Anda di halaman 1dari 114

BAB I

ANATOMI GINJAL DAN SISTEM PERKEMIHAN

A. Pengertian

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih)
(Speakman, 2008). Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang
menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria
(kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra urin
dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi, 2010).

B. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis
dextra yang besar.

a) Nefron

1
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal, jumlahnya sekitar 1 juta pada setiap ginjal. Setiap nefron
dimulai sebagai berkas kapiler ( badan malphigi / glomelurus ) yang tertanam
dalam ujung atas yang lebar pada urinefrus atau nefron. Dari sini tubulus berjalan
berkelok-kelok dan sebagian lurus. Bagian pertama berkelok-kelok dan sesudah
itu terdapat sebuah simpa yang disebut simpaeienle. Kemudian, tubulus itu
berkelok-kelok lagi, disebut kolekan kedua atai tubulus distal, yang bersambung
dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi korteks dan medula, lalu
berakhir disalah satu piramidalis.
b) Pembuluh Arteri
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis keginjal. Cabang
arteri memiliki banyak ranting didalam ginjal dan menjadi arteriola aferen serta
masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler didalam salah satu badan
malphigi, yaitu glomelorus. Arteriola aferen membawa darah dari glomelurus,
kemudian dibagi kedalam jaringan peritubular kapiler. Kapiler ini menyuplai
tubulus dan menerima materi yang direabsorbsi oleh struktur tubular. Pembuluh
aferen menjadi arteiola aferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan
kapiler disekeliling tubulus uriniferus. Kapiler ini bergabung membentuk
venarenalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Kapiler
arteriola eferen lainnya membentuk vasa vecta yang berperan dalam mekanisme
konsentrasi ginjal.
c) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut
glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan
antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan
darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai
bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai
bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.

2
d) Sumsum Ginjal (medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid
renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau
papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan
korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah
tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan
duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut
dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini
terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi,
setelah mengalami berbagai proses.
e) Pelvis Renalis
ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut
kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini
menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk
ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung
kemih (vesikula urinaria).

f) Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak
perirenal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat
dengan erat pada permukaan luar ginjal.

3
g) Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan korteks.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla
renalis (Panahi, 2010). Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal
terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan
ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus
proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius (Panahi, 2010).
C. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak
pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke
dalam kandung kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa).
b. Lapisan tengah lapisan otot polos.
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.

4
D. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian
ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan
ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
4. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium
(lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan
mukosa (lapisan bagian dalam)

5
terdiri dari:
a. Uretra pars prostatika.
b. Uretra pars membranosa.
c. Uretra pars spongiosa.

E. Fisilogi Ginjal dan Sistem Perkemihan


1. Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.

1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen,


misalnya amonia.
2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau
basa.

2. Peredaran darah dan persyarafan ginjal


Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan
arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria
interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi
ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan
glomerolus dan dikelilingi oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya

6
terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman
kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.Persyarafan Ginjal.
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan
dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal)
terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan
2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.

3. Proses Pembentukan Urin


Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk 120 –
125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat terbentuk
150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya
keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali.
a. Proses filtrasi, di glomerulus.
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri
dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus
ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat glomerulus.
b. Proses reabsorbsi.
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal
terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan
pada papilla renalis
c. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Rodrigues, 2008).

4. Proses Miksi Rangsangan Berkemih


Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding
kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti

7
oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung
kemih.Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter
interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger
eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi.
kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung
kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.Bila terjadi kerusakan pada saraf –
saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus
tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).Persarafan dan peredaran darah
vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom.
Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter
interna.Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter
masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi
lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior
berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah
kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri
umbilikalis.

5. Urine (Air Kemih)


Sifat-sifat air kemih:
a) Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake) cairan
serta faktor lainnya.
b) Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c) Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.
d) Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.
e) Berat jenis 1.015 – 1.020.
f) Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

Komposisi air kemih:

a) Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air


b) Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan
kreatinin
c) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat

8
d) Pigmen (bilirubin, urobilin)
e) Toksin
f) Hormon

6. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:

a. Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada dindingnya


meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan mencetuskan tahap
ke-2.
b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan
kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang
belakang). Sebagian besar pengosongan diluar kendali tetapi pengontrolan dapat
dipelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat vesika urinaria dan
gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna
konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot detrusor
berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi (Roehrborn, 2009).

7. Ciri-ciri urine normal

Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan jumlah cairan yang
masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam
terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6

9
BAB II
CAIRAN DAN ELETROLIT

A. Pengertian Cairan Dan Eletrolit


Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut(Price,2006).
Sedangkan elektrolit itu sendiri adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada pada larutan (Price, 2006).
Keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis.
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Caian dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui mkanan,
minuman dan cairan intravena dan di distribusikan ke seluruh bagian tubuh.
1. Komposisi Cairan Dan Elektrolit Dalam Tubuh Manusia
2. Air
Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata laki-laki dewasa hampir
60% dari berat badannya adalah air. Sedangkan rata-rata pada wanita mengandung
50% air dari berat badan.
3. Solut (terlarut)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat terlarut
elektrolit dan non elektrolit).
a. Elektrolit : Substansi yang berdisosiasi (terpisah) di dalam larutan dan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan
negatif.
b. Non elektrolit : Substansi seperti glukosa dan urea yang tidak berdisosiasi
dalam larutan.
B. Fungsi Cairan Tubuh
1. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur
2. Transpor nutrisi ke sel
3. Transpor hasil sisa metabolisme
4. Transpor hormon
5. Pelumas antar organ
6. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler

10
C. Distribusi Dan Keseimbangan Cairan
Cairan tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel. Tiap sel
mengandung cairan intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya paling
cocok untuk sel tersebut dan berada dalam cairan ekstraseluler (cairan di luar sel)
yamg cocok pula. Cairan ekstraseluler terdiri atas cairan interstisial atau intraseluler
(sebagian besar) yangterdapat disel-sel dan cairan intravaskular berupa plasma darah.
Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi semua elektrolit yang sesuai
didalam cairan tubuh, sehingga tercapai kesembangan cairan dan elektrolit.
Pengaturan ini sangat penting bagi kehidupan sel, karena sel harus secara terus
menerus berada di salma cairan dnegan kompsisi yang benar, baik cairan didalma
maupun diluar sel.
Keseimbangan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk
dan keluar. Melalui mekanisme keseimbangan tubuh berusaha agar cairan didalam
tubuh setiap waktu berada dalam juml;ah yang tetap/konstan. Ketidakseimbangan
terjadi pada dehidras dan intoksikasi air.
a. Pengaturan Keseimbangan Cairan Tubuh Dan Elektrolit
Jumlah berbagi jenis garam di dalam tubuh hendaknya dijaga dalam keadaan
konstan. Bila terjadi kehilangan garam dari tubuh, maka harus diganti dari sumber
diluar tubuh, yaitu dari makanan dan minuman. Tubuh mempunyai suatu mekanime
yang mengatur agar konsentrasi semua mineral berada dalam batas-batas normal.
Pengaturan air dari tubuh diatur oleh ginjal dan otak. Hipotalamus mengantur
konsentrasi garam di dalam darah, merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan
hormon antidiuretika (ADH), ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan. Ginjal
mmepertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam
urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut.

b. Proses Pergerakan Cairan Tubuh


1. Difusi adalah proses dimana partikel yang terdapat dalam cairan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan
elektrolit didifusikan sampai menembus membran sel.

11
2. Osmosis adalah bergeraknya pelarut bersih seperti air malalui mambran
semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang
lebih tinggi yang sifatnya menarik.
3. Transpor aktif adalah partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena
adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung. Proses transpor aktif
memerlukan energi metabolisme. Proses transpor aktif penting untuk
mempertahankan keseimbangan natrium dan kalsium antara cairan intraseluler
dan ekstraseluler. Dalam kondisi normal, konsentrasi natrium lebih tinggi dari
pada cairan intraseluler dan kadar kalium lebih tinggi pada cairan ekstraseluler.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit
1. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang
diperlukan dan berat badan. Selain itu sesuai aturan, air tubuh menurun dengan
peningkatan usia.
2. Jenis kelamin
Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proporsional, karena lebih
banyak mengandung lemak tubuh.
3. Stress
Stress dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan
glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dana air. Proses
ini meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
4. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan
hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.
5. Temperatur lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan
NaCl melalui keringat sebanyak 15-130g/hari.
D. Pengeluaran Cairan Tubuh
1. Ginjal
a. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah
perhari untuk disaring.
b. Pada orang dewasa: PU = 1,5 liter/hari.
c. Jumlah PU dipengaruhi oleh ADH dan Aldosteron

12
2. Kulit
a. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat
b. Rangsangan kelenjar keringat  dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur
lingkungan, dan demam
c. Disebut juga IWL (Insensible Water Loss): ± 15-20 ml/24 jam
3. Paru-paru
a. Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari
b. Meningkatknya cairan yang hilang  sebagai respon terhadap perubahan
kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam
4. Gastrointestinal tract
a. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari GIT = 100-200 ml
b. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kgBB/24 jam, dengan
kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan tempt tubuh 1°C.

13
BAB III

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan System Perkemihan

1. Pengkajian

Dalam rangka menegakkan diagnosis gangguan sistem perkemihan, maka


perlu dilakukan pemeriksaan – pemeriksaan dasar sistem perkemihan dengan
seksama dan sistematik mulai dari:

a. Pemeriksaan subyektif

Pemeriksaan subyektif dilakukan untuk mencermati keluhan yang disampaikan


oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik.

b. Pemeriksaan obyektif

Pemeriksaan obyektif merupakan pemeriksaan fisik pada pasien untuk mencari


data – data objektif mengenai keadaan pasien saat ini.

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang merupakan suatu pemeriksaan – pemeriksaan


laboratorium, radiologi atau imaging, uroflometri atau urodinamika,
elektromiografi, endourologi, dan laparoskopi.

Kegiatan – kegiatan tersebut diatas dilaksanakan dalam rangka memperoleh


data pendukung secara lengkap dan akuran untuk menegakkan diagnose secara
actual (pranata, 2014).

a. Anamnesis dan Riwayat Penyakit

Anamnesis harus dilaksanakan secara sistematik dan terukur.


Anamnesis dan riwayat penyakit mencakup: (1) Keluhan utama pasien, (2)
Riwayat penyakit dahulu yang pernah dideritanya maupun pernah diderita
keluarganya, dan (3) Riwayat penyakit yang diderita saat ini. Pasien datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan mungkin dengan keluhan diantaranya: (1)
Keluhan sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan sistem perkemihan,
seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan gejala gagal ginjal, atau

14
demam akibat infeksi dan (2) keluhan lokal, seperti nyeri, keluhan miksi,
disfungsi seksual atau infertilitas (pranata, 2014).

Purnomo (2011), mengungkapkan berbagai keluhan yang bersifat


subyektif maupun objektif yang merupakan hasil dari pemeriksaan fisik yang
biasanya muncul pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan
diantaranya adalah nyeri, keluhan miksi, perubahan warna urine, keluhan yang
berhubungan dengan gagal ginjal, organ reproduksi.

Tabel 2.1 Daftar keluhan pasien dengan gangguan sistem perkemihan


(Purnomo, 2011)

Nyeri Ginjal/Ureter, buli–buli, perineal, testis, dan prostat

Keluhan miksi Gejala iritasi: Frekuensi/poli uria, nokturia, disuria

Gejala obstruksi: Hesitansi, kencing mengedan, pancaran


lemah, pencaran kencing bercabang, waktu kencing
prepuseum melembung, dan pancaran kencing terputus

Gejala pasca miksi: Akhir kencing menetes, kencing tidak


puas, dan terasa ada sisa kencing

Inkontinensia,enuresis

Perubahan warna Hematuria (blody urine), piuria, cloudy urine, warna


urine coklat

Keluhan Oliguria, poli uria, anoreksia, mual, muntah, cegukan


berhubungan (hiccup), insomnia, gatal, bruising, dan oedema
dengan gagal
ginjal

Organ reproduksi Disfungsi seksual/ereksi, buah zakar tak teraba/


membengkak, penis bengkok, dan discharge keluar dari
uretra atau vagina

Berikut ini adalah penjelasan dari berbagai keluhan yang umumnya


terjadi atau dialami oleh pasien dengan gangguan sistem perkemihan:

15
1) Nyeri
Nyeri pada daerah urogenital tidak selalu merupakan penyakit ginjal,
meskipun ditemukan pada kondisi akut. Rasa nyeri yang disebabkan oleh
kelainan pada organ urogenitalia biasanya dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri
sekitar organ yang sakit) ataau bisa berupa referred pain (nyeri yang dirasakan
jauh dari tempat organ yang sakit). Inflamasi akut pada organ padat traktus
urogenitalia sering kali dirasakan sangat nyeri, hal ini disebabkan adanya
regangan pada kapsul yang melingkupi organ tersebut. Oleh karena itu,
pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat nyeri,
berbeda dengan organ berongga seperti buli-buli atau uretra, dimanifestasikan
sebagai kurang nyaman/ disconfort.
Nyeri ginjal
Nyeri ginjal dapat dimanifestasikan sebagai rasa nyeri tumpul pada daera
kostavertebra dan bisa menjalar sampai dengan umbilicus. Beberapa kondisi
penyakit yang dapat dimanifestasikan sebagai rasa nyeri pada ginjal adalah
pielonefritis akut yang menimbulkan edema, pada obstruksi saluran kemih
yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada tumor ginjal. Penyakit-
penyakit tersebut dapat mengakibatkan peregangan pada kapsul ginjal.
Peregangan inilah yang dapat memicu timbulnya rasa nyeri.
Nyeri kolik
Nyeri kolik adalah nyeri yang dirasakan sangat oleh pasien. Nyeri ini terjadi
karena adanya spasmus otot polos ureter. Spasmus terjadi karena gerakan
peristaltik yang terhambat. Hambatan peristaltic dapat disebabkan oleh: batu,
bekuan darah. Atau corpus alienum lainnya. Nyeri ini sangat sakit, akan tetapi
dapat hilang timbul bergantung dari gerakan peristaltik ureter. Nyeri daerah
pinggang yang kemudian menjalan ke dinding depan abdomen, regio inguinal
hingga kedaerah kemaluan dan diikuti keluhan pada sistem pencernaan, seperti
mual dan muntah serta ileus paralitik dapat menunjukkan adanyakolik renal.
Nyeri Vesika Urinaria
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis, hal ini dikarenakan secara
anatomis, vesika urinaria terletak pada daerah simfisis. Nyeri ini terjadi akibat
peregangan yang berlebihan (overdistensi) vesika urinaria yang mengalami
retensi urin atau terdapatnya inflamasi pada buli-buli. Nyeri muncul apabila
buli-buli terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi.

16
Stranguria adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri yang sangat hebat
seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema
kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan,
namun umumnya dirasakan pada abdomen bawah, inguinal, paringeal,
lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan miksi
seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine. Frekuensi berkemih
menjadi lebih sering pada pasien dengan pembesaran prostat. Hal ini terjadi
akibat peningkatan residu urin di vesika urinaria pada akhir berkemih.
Nyeri Testis/ Epididimis
Nyeri ini dirasakan pada kantong skrotun dapat berupa nyeri primer (yakni
berasal dari kelainan organ dikantong skrotum) atau refered pain (berasal dari
organ diluar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso testis
atau torsio apendiks testis, epididimitis/ orkitis akut, atau trauma pada testis,
inflamasi akut pada testis atau epididmis menyebabkan peregangan pada
kapsul dan sangat nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah abdomen,
sehingga sering dianggap disebabkan kelaian organ abdominal. Blunt pain
disekitar testis dapat disebabkan varikolel, hidrokolel maupun tumor testis.
Nyeri Penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi) biasanya
merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli-buli atau uretra,
terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada korpus penis dapat
bersumber dari masalah uretra, sementara itu nyeri pada daerah glends penis
biasanya merupakan akibat dari prostatitis.
2) Keluhan Miksi
Miksi biasanya terjadi tanpa adanya rasa nyeri. Frekuensi miksi orang dewasa
normal dalam sehari biasanya berkisar antara lima sampai dengan enam kali
dan kadang-kadang malam hari. Keluhan yang diarasakan pasie pada saat
miksi meliputi iritasi, obstruksi, inkontinensia, dan enuresis. Keluhan iritasi
meliputi urgensi, poakisuria atau frekuensi, nokturia dan disuria, sedangkan
keluhan obstruksi meliputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran
urine melemah, intermitensi dan menetes serta masih terasa ada sisa urine

17
sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract
syndrome.
Gejala Iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, merupakan
akibat hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat
benda asing didalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena
kelainan buli-buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria adalah frekuensi
berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan pada
pasien urologi). Hal ini disebabkan karena produksi urine yang berl;ebihan
atau karena kapasitas buli-buli yang menurun. Nokturia adalah polaksuria
yang terjadi pada malam hari. Pada malah hari, produksi urine meningkat pada
pasien-pasien gagal jantung kongestif dan odem perifer karena berada pada
posisi supinasi. Pada psien usia tua juga dapat ditemukan produksi urine pada
malam hari meningkat karena kegagalan ginjal melakukan konsentrasi urine.

Gejala Obstruksi

Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksternum akan diikuti pengeluaran urin.


Apabila terdapat obstruksi infravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih
lama dan sering pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urine
keluar, seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat
kaki pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian
memancar lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan
perasaan masih terasa ada sisa urine didalam buli buli dengan masih keluar
tetesan urine (terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu agi
mengosongkan isinya, akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti
dengan keinginan miksi yang sakit (urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya
semakin penuh hingga keluar urin yang menetes tanpa disadari yang dikenal
sebagai inkontenensia paradoks. Obstruksi uretra karena striktura uretra
anterior biasanya ditandai dengan pncaran kecil, deras , bercabang dan kadang
berputar putar.

Inkontinensia urine

18
Inkontenensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine
yang keluar dar buli buli, baik disadari ataupun tidak di sadari. Terdapat
beberapa macam inkontenensia urine, yaitu inkontenensia true atau continus (
urine selalu keluar ) , inkontenensia stress (tekanan abdomen meningkat ) ,
inkontenensia urge ( ada keinginan untuk kencing) dan inkontenensia
paradoksa (buli-buli penuh.

3) Hematuria

hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah dalam urine. Hal
ini perlu dibedakan dengan bloody uretra dischange, yaitu adanya perdarahan
per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan
apakah terjadi pada awal miksi ( hematuria inisial), seluruh prose miksi
(hematuria total) atau akir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi
higga keganasan.

4) Pneumaturia

pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi


karena adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses
fermentasi glukosa menjadi gas karbondioksidadi dalam urine, seperti pada
pasien diabetes melitus.

5) Hematosperma

hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di dalam ejukulat,


biasanya ditemukan pada pasien usia pubertas dan paling bnyak pada usia 30-
40 tahun. Kurang lebih 85-90% mengeluhkan hematosperma berulang.
Hematospermia paling sering disebabkan oleh kelainan pada prostat dan
vesikula seminalis. Paling banyak hematospermia tidak diketahui
penyebabnyadan dapat sembuh sendiri. Hematospermia sekunder dapat
disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya infeksi vesikulas seminalis atau
prostat, oleh karsinoma prostat.

6) Cloudy urine

19
cloudu urine adalah urine berwarna keruh dan berbau busuk akibat adanya
infeksi saluran kemih.

b. Pemeriksaan fisik

Disfungsi dari ginjal akan sangat berpengaruh pada semua system tubuh, maka
pengkajian secara menyeluruh sangatlah diperlukan. Selain itu pengkajian
secara spesifik pada sistem perkemihan juga sangatlah diperlukan. Kelainan-
kelainan pada sistem urogenetalia dapat dimanifetasikan sebagai keluhan
sistemik, atau tidak jarang pasien pasien dengan kelainan sistem perkemihan
dapat disertai dengan penyakit penyerta yang lain. Hipertensi, edema tungkai,
dan ginekomasti dapat merupakan tanda dari kelainan pada sistem perkemian.

1) Pemeriksaan ginjal
Pada pemeriksaan ginjal, beberapa hal yang perlu diamati pada saat melakukan
inspeksi diantaranya adalah adanya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas. Pembesaran merupakan akibat dari adanya
hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitorial. Semestara itu untuk
palpasi harus dilakukan secara bimanual ( dengan dua tangan). Tangan kiri
diletakkan pada sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas,
sedangkan tangan kanan digunakan untuk meraba ginjal dari depan. Untuk
perkusi (pemeriksaan ketok ginjal) dilakukan dengan memberikan ketokan
secara perlahan pada daerah belakang tubuh pasien, tepatnya pada area
sudutkostovertebra.
Kita mungkin bisa merasakan kutub ginjal yang bulat dan licin pada ginjal
sebelah kanan dan akan lebih sulit untuk ginjal sebelah kiri. Hal ini
dikarenakan secara anatomis ginjal kanan memiliki posisi anatomis yang lebih
rendah dibandingkan dengan ginjal sebelah kiri. Pada palpasi daerah angulus
kosto vertebralis akan muncul gejala nyeri pada pasien dengan penyakit renal.

2) Pemeriksaan buli-buli
Inspeksi dan palpasi pada buli-buli harus memperhatikan adanya benjolan atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Pada buli-buli normal sulit
untuk diraba. Kecuali apa bila buli-buli sudar terisi urine minimal 150ml.
Adanya massa pada daerah tersebut dapat merupakan manifestasi dari tumor

20
ganas buli-buli atau adanya buli-buli yang terisi penuh yang diakibatkan oleh
retensi urine. Sementara itu untuk palpasi dan perkusi digunakan untuk
menentukan batas atas dari buli-buli (vesika urinaria).

3) Pemeriksaan genetalia eksterna


Hal hal yang perlu di perhatikan pada waktu melakukan inspeksi genetalia
eksterna adalah adanya kelainan pada penis seperti mikropenis, makropenis,
hiospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis,
fistel uretro kutan, dan tumor penis. Striktura uretra anterior yang berat dapat
memnyebabkan fibrosis korpus spongisium yang teraba pada palpasi disebelah
ventral penis, berupa jaringan keras yang dikenal sebagai spingofibrosis.

4) Pemeriksaan skrotum dan isinya


Pada pemeriksaan skrotum, perlu diperhatikan adanya pembesaran pada
skrotum,perasaan nyeri saat di raba, atau adanya hipoplasia pada kulit skrotum
yang sering dijumpai pada kriptokismu. Untuk membedakan antara massa
kistus pada isi skrotum dapat dilakukan pemeriksaan transiluminasi pada isi
skrotum.

5) Colok dubur ( rectal toucher)


Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk (yang sudah
diberikan pelicin) ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaaan ini, dinilai (1)
tonus sfingter ani dan refleks bulbokavenor (BCR), (2) adanya massa di lumen
rektum, dan (3) menilai keadaan prostat. Penilaian refleks bubo-karvenosus
dinilai dengan merasakan adanya reflek jepitan ani pada jari akibat rangsangan
sakit yang diberikan pada glans penis. Pada wanita yang sudah berkeluarga
dapat dilakukan pula colok vagina untuk menilai kemugkinan adanya kelainan
pada alat kelamin wanita, seperti massa diserviks, darah divagina, dan massa
dibuli- buli.

6) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologi ditujukan mencari kemungkinan adanya kelainan
neurologik yang berakibat kelainan pada sistem urogenitalia, seperti lesi motor

21
neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab Dri buli-buli neurogen
(purnomo 2011)
c. Metode Pemeriksaan Ginjal Dengan Palpasi

Metode pemeriksaan ini dimaksudnya untuk mengetahui ada


pembesaran pada ginjal sebaai akibat dari peregangan dari kapsula ginjal.

Keadaan yang penting diperhatikan sewaku pemeriksaan adalah :

1) Cahaya ruangan cukup baik


2) Pasien harus rileks
3) Pakaian harus terbuka dari processusxyphoideus sampai sympisis pubis

Untuk mendapatkan relaksasi dari pasien adalah :

1) Vesica urinaria harus dikonsongkan lebih dahulu


2) Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan lutut pada
posisi fleksi (bila diperlukan)
3) Kedua tangan disamping
4) Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat sedangkan kuku harus
pendek
5) Lakukan pemeriksaan perlahan-lahan
6) Jika perlu ajak pasien berbicara agar pasien lebih releks
7) Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan rawut muka dan
emosi pasien

Palpasi Ginjal

1) Ginjal kanan
Letakkan tangan kanan dibawah dan pararel dengan iga 12 dengan
ujung jari menyentuh sudut costovertebral. Angkat dan dorong ginjal
kanan kearah anterior. Letakkan tangan kanan secara gentle di kuadan
kanan atas sebelah lateral dan pararel dengan muskulus rektus abdominis
dekstra. suruh pasien bernafas dalam. Saat pasien dipuncak inspirasi,
tekan tangan kanan cepat dan dalam kuadran kanan atas dibawah pinggir
arcus costarum dan ginjal kanan akan teraba diantara-antara tangan.

22
Suruh pasien menahan nafas. Lepaskan tekanan tangan kanan secara
perlahan-lahan dan rasakan bagaimana ginjal kanan kembali ke posisi
semula dalam ekspirasi.
Jika ginjal kanan teraba tentukan ukuran, contour, dan adanya nyeri
tekan.
2) Ginjal kiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah kesebelah kiri pasien. gunakan
tangan kanan untuk mendorong dan mengangkat dari bawah, kemusian
gunakan tangan kiri menekan kuadran kiri atas. Lakukan seperti
sebelumnya. Pada keadaa normal ginjal kiri jarang teraba.

d. Metode Pemeriksaan Ginjal Dengan Perkusi


Nyeri tekan ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi
juga dapat dilakukan pada sudut costovertebrae. Kadang-kadang
penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut cukup membuat nyeri,
dan dapat pula ditinjau dengan permukaan ulnar kepalan tangan kanan
dengan beralaskan volar tangan kiri (fish percussion).

Contoh Format asuhan keperawatan sistem perkemihan, sebagai berikut:

a. Identitas

Identitas yang dikaji meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
suku bangsa dan pendidikan

b. Riwayat keperawatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama dikaji untuk mengetahui alasan mengapa klien sampai


dibawa ke Rumah sakit. Pada gangguan perkemihan biasanya klien tidak bisa
BAK atau BAK yang tidak terkontrol.

2) Riwayat penyakit sekarang

Pada gangguan perkemihan yang biasanya dirasakan yaitu:

a) Nyeri; kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi;


faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.

23
b) Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus,
dan penglihatan kabur.

c) Adanya gangguan saat BAK.

3) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit yang perlu diketahui adalah keadaan umum sebelumnya,

a) Riwayat operasi atau perawatan di RS terdahulu (ginjal, atau saluran


kemih lain)

b) Riwayat trauma (cidera genitourinari)

c) Riwayat pengobatan : tanyakan obat-obatan yang dipakai sebelumnya


(hormon,AB, Analgetik dsb yang bersifat nefrotoksik). Ditanyakan pula
riwayat alergi pada obat-obatan.

d) Riwayat Diabetes Militus, Hypertensi, Hyperlipidemia, Penyakit


Pembuluh Darah, Infeksi, Kanker, Tranfusi, ISK, Batu Ginjal, Anomali
kongenital

4) Riwayat kesehatan keluarga

Penelusuran riwayat keluarga penting karena beberapa penyakit diturunkan


secara familial. Riwayat kesehatan keluarga yang biasanya muncul pada
gangguan system perkemihan, yaitu:

a) Penyakit ginjal bawaan atau bukan bawaan

b) Hypertensi

c) Diabetes

d) Anomali kongenital

e) Kanker

5) Pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan

Penelusuran persepsi dan upaya untuk mempertahankan kondisi sehat.

24
b) Pola nutrisi dan metabolisme

(1) Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang
mengandung tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu
saluran kemih. Makanan pedas memperburuk keadaan inflamasi
system perkemihan.

(2) Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat
mempengaruhi status cairan.

(3) Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan


terapi herbal. Mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi
herbal yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukkan batu
ginjal.

c) Pola minum

(1) Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi,
alkohol, minuman berkarbonat. Minuman tersebut sering
memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.

(2) Kaji adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi


saluran kemih, pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.

d) Pola eliminasi

(1) Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.

(2) Kaji perubahan warna urin.

(3) Kaji adanya darah dalam urin.

(4) Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal
urinasi, atau akhir urinasi.

(5) Hesitancy; mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.

(6) Inkontinensia (stress inkontinensia; urge incontinence; overflow


incontinence; inkontinensia fungsional). Adanya inkontinensia fekal
menunjukkan tanda neurologik yang disebabkan oleh gangguan
kandungkemih.

25
(7) Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak
adekuatnya pengosongan kandung kemih.

e) Pola istirahat tidur

Pola istirahat tidur pada gangguan system perkemihan ikut terganggu


akibat dari keinginan untuk berkemih yang terus menerus.

6) Riwayat kesehatan sosial

a) Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti


phenol dan ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat
meningkatkan risiko kanker kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis,
penata rambut, dan pekerja industri mengalami risiko tinggi terkena
tumor kandung kemih. Seseorang yang lebih sering duduk cenderung
mengalami statis urin sehingga dapat menimbulkan infeksi dan batu
ginjal.

b) Seseorang yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan


aktivitas fisik menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.

c) Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis


setelah mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak
jauh.

d) Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko
terjadi batu saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam
tanah dan air di daerah dataran tinggi.

7) Pengobatan

a) Diuretik dapat mengubah kuantitas dan karakter output urin.

b) Phenazopyridine (pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat


mengubah warna urin.

c) Anticoagulant dapat menyebabkan hematuria.

d) Antidepresant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan


neurology dan musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan

26
kandung kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara
normal.

c. Pemeriksaan fisik

Teknik pemeriksaan fisik dan kemungkinan kelainan yang


ditemukan, yaitu:

1) Inspeksi

a) Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan


pengeluaran keringat. Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi
gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi, memar,
tekstur kulit kasar atau kering. Penurunan turgor kulit merupakan
indikasi dehidrasi. Adanya edema mengindikasi retensi dan
penumpukkan cairan.

b) Mulut: biasanya terdapat stomatitis dan napas bau ammonia

c) Wajah: Terlihat adanya moon face.

d) Abdomen: Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya


massa atau pembengkakan. Pembesaran atau tidak simetris, indikasi
hernia atau adanya massa. Nyeri permukaan indikasi disfungsi renal.
Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap atau
tegang.

2) Palpasi

a) Ginjal

(1) Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.

(2) Letakkan tangan kiri dibawah abdomen parallel pada costa ke-12,
ujung jari menyentuh sudut costovertebral.

(3) Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di
lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta
untuk menangkap ginjal di antara kedua tangan (tentukan ukuran
dan nyeri tekan).

27
(4) Pasien diminta membuang napas dan berhenti napas, lepaskan
tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakang.

(5) Dilanjutkan dengan palpasi gijal kiri seperti papas pada ginjal
kanan.

Kemungkinan kelainan yang ditemukan, yaitu:

(1) Abdomen mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites.

(2) Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma


atau patologis renal yang serius.

(3) Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.

(4) Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal


ginjal kronik.

(5) Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.

b) Kandung kemih

Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi


distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan
umbilicus. Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat,
tegas, dan sensitif.

3) Perkusi

a) Ginjal

(1) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.

(2) Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral


(CVA), lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan
dengan menggunakan kepalan tangan dominan.

(3) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan

Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi


glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.

b) Kandung kemih

28
(1) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali
volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung
kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilicus.

(2) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk


mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di
atas region suprapubic.

Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka
akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.

4) Auskultasi

Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut


kostovertebral dan kuadran atas abdomen.

Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis,
maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Urinalisis : warna, kejernihan, bau, pH, BJ, Osmolaritas, Sedimen, SDM,


Pus, Bakteri, SDP, Warna tambahan, Kristal/batu, Darah, Protein, Glukosa,
Kreatinin, Urea, Asam Urat, Elektrolit, Kultur, Klirens Kreatinin.

2) Analisis Serum : Osmolalitas, Elektrolit, BUN, Kreatinin, Asam Urat, Protein


Total, Albumin, Sel Darah, Faktor koagulasi.

3) Tumor Marker

4) Radiografi : CT Scan Ginjal, USG Ginjal, Biopsi, Foto sinar x ginjal, ureter,
kandung kemih, Pielogram retrograde, Angiografi ginjal, uretrogram, Citra
Radionukleid, Sistoskopi, ureteroskopi, nefroskopi, pemeriksaan urodinamik,
MRI

e. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang biasanya muncul pada gangguan system


perkemihan menurut (Nanda, 2015) yaitu:

7) Retensi urine

29
Definisi: pengosongan kandung kemih tidak tuntas.
Batasan Karakteristik:

1) Tidak ada haluaran urine

2) Distensi kandung kemih

3) Menetes

4) Dysuria

5) Sering berkemih

6) Inkontinensia aliran berlebih

7) Residu urine

8) Sensasi kandung kemih penuh

9) Berkemih sedikit

Faktor yang berhubungan:

1) Sumbatan saluran perkemihan

2) Tekanan ureter tinggi

3) Inhibisi arkus reflex

4) Sfingter kuat

8) Gangguan eliminasi urine


Definisi: disfungsi eliminasi urine.
Batasan karakteristik:

1) Disuria

2) Sering berkemih

3) Anyang-anyangan

4) Inkontinensia urine

5) Nokturia

6) Retensi urine

30
7) Dorogan berkemih

Faktor yang berhubungan:

1) Obstruksi anatomik

2) Penyebab multiple

3) Gangguan sensori motorik

4) Infeksi saluran kemih

9) Inkontinensia urinarius fungsional


Definisi: ketidakmampuan individu, yang biasanya kontinen, untuk mencapai
tepat waktu untuk berkemih yang mengalami pengeluaran urine yang tidak
disengaja.
Batasan Karakteristik:

1) Berkemih sebelum mencapai toilet

2) Inkontinensia urine sangat dini

3) Mengosongkan kandung kemih dengan tuntas

4) Sensasi ingin berkemih

5) Waktu untuk mencapai toilet memanjang setelah ada sensasi dorongan

Faktor yang berhubungan:

1) Faktor perubahan lingkungan

2) Gangguan fungsi kognisi

3) Gangguan penglihatan

4) Gangguan psikologis

5) Kelemahan struktur panggul

6) Keterbatasan neuromuskuler

10) Kesiapan meningkatkan eliminasi urine


Definisi: suatu pola fungsi urinarius yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
eliminasi, yang dapat ditingkatkan.

31
Batasan karakteristik:
Menyatakan ingin meningkatkan eliminasi urine
11) Inkontinensia
Definisi: pengeluaran urine involunter yang dikaitkan dengan distensi kandung
kemih berlebihan.
Batasan Karakteristik:
ii. Distensi kandung kemih
iii. Kebocoran sedikit urine involunter
iv. Nokturia
v. Volume residu pasca-berkemih tinggi

Faktor yang berhubungan:

1) Disenergia sfingter eksternal


2) Hiperkontraktilitas detrusor
3) Impaksi fekal
4) Obstruksi saluran keluarga kandung kemih
5) Obstruksi ureter
6) Program pengobatan
7) Prolaps pelvik berat
1) Inkontinensia urine refleks
Definisi: pengeluaran urine involunter pada interval yang dapat di prediksi
ketika mencapai volume kandung kemih tertentu.
Batasan Karakteristik:
2. Ketidakmampuan memulai berkemih secara volunter
3. Ketidakmampuan menahan berkemih secara volunter
4. Pengosongan tidak tuntas pada lesi diatas pusat mikturasi pontine
5. Pola berkemih yang dapat diprediksi
6. Sensasi dorongan berkemih tanpa hambatan volunter kontraksi kandung
kemih
7. Sensasi kandung kemih penuh
8. Tidak ada sensasi berkemih
9. Tidak ada sensasi penuhnya kandung kemih
10. Tidak ada dorongan untuk berkemih

32
Faktor yang Berhubungan:

1) Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturasi pontine


2) Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturasi sakral
3) Kerusakan jaringan
2) Inkontinensia urine stres
Definisi: rembesan urine tiba-tiba karena aktivias yang meningkatkan tekanan
intra-abdomen
Batasan Karakteristik:
1) Rembesan involunter sedikit urine (mis., pada saat batuk, tertawa, bersin,
atau olahraga)
2) Rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya kontraksi detrusor
3) Rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya overdistensi kandung
kemih

Faktor yang Berhubungan:

1) Defisiensi sfingter uretra intrinsik


2) Kelemahan otot pelvik
3) Peningkatan tekanan intraabdomen
4) Perubahan degeneratif pada otot-otot pelvik
3) Inkontinensia urine dorongan
Definisi: pengeluaran urine involunter yang terjadi segera setelah suatu rasa
dorongan kuat untuk berkemih.
Batasan Karakteristik:
1) Dorongan berkemih
2) Pengeluaran urine involunter pada kontraksi kandung kemih
3) Pengeluaran urine involunter pada spasme kandung kemih
4) Tidak mampu mencapai toilet pada waktunya untuk berkemih

Faktor yang Berhubungan:

1) Asupan alkohol
2) Asupan kafein
3) Hiperaktivitas detrusor dengan gangguan kontraktilitas kandung kemih
4) Impaksi fekalinfeksi kandung kemih
5) Penurunan kapasitas kandung kemih

33
6) Program pengobatan
7) Uretritis atrofik
8) Vaginitis atrofik
4) Risiko inkontinensia urine dorongan
Definisi: rentan mengalami pengeluaran urine involunter yang dikaitkan dengan
sensasi dorongan berkemih yang kuat dan tiba-tiba, yang dapat mengganggu
kesehatan
Faktor Risiko:
1) Asupan alkohol
2) Gangguan kontraktilitas kandung kemih
3) Hiperaktivitas dektrusor pada gangguan kontraktilitas kandung kemih
4) Impaksi fekal
5) Kapasitas kandung kemih kecil
6) Kebiasaan toileting tidak efektif
7) Program pengobatan
8) Relaksasi sfingter involunter
9) Uretritis atrofik
10) Vaginitis atrofik
5) Kekurangan volume cairan
Drfinisi: penurunan cairan intravaskuler, interstinal, dan/atau intraselular. Ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
Batasan Karakteristik:

1) Perubahan status mental

2) Penurunan tekanan darah

3) Penurunan tekanan nadi

4) Penurunan volume nadi

5) Penurunan turgor kulit

6) Penurunan turgor lidah

7) Penurunan haluaran urine

8) Penurunan pengisian vena

34
9) Membrane mukosa kering

10) Kulit kering

11) Peningkatan hematokrit

12) Peningkatan suhu tubuh

13) Peningkatan frekuensi nadi

14) Peningkatan konsentrasi nadi

15) Penurunan berat badan tiba-tiba (kecuali pada ruang ketiga)

Faktor yang Berhubungan:

1) Kehilangan cairan aktif

2) Kegagalan mekanisme regulasi

6) Kelebihan volume cairan


Definisi: peningkatan retensi cairan isotonik

Batasan Karakteristik

1) Bunyi napas tambahan 13) Asupan melebihi haluaran

2) Ketidakseimbangan elektrolit 14) Distensi vena jugularis

3) Anasarka 15) Oliguria

4) Anzotemia 16) Ortopnea

5) Gangguan tekanan darah 17) Efusi pleura

6) Perubahan status mental 18) Refleks hepatojugular positif

7) Gangguan pola pernapasan 19) Kongesti pulmonal

8) Penurunan hematokrit 20) Gelisah

9) Penurunan hemoglobin 21) Perubahan berat jenis urine

10) Dispnea 22) Bunyi jantung s3

35
11) Edema 23) Peningkatan tekanan vena sentral

12) Penambahan berat badan dalam


waktu sangat singkat

Faktor yang berhubungan:

1) Gangguan mekanisme regulasi

2) Kelebihan asupan cairan

3) Kelebihan asupan natrium

36
f. Rencana Tindakan

No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Retensi urine Retensi urine klien teratasi 1. Lakukan manajemen retensi urine: 1.
setelah dilakukan tindakan
a. Anjurkan pasien untuk berkemih tiap 2 a. Meminimalkan retensi urine dan distensi
keperawatan dalam
sampai 4 jam sekali berlebihan pada kandung kemih.
waktu…x24 jam
b. Anjurkan klien minum 3000ml/hari b. Peningkatan aliran cairan
KH:
mempertahankan perfusi ginjal dan
1. kandung kemih kosong membersihkan ginjal dan kandung kemih
secara penuh dari bakteri.
2. tidak ada residu urin
2. Monitoring dan evaluasi: 2.
>100-200 cc
3. bebas dari ISK a. Aliran urine, ukuran dan kekuatan a. Aliran urine, ukuran dan kekuatan
4. balance cairan pancaran pancaran yang lemah menunjukkan adanya
seimbang obstruksi.
5. tidak ada spasme
b. Retensi urine meningkatkan tekanan
bladder b. Catat waktu dan jumlah urine tiap
dalam saluran perkemihan atas yang dapat
berkemih
mempengaruhi fungsi ginjal,

37
3. Lakukan edukasi tentang retensi urine 3. Kliean dan keluarga mengerti tentang
retensi urine dan cara penanganannya.

4.
4. Kolaborasi
a. Menghilangkan spasme kandung kemih.
a. Dengan dokter pemberian
antispasmodic

2. Gangguan Pola eliminasi urine klien 1. Lakukan manajemen pola eliminasi 1.


eliminasi urine normal setelah dilakukan urine:
a. berkemih dengan dorongan mencegah
tindakan keperawatan
a. Anjurkan klien berkemih bila terasa retensi urine.
dalam waktu...x24 jam
adanya keinginan untuk berkemih.
b. Membantu meningkatkan kontrol
KH:
b. Instruksikan pasien untuk laihan kandung kemih/sfinker/urine.
6. kandung kemih kosong perineal, contoh mengencangkan
secara penuh bokong, menghenikan dan memulai
7. tidak ada residu urin aliran urine.
>100-200 cc
2. Monitoring dan evaluasi: 2.
8. intake cairan dalam
rentang normal a. Haluaran urine a. Retensi urine dapat terjadi karena
9. bebas dari ISK

38
10.balance cairan adanya spasme kandung kemih.
seimbang
b. Waktu, jumlah berkemih, dan b. Berkemih dapat berlanjut menjadi
ukuran aliran. masalah untuk beberapa waktu karena
edema uretra dan kehilangan tonus.
3. Lakukan edukasi tentang gangguan
pola eliminasi urine 3. Klien dan keluarga mengerti tentang
gangguan pola eliminasi dan cara
penanganannya.

3. Inkontinensia Inkontinensia urine klien 1. Lakukan manajemen inkontinensia 1.


urinarius teratasi setelah dilakukan urine:
a. Latihan kegel adalah untuk menguatkan
fungsional tindakan keperawatan
a. Lakukan latihan kegel exercise dan mempertahankan tonus otot.
dalam waktu...x24 jam
b. Latihan mengosongkan kandung b. Melatih untuk miksi
KH:
kemih.
1. Inkontinensia urine (-)
2. Monitoring dan evaluasi
2.
2. Klien dapat melaporkan a. intake dan output serta kaji
keinginan berkemih a. Deteksi masalah untuk dapat mengetahui
karakteristik urine
penyebab inkontinensia

39
b. Tanda-tanda gejala infeksi b. Infeksi saluran kemih dapat
memperburuk keadaan klien
3. Lakukan edukasi tentang
inkontinensia urine 3. Keluarga dan klien mengerti tentang
inkontinensia urine dan dapat
mempercepat penyembuhan.

4. Kekurangan Kebutuhan cairan klien 5. Lakukan manajemen volume cairan: 1.


volume cairan seimbang setelah
a. Anjurkan klien minum 2000ml/hari a. Intake cairan yang adekuat dapat
dilakukan tindakan
meningkatkan volume cairan
keperawatan dalam
waktu…x24 jam 2.
6. Monitoring dan evaluasi
KH: a. Konjungtiva anemis menunjukkan
a. Konjungtiva
tanda-tanda dehidrasi
1. mempertahankan b. Turgor kulit
urine output sesuai b. Turgor kulit>2detik menunjukkan
dengn usia dan BB, kekurangan volume cairan
BJ urine normal, HT c. Akral c. Akral dingin menunjukkan tanda-tanda
normal
syock hipovolemi.
2. tekanan darah, nadi,
suu tubuh dalam batas d. Intake dan output d. Intake dan output menunjukkan status
normal hidrasi.

40
3. tidak ada tanda-tanda 3. Klien dan keluarga mengerti tentang
dehidrasi kekurangan volume cairan dan
7. Lakukan edukasi tentang kekurangan
4. elastisitas turgor kulit penanganannya.
volume cairan
baik, membran
4.
mukosa lembab, tidak
ada rasa haus a. Menyeimbangkan volume cairan dalam
8. Kolaborasi
berlebihan tubuh.
a. Pemberian cairan intravena

5. Kelebihan volume Kebutuhan cairan klien 7. Lakukan manajemen kelebihan 1.


cairan seimbang setelah volume cairan:
a. Intake berlebih dapat menyebabkan
dilakukan tindakan
a. Batasi intake minum klien kelebihan volume cairan
keperawatan dalam
waktu…x24 jam 8. Monitoring dan evaluasi 2.

KH: a. Edema a. Edema disebabkan adanya kelebihan


volume cairan
1. terbebas dari edema,
efusi, anaskara b. Intake dan output yang seimbang
b. Intake dan output
2. bunyi nafas bersih, menunjukkan tidak adanya gangguan
tidak ada volume cairan
dypsneu/ortopneu 9. Lakukan edukasi tentang kelebihan 3. Klien dan keluarga mengerti tentang
3. terbebas dari distensi
kelebihan volume cairan dan cara

41
vena jugularis, reflek volume cairan mengatasinya.
hepatojugular (+)
4.
4. memelihara tekanan
ven sentral, tekanan 10. Kolaborasi a. Furosemid digunakan untuk membuang
kapiler paru, output cairan berlebih didalam tubuh
a. Dengan dokter pemberian
jantung dan vital sign furosemide b. Garam mengikat air menyebabkan
dalam batas normal
intake air berlebih
5. terbebas dari b. Dengan ahli gizi pemberian diet

kelelahan, kecemasan garam

atau kebingungan
6. menjelaskan indikator
kelebihan cairan

42
g. Penatalaksanaan

Pelaksanaan adalah asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian


kegiatan yang sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang
optimal. Sebelum melakukan rencana tindakan keperawatan, perawat hendaklah
menjelaskan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam
pelaksanaan, perawatan melakukan fungsinya sebagai independent, interdependent
dan dependent. Pada fungsi independent perawat melakukan tindakan atas dasar
inisiatif sendiri. Pada fungsi interdependent, perawat melakukan fungsi kolaborasi
dengan tim kesehatan lainnya. Dan fungsi independent perawat melakukan fungsi
tambahan untuk menjalankan program dari tim kesehatan lain seperti pengobatan.

Di samping itu perawat harus memperhatikan keadaan umum dan respon


pasien selama pelaksanaan. Dan untuk melatih pasien agar mandiri, sebaiknya
dalam tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut : persiapan, pelaksanaan dan
dokumentasi. Pada fase persiapan, perawat dituntut memiliki pengetahuan dan
keterampilan. Selain itu perawat juga harus mampu menganalisa situasi dan kondiri
pasien baik fisik maupun mentalnya sehingga dalam merencanakan, memvalidasi
rencana serta dalam pelaksanaannya perawat akan terhindar dari kesalahan.

h. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang dapat digunakan


sebagai alat pengukur keberhasilan suatu rencana keperawatan yamg telah dibuat.
Meskipun evaluasi dianggap sebagai tahap akhir dari proses keperawatan proses ini
tidak berhenti, yang telah terpecahkan dan masalah yang perlu dikaji ulang,
direncanakan kembali, dilaksanakan dan dievaluasikan kembali.

43
BAB IV

PEMERIKSAAN LAB

A. Pemeriksaan Penunjang Sistem Perkemihan

Urine terutama terdiri atas air, urea, dan natrium klorida. Pada seseorang yang
menggunakan diet yang rata-rata berisi 80 sampai 100 gram protein dalam 24 jam,
jumlah persen air dan benda padat dalam urine adalah seperti berikut:

a. Air 96%
b. Benda padat 4% (terdiri atas urei 2% dan produk metabolik lain 2%)
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein.Berasal dari asam amino yang
telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-
rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 30 mg setiap 100 ccm
darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi
hati dalam pembentukan ureum.

Asam urat. Kadar normal asam urat di dalam darah adalah 2 sampai 3 mg
setiap 100 cm, sedangkan 1,5 sampai 2 mg setiap hari diekskresikan ke dalam urine.

Kretin adalah hasil buangan kreatin dalam otot. Produk metabolisme lain
mencangkup benda-benda purin, oksalat, fosfat, sulfat, dan urat.

Elektrolit atau garam, seperti natrium kalsium dan kalium klorida,


diekskresikan untuk mengimbangijumlah yang masuk melalui mulut.

Pemeriksaan Nilai Normal Satuan


Glukosa sewaktu 70-200 Mg/dl
Glukosa puasa 70/110 Mg/dl
Glukosa 2 jam 100-140 Mg/dl
PP
Kreatinin 0,5-1,5 Mg/dl
Ureum 10-50 Mg/dl
Asam Urat 3-7 Mg/dl
Natrium 135-153 mEq/L
Kalium 3,5-51 mEq/L

44
Klorida 98-105 mEq/L
Kalsium 8,5-10,5 mEq/L
Magnesium 1,5-2,5 mEq/L
Fosfat Organik 2-4,5 mq/dl
Amylase-P 17-115 U/L
Lipase 13-60 U/L
Bilirubin Total <1,5 Mg/dl
Bilirubin Direct 0,1-0,5 Mg/dl
Bilirubin <1,0 Mg/dl
Indirect
Fosfatase Alkali 35-105 U/L
Protein Total 6,6-8,7 g/dl
Albumin 3,4-4,8 g/dl
Globulin 3,2-3,9 g/dl
Kolinesterase 0,4-13,2 KU/l
ALT/SGPT <47 U/L
AST/SGOT <37 U/L
Kreatin kinase <167 U/L
CKMB <27 U/L
LDH 240-480 U/L
Kolesterol Total <200 Mg/dl
Kolesterol HDL 40-60 Mg/dl
Kolesterol LDL <130 Mg/dl
Trigliserida 50-150 Mg/dl
Fe(besi)/Serum 35/150 µg/dl
Iron(SI)
TIBC 260-445 µg/dl

1. Urinalisis
Urinalisis adalah suatu tes yang dilakukan pada urine pasien untuk tujuan
diagnosa infeksi saluran kemih, screening , dan evaluasi berbagai jenis penyakit

45
ginjal. Uranilisis juga merupakan tes untuk memantau perkembangan penyakit ginjal,
diabetes, dan tekanan darah ( hipertensi ) dan screening kesehatan secara umum.
Urin normal jumlah rata-rata 1 – 2 liter sehari tetapi perbedaan jumlah urin
sesuai cairan yang dimasukkan, jika banyak mengkonsumsi protein maka akan
diperlukan banyak cairan untuk melarutkan ureanya, sehingga urin yang dikeluarkan
jumlahnya sedikit dan menjadi pekat. (Evelin C. Pearce, 2002).
Urialisis dapat meberikan informasi klinik yang penting. Urinalisis merupakan
pemeriksaan rutin pad sebagian besar kondisi klinis, pemeriksaan urin mencakup
evaluasi hal-hal berikut:
a. Observasi warna dan kejernihan urin.
b. Pengkajian bau urin
c. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
d. Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa, dan badan keton dalam
urin (masing- masing untuk proteinuria, glukosuria, da ketonoria)
e. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan
(centrifuging) untuk mendeteksi sel darah merah (hematuria), sel darah putih,
slinder (silindruria), Kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).
a. Specimen
Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi
vagina, perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat
mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel, dan
mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya..
Hindari sinar matahari langsung pada waktu menangani spesimen urin. Jangan
gunakan urin yang mengandung antiseptik.
Terdapat lima jenis sampel urine sesuai dengan tujuan pemeriksaanyan yaitu :
1. Urine sewaktu
Urine sewaktu adalah sampel urine yang diambil sewaktu saat pasien akan
melakuakn pemeriksaan, urine sewaktu digunakan untuk pemeriksaan urine
rutin.
2. Urine pagi
Urine pagi adalah sampel urine yang diambil saat pagi hari ketika pasien
bangun tidur dan belum mengonsumsi apapun. Urine pagi digunakan untuk
pemeriksaan sedimen, berat jenis, dan kehamilan
3. Urine osprundial

46
Urine osprundial adalah sampel urine yang diambil antara 1 – 1.5 jam
setelah makan. Urine osprundial digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
a. Urine 24 jam
Urine 24 jam adalah sampel urine yang ditampung selama 24
jam. Urine 24 jam ini digunakan untuk analisa kuantitatif
b. Urine tiga gelas dan urine dua gelas
Urine tiga gelas dan urine dua gelas sudah mulai jarang
dilakukan. Sampel urine ini digunakan untuk mengetahui adanya
radang
2. Pemeriksaan Makroskopik
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan
kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas
warna sesuai dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna,
urine pekat berwarna kuning tua atau sawo matang.
1. Volume urin
Rata-rata didaerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800--1300
ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam
lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini
mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang
berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika.. Bila
volume urin selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan
oliguri. Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah -muntah,
deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana
jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin
dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urin siang 12 jam
dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urin malam
12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti
didapat pada diabetes mellitus.
2. Warna urin
Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar
protein dalam urin (proteinuria). Urin yang baru di kemihkan berwarna
jernih. Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :

47
a. Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin,
porfobilinogen, porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak
macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
b. Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab
nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat
lain termasuk fenotiazin.
c. Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat,
bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin,
cascara, nitrofurantoin.
d. Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama
Pseudomonas). Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat
psikoaktif, diuretik.
e. Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik,
nitrofuran.
f. Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen
empedu. Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat
sulfa.
g. Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin,
asam homogentisat, indikans, urobilinogen, methemoglobin.
Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
h. Seperti susu : Penyebab patologik : fosfat dan urat jumlah besar,
getah prostat protein yang membeku.
3. Bau urin
Untuk menilai bau urin dipakai urin segar, yang perlu
diperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urin normal disebabkan
oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dapat
disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan seperti
mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau amoniak
disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada
urin yang dibiarkan tanpa pengawet. Adanya urin yang berbau busuk
dari semula dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran
kemih umpamanya pada karsinoma saluran kemih.
4. Kejernihan

48
Kejernihan urine dinyatakan dengan jernih, agak keruh, keruh,
atau sangat keruh. Kekeruhan pada urine disebut sebagai nubecula
yang terdiri dari lender, sel epitel, dan leukosit yang lambat laun
mengendap. Kekeruhan didalam urine dapat pula disebabkan oleh urat
amorf, fosfat amorf yang mengendap dan dari bakteri dari botol
penampung. Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat
desebabkan oleh chilus, bakteri, sedimen sel epitel, leukosit, dan
eritrosit dalam jumlah banyak.
5. Berat jenis urin
Pemeriksaan berat jenis urin dapat dilakukan dengan cara
piknometer, carik celup, dan urinometer. Yang lebih umum di gunakan
adalah dengan carik celup, namun pemeriksaan berat jenis urin dengan
piknometer lebih teliti. Tingginya berat jenis itu memberi kesan
tentang pekatnya urin, jadi bertalian dengan faal pemekat ginjal. BJ
urin 24 jam pada orang normal sekitar 1,016 – 1,022. Sedangkan BJ
urin sewaktu pada orang normal 1,003 – 1,030. Bila BJ urin sewaktu
1,025 atau lebih sedangkan reduksi urin dan protein negatif, hal ini
menunjukan faal pemekatan ginjal baik. Dan bila BJ urin lebih dari
1,030 kemungkinan glukosuria..
6. Buih urine
Buih normal urine adalah berwarna putih. Jika saat melakukan
ekskresi buihnya berwarna putih dan banyak maka mengandung
protein. Apabila buihnya kuning berarti mengandung obat.

B. Pemeriksaan Mikroskopik
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan
sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran
kemih serta berat ringannya penyakit. Urin yang dipakai ialah urin sewaktu yang
segar atau urin yang dikumpulkan dengan pengawet formalin.
Seorang individu sehat dapat melepaskan sebanyak 750.000 1.750.000 sel
darah merah dan leukosit melalui urine dalam 12 jam.
a. Sel Darah Merah
Pada sedimen urin normal sejumlah 0 - 5 sel eritrosit per LP dapat ditemukan
jumlah lebih besar dari lima per LP harus diselidiki secara menyeluruh dan penyebab

49
hematuria harus dicari. Mikroskopik sel darah merah terlihat mirip dengan yang
ditemukan dalam darah perifer, yaitu dobel disk cekung yang memiliki warna oranye
samar pucat yang menyatakan kadar hemoglobin mereka. Leukosit
Leukosit sering ditemukan pada sedimen urin normal, tetapi sedikit dan tidak
boleh melebihi lima per LP Walaupun semua jenis WBC yang muncul dalam darah
perifer juga dapat ditemukan dalam urin (yaitu, limfosit, monosit, eosinofil), saat ini
sel yang paling umum adalah PMN. PMN memiliki fungsi fagositosis, motil secara
aktif, dan bergerak secara ameboid dengan pseudopodia. Leukosit ukuran diameter 10
sampai 20 pM, . PMN dalam urine dapat segera diketahui karena inti
multisegmented dan sitoplasma granular.
b. Sel Epitel
Urin normal berisi tiga varietas utama sel epitel: tubular ginjal, transisi(urothelial),
dan skuamosa Sel-sel ini melapisi saluran kemih, tubulus dan nefron.
c. Sel Epitel Renal Tubular
Sel RTE jarang ada dalam sedimen urin orang normal (nol sampai satu per lima LP).
Bila ada, biasanya dalam bentuk tunggal tetapi juga dapat ditemukan berpasangan.
Jika ada batas microvillus, berasal dari tubulus proksimal.Identifikasi
imunohistokimia dengan cara pewarnaan fosfatase asam dapat dilakukan bila
diperlukan, karena sel-sel RTE memiliki kandungan enzim intraselular yang tinggi.
Bentuk paling sering adalah polyhedral, tetapi mungkin agak datar,
menunjukkan bahwa mereka berasal dari lengkung Henle. inti mereka biasanya
eksentrik tetapi mungkin sentral; tampak jelas seperti bola dengan nukleolus jika
tidak ada perubahan autolytic.
d. Sel Epitel Transisi
Sel ini (juga disebut sel urothelial) merupakan lapisan epitel pada sebagian besar
saluran kemih dan sering tampak di sedimen (nol sampai satu per LP). Bentuknya
bertingkat-tingkat dan biasanya beberapa lapisan sel tebal. Ada tiga bentuk utama:
bulat, polyhedral, dan "kecebong." , sel Transisi memiliki karakteristik yang khas
yaitu mudah menyerap air dan dengan demikian membengkak sampai dua kali ukuran
aslinya.. Sel transisi Polyhedral sulit dibedakan dari sel RTE jika mereka tidak
memiliki permukaan microvillus dan memiliki inti di pusat. Epitel Skuamosa
e. Kristal
Pembentukan kristal berkaitan dengan konsentrasi berbagai garam di urin
yang berhubungan dengan metabolisme makanan pasien dan asupan cairan serta

50
dampak dari perubahan yang terjadi dalam urin setelah koleksi sampel (yaitu
perubahan pH dan suhu, yang mengubah kelarutan garam dalam air seni dan
menghasilkan pembentukan kristal).
1) Kristal Asam Urat
Kristal asam urat adalah pleomorfik dibanding semua kristal urin, mereka
ada dalam berbagai bentuk, seperti batang, kubus, mawar enam sisi, piring,
rhombi, dan seperti batu asahan.
2) Kristal Asam Hippuric
Kristal asam hippuric terkait dengan pH netral. Kristal ini biasanya tidak
berwarna, prisma memanjang dengan ujung piramida, juga bisa tipis dan
berbentuk jarum. Mereka birefringent dan terkait dengan diet tinggi buah-buahan
dan sayuran yang mengandung sejumlah besar asam benzoat
3) Kristal Amorf Fosfat
Kristal fosfat adalah kristal yang paling sering diamati terkait dengan urin
alkali. Yang paling sering dijumpai adalah kristal amorf fosfat., ini tidak dapat
dibedakan dari kristal amorf urat dalam urin asam. Kristal menghasilkan
endapan putih di dasar tabung centrifuge.
4) Kristal Triple Fosfat
Triple fosfat (amonium-magnesium fosfat) adalah kristal birefringent
bentuknya mirip sebuah "peti mati-tertutup", birefringent dan sangat bervariasi
dalam ukuran. Kristal juga dapat ditemukan dalam urin netral dan larut dalam
asam asetat.
5) Kristal Amonium Biurate
Kristal Amonium biurate memiliki bentuk "duri apel" berwarna coklat
kekuningan dan sering menunjukkan striations radial atau konsentris di pusat
seperti "senjata" atau spikula. Mereka biasanya ditemukan di dalam urin dengan
pH netral dan larut dalam natrium hidroksida. Mereka jarang ditemui pada urin
normal.
6) Kristal Kalsium Karbonat
Kristal karbonat kalsium berbentuk spherules-halter kecil ditemukan dalam
urin basa. Karena ukurannya yang kecil, mereka sering disangka bakteri. Bakteri
tidak birefringent. Kristal-kristal larut dalam asam asetat
2. Silinder / Torax

51
Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di
tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder terbentuk hanya dalam
tubulus distal yang rumit atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal
dan lengkung Henle bukan lokasi untuk pembentukan silinder.
Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam urine
sebagai akibat dari cacat genetik atau penyakit hati yang parah. Kristal dan batu
cystine dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Cystine terbentuk pada
pH asam dan ketika konsentrasinya > 300mg. cystine crystalluria atau urolithiasis
merupakan indikasi cystinuria, yang merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat
yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin.
C. Pemeriksaan Kimia
1. Pemeriksaan Glukosa
Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens
pita. Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri
menjadi cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada
urin yang mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa,
laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin,
salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara
reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl,
sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.
a. Pemeriksaan Protein Urin
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus
yang diserap olehtubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak
melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari
10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.Sejumlah kecil protein dapat
dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Dipsticks
mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif
terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-
Jones, dan mukoprotein. Protein Bence Jones merupakan protein globulin
monoclonal yang dapat ditemui di dalam darah dan urin yang berukuran kecil
dengan berat molekul antara 22 hingga 24 kDa (kilo Dalton). Pada keadaan
normal, protein Bence Jones tidak ditemukan pada urin manusia.
1. Urobilinogen

52
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin
terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus
mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen
berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran
darah, disini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu dan kira-kira
sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.Hasil positif
juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat
mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
1) pH Urine
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh
tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di
final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat
berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan
menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari
(bangun tidur) adalah yang lebih asam. Selalu asam dapat
menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat
mempengaruhi pH urine :
a) pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi
saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea
menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus
ginjal, spesimen basi.
b) pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada
anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus,
asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
2) Badan Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-
hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat
tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat
merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting
terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal.Ketonuria disebabkan

53
oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet
tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme
karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan
energi dari lemak atau protein, febris.

3. Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Tes fungsi ginjal dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan
mengikuti perjlanan klinik. Pemeriksaan ini juga memberikan informasi tentang
efektifitas ginjal dalam melaksanakan fungsi ekskresinya. Fungsi ginjal dapat dikaji
secara lebih akurat jika dilakukan dibeberapa pemeriksaan dan kemudian hasilnya
dianalisis bersama. Pemeriksaan fungsi ginjal yang umum dilakukan adalah
kemampuan pemekatan ginjal klirens kreatinin, kadar kreatinin serum dan nitrogen
urea darah (BUN).

Uji fungsi ginjal terdiri dari:

a. Uji protein (albumin). Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus, maka
protein dapat bocor dan masuk ke urine.

b. Uji konsentrasi ureum darah. Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum
maka ureum darah naik di atas kadar normal 20-40 mg%.

c. Uji konsentrasi. Pada uji ini dilarang makan dan minum selama 12 jam untuk
melihat sampai berapa tinggi berat jenis naiknya.

Orang yang mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau semua
tes berikut

1. Kreatinin Serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot.
Produk limbah ini biasanya dibuang dari darah melalui ginjal, tapi ketika fungsi ginjal
melambat, tingkat kreatinin akanmeningkat. Biasanya hasil pemeriksaan serum
kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau

54
tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-
nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapat meningkatkan kadar
kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun
sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi daging merah.
Nilai Rujukan
a. DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita
sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
b. ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6
tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
c. LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan
penurunan produksi kreatinin.

Masalah Klinis

Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin


adalah : gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis,
nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial,
dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal
jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus, kandung
kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi protein
(mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek minimal]).

Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah :


Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid (gentamisin),
kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin,
trimetoprim, barbiturat, litium karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir),
myasthenia gravis.

Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan


BUN hampir selalu disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan
BUN sering diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada
kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal,

55
kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika keduanya
meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Kreatinin serum

1. Obat tertentu (lihat pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar


kreatinin serum.
2. Kehamilan
3. Aktivitas fisik yang berlebihan
4. Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan
laboratorium.
1. Glomerular Filtration Rate
GFR merupakanperhitungan yang menandai tingkat efisiensi
penyaringan bahan ampas dari darah oleh ginjal. Perhitungan GFR yang
umum membutuhkan suntikan zat pada aliran darah yang kemudian diukur
pada pengambilan air seni 24 jam.
Kreatinin adalah bahan ampas dalam darah yang dihasilkan oleh
penguraian sel otot secara normal selama kegiatan. Ginjal yang sehat
menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada air seni untuk
dikeluarkan dari tubuh. Bila ginjal tidak bekerja sebagaimana mestinya,
kreatinin bertumpuk dalam darah.
Dalam laboratorium, darah kita akan dites untuk menentukan ada
berapa miligram kreatinin dalam satu desiliter darah (mg/dL). Tingkat
kreatinin dalam darah dapat berubah-ubah, dan setiap laboratorium
mempunyai nilai normal sendiri, umumnya 0,6-1,2mg/dL. Glomerular
filtration rate adalah volume cairan yang disaring dari glomerulus ginjal ke
kapsul Bowman per satuan waktu. Laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dihitung dengan mengukur bahan kimia yang memiliki tingkat mantap dalam
darah dan disaring secara bebas tetapi tidak diserap atau dikeluarkan oleh
ginjal.
Koleksi lengkap urin merupakan sumber penting kesalahan dalam
pengukuran inulin clearance. Bila marker dengan karakteristik seperti tersebut
diatas diberikan, jumlah marker yang difiltrasi oleh glomerulus dalam 1 menit

56
(LFG x P) harus sama dengan jumlah marker yang diekskresi dalam kemih
dalam 1 menit (U x V). Maka rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

LFG x P = U x V

LFG = laju filtrasi glomerulus

P = kadar marker dalam plasma

U = kadar marker dalam kemih

V = volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji

Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar
marker dalam plasma (P) dan kemih (U) diketahui, maka LFG dapat dihitung
dengan mudah.

Normal GFR pada orang dewasa adalah 120-125 ml/menit. GFR


berfungsi untuk mempertahankan homeostasis tubuh. GFR yang terlalu cepat
menyebankan proses reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna, sebaliknya
GFR yang lambat menyebabkan tingginya reabsorpsi zat yang seharusnya
dibuang lewat urin. GFR sangat erat kaitannya dengan Tekanan Darah tubuh.
GFR dapat dikatakan normal jika TD 80-180 mmHG. GFR dipertahankan
dengan mekanisme autoregulasi dan miogenik ginjal (renal myogenik
autoregulation) dan umpan balik tubuloglomerular (tubuloglomerular
feedback).

Marker untuk estimasi LFG

Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang non-
toksik, dapat mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan
keseimbangan, tidak terikat pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh
glomerulus, tidak disekresi dan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.

1. Klirens inulin

57
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua
persyaratan tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam
penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak. Pengukuran
LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset, karena klirens inulin
sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari.
Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin
Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan
pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun pengumpulan kemih 24 jam
dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens kreatinin,
pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat dilakukan. Prosedur
pelaksanaannya adalah sebagai berikut.Untuk menyeragamkan satuan
pengukuran LFG, hasilnya diinterpolasikan terhadap luas permukaan tubuh
(mL/Min/1.73 m2) sehingga didapatkan rumus sebagai berikut:
Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73
Ccr (mL/min/1.73m2) = Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)
Ccr = klirens kreatinin
Ucr = kadar kreatinin
V = volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam
Pcr = kreatinin plasma
SA = luas permukaan tubuh
1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60
menit = 1440 menit)
Penentuan LFG dengan radionuclide scans
Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering
digunakan pada anak-anak. Metode penentuan LFG ini terutama digunakan
untuk bayi baru lahir dan anak-anak kecil, bila mengalami kesulitan dalam
melakukan penampungan kemih yang akurat. Beberapa radioisotop yang dapat
dipakai sebagai marker untuk estimasi LFG dalam klinik, antara lain Tc-
diethylenetriaminepentacetic acid (Tc-DTPA), I-iothalate, dan Cr-
ethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA).
Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam
mengevaluasi laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C

58
dalam serum. Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang
diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti.

D. .Asam Urat (Uric Acid)

Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine)
yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati
yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah
untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan dieksresi sebagian sebelum akhirnya
diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum
(hiperuresemia) bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan
asupan diet makanan yang mengandung purin.

Masalah Klinis

Kadar asam urat meningkat dijumpai pada : gout, leukemia (limfositik,


mielositik, monositik), kanker metastatik, mieloma multipel, eklampsia berat,
alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat), gagal ginjal,
glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik, limfoma, polisitemia,
stress, keracunan timbale, pajanan sinar-X (berlebih), latihan fisik berlebihan, diet
penurunan berat badan-tinggi protein.

Obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah :


diuretik (tiazid, furosemid, asetazolamid), levodopa, metildopa, asam askorbat, 6-
merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka waktu lama), teofilin.

Penurunan kadar asam urat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson, asidosis
tubulus ginjal proksimal, anemia defisiensi asam folat, luka bakar, kehamilan.
Pengaruh obat : alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid, sulfinpirazon.

Prosedur

Sebelum pengambilan sampel darah, pasien diminta puasa 8-10 jam. Tidak ada
pembatasan asupan makanan atau cairan; namun pada banyak kasus, asupan makanan
tinggi purin (mis. daging, jerohan, sarden, otak, roti manis, dsb) perlu ditunda
minimal selama 24 jam sebelum uji dilakukan; demikian pula dengan obat-obatan

59
yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Jika terpaksa harus minum obat, catat
jenis obat yang dikonsumsi.

Nilai Rujukan

1. DEWASA : Laki-laki : 3.5-7.0 mg/dl. Perempuan : 2.5-6.0 mg/dl. Kadar panik :


>12mg/dl.
2. ANAK : 2.5-5.5 mg/dl
3. LANSIA : 3.5-8.5 MG/DL

Catatan : nilai normal dapat bervariasi di setiap laboratorium.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :

1. Sampel serum/plasma hemolisis,


2. Stress dan puasa berlebih dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat serum,
3. Diet tinggi purin, Pengaruh obat (lihat pengaruh obat).

2. BUN (Blood Urea Nitrogen)

Blood Urea Nitrogen (BUN)atau nitrogen Urea adalah produk limbah normal
dalam darah anda yang berasal dari pemecahan protein dari makanan yang anda makan
dan dari metabolisme tubuh. Hal ini biasanya dihapus dari darah Anda dengan ginjal
Anda, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat BUN naik. BUN juga dapat meningkat
bila mengkonsumsi lebih banyak protein, dan dapat turun jika makan sedikit protein.

Prosedur

Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer


atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan diasetil
monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang sangat spesifik terhadap urea.
Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu
nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi
ureum dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total
urea, sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN
dengan 60/28 atau 2,14.

60
Nilai Rujukan

1) DEWASA : 5 – 25 mg/dl
2) ANAK : 5 – 20 mg/dl
3) BAYI : 5 – 15 mg/dl
4) LANSIA : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.

Masalah Klinis

1) Peningkatan Kadar

Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan


semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal
ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan
pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum
filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke
ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme
protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan
penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau
rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka
bakar, demam.

2) Penurunan Kadar

Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada
nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme
lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi
air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.

Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada


uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio
BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal
dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

61
1. Status dehidrasi dari penderita harus diketahui. Pemberian cairan yang berlebihan
dapat menyebabkan kadar BUN rendah palsu, dan sebaliknya, dehidrasi dapat
memberikan temuan kadar tinggi palsu.
2. Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar ureum.
Sebaliknya, diet tinggi protein dapat meningkatkan kadar ureum, kecuali bila
penderita banyak minum.
3. Pengaruh obat (misal antibiotik, diuretik, antihipertensif) dapat meningkatkan kadar
BUN

3. Protein Urin

Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin. Adanya
protein dalam urin merupakan tanda awal penyakit ginjal kronis.Biasanya, hanya
sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan
diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan spesimen urin acak (random) atau
urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick).
Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin.
Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria.

Prosedur

1. Spesimen urin acak (random)


a. Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen
(dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna
yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan
instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam
pembacaan secara visual.
b. Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang
sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein
Bence-Jones, dan mukoprotein.
2. Spesimen urin 24 jam
a. Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam
lemari pendingin. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet. Ukur kadar protein
dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi
otomatis.

62
Nilai Rujukan

1. Urin acak : negatif (≤15 mg/dl)


2. Urin 24 jam : 25 – 150 mg/24 jam.

Masalah Klinis

Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita yang


memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik dengan yang
sehat. Proteinuria yang persistent (tetap ≥ +1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya
menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan memberi hasil ≥
+1 yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu setelah
melakukan aktivitas.

Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein


dengan menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah proteinuria dalam 24 jam
digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat keparahan ginjal. Proteinuria rendah
(kurang dari 500mg/24jam). Pengaruh obat : penisilin, gentamisin, sulfonamide,
sefalosporin, media kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid (Diamox), natrium
bikarbonat.

Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan


glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat aminoglikosida,
toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit jantung, penyakit infeksius akut,
preeklampsia. Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

1. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi


molekular, infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat (lihat pengaruh obat),
pencemaran urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit,
klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8)
2. Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine sangat
asam (pH di bawah 3)
3. Osmolaritas Urine Test

63
Osmolalitas urin adalah pengukuran jumlah partikel terlarut dalam urin.
Pengukuran ini lebih tepat dilakukan daripada berat jenis untuk mengevaluasi
kemampuan ginjal untuk menghasilkan urine dengan konsentrasi pekat ataupun
encer. Ginjal yang berfungsi normal akan mengeluarkan lebih banyak air ke
dalam urin sebagai asupan cairan meningkat. Jika asupan cairan menurun, ginjal
mengeluarkan air kurang dan urin menjadi lebih terkonsentrasi.
4. Ultrasound

Ultrasound atau pemeriksaaan USG menggunakan gelombang suara yang


dipancarakan ke dalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam
system urinarius akan menghasilkan gambar-gambar ultrasound yang khas.
Abnormalitas seperti akumulasi cairan, massa, malformasi, perubahan ukuran organ
ataupun obstruksi dapat diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan teknik
noninvasif dan tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur
serta tujuannya kapada pasien. Karena sensitivitasnya, pemeriksaan USG telah
menggantikan banyak prosedur diagnosis lainnya sebagai tindakan diagnostic
pendahuluan.

Persiapan pasien sebelum USG (Abdomen) :

a. Puasa 6 jam dan hanya boleh minum air putih saat berpuasa.
b. Satu jam sebelum pemeriksaan USG, diharapkan minum air putih dan menahan
buang air kecil.
Persiapan tersebut bertujuan untuk membersihkan saluran pencernaan dan
membersihkan ginjal dari kotoran maupun zat yang melekat. Dengan demikian hasil
USG akan lebih tampak.
5. Pemeriksaan Sinar-X dan Pencitraan yang lain
Dalam pemeriksaan ini dibagi ke dalam beberapa macam, yaitu :
1) Kidney, Ureter and Bladder (KUB)
Pemeriksaan radiologi abdomen yang dikenal dengan istilah KUB dapat
dilaksanakan untuk melihat ukuran, bentuk serta posisi ginjal dan mengidentifikasi
semua kelainan seperti batu dalam ginjal atau traktus urinarius, hidronefrosis
(distensi pelvis ginjal), kista, tumor atau pergeseran ginjal akibat abnormalitas pada
jaringan disekitarnya.
2) Pemindai CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

64
Pemeriksaan pemindai CT dan MRI merupakan teknik noninvasive yang akan
memberikan gambar penampang ginjal serta saluran kemih yang sangat jelas.
Kedua pemeriksaan ini akan memberikan informasi tentang luasnya lesi invasive
pada ginjal.
3) Urografi Intravena (Ekskretori Urogram atau intravenous pyelogram)

Ilmu yang mempelajari prosedur /tata cara pemeriksaan ginjal, ureter, danblass
(vesica urinary) menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksimedia kontras melalui
vena.
1. Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan
pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan
dalam ginjal dan tractusurinary, sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi
berwarna putih.
2. Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy sertafungsi
ginjal,ureter dan blass.
Tujuan Pemeriksaan IVP

1. Pemeriksaan IVP membantu dokter mengetahui adanya kelainan padasistem urinary,


dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.
2. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencingdarah
(hematuri)dan sakit pada daerah punggung.
3. Dengan IVP dokter dapat mengetahui adanya kelainan pada sistem tractusurinary
dari :

65
a. Batu ginjal
b. Pembesaran prostat
c. Tumor pada ginjal, ureter dan blass.

Indikasi Pemeriksaan IVP

Renal agenesis

1. Polyuria
2. BPH (benign prostatic hyperplasia)
3. Congenital anomali :
a. Duplication of ureter n renal pelvis
b. Ectopia kidney
c. Horseshoe kidney
d. Malroration
e. Hydroneprosis
f. Pyelonepritis
g. Renal hypertention
Kontra Indikasi

1. Alergi terhadap media kontras


2. Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
3. Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
4. Multi myeloma
5. Neonatus
6. mellitus tidak terkontrol/parah
7. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
8. Hasil ureum dan creatinin tidak normal

Persiapan Pemeriksaan IVP

1. Persiapan Pasien
a. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan
BNO-IVP dilakukan.
b. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.

66
c. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas
air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus
puasa.Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara
guna meminimalisir udara dalam usus.
d. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan,
dansebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk
mengosongkanblass.
e. Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur
yangakan dilakukan dan penandatanganan informed consent.
2. Persiapan Media Kontras
Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana
jumlahnyadisesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

3. Persiapan Alat dan Bahan


1. Peralatan Steril
a. Wings needle No. 21 G (1 buah)
b. Spuit 20 cc (2 buah)
c. Kapas alcohol atau wipes
d. Tourniquet
2. Peralatan Un-Steril
a. Plester
b. Marker R/L dan marker waktu
c. Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
d. Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
e. Baju pasien
Pemeriksaan BNO-IVP

Tujuan pemeriksaan untuk melihat anatomi dan fisiologi dari tractus urinarius
(sistem perkemihan). Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan bahan kontras tersebut.

Prosedur Pemeriksaan BN0-IVP

1. Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien


2. Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc
saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.

67
3. Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat
compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri.
4. Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi
media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem,
terutamapada pasien hypertensi dan anak-anak.
5. Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran film
24x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
6. Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x
30mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
7. Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder
terisipenuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40.
8. Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya
dibuatfoto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut
usia).
9. Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihatkelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect
dapatmenunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada
kasus poshematuri.

KRITERIA GAMBAR

1. Foto 5 menit post injeksiTampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
2. Foto 15 menit post injeksi Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.
3. Foto 30 menit post injeksi (full blass)Tampak blass terisi penuh oleh kontras
4. Foto Post Mixi Tampak blass yang telah kosong.
Perawatan Lanjutan

Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pemeriksaan BNO-IVP ini.

Kelebihan IVP

1. Kelebihan
a. Bersifat invasif.

68
b. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter dapat
mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu
ginjalhingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
c. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat
dilakukan.
d. Radiasi relative rendah 5. relative aman
e. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang diperoleh.
f. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata radiasi yang
diterima dari alam dalam satu tahun.
g. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada
pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut.
h. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.

5. Pielografi retrograd

Dalam pielografi retrograd, kateter uretra dimasukan lewat ureter ke dalam


pelvis ginjal dengan bantuan sistoskopi. Kemudian media kontras dimasukkan dengan
gravitasi atau penyuntikan melalui kateter. Pielografi retrograd biasanya dilakukan
jika pemeriksaan IVP kurang memperlihatkan dengan jelas system pengumpul.
Pemeriksaan pielografi retrograd jarang dilakukan dengan semakin majunya teknik-
teknik yang digunakan dalam urografi ekskretorik.

6. Infusion drip pyelography

Infusion drip pyelography merupakan pemberian lewat infuse larutan encer


media kontras dengan volume yang besar untuk menghasilkan opasitas parenkim
ginjal dan mengisi seluruh traktus urinarius. Metode ini berguna bila teknik urografi
yang biasa dikerrjakan tidak berhasil memperlihatkan struktur drainase.

7. Sistogram

Sistogram adalah sebuah kateter dimasukkan kedalam kandung kemih, dan


kemudian media kontras disemprotkan untuk mellihat garis besar dinding kandung
kemih serta membantu dalam mengevaluasi refluks vesikouretral. Sistogram juga
dilakukan bersama dengan perekaman tekanan yang dikerjakan secara bersamaan di
dalam kandunng kemih.

69
8. Angiografi renal

Prosedur ini memungkinkan visualisasi arteri renalis. Arteri femoralis atau


aksilaris ditusuk dengan jarum khusus dan kemudian sebuah kateter disisipkan
melalui arteri femoralis serta iliaka ke dalam aorta atau arteri renalis. Media kontras
disuntikkan untuk menghasilkan opasitas suplai arteri renalis. Angiografi
memungkinkan evaluasi dinammika aliran darah, memperlihatkan vaskulatur yang
abnormal dan membantu membedakan kista renal dengan tumor renal.

9. Endourologi (prosedur endoskopi urologi)

Pemeriksaan sistoskopi

Merupakan metode untuk melihat lanngsung uretra dan kandung kemih. Alat
sistokop, yang dimasukan melalui uretra ke dalam kandung kemih, memiliki system
lensa optis yang sudah ada pada alat itu sendiri sehingga akan meemberikan gambar
kandung kemih yang diperbesar dan terang. Sistoskop tersebut dapat dimanipulasi
untuk memungkinkan visualisasi uretra dan kandung kemih secara lengkap selain
visualisasi orifisium uretra dan uretra pars prostatika.

10. Brush biopsy ginjal dan uretra

Teknik brush biopsy akan menghasilkan informasi yang spesifik apabila hasil
pemeriksaan radiologi ureter atau pelvis ginjal yang abnormal tidak dapat
menunjukan apakah kelainan tersebut merupakan tumor, batu, bekuan darah atau
hanya artefak. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan sistoskopik. Kemudian dipasang
kateter uretra yang di ikuti oleh tindakan memasukkan alat sikat khusus (biopsy
brush) melalui kateter tersebut. Kelainan yang dicurigai disikat maju mundur secara
teratur untuk mendapatkan sel-sel dan fragmen jaringan permukaan untuk
pemeriksaan analisis histology.

Setelah prosedur pemeriksaan selesai dilakukan, pemberian cairan infus dapat


dilakukan untuk membersihkan ginjal dan mencegah pembentukan bekuan darah.
Urin dapat mengandung darah (yang biasanya menjadi jernih dalam waktu 24-48 jam)
akibat perembesan pada tempat penyikatan.

11. Endoskopi renal (nefroskopi)

70
Merupakan pemeriksaan dengan cara memasukkan fiberskop kedalam pelvis
ginjal melalui luka insisi (pielotomi) atau secara perkkutan untuk melihat bagian
dalam pelvis ginjal, mengelluarkan batu, melakukan biopsi lesi yang kecil dan
membantu menegakan diagnose hematuria serta tumor renal tertentu.

12. Biopsi ginjal

Bopsi ginjal dilakukan dengan menusukan jarum biopsi melalui kulit kedalam
jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang kecil
didaerah pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit
ginjal dan mendapatkan specimen bagi pemeriksaan mikroskopik electron serta
imunofluoresen, khususnya bagi penyakit glomerulus.Sebelum biopsi dilakukan,
pemeriksan koagulasi perlu dilakukan lebih dahulu untuk mengidentifikasi setiap
resiko terjadinya perdarahan pascabiopsi.

Prosedur biopsia.

a. Pasien dipuasakan selama 6 hingga 8 jam sebelum pemeriksaan.


b. Set infuse dipasang.
c. Spesimen urin dikumpulkan dan disimpan untuk dibandingkan dengan
specimen pascabiopsi.
d. Jika akan dilakukan biopsi jarum pasien diberitahukan agar menahan nafas
ketika jarum biopsi ditusukan.
e. Pasien yang sudah dalam keadaan sedasi di tempatkan dalam posisi
berbaring telungkup dengan bantal pasir diletakan dibawah perut. Kulit
pada lokasi biopsy diinfiltrasi denngan preparat anestesi local. Lokasi
jarum dapat dipastikan melalui fluuoroskopi atau ultrasound dengan
menggunakan teknik khusus. Pada biopsi terbuka dilakukan insisi yang
kecil didaerah ginjal dapat dilihat secara langsung.

Pemeriksaan radio isotop

Merupakan tindakan noninvasive yang tidak mengganggu prosesfisiologik


normal dan tidak memerlukan persiapan pasien yang khusus. Preparat
radiofarmaseutikal disuntikan intravena. Pemeriksaan dilakukan dengan kamera
skintilasi yang ditempatkan disebelah posterior ginjal sementara pasien berada
dalam posisi telentang,telungkup atau duduk. Gambar yang dihasilkan (yang

71
disebut pemindai) menunjukan distribusi preparat radiofarmaseutikal didalam
ginjal.

Pengukuran urodinamik

Pengukuran urodinamik menghasilkan berbagai pemeriksaan fisiologik dan


structural untuk mengevaluasi fungsi kandung kemih serta uretra dengan mengukur. :

a. Kecepatan aliran urin


b. Tekanan kandung kemih pada saat buang air kecil dan saat istirahat
c. Resitensi uretra internal
d. Kontras serta relaksasi kandung kemih
e. Tekanan abdominal , kandung kemih serta detrusor, aktivitas sfingter, inervasi
kandung kemih, tonus otot dan reflex sacrum dikaji. Berikut ini merupakan
pengukuran urodinamik yang paling sering dilakukan.
f. Uroflometri (kecepatan aliran) merupakan rekaman volume urin yang
mengalir melalui ureter per satuan waktu (ml/s)

BAB V
Askep GGA ( Gagal Ginjal Akut ) dan GGK ( Gagal Ginjal Kronik )

A. Definisi Gagal Ginjal Akut

72
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh
atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal
ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai
dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan
kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk
keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat
serta terjadinya azotemia.
Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam
membersihkan darah dari bahan-bahan racun yang menyebabkan penimbunan limbah
metabolik di dalam darah (misalnya urea).

B. Etiologi Gagal Ginjal Akut


Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal akut dengan
tiga kategori meliputi:

a. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomeruls. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron. Namun
bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya
nekrosis tubulat akut (NTA). Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan dari
gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih)
2. Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
3. Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung, syok
kardioenik dn emboli paru)
4. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis)
b. Renal

73
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal.
Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal langsung
terganggu.Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi
prarenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa
penyebab kelainan ini adalah:
1. Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatan
sepsis dan renjatan hemoragik.
2. Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcus, lupus
nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
3. Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang
langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
4. Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia
lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik), hemoglobinuria
dan mioglobinuria.
5. Pielonefritis akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut) tapi umumnya
pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi kelainan struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara
progresif.
6. Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.
c. Pascarenal / Postrenal
GGA pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Etiologi pascarenal terutama obstruksi
aliran urine pada bagian distal ginjal, ciri unik ginjal pasca renal adalah terjadinya
anuria, yang tidak terjadi pada gagal renal atau pre-renal. Kondisi yang umum
adalah sebagai berikut:
1. Obstruksi muara vesika urinaria: hipertropi prostat< karsinoma
2. Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan darah atau
sumbatan dari tumor (Tambayong, 2000).

74
C. Klasifikasi Gagal Ginjal Akut

Peningkatan Kadar Penurunan Laju Kriteria Urine


Kategori
Serum Cr Filtrasi Glomerulus Output
<0,5 mL/kg/jam,
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar >6 jam
<0,5 mL/kg/jam,
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar >12 jam
<0,3 mL/kg/jam, >24
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar jam
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
Loss Minggu
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
End stage Bulan

a. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Akut


1. Manifestasi klinis
2. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
3. Nokturia (buang air kecil di malam hari).

75
4. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki.
5. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
6. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
7. Tremor tangan.
8. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
9. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai
adanya pneumonia uremik.
10. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
11. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat
jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)

b. Patofisiologi Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir
lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomeruluar. Ini
dimanfestasikan dengan anuria, oliguria atau volume urin normal. Anuria (kurang dari
50 ml urin per hari) dan normal haluran urin tidak seperti oliguria. Oliguria (urin
kurang dari 400 ml per hari) adalah situasi klinis yang umum dijumpai pada gagal
ginjal akut.

Disamping volume urin yang diekskresikan, pasien gagal ginjal akut


mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan
retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan oleh ginjal.
Tiga kategori Utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :
a. Prarenal (hipoperfusi ginjal)
b. Intrarenal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
c. Pascarenal (obstruksi aliran urin)

Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume
(hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis
atau anafilaksis) dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung
kongestif atau syok kardiogenik).
Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut dan oliguria belum diketahui, namun
terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa faktor mungkin

76
reversibel jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat, sebelum fungsi ginjal
terganggu. Beberapa kondisi berikut menyebabkan pengurangan aliran darah renal
dan gangguan fungsi ginjal:
a. Hipovolemia
b. Hipotensi
c. Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif
d. Obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau batu
ginjal
e. Obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal

Jika kondisi ini tidak ditangani dan diperbaiki sebelum rusak secara permanen,
peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan ginjal akut
dapat dikurangi. Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut, periode awal,
periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan.

Pada tahap awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria. Periode
oliguria (volume urin kurang dari 400 ml / 24 jam) disertai dengan peningkatan
konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea,
kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urin
minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah
400ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertamakalinya muncul, dan kondisi yang
mengencam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.

Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai
kenaikan retensi nitrogen, namun pasien masih mengekskresikan urin sebanyak 2 liter
atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan
terjadi terutama setelah antibiotik nefrotoksik diberikan diberikan pada pasien, dapat
juga terjadi pada kondisi terbakar, cedera traumatik dan penggunaan anestesi halogen.

Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukan peningkatan jumlah urin
secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium
berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun haluran urin mencapai kadar
normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin
masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.

77
Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika
terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.

Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung


selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun
terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanen sekitar 1 – 3 %, tatapi hal ini sacara
klinin tidak signifikan. (Smeltzer, 2002)

c. Pemeriksaan Penunjang Pada Gagal Ginjal Akut


Pemeriksaaan Laboratorium
a. Darah: ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
b. Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
d. Gangguan keseimbangan asam basa: asidosis metabolik.
e. Gangguan keseimbangan elektrolit: hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
g. Warna urine: kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
h. Berat jenis urine: kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.
i. PH Urine: lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
j. Osmolaritas urine: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan
ratio urine/serum sering.
k. Klierens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
l. Natrium Urine: Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal
tidak mampu mengabsorbsi natrium.
m. Bikarbonat urine: Meningkat bila ada asidosis metabolik.
n. SDM urine: mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan
GF.

78
o. Protein: protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan
SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.

Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiogram (EKG): Perubahan yang terjadi berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.
b. Kajian foto toraks dan abdomen: Perubahan yang terjadi berhubungan dengan
retensi cairan.
c. Osmolalitas serum: Lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram Retrograd: Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi Ginjal: Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi: Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram Ginjal: Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular.
d. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi,
yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau
melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion
kalium menjadi natrium di saluran intenstinal
3. Terapi cairan
4. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialysis.

79
Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik
e. Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

GGK terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Laju penyaringan glomerulus
(Glumerular Filtration Rate) normal adalah 100-120 ml/menit/1,73 m2. GGK
ditandai dengan terjadinya penurunan laju penyaringan glomerulus (GFR). Dengan
menurunnya kecepatan penyaringan ini, kadar urea darah meningkat dan nefron yang
masih berfungsi (yang tersisa) akan mengalami hipertofi.
f. Etiologi Gagal Ginjak Kronik
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut:
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum
seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan
gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan
gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000).
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna,
Stenosis arteria renalis.
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang
berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.

80
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam
ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh
darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk
mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja.
RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan
darah tinggi dan kerusakan ginjal.

4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,


sklerosis sistemik progresif. Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus
eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem
yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun.
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal.
6. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra,
anomaly congenital leher vesika urinaria dan
uretra).
g. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem
tubuh yaitu:
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction
rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis,
disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit
abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa
kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghirup dan pengecap,

81
parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran
gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik)
atau kedutan otot.
h. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup
menurut Corwin (2001) adalah:
1. Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin
serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) normal (10-20 mg/100 ml) dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes
pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
2. Insufisiensi ginjal, dimana yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang mereka terima. Kadar BUN dan kreatinin serum
mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih
dimalam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai
timbul.
3. Gagal Ginjal yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak
nefron yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

i. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Areum kreatinin
Asam urat serum

82
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, klearens kreatinin test

j. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin
(2001) adalah:
1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan
adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi
protein dan obat-obat antihipertensi.
2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit.
3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
Menurut Smeltzer, 2002 penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah:
1. Dialisis
2. Obat-obatan : anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemide
3. Diit rendah uremi.

k. Patofisiologi
Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan
nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Jika angka filtrasi
glomerolus menurun menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal
ini menimbulkan berbagai masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang
ditangani ginjal.
Ketidakseimbangan natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal
untuk memekatkan urin. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium.

83
Asidosis metabolik terjadi karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi
ammonia. Demineralisasi tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi akibat sekresi
hormon paratiroid, peningkatan fosfat plasma (penurunan kalsium serum, asidosis)
menyebabkan pelepasan kalsium dan fosfor ke dalam aliran darah dan gangguan
penyerapan kalsium usus. Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah,
penurunan rentang hidup sel darah merah, peningkatan kecenderungan perdarahan
(akibat kerusakan fungsi trombosit). Perubahan pertumbuhan berhubungan dengan
perubahan nutrisi dan berbagai proses biokimia

l. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang
tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan
atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12
adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat
terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik.
Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan
faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal
kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini
biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema, namun mungkin
terdapat ritme jantung tripel.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat
hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian filtrasi,
namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang sangat encer,
yang dapat menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini
sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab
oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan
mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit kering. Bekuan

84
uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan timbul hanya pada
uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala mual,
muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta
angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi
pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau
napas yang menyerupai urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi,
dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi
kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon
pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam menyebabkan
retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis
(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor, dan
yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan
terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH)
pada transpor kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan
neurotransmisi yang abnormalImunologis.
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering terjadi.
Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis dapat mengaktivasi
efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
8. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani
dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin akibat
hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di sepanjang
membran peritoneal.
9. Penyakit jantung

85
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar ureum
atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan
cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau
kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang besara dapat menggunakan
proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung
yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL

A. Identitas
Nama :Tn. S
Umur : 41 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : Ngawi, 03 Mei 1973
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk : 20 Mei 2016
Ruang : Garuda
Nomor Register :-
Diagnosa Medis : CKD (Cronik Kidney Disease)

Penaggung jawab
Nama : Ny. F
Umur : 42 Th
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Ngawi

B. RIWAYAT KESEHATAN :

86
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan pusing dan mual
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien diantar ke Rumah Sakit karena pucat, mual, muntah dan lemas yang sudah
dialamiklien 1 minggu sebelum masuk rumah sakit tetapi belum dibawa ke Rumah Sakit
dan hanya di beri dengan obat warung. Pada tanggal 20 Mei 2014 klien dibawah ke
Rumah Sakit karena klien mengeluh kaki kanannyabengkak dan sulit di gerakkan,
Setelah diperiksa oleh Dokter klien dianjurkan untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah mengalami penyakit yang sama. Namun, Klien
Sudah 4 tahun menderita penyakit Diabetes Miletus, klien sudah 1X masuk Rumah
Sakit Karena DM.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan pasien.
Keluarga pasien tidak ada yang pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Dari keluarga
pasien juga tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan baik diabetes, hipertensi
maupun gagal ginjal (CKD).
C. POLA FUNGSIONAL
1. Persepsi tentang kesehatan dan managemen kesehatan
a. Preventif kesehatan lingkungan (aman, mekanik, elektrik, dll)
Pasien mengatakan hidup sederhana di pedesaan sebagai seorang petani. Apabila
pasien sakit, pasien mengatakan hanya beli obat di warung atau periksa ke puskesmas
bila tidak segera sembuh.
b. Preventif kesehatan – gaya hidup : l
Pasien mengatakan merokok, dan waktu muda sering minum alkohol
2. Nutrisi dan metabolisme
a. Nutrisi
Saat sakitpasien Mengatakan nafsu makannya berkurang karena terkadang mual jika
makan. Pasien juga kadang-kadang muntah setelah maupun sebelum diberi makan,
sehingga pasien hanya makan setengah porsi dengan bubur nasi atau bubur sum-sum.
Pasien mengatakan minum berkurang sekitar 2-4 gelas air putih. Selama sakit pasien
dianjurkan diet rendah protein dan rendah garam.
b. Cairan
Saat Sakit

87
a) Pemasukan : Berkurang
b) Minuman : Air Putih dengan Frekuensi 2-4 Gelas / hari atau ± 250 cc dan
terpasang terapi cairan NaCl 0,9 % 500 ml/12 jam.
3. Eliminasi
Saat Sakit :
a. BAB :
Frekuensi : 1X/hari
Konsistensi : Lembek, warna kuning dan bau khas fases, tidakterdapat darah dan
lendirdalam fases.
b. BAK
Frekuensi : Terpasang kateter dengan volume ± 600 cc
Warna : kuning keruh.
4. Aktifitas dan latihan
a. Mobilisasi
Saat Sakitklien Bedrest, semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat.
b. Posisi tubuh
Selama sakit pasien hanya duduk dan berbaring di tempat tidur.
c. Ambulasi
Pasien tidak bisa berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi kecuali di bantu keluarga
atau perawat.
d. Kebersihan diri
Saat dikaji : Klien mandi lap di tempat tidur dilakukan oleh keluarga danperawat
5. Istirahat dan tidur
Saat Sakitklien tidur Malam 2-3 jam, tidur siang 1 Jam
6. Persepsi diri dan konsep diri
1) Gambaran Diri/Body Image : pasien mengatakan bahwa ia hanya hanya bisa
berdo’a dansabar berusaha dalam menjalani sakit yang di deritanya.
2) Identitas Diri : pasien mengetahui segala hal tentang dirinya dan tidak
mengalami ganguandalam hal identitas diri
3) Harga Diri : pasien tidak merasa rendah diri terhadap penyakit yang
dideritanya, karenamemang sudah ujian dari Tuhan.
4) Peran Diri : Pasien mengatakan dirinya adalah kepala keluarga dari
istri dan anaknya. Selama sakit, pasien tidak dapat melakukan perannya sebagai
kepala keluarga

88
5) Ideal Diri : Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan
beraktivitas seperti biasanya.
7. Pola hubungan dan peran
Saat Sakit : Pasien mengatakan berkomunikasi dengan keluarga,pasien dan
petugas medis dengan baik tanpa mengalami gangguan.
8. Pola seksual dan reproduksi
Selama sakit pasien mengalami gangguan dalam pola seksual atau reproduksinya.
PasienTidakpernah melakukan hubungan suami-istri selama sakit.
9. Pola koping dan toleransi stres
Pasien sangat optimis terhadap masa depannya dan yakin akan segera sembuh.
10. Pola nilai dan kepercayaan
Saat sakit pasien mengatakan tetap melakukan sholat 5 waktu walaupun sedang di rawat
di rumah sakit dengan cara duduk atau berbaring.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Pasien tampak pucat, lemah, mual, muntah dan anoreksia. Kesadaran compos mentis
denganGCS 456
2. Kepala : Muka simetris, Warna Rambut hitam, Kulit kepala bersih
tidak ada lesi, tidak ada deformasi.
3. Mata : Bentuk bola mata bulat (sferik), kelopak mata dapat membuka dan menutup
dengansempurna, konjungtiva anemis, sclera putih, pupil isokor, gerakan mata tidak
kaku dan dapatbergerak bebas, lapang pandang luas, tekanan bola mata tidak ada
nyeri tekan.
4. Telinga : daun telinga bersih dan simetris, liang telinga ada serumen bewarna coklat
dankotor, tragus tidak ada nyeri tekan dan dapat mendengar denganjelas.
5. Hidung : bagian luar terlihat simetris, tidak ada ingus, tidak ada pendarahan,tidak ada
penyumbatan, tidak ada nyeri tekan pada sinus.
6. Mulut : bibir tidak ada sianosis dan mukosa bibir kering, gigi dan gusi baik tidak ada
pembengkakan, faring tidak ada pembengkakan, ovula tidak ada pembengkakan,
tonsil tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan pada lidah dan pipi dan terdapat
bau mulut.

89
7. Leher : bentuknya simetris, warna kulit normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada
tumor,dan dapat bergerak bebas serta tidak kaku, kelenjar limfe tidak ada
pembengkakan , kelenjartiroid tidak ada pembengkakan.
8. Dada
Paru-paru
a. Inspeksi :
Bentuk normal, bentuk simetris antara kanan dan kiri, tidak ada lesi.
b. Palpasi : Pengembangan : dapat mengembang maksimal.
Taktil/Vokal Fremilus : antara kanan dan kiri sama
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi : Frekuensi dan Irama : 24x/menit dan reguller
Lainnya : suara vesikuler
Jantung
a. Inspeksi : bentuk dada simetris
b. Palpasi : Iktus kordis teraba di interkostal ke 5
c. Perkusi : Pekak / Datar / Redup
d. Auskultasi : Bunyi jantung normal

9. Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk abdomen pasien datar dan simetris
b. Auskultrasi : Peristaltik usus 20x/menit
c. Palpasi : Pasien merasakan nyeri tekan
d. Perkusi : Tympani
10 Anus dan Rectum : Tidak ada hemoroid.

E. DATA PENUNJANG
a. Therapi Obat Dan Infus
No Tanggal Jenis Obat Cara Pemberian Indikasi dan
&Jenis Infus Dx. Medis
yang diberikan
20/05/2014 - Rantidin 3x1 - Injeksi -Anti emetik
Amp O2 intravena.
4L/menit

90
.
20/05/2014 - Terapi NaCl - Injeksi -Mengganti cairan.
0,9 % 500 intravena.
ml/12 jam.

21/05/2014 - Asam folat 2 - PerOral - Mengganti sel sel


tablet darah merah dan anti
anemia

b. Diit :Makanan lunak, diet rendah protein dan rendah garam.


c. Laboratorium :
- Hasil laboratorium :
- Pemeriksaan Darah - Nilai Normal
GD : 515 mg/dl 110-140 mg/dl
Natrium : 189 meq/L 135-148 meq/L
Kalium : 7,05 meq/L 3,6-5,2 meq/L
Klorida : 93,4 meq/L 94-111 meq/L
Hb : 8,3 % 13-16 %
HT : 2% 124.000
Leukosit : 8300 5000-10.000 mm3

d. Foto Thorax : Hasil normal


e. Test Fungsi Ginjal
Urea UV : 287,6 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin : 6,26 mg/dl 0,5-1,1 mg/dl
Uric Acid : 9,03 mg/dl 3,5-7 mg/dl
Total Protein : 5,5 mg/dl 6,7-8,7 mg/dl
Albumin : 3,2 mg/dl 3,8-4,4 mg/dl
Globulin : 2,4 mg/dl 2-3,9 mg/dl
GD : 339 mg/dl 110-140 mg/dlKolestrol : 155
91
F. DATA FOKUS
Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2014
Jam : 13.00 WIB
Nama Pasien : Tn.S
Diagnosa Medis : CKD (Cronik Kidney Disease) / GGK(Gagal Ginjal Kronik)
1.Data Subjektif :
a. Keluarga klien mengatakan klien mengalami bengkak di kaki kanan sejak 1 hari
sebelum
b. klien masuk Rumah Sakit
c. Klien mengatakan badan terasa lemas
d. Klien mengeluh mual dan muntah
e. Klien mengeluh nafsu makan berkurang
f. Klien mengatakan sudah mengalami penyakit Diabetes Melitus sejak 4 tahun yang
lalu
g. Klien mengatakan sudah 1 x masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama
h. Keluarga klien mengatakan tidak tahu mengenai penyakit yang dialami klien
2.Data Objektif :
a. Kadaan Umum Klien tampak sakit sedang
b. Tanda-Tanda Vital
c. Nadi : 74x/m
d. Respirasi : 24x/m
e. Jumlah urine yang keluar perharinya 600cc, warna kuning keruh
f. Edema pada ekstrimitas bawah kanan (Dari paha sampai telapak kaki)
g. Pitting edema pada ekstrimitas bawah
h. Porsi makan tidak dihabiskan, yang dimakan Cuma 3 sendok makan
i. Konjungtiva anemis
j. ROM Menurun bagian lutut dan pergelangan kaki
k. Pergerakan Ekstrimitas bawah terbatas
l. Kekuatan otot ekstrimitas bawah

ANALISA DATA

92
NAMA : Tn. S No. Reg. :
UMUR : 41 th Jenis Kelamin : L / P Ruang : Garuda

TGL/ DATA PENDUKUNG


ETIOLOGI ETIOLOGI
HARI (Data Subyektif & Obyektif)
Selasa DS : Edema Kelebihan Volume
20/05/2014 - Keluarga klien mengatakan klien cairan
mengalami bengkak di kaki kanan
sejak 1 hari sebelum masuk
Rumah Sakit

DO :
- Jumlah urine yang keluar
perharinya 600cc, warna kuning
keruh
- Edema pada kedua Ekstrimitas
inferior dextra
- Total protein : 5,5 mg/dl
- Albumin : 3,2 mg/dl

selasa DS :
20/05/2014 - Klien mengatakan badan terasa
lemah
DO: Intoleransi
- Klien tampak hanya berbaring di Aktivitas
Kelemahan Fisik
tempat tidur
- Semua aktivitas klien tampak
dibantu oleh perawat dan keluarga
-klien tampak lemah

93
selasa DS :
20/05/2014 - Klien mengeluh mual dan
muntah
- pasien mengatakan tidak nafsu
makan

Perubahan nutrisi
- Klien mengeluh badan terasa
Mual,muntah Kurang dari
lemah
kebutuhan tubuh

DO :
- Porsi makan tidak dihabiskan,
porsi makan yan dihabiskan hanya
2 sendok makan
- 1x muntah
- Hb 8,3 %

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA : Tn.S No. Reg. :


UMUR : 41 th Jenis Kelamin : L / P Ruang : Garuda

No DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TANDA


DX Data Pendukung ( Do / DS ) TANGAN
NAMA
1 Kelebihan volume cairan b/d edema 20/05/2014

2 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan 20/05/2014


fisik.

94
3 Perubahan nutrisi kurang dari 20/05/2014
kebutuhan tubuh b/d Mual, muntah
dan anoreksia

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NAMA : Tn.S
No. Reg. :
UMUR : 41 th Jenis Kelamin : L / P Ruang : Garuda
NO PERENCANAAN
NO TGL/ JAM
DX TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1 20/05/2014 1 Tujuan : 1. Lakukan manajemen 1. Intake dan
13.05 Setelah di lakukan tindakan kelebihan volume output yang
asuhan keperawatan selama 3 x 24 cairan tidak balance
jam di harapkan volume cairan a. Batasi intake akan
klien tidak berlebihan dengan. cairan pasien mengakibatka
n kelebihan
kriteria hasil : volume cairan
a. Pasien tidak mengalami edema 2. Monitoring 2. Monitoring
b. TTV normal a. pantau KU merupakan
c. Output dan intake balance pasien secara tindakan yang
berkala dapat
b. TTV membantu
c. output cairan mengetahui
pasien keadaan
pasien
3. Jelaskan kepada 3. Penjelasan
klien dan keluarga tentang asupan
tentang asupan minum dapat
minum klien membantu
pengontrolan

95
intake pasien
4. kolaborasi dengan 4. Tranfusi
dokter dalam albumin dapat
pemberian transfusi mengurangi
albumin dan cairan proses
infus terjadinya
edema. Cairan
infus dapat
mencegah
resiko
kekurangan
cairan

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang sudah direncanakan,


yang tediri dari manajemen keperawatan, monitoring, Health education, dan kolaborasi.

EVALUASI

Evaluasi dapat didokumentasikan sesuai keadaan pasien. Dimana evaluasi yang


diharapkan berkenaan dengan kriteria hasil yang sudah dirumuskan oleh perawat
sebelumnya.
96
BAB VI

TERAPI HEMODIALISAN DAN

ALAT ALAT HEMODIALISA

A. PENGERTIAN
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M.
Nurs, 2006).
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane
yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa
bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer.
Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan
ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan (www.medicastore.com).

B. TUJUAN HD
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

97
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

C. Indikasi HD
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA apabila terdapat
indikasi :
1. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi,
hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2. Indikasi Dini
a. Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan,
perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.
b. Laboratorium abnormal
1) Asidosis
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme
dari darah dan membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini,
bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke
dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang
mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di
atas ambang normal.
2) Azotemia (kreatinin 8-12 mg %)
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,
kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi
tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal
terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh
glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : (a) Penurunan aliran darah ke
ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi. (b) Peningkatan
katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai
pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam
makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh,
hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka
bakar, demam. Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab
tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut
dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau
logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan
oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
3) Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100-120 mg%
Peningkatan BUN (blood urea nitrogen) > 20-30mg%/hari. BUN-test
adalah ukuran dari jumlah nitrogen dalam darah dalam bentuk urea, dan
pengukuran fungsi ginjal. Urea adalah produk sampingan dari

98
metabolisme protein oleh hati, dan karena itu dikeluarkan dari dalam darah
oleh ginjal. Yang menyebabkan tingginya kenaikan BUN atau disebut
azotemia, adalah karena fungsi ginjal miskin. Gangguan ginjal ekskresi
urea mungkin karena kondisi sementara seperti dehidrasi atau shock, atau
mungkin karena salah satu atau penyakit akut yang kronis pada ginjal
sendiri.
4) Hiperkalemia : (K > 6 mEq/l)
Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 6 mEq/L. Selain itu,
Hyperkalemia adalah suatu kondisi di mana terlalu banyak kalium dalam
darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan dalam sel dan
organ. Hanya jumlah kecil beredar dalam aliran darah. Kalium membantu
sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal biasanya
mempertahankan tingkat kalium dalam darah, namun jika memiliki
penyakit ginjal merupakan penyebab paling umum dari hiperkalemia.
5) Kelebihan cairan
6) Perikarditis dan konfusi yang berat.
Perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung baik pada
parietal maupun viseral. Sedangkan konfusi adalah suatu keadaan ketika
individu mengalami atau beresiko mengalami gangguan kognisi, perhatian,
memori dan orientasi dengan sumber yang tidak diketahui.
7) Hiperkalsemia dan Hipertensi.
Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah penyakit dimana
penderitanya mengalami keadaan kadar kalsium darahnya melebihi
takaran normal ilmu kesehatan. Penyebab penyakit ini karena
meningkatnay penyerapan pada saluran pencernaan atau juga dikarenakan
asupan kalsium yang berlebihan. Seain itu juga mengkonsumsi vitamin D
secara berlebihan juga dapat mempengaruijumlah kalsium darah dalam
tubuh. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan gangguan pada
sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
di atas nilai normal, yaitu melebihi 140/90 mmHg.
8) Hb < 8-9 gr%, siap-siap tranfusi.
3. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang
tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.

D. Kontra Indikasi HD
Untuk pasien yang melakukan hemodialisa, antara lain:
1. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)
Terkait tumor, cenderung mengarahan ke keadaan buruk
2. Penyakit Alzheimer’s
Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati,
sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik.
3. Multi-infarct dementia

99
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom Hepatorenal adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien
penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai
oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan
aktifitas sistem vasoactive endogen. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR
merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya
hipoperfusi ginjal. Pada ginjal terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju
filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi di luar ginjal terdapat vasodilatasi
arteriol yang luas yang menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total
dan hipotensi.
5. Sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati
Sirosis adalah perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan parut
yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.
6. Hipotensi
Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah sehingga
menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan.
7. Penyakit terminal
Penyakit terminal adaah penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama yang tidak
dapat disembuhkan bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif
(mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup).
8. Organic brain syndrome
Organic Brain Syndrom adalah ketidaknormalan kelainan mental akibat gangguan
struktur atau fungsi otak.

E. Peralatan HD

1. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)


AVBL terdiri dari :
a. Arterial Blood Line (ABL)

100
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing
akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan
warna merah.
b. Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan
tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan
warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah
volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen
dialiser. Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung
runcing, segmen pump, tubing arterial/venouse pressure, tubing udara, bubble
trap, tubing infuse/transfuse set, port biru obat, port darah/merah herah
heparin, tubing heparin dan ujung tumpul.
2. Dializer/ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang/kompartemen,
yaitu:
a. Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
b. Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat
Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.
Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan
dua samping untuk keluar masuk dialisat.

3. Air Water Treatment


Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol).
Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang
harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi standar
AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang
dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120
Liter.

101
4. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat
bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu :
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada
yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air water
treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
5. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi
prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system
pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai
monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti
heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi,
kateter vena, blood volume monitor.

102
F. Prosedure HD
Beberapa pasien biasanya berfikir, bahwa penusukan jarum pada bagian akses
jarum (fistula) adalah bagian paling menakutkan dari cuci darah. Bila pasien merasa
bahwa cara penusukan terasa sangat menyakitkan, maka bisa dioleskan krim anestesi
ataupun memanfaatkan semprotan/spray untuk mengurangi rasa sakit tersebut.
Kebanyakan unit renal menggunakan dua jarum untuk memasukkan dan
mengeluarakan darah.

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan


peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi
dicapai melalui : fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua
lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk
mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada
vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis harus dibuka dalam kondisi
aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai
aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya
sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan
jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula
atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di
klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian
hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu

103
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi
seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port
obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan. Darah
yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang
postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas
sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib
untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

G. Pedoman Pelaksanaan HD (SOP, standard operational procedure)


1. Persiapan Sebelum HD
a. Persiapan pasien
1) Surat dari dokter penanggung jawab Ruang HD untuk tindakan HD
(instruksi dokter)

104
2) Apabila dokter penanggung jawab HD tidak berada ditempat atau tidak
bisa dihubungi, surat permintaan tindakan hemodialisa diberikan oleh
dokter spesialis penyakit dalam yang diberi delegasi oleh dokter
penanggung jawab HD.
3) Apabila pasien berasal dari luar RS (traveling) disertai dengan surat
traveling dari RS asal.
4) Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan HD
5) Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit lain)
6) Keadaan umum pasien
7) Keadaan psikososial
8) Keadaan fisik ukur (TTV, berat badan, warna kulit, extremitas edema +/-)
9) Data laboratorium: darah rutin,GDS, ureum, creatinin, HBsAg, HCV, HIV,
CT, BT
10) Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk dilakukan HD
b. Persiapan mesin
1) Listrik
2) Air yang sudah diubah dengan cara:
a) Filtrasi
b) Softening
c) Deionisasi
d) Reverse osmosis
3) Sistem sirkulasi dialisat
a) Sistem proporsioning
b) Acetate/bicarbonate
4) Sirkulasi darah
a) Dializer/hollow fiber
b) Priming
c. Persiapan alat
1) Dialyzer
2) Transfusi set
3) Normal saline 0.9%
4) AV blood line
5) AV fistula
6) Spuit
7) Heparin
8) Lidocain
9) Kassa steril
10) Duk
11) Sarung tangan
12) Mangkok kecil
13) Desinfektan (alkohol/betadin)
14) Klem
15) Matkan
16) Timbangan

105
17) Tensimeter
18) Termometer
19) Plastik
20) Perlak kecil
d. Langkah-langkah
1) Setting dan priming
a) Mesin dihidupkan
b) Lakukan setting dengan cara: keluarkan dialyzer dan AV blood line
dari bungkusnya, juga slang infus/transfusi set dan NaCl (perhatikan
sterilitasnya)
c) Sambungkan normal saline dengan seti infus, set infus dengan selang
arteri, selang darah arteri dengan dialyzer, dialyzer dengan selang
darah venous
d) Masukkan selang segmen ke dalam pompa darah, putarlah pump
dengan menekan tombol tanda V atau Λ (pompa akan otomatis
berputar sesuai arah jarum jam)
e) Bukalah klem pada set infus, alirkan normal saline ke selang darah
arteri, tampung cairan ke dalam gelas ukur
f) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang arteri diklem
2) Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan merah
(inlet) di bawah
a) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan tombol V atau Λ untuk
menentukan angka yang diinginkan (dalam posisi priming sebaiknya
kecepatan aliran darah 100 rpm)
b) Setelah selang darah dan dialyzer terisi semua dengan normal saline,
habiskan cairan normal sebanyak 500 cc
c) Lanjutkan priming dengan normal saline sebanyak 1000 cc. Putarlah
Qb dan rpm
d) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung selang darah venous
e) Semua klem dibuka kecuali klem heparin
f) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialysis, start layar menunjukkan
“preparation”, artinya: consentrate dan RO telah tercampur dengan
melihat petunjuk conductivity telah mencapai (normal: 13.8 – 14.2).
Pada keadaan “preparation”, selang concentrate boleh disambung ke
dialyzer
g) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya: sambung ujung blood line arteri
vena
(1) Ganti cairan normal saline dengan yang baru 500 cc.
(2) Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit
(3) Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm
(4) Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan otomatis
melakukan ultrafiltrasi (cairan normal saline akan berkurang
sebanyak 500 cc dalam waktu 10 menit
(5) Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada layar “UFG

106
reached” artinya UFG sudah tercapai
h) Pemberian heparin pada selang arteri
Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai 2000 unit pada selang
arteri. Lakukan sirkulasi selama 5 menit agar heparin mengisi ke
seluruh selang darah dan dialyzer, berikan kecepatan 100 rpm
3) Dialyzer siap pakai ke pasien
Sambil menunggu pasien, matikan flow dialisat agar concentrate tidak
boros.
Catatan: jika dialyzer reuse, priming 500 cc dengan Qb 100 rpm sirkulasi
untuk membuang formalin (UFG: 500, time life 20 menit dengan Qb 350
rpm). Bilaslah selang darah dan dialyzer dengan normal saline sebanyak
2000 cc.
2. Punksi Akses Vaskuler
a. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shunt
b. Alasi dengan perlak kecil dan atur posisi
c. Bawa alat-alat dekat dengan tempat tidur pasien (alat-alat steril dimasukkan ke
dalam bak steril)
d. Cuci tangan, bak steril dibuka, memakai handscoen
e. Beritahu pasien bila akan dilakukan punksi
f. Pasang duk steril, sebelumnya desinfeksi daerah yang akan dipunksi dengan
betadine dan alcohol
g. Ambil fistula dan puncti outlet terlebih dahulu. Bila perlu lakukan anestesi
lokal, kemudian desinfeksi
h. Punksi inlet dengan cara yang sama, kemudian difiksasi
3. Memulai HD
Sebelum dilakukan punksi dan memulai hemodialisa, ukur tanda-tanda vital dan
berat badan pre hemodialisa
a. Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung AV blood
line diklem
b. Lakukan reset data untuk menghapus program yang telah dibuat, mesin
otomatis menunjukkan angka nol (0) pada UV, UFR, UFG dan time left
c. Tentukan program pasien dengan menghitung BB datang - BB standar +
jumlah makan saat hemodialisa
d. Tekan tombol UFG = target cairan yang akan ditarik
e. Tekan tombol time left = waktu yang akan diprogram
f. Atur concentrate sesuai kebutuhan pasien (jangan merubah Base Na + karena
teknisi sudah mengatur sesuai dengan angka yang berada di gallon. Na = 140
mmol)
g. Tekan tombol temperatur (suhu mesin = 360C – 370C)
h. Buatlah profil yang sesuai dengan keadaan pasien
i. Berikan kecepatan aliran darah 100 rpm
j. Menyambung selang fistula inlet dengan selang darah arteri
1) Matikan (klem) selang infus
2) Sambungkan selang arteri dengan fistula arteri (inlet)

107
3) Masing-masing kedua ujung selang darah arteri dan fistula di-swab dengan
kassa betadine sebagai desinfektan
4) Ujung selang darah venous masukkan dalam gelas ukur
5) Hidupkan pompa darah dan tekan tombol V atau Λ 100 rpm
6) Perhatikan aliran cimino apakah lancar, fixasi dengan micropore. Jika
aliran tidak lancar, rubahlah posisi jarum fistula
7) Perhatikan darah, buble trap tidak boleh penuh (kosong), sebaiknya terisi
¾ bagian
8) Cairan normal saline yang tersisa ditampung dalam gelas ukur namanya
cairan sisa priming
9) Setelah darah mengisi semua selang darah dan dialyzer, matikan pompa
darah
k. Menyambung selang darah venous dengan fistula outlet
1) Sambung selang darah venous ke ujung AV fistula outlet (kedua ujungnya
diberi kassa betadine sebagai desinfektan). Masing-masing sambungan
dikencangkan)
2) Klem pada selang arteri dan venous dibuka, sedangkan klem infus ditutup
3) Pastikan pada selang venous tidak ada udara, lalu hidupkan pompa darah
dari 100 rpm sampai dengan yang diinginkan
4) Tekan tombol UF pada layar monitor terbaca “dialysis”
5) Selama proses hemodialisa ada 7 lampu hijau yang menyala (lampu
monitor, on, dialysis start, pompa, heparin, UF dan Flow)
6) Rapikan peralatan.
4. Penatalaksanaan Selama HD
a. Memprogram dan memonitor mesin hemodialisa
1) Lamanya HD
2) QB (kecepatan aliran darah) 150 – 250 cc/menit
3) QD (kecepatan aliran dialisa) 500 cc/menit
4) Temperatur dialisat 370C
5) UFR dan TMP otomatis
6) Heparinisasi
1) Dosis awal: 25 – 50 unit/kgBB
a) Diberikan pada waktu punksi
b) Sirkulasi extra corporeal 1500 unit
c) Dosis maintenance 500 – 2000 unit/jam diberikan pada waktu HD
berlangsung
2) Dosis maintenance 500 – 2000 u/jam
Diberikan pada waktu HD berlangsung
Cara pemberian dosis maintenance
a) Kontinyu: diberikan secara terus menerus dengan bantuan pompa
dari awal HD sampai dengan 1 jam sebelum HD berakhir
b) Intermitten: diberikan 1 jam setelah HD berlangsung dan
pemberian selanjutnya dimasukkan tiap selang waktu 1 jam, untuk
1 jam terakhir tidak berakhir

108
c) Minimal heparin: heparin dosis awal kurang lebih 200 unit,
selanjutnya diberikan kalau perlu
7) Pemeriksaan (laboratorium, ECG, dll)
8) Pemberian obat-obatan, transfusi, dll
9) Monitor tekanan
a) Fistula pressure
b) Arterial pressure
c) Venous pressure
d) Dialisat pressure
e) Detektor (udara blood leak detektor)
b. Observasi pasien
1) Tanda-tanda vital (T, N, S, R, kesadaran)
2) Fisik
3) Perdarahan
4) Sarana hubungan sirkulasi
5) Posisi dan aktivitas
6) Keluhan dan komplikasi hemodialisa
5. Mengakhiri HD
1) Persiapan alat
a) Piala ginjal
b) Kassa steril
c) Betadine solution
d) Sarung tangan tidak steril
e) Perban gulung
f) Band aid (pelekat)
g) Gunting
h) Nebacetin powder antibiotic
i) Thermometer
j) Micropore
2) Pelaksanaan
a) Perawat mencuci tangan
b) Perawat memakai sarung tangan
c) Mesin menggunakan UFG reached = UFG sudah tercapai (angka UV =
angka UF)
d) Jika proses hemodialisa sudah selesai, posisi mesin akan terbaca
“Reinfusion”
e) Sebelum 5 menit selesai, pasien diobservasi tanda-tanda vital
f) Kecilkan kecepatan aliran darah (pompa darah) sampai 100 rpm lalu
matikan
g) Klem pada fistula arteri dan selang darah arteri
h) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa
betadine, tutuplah bekas tusukan dengan kassa betadine
i) Bilaslah fistula, selang darah dan dializer dengan normal saline
secukupnya sampai bersih dan gunakan kecepatan aliran darah 100 rpm

109
j) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa
betadine
k) Jika tidak ada darah bekas tusukan, maka berilah nebacetin powder dan
tutuplah bekas tusukan dengan Band Aid (K/p dibalut dengan perban
gulung)
l) Berilah fixasi dengan micropore pada perban gulung
m) Observasi tanda-tanda vital pasien
n) Kembalikan alat-alat ke tempat semula
o) Perawat melepas sarung tangan
p) Perawat mencuci tangan.

H. Komplikasi HD
1. Hipotensi
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
2. Demam disertai menggigil.
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
3. Nyeri dada.
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
4. Gatal-gatal
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang sesudah transfuse kulit
5. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi (UFR
meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah
terlalu cepat.
6. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
7. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
8. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
9. Perdarahan

110
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
10. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.
11. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

I. Reuse Dyalizer
1. Pemakaian Ulang Dializer
Pemakaian ulang dializer (reuse dializer) adalah suatu tindakan pema-kaian
dializer lebih dari satu kali pads pasien yang sama. Tindakan reuse dializer
pertama kali dilakukan oleh Shaldon pads tahun 1964, yaitu dengan menyimpan
dializer di dalam lemari es sampai dialisis berikutnya. Tehnik reuse dializer
selanjutnya berkembang semakin balk sejalan dengan bertambahnya pusat-pusat
dialisis yang melaksanakan tindakan reuse dializer ini. Menurut laporan Centers
for Disease Control (CDC) of United State tahun 1992, 72 persen pusat dialisis di
seluruh Amerika menjalani proses reuse dializer. Sebuah dializer dapat dipakai
beberapa kali, hal ini sangat bervariasi tergantung pads keadaan pasien dan unit
dialisisnya. Suatu penelitian pads beberapa pusat dialisis, didapatkan kira-kira satu
dializer dapat dipakai sampai 13 kali (Doug, 1996). Kontroversi tentang
pemakaian ulang ini masih terns berkembang, Yosephine Torrente, president of
the Association of Disposal Device Manufacturers mengatakan “Until you prove
otherwise, these devices are safe and effective for one use. After that, they’re
garbage” (Charatan, 1999). Pemikiran tentang keamanan terhadap pasien
sebenarnya telah dipikirkan sejak awal, tidak hanya berorientasi pads
penghematan biaya dialisis. Hal ini terbukti dengan selalu diperbaikinya teknik
reuse dializer. Execitive Committee of the National Kidney Foundation di
Amerika selalu melakukan perkembangan tentang tehnik reuse ini dan
melaporkannya secara berkala (Agodoa, 1998).
2. Epidemiologi Reuse Dyalizer
Pemakaian reuse dializer dalam dua dekake belakangan terlihat meningkat dengan
cepat. Data yang ada di Amerika menyebutkan pads tahun 1983 barn 18% pusat
dialisis yang melakukan reuse dializer, meningkat pada tahun 1992 sebanyak 72%
atau 78% dari pasien yang menjalani hemodialisis rutin. Reuse dializer dikerjakan
berulangkali dengan range 2 sampai 50 kali, rata-rata 14 kali. Kebanyakan reuse
dializer dilakukan di klinik-klinik swasta (non hospital based) dengan profit
oriented (87%) dibandingkan dengan di rumah sakit pemerintah (31 %). Di negara
di luar Amerika reuse dializer belum berkem-bang dengan balk, di Australia pads
tahun 1990 hanya 27% , di negara-negara Eropa hanya sekitar 10% bahkan di
Jepang tidak dilakukan (Miles and Friedman, 19..)

111
3. Kontra Indikasi Tindakan Reuse Dyalizer
Tindakan reuse dializer tidak dapat dikerjakan pads pasien yang mengalami
infeksi sistemik termasuk hepatitis akut. Dializer penderita Hepatitis B kronis
sebaiknya tidak dilakukan reuse karena sangat berisiko menularkan virus. Tetapi
belum ada penelitian yang mengatakan pusat dialisis yang menjalani reuse pads
penderita hepatitis B mengalami infekasi virus lebih tinggi dibandingkan dengan
pusat dialisis yang tidak reuse. Bahkan CDC di Amerika merekomendasikan
untuk reuse dializer pads penderita human ‘immunodefi-ciency virus (HIV) bila
dilakukan sesuai prosedur dan dipisahkan dari dializer yang lain (Miles and
Freidman, 19..)
4. Tehnik Pakai Ulang (Reprocessing Technique)
Proses ulang dializer setelah dipergunakan pads pasien, ada dua cara yaitu manual
atau menggunakan alat otomatis. United States Renal Data System (USRDS)
tahun 1996 melaporkan bahwa pusat dialisis yang menjalani reuse, 61,4%
memakai alat otomatis, 26% manual dan 12,7% memakai kedua cara tersebut
(Schram, 1996).
Prosedur dasar proses ulang dializer ada beberapa tahap, yaitu:
a. Mengakhiri tindakan dialisis (Termination of hemodialysis)
Pada saat mengakhiri hemodialisis, sebaiknya menggunakan heparin secara
optimal untuk menghindari kemungkinan terjadinya bekuan pads dializer. Di
beberapa pusat dialisis (yang menggunakan air reverse osmosis/RO) dilakukan
pre-rinsing, yaitu kompartemen darah dialid air RO selama 8-10 menit atau
sampai terlihat bersih. Pemeriksaan secara visual untuk melihat adanya bekuan
di dalam kapiler. Bila ditemukan bekuan > 15 kapiler, dializer tidak bisa
dipakai lagi/harus dibuang. Diperiksa pula adakah keretakan/kebocoran pads
tabung dializer. Setelah pemakaian berulang sexing terjadi tabung berwarna
kekuningan atau kecoklatan, bila hal ini terjadi dan mengganggu estetika
sebaiknya dializer tersebut dibuang. Pemberian label dan pengiriman ke
tempat reuse Setelah diberi label, dializer dikirim ke ruang reuse idealnya
tidak lebih dari 10 menit. Ruang reuse sebaiknya:
1) Terpisah dari ruang dialisis.
2) Mempunyai ventilasi yang baik/dilengkapi exhaust fan.
3) Bukan tempat lalu lalang pasien maupun petugas.
b. Pembilasan (Rinsing).
Fase ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain air, waktu /lamanya,
tekanan air, temperatur dan aliran air yang dipergunakan. Semua air yang
masuk kedalam dan kontak dengan kompartemen darah maupun dialisat, harus
mempunyai kualitas yang baik yaitu jumlah koloni bakteri < 200 per ml clan
pads pemeriksaan Limulus amebocyte lysate (LAL) assay konsentrasi
lipopolisakarida bakteri < 1 ng/ml (5 endotoksin unit/ml) (Deane & Beamis,
1981). Kompartemen darah dibilas menggunakan air RO dengan arch aliran
arterial ke vena pads tekanan 15-20 psi (atau 3 – 4Umenit). Kompartemen
dialisat jugs diisi dengan air RO dan saluran keluar ditutup selama 15 menit.
Kemudian kompartemen darah diisi kembali dengan air selama 2 menit

112
dengan tekanan 20 psi, sambil saluran keluarnya diklem sesaat sebanyak 3
kali. Fase ini dapat diulang beberapa kali (Deane & Beamis, 1981).
c. Pembersihan (cleaning).
Fase pembersihan ini sebagai tindakan tambahan bila pembilasan belum
member hasil yang balk. Bahan-bahan yang dipergunakan adalah sodium
hypochlorite (bleach), hydrogen peroxide atau Renaline. Bleach dipakai bila
terdapat bekuan darah di dalam kapiler dan dikatakan dapat meningkatkan
fiber bundle volume dengan cars melarutkan endapan protein. Penggunaan
bleach jugs dapat meningkatkan permeabilitas membran (Meri,1999).
Hydrogen peroxide dapat menghilangkan warns yang terdapat pads kapiler.
Kompartemen darah diisi dengan sodium hypochlorite 1% atau hydrogen
peroxide 3% selama 30-60 detik. Pemakaian bleach dengan konsentrasi lebih
dari 1% dan dalam waktu lebih dari 1 menit, dapat melarutkan lapisan protein
pads dinding kapiler sehingga mengurangi biokompatibilitasnya. Konsentrasi
bleach lebih dari 2% dan pemakaian lebih dari 10 menit, akan merusak
membran dializer dan terjadi kebocoran (Kuwahara, 1989).
d. Pemeriksaan alat (performance testing)
Pads dializer yang dipakai ulang dapat terjadi penurunan transport solute
melalui membran akibat bekuan darah pads kapiler dan adanya endapan
protein pads membran, pori-pori membran tersumbat dan permeabilitas
membran menurun. Sumbatan pads kapiler dializer ini dapat diketahui dengan
mengukur total cell volume (TCV), yaitu volume yang dibutuhkan untuk
memenuhi kompartemen darah (fiber bundle volume /FBV dan dialyzer
header volume). TCV memperlihatkan jumlah kapiler yang tidak tersumbat,
kapiler dializer yang masih berfungsi, dan secara tidak langsung
memperlihatkan klirens dan kapasitas transfer solute. Pengukuran TCV mudah
dilaksanakan sehingga banyak dipakai untuk memeriksa fungsi dializer reuse.
Cara memeriksa TCV adalah kompartemen darah dibilas dengan udara atau,
gas nitrogen, cairan yang keluar kemudian diukur. Idealnya TCV diukur
sebelum pemakaian pertama sehingga hasilnya dipakai sebagai angka
dasar/base line untuk perbandingan pads pemakaian berikutnya. Penurunan
TCV sebesar 20% akan menurunkan klirens kreatinin sebesar 4-11 %. Bila
TCV turun lebih dari 20% maka dializer tersebut tidak dapat dipakai lagi /
harus dibuang.
e. Desinfeksi'dan penyimpanan
Proses desinfeksi dializer reuse memakai bahan kimia germicide untuk
mengurangi koloni bakteri. Bila bahan desinfektan dengan konsentrasi yang
tepat dan waktu pemakaian yang memadai dapat menghasilkan hasil sterilitas
cukup baik atau dapat mengurangi bakteri berspora sampai jumlah yang aman.
Desinfeksi tidak adekuat bisa disebabkan oleh karena bahan desinfektan yang
dipakai kurang baik, konsentrasi kurang, kontaminasi dari air yang dipakai
sebagai pelarut atau terlalu singkat proses desinfeksi. Air yang dipakai sebagai
pelarut harus mempunyai koloni bakteri < 200 per ml, dan/atau konsentrasi
lipopolisakaride < 1 ng/ml (Miles & Friedman, 19..). Bahan-bahan yang

113
dipakai antara lain: formaldehide, glutaraldehide dan peracetic acid.
Formaldehide yang biasa digunakan dengan konsentrasi 2-4% dan disimpan
24 jam pads suhu kamar, jangan kurang dari 2% karena ada beberapa tipe
mikobakteria dapat bertahan pads konsentrasi ini dalam suhu kamar. Bila
disimpan pads `suhu 40° C selama 24 jam maka konsentrasi 1% dapat
digunakan.

114

Anda mungkin juga menyukai