal renal atau pre-renal. Kondisi yang umum
adalah sebagai berikut:
1. Obstruksi muara vesika urinaria: hipertropi prostat< karsinoma
2. Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan darah atau
sumbatan dari tumor (Tambayong, 2000).
74
C. Klasifikasi Gagal Ginjal Akut
75
4. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki.
5. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
6. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
7. Tremor tangan.
8. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
9. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai
adanya pneumonia uremik.
10. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
11. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat
jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume
(hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis
atau anafilaksis) dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung
kongestif atau syok kardiogenik).
Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut dan oliguria belum diketahui, namun
terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa faktor mungkin
76
reversibel jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat, sebelum fungsi ginjal
terganggu. Beberapa kondisi berikut menyebabkan pengurangan aliran darah renal
dan gangguan fungsi ginjal:
a. Hipovolemia
b. Hipotensi
c. Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif
d. Obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau batu
ginjal
e. Obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal
Jika kondisi ini tidak ditangani dan diperbaiki sebelum rusak secara permanen,
peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan ginjal akut
dapat dikurangi. Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut, periode awal,
periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan.
Pada tahap awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria. Periode
oliguria (volume urin kurang dari 400 ml / 24 jam) disertai dengan peningkatan
konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea,
kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urin
minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah
400ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertamakalinya muncul, dan kondisi yang
mengencam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai
kenaikan retensi nitrogen, namun pasien masih mengekskresikan urin sebanyak 2 liter
atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan
terjadi terutama setelah antibiotik nefrotoksik diberikan diberikan pada pasien, dapat
juga terjadi pada kondisi terbakar, cedera traumatik dan penggunaan anestesi halogen.
Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukan peningkatan jumlah urin
secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium
berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun haluran urin mencapai kadar
normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin
masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.
77
Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika
terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
78
o. Protein: protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan
SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiogram (EKG): Perubahan yang terjadi berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.
b. Kajian foto toraks dan abdomen: Perubahan yang terjadi berhubungan dengan
retensi cairan.
c. Osmolalitas serum: Lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram Retrograd: Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi Ginjal: Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi: Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram Ginjal: Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular.
d. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi,
yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau
melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion
kalium menjadi natrium di saluran intenstinal
3. Terapi cairan
4. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialysis.
79
Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik
e. Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
GGK terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Laju penyaringan glomerulus
(Glumerular Filtration Rate) normal adalah 100-120 ml/menit/1,73 m2. GGK
ditandai dengan terjadinya penurunan laju penyaringan glomerulus (GFR). Dengan
menurunnya kecepatan penyaringan ini, kadar urea darah meningkat dan nefron yang
masih berfungsi (yang tersisa) akan mengalami hipertofi.
f. Etiologi Gagal Ginjak Kronik
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut:
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum
seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan
gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan
gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000).
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna,
Stenosis arteria renalis.
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang
berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
80
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam
ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh
darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk
mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja.
RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan
darah tinggi dan kerusakan ginjal.
81
parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran
gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik)
atau kedutan otot.
h. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup
menurut Corwin (2001) adalah:
1. Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin
serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) normal (10-20 mg/100 ml) dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes
pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
2. Insufisiensi ginjal, dimana yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang mereka terima. Kadar BUN dan kreatinin serum
mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih
dimalam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai
timbul.
3. Gagal Ginjal yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak
nefron yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
i. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Areum kreatinin
Asam urat serum
82
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, klearens kreatinin test
j. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin
(2001) adalah:
1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan
adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi
protein dan obat-obat antihipertensi.
2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit.
3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
Menurut Smeltzer, 2002 penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah:
1. Dialisis
2. Obat-obatan : anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemide
3. Diit rendah uremi.
k. Patofisiologi
Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan
nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Jika angka filtrasi
glomerolus menurun menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal
ini menimbulkan berbagai masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang
ditangani ginjal.
Ketidakseimbangan natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal
untuk memekatkan urin. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium.
83
Asidosis metabolik terjadi karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi
ammonia. Demineralisasi tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi akibat sekresi
hormon paratiroid, peningkatan fosfat plasma (penurunan kalsium serum, asidosis)
menyebabkan pelepasan kalsium dan fosfor ke dalam aliran darah dan gangguan
penyerapan kalsium usus. Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah,
penurunan rentang hidup sel darah merah, peningkatan kecenderungan perdarahan
(akibat kerusakan fungsi trombosit). Perubahan pertumbuhan berhubungan dengan
perubahan nutrisi dan berbagai proses biokimia
l. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang
tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan
atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12
adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat
terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik.
Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan
faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal
kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini
biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema, namun mungkin
terdapat ritme jantung tripel.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat
hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian filtrasi,
namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang sangat encer,
yang dapat menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini
sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab
oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan
mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit kering. Bekuan
84
uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan timbul hanya pada
uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala mual,
muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta
angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi
pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau
napas yang menyerupai urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi,
dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi
kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon
pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam menyebabkan
retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis
(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor, dan
yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan
terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH)
pada transpor kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan
neurotransmisi yang abnormalImunologis.
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering terjadi.
Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis dapat mengaktivasi
efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
8. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani
dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin akibat
hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di sepanjang
membran peritoneal.
9. Penyakit jantung
85
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar ureum
atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan
cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau
kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang besara dapat menggunakan
proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung
yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.
A. Identitas
Nama :Tn. S
Umur : 41 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : Ngawi, 03 Mei 1973
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk : 20 Mei 2016
Ruang : Garuda
Nomor Register :-
Diagnosa Medis : CKD (Cronik Kidney Disease)
Penaggung jawab
Nama : Ny. F
Umur : 42 Th
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Ngawi
B. RIWAYAT KESEHATAN :
86
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan pusing dan mual
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien diantar ke Rumah Sakit karena pucat, mual, muntah dan lemas yang sudah
dialamiklien 1 minggu sebelum masuk rumah sakit tetapi belum dibawa ke Rumah Sakit
dan hanya di beri dengan obat warung. Pada tanggal 20 Mei 2014 klien dibawah ke
Rumah Sakit karena klien mengeluh kaki kanannyabengkak dan sulit di gerakkan,
Setelah diperiksa oleh Dokter klien dianjurkan untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah mengalami penyakit yang sama. Namun, Klien
Sudah 4 tahun menderita penyakit Diabetes Miletus, klien sudah 1X masuk Rumah
Sakit Karena DM.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan pasien.
Keluarga pasien tidak ada yang pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Dari keluarga
pasien juga tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan baik diabetes, hipertensi
maupun gagal ginjal (CKD).
C. POLA FUNGSIONAL
1. Persepsi tentang kesehatan dan managemen kesehatan
a. Preventif kesehatan lingkungan (aman, mekanik, elektrik, dll)
Pasien mengatakan hidup sederhana di pedesaan sebagai seorang petani. Apabila
pasien sakit, pasien mengatakan hanya beli obat di warung atau periksa ke puskesmas
bila tidak segera sembuh.
b. Preventif kesehatan – gaya hidup : l
Pasien mengatakan merokok, dan waktu muda sering minum alkohol
2. Nutrisi dan metabolisme
a. Nutrisi
Saat sakitpasien Mengatakan nafsu makannya berkurang karena terkadang mual jika
makan. Pasien juga kadang-kadang muntah setelah maupun sebelum diberi makan,
sehingga pasien hanya makan setengah porsi dengan bubur nasi atau bubur sum-sum.
Pasien mengatakan minum berkurang sekitar 2-4 gelas air putih. Selama sakit pasien
dianjurkan diet rendah protein dan rendah garam.
b. Cairan
Saat Sakit
87
a) Pemasukan : Berkurang
b) Minuman : Air Putih dengan Frekuensi 2-4 Gelas / hari atau ± 250 cc dan
terpasang terapi cairan NaCl 0,9 % 500 ml/12 jam.
3. Eliminasi
Saat Sakit :
a. BAB :
Frekuensi : 1X/hari
Konsistensi : Lembek, warna kuning dan bau khas fases, tidakterdapat darah dan
lendirdalam fases.
b. BAK
Frekuensi : Terpasang kateter dengan volume ± 600 cc
Warna : kuning keruh.
4. Aktifitas dan latihan
a. Mobilisasi
Saat Sakitklien Bedrest, semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat.
b. Posisi tubuh
Selama sakit pasien hanya duduk dan berbaring di tempat tidur.
c. Ambulasi
Pasien tidak bisa berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi kecuali di bantu keluarga
atau perawat.
d. Kebersihan diri
Saat dikaji : Klien mandi lap di tempat tidur dilakukan oleh keluarga danperawat
5. Istirahat dan tidur
Saat Sakitklien tidur Malam 2-3 jam, tidur siang 1 Jam
6. Persepsi diri dan konsep diri
1) Gambaran Diri/Body Image : pasien mengatakan bahwa ia hanya hanya bisa
berdo’a dansabar berusaha dalam menjalani sakit yang di deritanya.
2) Identitas Diri : pasien mengetahui segala hal tentang dirinya dan tidak
mengalami ganguandalam hal identitas diri
3) Harga Diri : pasien tidak merasa rendah diri terhadap penyakit yang
dideritanya, karenamemang sudah ujian dari Tuhan.
4) Peran Diri : Pasien mengatakan dirinya adalah kepala keluarga dari
istri dan anaknya. Selama sakit, pasien tidak dapat melakukan perannya sebagai
kepala keluarga
88
5) Ideal Diri : Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan
beraktivitas seperti biasanya.
7. Pola hubungan dan peran
Saat Sakit : Pasien mengatakan berkomunikasi dengan keluarga,pasien dan
petugas medis dengan baik tanpa mengalami gangguan.
8. Pola seksual dan reproduksi
Selama sakit pasien mengalami gangguan dalam pola seksual atau reproduksinya.
PasienTidakpernah melakukan hubungan suami-istri selama sakit.
9. Pola koping dan toleransi stres
Pasien sangat optimis terhadap masa depannya dan yakin akan segera sembuh.
10. Pola nilai dan kepercayaan
Saat sakit pasien mengatakan tetap melakukan sholat 5 waktu walaupun sedang di rawat
di rumah sakit dengan cara duduk atau berbaring.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Pasien tampak pucat, lemah, mual, muntah dan anoreksia. Kesadaran compos mentis
denganGCS 456
2. Kepala : Muka simetris, Warna Rambut hitam, Kulit kepala bersih
tidak ada lesi, tidak ada deformasi.
3. Mata : Bentuk bola mata bulat (sferik), kelopak mata dapat membuka dan menutup
dengansempurna, konjungtiva anemis, sclera putih, pupil isokor, gerakan mata tidak
kaku dan dapatbergerak bebas, lapang pandang luas, tekanan bola mata tidak ada
nyeri tekan.
4. Telinga : daun telinga bersih dan simetris, liang telinga ada serumen bewarna coklat
dankotor, tragus tidak ada nyeri tekan dan dapat mendengar denganjelas.
5. Hidung : bagian luar terlihat simetris, tidak ada ingus, tidak ada pendarahan,tidak ada
penyumbatan, tidak ada nyeri tekan pada sinus.
6. Mulut : bibir tidak ada sianosis dan mukosa bibir kering, gigi dan gusi baik tidak ada
pembengkakan, faring tidak ada pembengkakan, ovula tidak ada pembengkakan,
tonsil tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan pada lidah dan pipi dan terdapat
bau mulut.
89
7. Leher : bentuknya simetris, warna kulit normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada
tumor,dan dapat bergerak bebas serta tidak kaku, kelenjar limfe tidak ada
pembengkakan , kelenjartiroid tidak ada pembengkakan.
8. Dada
Paru-paru
a. Inspeksi :
Bentuk normal, bentuk simetris antara kanan dan kiri, tidak ada lesi.
b. Palpasi : Pengembangan : dapat mengembang maksimal.
Taktil/Vokal Fremilus : antara kanan dan kiri sama
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi : Frekuensi dan Irama : 24x/menit dan reguller
Lainnya : suara vesikuler
Jantung
a. Inspeksi : bentuk dada simetris
b. Palpasi : Iktus kordis teraba di interkostal ke 5
c. Perkusi : Pekak / Datar / Redup
d. Auskultasi : Bunyi jantung normal
9. Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk abdomen pasien datar dan simetris
b. Auskultrasi : Peristaltik usus 20x/menit
c. Palpasi : Pasien merasakan nyeri tekan
d. Perkusi : Tympani
10 Anus dan Rectum : Tidak ada hemoroid.
E. DATA PENUNJANG
a. Therapi Obat Dan Infus
No Tanggal Jenis Obat Cara Pemberian Indikasi dan
&Jenis Infus Dx. Medis
yang diberikan
20/05/2014 - Rantidin 3x1 - Injeksi -Anti emetik
Amp O2 intravena.
4L/menit
90
.
20/05/2014 - Terapi NaCl - Injeksi -Mengganti cairan.
0,9 % 500 intravena.
ml/12 jam.
ANALISA DATA
92
NAMA : Tn. S No. Reg. :
UMUR : 41 th Jenis Kelamin : L / P Ruang : Garuda
DO :
- Jumlah urine yang keluar
perharinya 600cc, warna kuning
keruh
- Edema pada kedua Ekstrimitas
inferior dextra
- Total protein : 5,5 mg/dl
- Albumin : 3,2 mg/dl
selasa DS :
20/05/2014 - Klien mengatakan badan terasa
lemah
DO: Intoleransi
- Klien tampak hanya berbaring di Aktivitas
Kelemahan Fisik
tempat tidur
- Semua aktivitas klien tampak
dibantu oleh perawat dan keluarga
-klien tampak lemah
93
selasa DS :
20/05/2014 - Klien mengeluh mual dan
muntah
- pasien mengatakan tidak nafsu
makan
Perubahan nutrisi
- Klien mengeluh badan terasa
Mual,muntah Kurang dari
lemah
kebutuhan tubuh
DO :
- Porsi makan tidak dihabiskan,
porsi makan yan dihabiskan hanya
2 sendok makan
- 1x muntah
- Hb 8,3 %
DIAGNOSA KEPERAWATAN
94
3 Perubahan nutrisi kurang dari 20/05/2014
kebutuhan tubuh b/d Mual, muntah
dan anoreksia
NAMA : Tn.S
No. Reg. :
UMUR : 41 th Jenis Kelamin : L / P Ruang : Garuda
NO PERENCANAAN
NO TGL/ JAM
DX TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1 20/05/2014 1 Tujuan : 1. Lakukan manajemen 1. Intake dan
13.05 Setelah di lakukan tindakan kelebihan volume output yang
asuhan keperawatan selama 3 x 24 cairan tidak balance
jam di harapkan volume cairan a. Batasi intake akan
klien tidak berlebihan dengan. cairan pasien mengakibatka
n kelebihan
kriteria hasil : volume cairan
a. Pasien tidak mengalami edema 2. Monitoring 2. Monitoring
b. TTV normal a. pantau KU merupakan
c. Output dan intake balance pasien secara tindakan yang
berkala dapat
b. TTV membantu
c. output cairan mengetahui
pasien keadaan
pasien
3. Jelaskan kepada 3. Penjelasan
klien dan keluarga tentang asupan
tentang asupan minum dapat
minum klien membantu
pengontrolan
95
intake pasien
4. kolaborasi dengan 4. Tranfusi
dokter dalam albumin dapat
pemberian transfusi mengurangi
albumin dan cairan proses
infus terjadinya
edema. Cairan
infus dapat
mencegah
resiko
kekurangan
cairan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
EVALUASI
A. PENGERTIAN
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M.
Nurs, 2006).
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane
yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa
bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer.
Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan
ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan (www.medicastore.com).
B. TUJUAN HD
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
97
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
C. Indikasi HD
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA apabila terdapat
indikasi :
1. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi,
hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2. Indikasi Dini
a. Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan,
perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.
b. Laboratorium abnormal
1) Asidosis
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme
dari darah dan membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini,
bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke
dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang
mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di
atas ambang normal.
2) Azotemia (kreatinin 8-12 mg %)
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,
kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi
tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal
terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh
glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : (a) Penurunan aliran darah ke
ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi. (b) Peningkatan
katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai
pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam
makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh,
hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka
bakar, demam. Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab
tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut
dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau
logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan
oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
3) Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100-120 mg%
Peningkatan BUN (blood urea nitrogen) > 20-30mg%/hari. BUN-test
adalah ukuran dari jumlah nitrogen dalam darah dalam bentuk urea, dan
pengukuran fungsi ginjal. Urea adalah produk sampingan dari
98
metabolisme protein oleh hati, dan karena itu dikeluarkan dari dalam darah
oleh ginjal. Yang menyebabkan tingginya kenaikan BUN atau disebut
azotemia, adalah karena fungsi ginjal miskin. Gangguan ginjal ekskresi
urea mungkin karena kondisi sementara seperti dehidrasi atau shock, atau
mungkin karena salah satu atau penyakit akut yang kronis pada ginjal
sendiri.
4) Hiperkalemia : (K > 6 mEq/l)
Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 6 mEq/L. Selain itu,
Hyperkalemia adalah suatu kondisi di mana terlalu banyak kalium dalam
darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan dalam sel dan
organ. Hanya jumlah kecil beredar dalam aliran darah. Kalium membantu
sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal biasanya
mempertahankan tingkat kalium dalam darah, namun jika memiliki
penyakit ginjal merupakan penyebab paling umum dari hiperkalemia.
5) Kelebihan cairan
6) Perikarditis dan konfusi yang berat.
Perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung baik pada
parietal maupun viseral. Sedangkan konfusi adalah suatu keadaan ketika
individu mengalami atau beresiko mengalami gangguan kognisi, perhatian,
memori dan orientasi dengan sumber yang tidak diketahui.
7) Hiperkalsemia dan Hipertensi.
Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah penyakit dimana
penderitanya mengalami keadaan kadar kalsium darahnya melebihi
takaran normal ilmu kesehatan. Penyebab penyakit ini karena
meningkatnay penyerapan pada saluran pencernaan atau juga dikarenakan
asupan kalsium yang berlebihan. Seain itu juga mengkonsumsi vitamin D
secara berlebihan juga dapat mempengaruijumlah kalsium darah dalam
tubuh. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan gangguan pada
sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
di atas nilai normal, yaitu melebihi 140/90 mmHg.
8) Hb < 8-9 gr%, siap-siap tranfusi.
3. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang
tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
D. Kontra Indikasi HD
Untuk pasien yang melakukan hemodialisa, antara lain:
1. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)
Terkait tumor, cenderung mengarahan ke keadaan buruk
2. Penyakit Alzheimer’s
Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati,
sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik.
3. Multi-infarct dementia
99
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom Hepatorenal adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien
penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai
oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan
aktifitas sistem vasoactive endogen. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR
merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya
hipoperfusi ginjal. Pada ginjal terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju
filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi di luar ginjal terdapat vasodilatasi
arteriol yang luas yang menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total
dan hipotensi.
5. Sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati
Sirosis adalah perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan parut
yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.
6. Hipotensi
Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah sehingga
menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan.
7. Penyakit terminal
Penyakit terminal adaah penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama yang tidak
dapat disembuhkan bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif
(mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup).
8. Organic brain syndrome
Organic Brain Syndrom adalah ketidaknormalan kelainan mental akibat gangguan
struktur atau fungsi otak.
E. Peralatan HD
100
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing
akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan
warna merah.
b. Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan
tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan
warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah
volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen
dialiser. Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung
runcing, segmen pump, tubing arterial/venouse pressure, tubing udara, bubble
trap, tubing infuse/transfuse set, port biru obat, port darah/merah herah
heparin, tubing heparin dan ujung tumpul.
2. Dializer/ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang/kompartemen,
yaitu:
a. Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
b. Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat
Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.
Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan
dua samping untuk keluar masuk dialisat.
101
4. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat
bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu :
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada
yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air water
treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
5. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi
prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system
pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai
monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti
heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi,
kateter vena, blood volume monitor.
102
F. Prosedure HD
Beberapa pasien biasanya berfikir, bahwa penusukan jarum pada bagian akses
jarum (fistula) adalah bagian paling menakutkan dari cuci darah. Bila pasien merasa
bahwa cara penusukan terasa sangat menyakitkan, maka bisa dioleskan krim anestesi
ataupun memanfaatkan semprotan/spray untuk mengurangi rasa sakit tersebut.
Kebanyakan unit renal menggunakan dua jarum untuk memasukkan dan
mengeluarakan darah.
103
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi
seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port
obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan. Darah
yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang
postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas
sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib
untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
104
2) Apabila dokter penanggung jawab HD tidak berada ditempat atau tidak
bisa dihubungi, surat permintaan tindakan hemodialisa diberikan oleh
dokter spesialis penyakit dalam yang diberi delegasi oleh dokter
penanggung jawab HD.
3) Apabila pasien berasal dari luar RS (traveling) disertai dengan surat
traveling dari RS asal.
4) Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan HD
5) Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit lain)
6) Keadaan umum pasien
7) Keadaan psikososial
8) Keadaan fisik ukur (TTV, berat badan, warna kulit, extremitas edema +/-)
9) Data laboratorium: darah rutin,GDS, ureum, creatinin, HBsAg, HCV, HIV,
CT, BT
10) Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk dilakukan HD
b. Persiapan mesin
1) Listrik
2) Air yang sudah diubah dengan cara:
a) Filtrasi
b) Softening
c) Deionisasi
d) Reverse osmosis
3) Sistem sirkulasi dialisat
a) Sistem proporsioning
b) Acetate/bicarbonate
4) Sirkulasi darah
a) Dializer/hollow fiber
b) Priming
c. Persiapan alat
1) Dialyzer
2) Transfusi set
3) Normal saline 0.9%
4) AV blood line
5) AV fistula
6) Spuit
7) Heparin
8) Lidocain
9) Kassa steril
10) Duk
11) Sarung tangan
12) Mangkok kecil
13) Desinfektan (alkohol/betadin)
14) Klem
15) Matkan
16) Timbangan
105
17) Tensimeter
18) Termometer
19) Plastik
20) Perlak kecil
d. Langkah-langkah
1) Setting dan priming
a) Mesin dihidupkan
b) Lakukan setting dengan cara: keluarkan dialyzer dan AV blood line
dari bungkusnya, juga slang infus/transfusi set dan NaCl (perhatikan
sterilitasnya)
c) Sambungkan normal saline dengan seti infus, set infus dengan selang
arteri, selang darah arteri dengan dialyzer, dialyzer dengan selang
darah venous
d) Masukkan selang segmen ke dalam pompa darah, putarlah pump
dengan menekan tombol tanda V atau Λ (pompa akan otomatis
berputar sesuai arah jarum jam)
e) Bukalah klem pada set infus, alirkan normal saline ke selang darah
arteri, tampung cairan ke dalam gelas ukur
f) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang arteri diklem
2) Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan merah
(inlet) di bawah
a) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan tombol V atau Λ untuk
menentukan angka yang diinginkan (dalam posisi priming sebaiknya
kecepatan aliran darah 100 rpm)
b) Setelah selang darah dan dialyzer terisi semua dengan normal saline,
habiskan cairan normal sebanyak 500 cc
c) Lanjutkan priming dengan normal saline sebanyak 1000 cc. Putarlah
Qb dan rpm
d) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung selang darah venous
e) Semua klem dibuka kecuali klem heparin
f) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialysis, start layar menunjukkan
“preparation”, artinya: consentrate dan RO telah tercampur dengan
melihat petunjuk conductivity telah mencapai (normal: 13.8 – 14.2).
Pada keadaan “preparation”, selang concentrate boleh disambung ke
dialyzer
g) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya: sambung ujung blood line arteri
vena
(1) Ganti cairan normal saline dengan yang baru 500 cc.
(2) Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit
(3) Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm
(4) Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan otomatis
melakukan ultrafiltrasi (cairan normal saline akan berkurang
sebanyak 500 cc dalam waktu 10 menit
(5) Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada layar “UFG
106
reached” artinya UFG sudah tercapai
h) Pemberian heparin pada selang arteri
Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai 2000 unit pada selang
arteri. Lakukan sirkulasi selama 5 menit agar heparin mengisi ke
seluruh selang darah dan dialyzer, berikan kecepatan 100 rpm
3) Dialyzer siap pakai ke pasien
Sambil menunggu pasien, matikan flow dialisat agar concentrate tidak
boros.
Catatan: jika dialyzer reuse, priming 500 cc dengan Qb 100 rpm sirkulasi
untuk membuang formalin (UFG: 500, time life 20 menit dengan Qb 350
rpm). Bilaslah selang darah dan dialyzer dengan normal saline sebanyak
2000 cc.
2. Punksi Akses Vaskuler
a. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shunt
b. Alasi dengan perlak kecil dan atur posisi
c. Bawa alat-alat dekat dengan tempat tidur pasien (alat-alat steril dimasukkan ke
dalam bak steril)
d. Cuci tangan, bak steril dibuka, memakai handscoen
e. Beritahu pasien bila akan dilakukan punksi
f. Pasang duk steril, sebelumnya desinfeksi daerah yang akan dipunksi dengan
betadine dan alcohol
g. Ambil fistula dan puncti outlet terlebih dahulu. Bila perlu lakukan anestesi
lokal, kemudian desinfeksi
h. Punksi inlet dengan cara yang sama, kemudian difiksasi
3. Memulai HD
Sebelum dilakukan punksi dan memulai hemodialisa, ukur tanda-tanda vital dan
berat badan pre hemodialisa
a. Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung AV blood
line diklem
b. Lakukan reset data untuk menghapus program yang telah dibuat, mesin
otomatis menunjukkan angka nol (0) pada UV, UFR, UFG dan time left
c. Tentukan program pasien dengan menghitung BB datang - BB standar +
jumlah makan saat hemodialisa
d. Tekan tombol UFG = target cairan yang akan ditarik
e. Tekan tombol time left = waktu yang akan diprogram
f. Atur concentrate sesuai kebutuhan pasien (jangan merubah Base Na + karena
teknisi sudah mengatur sesuai dengan angka yang berada di gallon. Na = 140
mmol)
g. Tekan tombol temperatur (suhu mesin = 360C – 370C)
h. Buatlah profil yang sesuai dengan keadaan pasien
i. Berikan kecepatan aliran darah 100 rpm
j. Menyambung selang fistula inlet dengan selang darah arteri
1) Matikan (klem) selang infus
2) Sambungkan selang arteri dengan fistula arteri (inlet)
107
3) Masing-masing kedua ujung selang darah arteri dan fistula di-swab dengan
kassa betadine sebagai desinfektan
4) Ujung selang darah venous masukkan dalam gelas ukur
5) Hidupkan pompa darah dan tekan tombol V atau Λ 100 rpm
6) Perhatikan aliran cimino apakah lancar, fixasi dengan micropore. Jika
aliran tidak lancar, rubahlah posisi jarum fistula
7) Perhatikan darah, buble trap tidak boleh penuh (kosong), sebaiknya terisi
¾ bagian
8) Cairan normal saline yang tersisa ditampung dalam gelas ukur namanya
cairan sisa priming
9) Setelah darah mengisi semua selang darah dan dialyzer, matikan pompa
darah
k. Menyambung selang darah venous dengan fistula outlet
1) Sambung selang darah venous ke ujung AV fistula outlet (kedua ujungnya
diberi kassa betadine sebagai desinfektan). Masing-masing sambungan
dikencangkan)
2) Klem pada selang arteri dan venous dibuka, sedangkan klem infus ditutup
3) Pastikan pada selang venous tidak ada udara, lalu hidupkan pompa darah
dari 100 rpm sampai dengan yang diinginkan
4) Tekan tombol UF pada layar monitor terbaca “dialysis”
5) Selama proses hemodialisa ada 7 lampu hijau yang menyala (lampu
monitor, on, dialysis start, pompa, heparin, UF dan Flow)
6) Rapikan peralatan.
4. Penatalaksanaan Selama HD
a. Memprogram dan memonitor mesin hemodialisa
1) Lamanya HD
2) QB (kecepatan aliran darah) 150 – 250 cc/menit
3) QD (kecepatan aliran dialisa) 500 cc/menit
4) Temperatur dialisat 370C
5) UFR dan TMP otomatis
6) Heparinisasi
1) Dosis awal: 25 – 50 unit/kgBB
a) Diberikan pada waktu punksi
b) Sirkulasi extra corporeal 1500 unit
c) Dosis maintenance 500 – 2000 unit/jam diberikan pada waktu HD
berlangsung
2) Dosis maintenance 500 – 2000 u/jam
Diberikan pada waktu HD berlangsung
Cara pemberian dosis maintenance
a) Kontinyu: diberikan secara terus menerus dengan bantuan pompa
dari awal HD sampai dengan 1 jam sebelum HD berakhir
b) Intermitten: diberikan 1 jam setelah HD berlangsung dan
pemberian selanjutnya dimasukkan tiap selang waktu 1 jam, untuk
1 jam terakhir tidak berakhir
108
c) Minimal heparin: heparin dosis awal kurang lebih 200 unit,
selanjutnya diberikan kalau perlu
7) Pemeriksaan (laboratorium, ECG, dll)
8) Pemberian obat-obatan, transfusi, dll
9) Monitor tekanan
a) Fistula pressure
b) Arterial pressure
c) Venous pressure
d) Dialisat pressure
e) Detektor (udara blood leak detektor)
b. Observasi pasien
1) Tanda-tanda vital (T, N, S, R, kesadaran)
2) Fisik
3) Perdarahan
4) Sarana hubungan sirkulasi
5) Posisi dan aktivitas
6) Keluhan dan komplikasi hemodialisa
5. Mengakhiri HD
1) Persiapan alat
a) Piala ginjal
b) Kassa steril
c) Betadine solution
d) Sarung tangan tidak steril
e) Perban gulung
f) Band aid (pelekat)
g) Gunting
h) Nebacetin powder antibiotic
i) Thermometer
j) Micropore
2) Pelaksanaan
a) Perawat mencuci tangan
b) Perawat memakai sarung tangan
c) Mesin menggunakan UFG reached = UFG sudah tercapai (angka UV =
angka UF)
d) Jika proses hemodialisa sudah selesai, posisi mesin akan terbaca
“Reinfusion”
e) Sebelum 5 menit selesai, pasien diobservasi tanda-tanda vital
f) Kecilkan kecepatan aliran darah (pompa darah) sampai 100 rpm lalu
matikan
g) Klem pada fistula arteri dan selang darah arteri
h) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa
betadine, tutuplah bekas tusukan dengan kassa betadine
i) Bilaslah fistula, selang darah dan dializer dengan normal saline
secukupnya sampai bersih dan gunakan kecepatan aliran darah 100 rpm
109
j) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa
betadine
k) Jika tidak ada darah bekas tusukan, maka berilah nebacetin powder dan
tutuplah bekas tusukan dengan Band Aid (K/p dibalut dengan perban
gulung)
l) Berilah fixasi dengan micropore pada perban gulung
m) Observasi tanda-tanda vital pasien
n) Kembalikan alat-alat ke tempat semula
o) Perawat melepas sarung tangan
p) Perawat mencuci tangan.
H. Komplikasi HD
1. Hipotensi
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
2. Demam disertai menggigil.
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
3. Nyeri dada.
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
4. Gatal-gatal
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang sesudah transfuse kulit
5. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi (UFR
meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah
terlalu cepat.
6. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
7. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
8. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
9. Perdarahan
110
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
10. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.
11. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
I. Reuse Dyalizer
1. Pemakaian Ulang Dializer
Pemakaian ulang dializer (reuse dializer) adalah suatu tindakan pema-kaian
dializer lebih dari satu kali pads pasien yang sama. Tindakan reuse dializer
pertama kali dilakukan oleh Shaldon pads tahun 1964, yaitu dengan menyimpan
dializer di dalam lemari es sampai dialisis berikutnya. Tehnik reuse dializer
selanjutnya berkembang semakin balk sejalan dengan bertambahnya pusat-pusat
dialisis yang melaksanakan tindakan reuse dializer ini. Menurut laporan Centers
for Disease Control (CDC) of United State tahun 1992, 72 persen pusat dialisis di
seluruh Amerika menjalani proses reuse dializer. Sebuah dializer dapat dipakai
beberapa kali, hal ini sangat bervariasi tergantung pads keadaan pasien dan unit
dialisisnya. Suatu penelitian pads beberapa pusat dialisis, didapatkan kira-kira satu
dializer dapat dipakai sampai 13 kali (Doug, 1996). Kontroversi tentang
pemakaian ulang ini masih terns berkembang, Yosephine Torrente, president of
the Association of Disposal Device Manufacturers mengatakan “Until you prove
otherwise, these devices are safe and effective for one use. After that, they’re
garbage” (Charatan, 1999). Pemikiran tentang keamanan terhadap pasien
sebenarnya telah dipikirkan sejak awal, tidak hanya berorientasi pads
penghematan biaya dialisis. Hal ini terbukti dengan selalu diperbaikinya teknik
reuse dializer. Execitive Committee of the National Kidney Foundation di
Amerika selalu melakukan perkembangan tentang tehnik reuse ini dan
melaporkannya secara berkala (Agodoa, 1998).
2. Epidemiologi Reuse Dyalizer
Pemakaian reuse dializer dalam dua dekake belakangan terlihat meningkat dengan
cepat. Data yang ada di Amerika menyebutkan pads tahun 1983 barn 18% pusat
dialisis yang melakukan reuse dializer, meningkat pada tahun 1992 sebanyak 72%
atau 78% dari pasien yang menjalani hemodialisis rutin. Reuse dializer dikerjakan
berulangkali dengan range 2 sampai 50 kali, rata-rata 14 kali. Kebanyakan reuse
dializer dilakukan di klinik-klinik swasta (non hospital based) dengan profit
oriented (87%) dibandingkan dengan di rumah sakit pemerintah (31 %). Di negara
di luar Amerika reuse dializer belum berkem-bang dengan balk, di Australia pads
tahun 1990 hanya 27% , di negara-negara Eropa hanya sekitar 10% bahkan di
Jepang tidak dilakukan (Miles and Friedman, 19..)
111
3. Kontra Indikasi Tindakan Reuse Dyalizer
Tindakan reuse dializer tidak dapat dikerjakan pads pasien yang mengalami
infeksi sistemik termasuk hepatitis akut. Dializer penderita Hepatitis B kronis
sebaiknya tidak dilakukan reuse karena sangat berisiko menularkan virus. Tetapi
belum ada penelitian yang mengatakan pusat dialisis yang menjalani reuse pads
penderita hepatitis B mengalami infekasi virus lebih tinggi dibandingkan dengan
pusat dialisis yang tidak reuse. Bahkan CDC di Amerika merekomendasikan
untuk reuse dializer pads penderita human ‘immunodefi-ciency virus (HIV) bila
dilakukan sesuai prosedur dan dipisahkan dari dializer yang lain (Miles and
Freidman, 19..)
4. Tehnik Pakai Ulang (Reprocessing Technique)
Proses ulang dializer setelah dipergunakan pads pasien, ada dua cara yaitu manual
atau menggunakan alat otomatis. United States Renal Data System (USRDS)
tahun 1996 melaporkan bahwa pusat dialisis yang menjalani reuse, 61,4%
memakai alat otomatis, 26% manual dan 12,7% memakai kedua cara tersebut
(Schram, 1996).
Prosedur dasar proses ulang dializer ada beberapa tahap, yaitu:
a. Mengakhiri tindakan dialisis (Termination of hemodialysis)
Pada saat mengakhiri hemodialisis, sebaiknya menggunakan heparin secara
optimal untuk menghindari kemungkinan terjadinya bekuan pads dializer. Di
beberapa pusat dialisis (yang menggunakan air reverse osmosis/RO) dilakukan
pre-rinsing, yaitu kompartemen darah dialid air RO selama 8-10 menit atau
sampai terlihat bersih. Pemeriksaan secara visual untuk melihat adanya bekuan
di dalam kapiler. Bila ditemukan bekuan > 15 kapiler, dializer tidak bisa
dipakai lagi/harus dibuang. Diperiksa pula adakah keretakan/kebocoran pads
tabung dializer. Setelah pemakaian berulang sexing terjadi tabung berwarna
kekuningan atau kecoklatan, bila hal ini terjadi dan mengganggu estetika
sebaiknya dializer tersebut dibuang. Pemberian label dan pengiriman ke
tempat reuse Setelah diberi label, dializer dikirim ke ruang reuse idealnya
tidak lebih dari 10 menit. Ruang reuse sebaiknya:
1) Terpisah dari ruang dialisis.
2) Mempunyai ventilasi yang baik/dilengkapi exhaust fan.
3) Bukan tempat lalu lalang pasien maupun petugas.
b. Pembilasan (Rinsing).
Fase ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain air, waktu /lamanya,
tekanan air, temperatur dan aliran air yang dipergunakan. Semua air yang
masuk kedalam dan kontak dengan kompartemen darah maupun dialisat, harus
mempunyai kualitas yang baik yaitu jumlah koloni bakteri < 200 per ml clan
pads pemeriksaan Limulus amebocyte lysate (LAL) assay konsentrasi
lipopolisakarida bakteri < 1 ng/ml (5 endotoksin unit/ml) (Deane & Beamis,
1981). Kompartemen darah dibilas menggunakan air RO dengan arch aliran
arterial ke vena pads tekanan 15-20 psi (atau 3 – 4Umenit). Kompartemen
dialisat jugs diisi dengan air RO dan saluran keluar ditutup selama 15 menit.
Kemudian kompartemen darah diisi kembali dengan air selama 2 menit
112
dengan tekanan 20 psi, sambil saluran keluarnya diklem sesaat sebanyak 3
kali. Fase ini dapat diulang beberapa kali (Deane & Beamis, 1981).
c. Pembersihan (cleaning).
Fase pembersihan ini sebagai tindakan tambahan bila pembilasan belum
member hasil yang balk. Bahan-bahan yang dipergunakan adalah sodium
hypochlorite (bleach), hydrogen peroxide atau Renaline. Bleach dipakai bila
terdapat bekuan darah di dalam kapiler dan dikatakan dapat meningkatkan
fiber bundle volume dengan cars melarutkan endapan protein. Penggunaan
bleach jugs dapat meningkatkan permeabilitas membran (Meri,1999).
Hydrogen peroxide dapat menghilangkan warns yang terdapat pads kapiler.
Kompartemen darah diisi dengan sodium hypochlorite 1% atau hydrogen
peroxide 3% selama 30-60 detik. Pemakaian bleach dengan konsentrasi lebih
dari 1% dan dalam waktu lebih dari 1 menit, dapat melarutkan lapisan protein
pads dinding kapiler sehingga mengurangi biokompatibilitasnya. Konsentrasi
bleach lebih dari 2% dan pemakaian lebih dari 10 menit, akan merusak
membran dializer dan terjadi kebocoran (Kuwahara, 1989).
d. Pemeriksaan alat (performance testing)
Pads dializer yang dipakai ulang dapat terjadi penurunan transport solute
melalui membran akibat bekuan darah pads kapiler dan adanya endapan
protein pads membran, pori-pori membran tersumbat dan permeabilitas
membran menurun. Sumbatan pads kapiler dializer ini dapat diketahui dengan
mengukur total cell volume (TCV), yaitu volume yang dibutuhkan untuk
memenuhi kompartemen darah (fiber bundle volume /FBV dan dialyzer
header volume). TCV memperlihatkan jumlah kapiler yang tidak tersumbat,
kapiler dializer yang masih berfungsi, dan secara tidak langsung
memperlihatkan klirens dan kapasitas transfer solute. Pengukuran TCV mudah
dilaksanakan sehingga banyak dipakai untuk memeriksa fungsi dializer reuse.
Cara memeriksa TCV adalah kompartemen darah dibilas dengan udara atau,
gas nitrogen, cairan yang keluar kemudian diukur. Idealnya TCV diukur
sebelum pemakaian pertama sehingga hasilnya dipakai sebagai angka
dasar/base line untuk perbandingan pads pemakaian berikutnya. Penurunan
TCV sebesar 20% akan menurunkan klirens kreatinin sebesar 4-11 %. Bila
TCV turun lebih dari 20% maka dializer tersebut tidak dapat dipakai lagi /
harus dibuang.
e. Desinfeksi'dan penyimpanan
Proses desinfeksi dializer reuse memakai bahan kimia germicide untuk
mengurangi koloni bakteri. Bila bahan desinfektan dengan konsentrasi yang
tepat dan waktu pemakaian yang memadai dapat menghasilkan hasil sterilitas
cukup baik atau dapat mengurangi bakteri berspora sampai jumlah yang aman.
Desinfeksi tidak adekuat bisa disebabkan oleh karena bahan desinfektan yang
dipakai kurang baik, konsentrasi kurang, kontaminasi dari air yang dipakai
sebagai pelarut atau terlalu singkat proses desinfeksi. Air yang dipakai sebagai
pelarut harus mempunyai koloni bakteri < 200 per ml, dan/atau konsentrasi
lipopolisakaride < 1 ng/ml (Miles & Friedman, 19..). Bahan-bahan yang
113
dipakai antara lain: formaldehide, glutaraldehide dan peracetic acid.
Formaldehide yang biasa digunakan dengan konsentrasi 2-4% dan disimpan
24 jam pads suhu kamar, jangan kurang dari 2% karena ada beberapa tipe
mikobakteria dapat bertahan pads konsentrasi ini dalam suhu kamar. Bila
disimpan pads `suhu 40° C selama 24 jam maka konsentrasi 1% dapat
digunakan.
114