Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PRAKTIKUM

FARMASI RUMAH SAKIT & KLINIK

“COAGULATION DISORDER”

Dosen pengampu:

Dr. Jason Merari, M.M., M.Si., Apt

Disusun oleh :

Kelompok B2/subkel 3

Sukini 1820364071

Suryani 1820364072

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

1
2018

2
BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalamkehidupan manusia. Dalam


mencapai manusia yang sehat secara fisik,manusia harus tahu bahwa sistem imunlah yang
bekerja dalammenangkal semua penyakit yang menyerang tubuh kita. Di dalammelindungi
tubuh kita, sistem imun memiliki kelainan-kelainan yangada baik akibat keturunan ataupun
akibat penyakit. Salah satu kelainantersebut adalah hemofilia.

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan


faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secarasex-linkedrecessive pada
kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar
20-30% pasien tidak memiliki riwayatkeluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga
diduga terjadimutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen.Sampai saat ini
dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkansecara sex-linked recessive yaitu :

 Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defesiensi ataudisfungsi faktor pembekuan VIII (F


VIIIc).
 Hemofilia B (Christmas disease) akaibat defesiensi ataudisfungsi F IX (factor
Christmas).

Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahn akibat kekurangan faktor XI


yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35.Penyakit ini pertama
kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekitar abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada
awal abad ke-19 sejarah baru hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya silsilah keluarga
Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh Otta (1803).

Sejak itu hemofilia dikenal dengan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara
X-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hukum Mandel diperkenalkan.
Selanjutnya legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari penyakit gangguan
pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis, yaitu berupa kelainan yang diturunkan
dengan kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang berlangsung seumur hidup. Pada
permulaan abad 20 hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan
pembekuan darah. Pada tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil mengidentifikasi defisiensi
F VIII dan F IX pada hemofilia A dan Hemofilia B. pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII
dari protein pembawanya di plasma, yitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang

3
dapat dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia A dan penyakit van Willebrand.
Memasuki abad 21, pendekatan diagnostik dengan teknologi yang maju serta pemberian
faktor koagulasi yang diperlukan mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas
seperti orang lainnya tanpa hambatan.

Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar
1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Belum ada angka mengenai
kekerapan di Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai disbanding kasus
hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras,
geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai
20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga (Ilmu Penyakit Dalam, 2010).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemofilia (WFH) pada tahun
2010, terdapat 257.182 penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya
dijumpai 125.049 penderita hemofilia A dan 25.160 penderita hemofilia B. Penderita
hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan perdarahan. Penyakit von
Willebrand merupakan jenis kelainan perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini
setelah hemofilia yaitu sebesar 39.9%.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Gangguan koagulasi adalah gangguan dalam kemampuan tubuh untuk mengontrol
pembekuan darah. Gangguan koagulasi dapat mengakibatkan perdarahan (terlalu sedikit
pembekuan yang menyebabkan peningkatan risiko perdarahan) atau trombosis (terlalu
banyak pembekuan yang menyebabkan pembekuan darah menghalangi aliran darah).
Salah satu jenis penyakit gangguan koagulasi adalah hemofilia yaitu berbagai
kelainan perdarahan bawaan yang melibatkan kekurangan satu atau lebih faktor koagulasi.
Hemofilia yang paling umum adalah hemofilia A dan hemofilia B, yang dihasilkan dari
defisiensi faktor koagulasi VIII dan IX, masing-masing. Kedua hemofilia ini adalah sifat
resesif terkait kromosom X, dengan kecenderungan perdarahan yang bermanifestasi pada
keturunan laki-laki.

B. PATOFISIOLOGI
Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked
dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan
komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan
untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cidera. Cedera pada pembuluh
darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap
matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi
trombosit. Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain
trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi
trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga
melepaskan tissue faktor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai
kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan
trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan
bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak
berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang
tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun
pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat
terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat

5
proses fibrinolisis alami atau trauma ringan. Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh
mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di
regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis
mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling
banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8
dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari
pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi
sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus
demikian. Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan
walaupun biasanya ringan.

C. ETIOLOGI
Hemofilia A adalah yang paling umum dari gangguan, dengan kejadian 1 dari 5.000
kelahiran hidup laki-laki; dalam populasi umum, kejadiannya 1 dalam 10.000. Hemofilia
B terjadi pada 1 dari 30.000 kelahiran hidup laki-laki, atau 1 dari 60.000 pada populasi
umum. Kekurangan faktor koagulasi lain juga dapat terjadi tetapi jarang terjadi.
Hemofilia A dan B mempengaruhi hemostasis sekunder. Faktor VIII dan IX diperlukan
untuk aktivasi faktor kromosom X, diikuti oleh pembentukan thrombin. Trombin akan
mengarah pada pembentukan fibrin. Ketika cedera terjadi pada individu dengan hemofilia,
fungsi trombosit (bagian dari hemostasis primer) adalah normal, dengan pembentukan
sumbat trombosit. Namun, stabilisasi sumbat platelet yang terbentuk oleh fibrin tidak terjadi
(karena pembentukan thrombin tidak adekuat untuk menghasilkan fibrin), yang
menyebabkan kegagalan pada hemostasis sekunder dan perdarahan lanjutan.
Faktor defisiensi tidak mutlak di hemofilia, Faktor VIII dan faktor IX tingkat
prokoagulan tetap relatif konstan pada pasien dan sesuai dengan frekuensi dan keparahan
hemoragik. Perdarahan dapat terjadi secara spontan pada pasien dengan defisiensi berat atau
hanya setelah trauma pada pasien dengan beberapa faktor aktivitas. Tempat yang paling
umum untuk perdarahan adalah otot dan sendi besar. Kebanyakan pasien simptomatik
dengan hemofilia A memiliki tingkat faktor VIII kurang dari 5%. Tingkat keparahan
defisiensi dikategorikan sebagai ringan, sedang, dan berat. Pasien dengan tingkat faktor
kurang dari 1% (0,01 U / mL) diklasifikasikan sebagai memiliki hemofilia berat. Episode
hemoragik lebih sering terjadi pada pasien ini (20 hingga 30 tahun atau lebih setiap tahun)
dan sering terjadi tanpa bukti trauma. Pasien dengan tingkat faktor lebih dari 5% dianggap
memiliki hemofilia ringan. Pasien-pasien ini biasanya hanya perdarahan setelah trauma atau

6
pembedahan. Pasien dengan tingkat faktor antara 1% dan 5% dianggap memiliki hemofilia
moderat, dengan manifestasi antara dua ekstrem. Kebanyakan pasien dengan hemofilia
memiliki penyakit sedang hingga berat.

D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis perdarahan pada hemofilia A dan B sejalan dengan derajat
defisiensinya. Perdarahan yang umum dijumpai adalah mudah memar, perdarahan oral
khususnya perdarahan gusi, hemartrosis dan hematoma yang terjadi secara spontan atau
setelah adanya trauma. Perdarahan yang terjadi pada penyakit von Willebrand dapat
berupa perdarahan ringan sampai berat, biasanya berupa perdarahan mukokutan seperti
memar yang hebat, epistaksis, menoragi, adanya perdarahan yang memanjang pada luka
kecil, perdarahan yang berlebihan setelah trauma atau cabut gigi.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan perdarahan spontan atau karena
trauma, dicari riwayat keluarga dengan keluhan yang sama meskipun pada sekitar 20-30%
tidak didapatkan riwayat keluarga (terjadi karena adanya mutasi spontan), pada
pemeriksaan fisik dicari tanda-tanda perdarahan, dan pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan masa tromboplastin parsial teraktifasi (aPTT) memanjang. Diagnosis pasti
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan kadar faktor
VIII untuk hemofilia A dan kadar faktor IX untuk hemofilia B. Diagnosis pasti penyakit
von Willebrand ditegakkan berdasarkan anamnesis yang sugestif untuk penyakit ini
dibantu dengan pemeriksaan laboratorium spesifik. Umumnya didapatkan waktu
perdarahan dan aPTT yang memanjang. Hasil normal pada tes skrining belum
menyingkirkan diagnosis penyakit ini. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan kadar F.VIII, antigen FVW (VWF:Ag), aktivitas FVW (VWF R:Co) dan
VWF multimers.

7
F. TUJUAN TERAPI
Mencegah terjadinya pendarahan

G. FARMAKOTERAPI

8
1. Terapi farmakologi
a. Desmopressin (Deamino-D-arginine vasopressin (DDAVP)
Pada orang dengan hemofilia A ringan dan pembawa dengan tingkat FVIII
rendah, yang tingkat faktor dasar tidak terlalu rendah, mungkin untuk mengelola
minor operasi atau prosedur gigi dengan menggunakan desmopressin (DDAVP).
Sebuah pra- dosis uji operasi desmopresin (DDAVP) dengan penilaian tingkat
FVIII mungkin dipertimbangkan. Dosis intravena atau subkutan 0,3μg/kg
biasanya meningkatkan kadar FVIII faktor dengan 3-5 kali tingkat dasar. Dosis
berulang mungkin diberikan, namun respon dapat menurun dan faktor koagulasi
penggantian mungkin diperlukan. Tingkat faktor koagulasi yang diinginkan
(tingkat puncak) untuk pasien dengan hemofilia A ringan atau pembawa adalah
sama dengan pasien dengan penyakit berat. Desmopressin (DDAVP) harus
dihindari pada anak di bawah 2 tahun tahun dan wanita selama masa nifas, dan
keseimbangan cairan dan elektrolit dipantau pada semua pasien lain karena
risiko hiponatremia. Cairan pembatasan selama terapi desmopressin (DDAVP)
harus dipertimbangkan. Harus digunakan dengan hati-hati pada orang tua karena
risiko arteri koroner penyakit dan spasme.

b. Asam traneksamat

Asam traneksamat adalah agen antifibrinolitik yang secara kompetitif


menghambat aktivasi plasminogen ke plasmin. Sebagai stabilitas bekuan dan
berguna sebagai ajuvan terapi di hemofilia dan beberapa lainnya gangguan
perdarahan. Perawatan teratur dengan asam traneksamat saja tidak ada gunanya
dalam pencegahan hemarthroses di hemofilia. Namun, sangat berharga dalam
mengendalikan perdarahan dari permukaan kulit dan mukosa (misalnya oral
pendarahan, epistaksis, menorrhagia). Asam traneksamat sangat berharga dalam
pengaturan operasi gigi dan dapat digunakan untuk mengontrol pendarahan oral
yang terkait dengan erupsi atau penumpahan gigi.

9
Dosis/administrasi

- Asam traneksamat biasanya diberikan sebagai tablet oral tiga hingga empat
kali sehari. Itu juga bisa diberikan oleh infus intravena dua hingga tiga kali
sehari, dan juga tersedia sebagai obat kumur.

- Gangguan gastrointestinal (mual, muntah, atau diare) mungkin jarang terjadi


sebagai efek samping, tetapi ini gejala biasanya sembuh jika dosis dikurangi.
Ketika diberikan intravena, itu harus diinfus perlahan-lahan karena injeksi
cepat dapat mengakibatkan pusing dan hipotensi.

- Formulasi sirup juga tersedia untuk anak menggunakan. Jika ini tidak
tersedia, tablet bisa dilumatkan dan dilarutkan dalam air bersih untuk topikal
digunakan pada lesi mukosa berdarah.

- Asam traneksamat umumnya diresepkan untuk tujuh hari setelah pencabutan


gigi untuk mencegah perdarahan pasca operasi.

- Asam traneksamat diekskresikan oleh ginjal dan dosis harus dikurangi jika
ada kerusakan ginjal untuk menghindari akumulasi beracun.

- Penggunaan asam traneksamat merupakan kontraindikasi untuk pengobatan


hematuria karena penggunaannya dapat mencegah pembubaran gumpalan di
ureter, mengarah ke uropati obstruktif yang serius dan potensial permanen
hilangnya fungsi ginjal.

- Demikian pula, obat ini kontraindikasi dalam pengaturan bedah toraks, di


mana mungkin terjadi dalam pengembangan hematoma yang tidak larut.

- Asam traneksamat dapat diberikan sendiri atau bersama dengan dosis standar
faktor koagulasi konsentrat.

- Asam traneksamat tidak boleh diberikan kepada pasien dengan defisiensi


FIX yang menerima prothrombin konsentrat kompleks, karena ini akan
memperburuk risiko tromboemboli.

10
c. Epsilon aminocaproic acid (EACA)
Epsilon aminocaproic acid (EACA) mirip dengan asam traneksamat tetapi
kurang banyak digunakan seperti yang dimilikinya waktu paruh plasma yang
lebih pendek, kurang kuat, dan lebih beracun.

Dosis / administrasi

- EACA biasanya diberikan kepada orang dewasa secara lisan atau secara
intravena setiap empat hingga enam jam hingga maksimum 24 g/hari pada
orang dewasa.

- Formulasi sirup 250 mg/ml juga tersedia.

- Gangguan gastrointestinal merupakan komplikasi umum; mengurangi dosis


sering membantu.

- Miopati adalah reaksi merugikan yang jarang secara spesifik dilaporkan


dalam hubungan dengan asam aminocaproic terapi (tetapi bukan asam
traneksamat), biasanya terjadi setelah pemberian dosis tinggi untuk beberapa
minggu.

- Miopati sering menyakitkan dan berhubungan dengan peningkatan kadar


creatine kinase dan bahkan mioglobinuria.

- Resolusi penuh mungkin diharapkan setelah perawatan obat dihentikan.

2. Terapi Non-farmakologi
‒ Mencegah perdarahan dengan menghindari trauma

‒ Tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan perdarahan, seperti


mencabut gigi atau sirkumsisi tanpa persiapan

‒ Menjauhi obat-obatan terutama aspirin dan NSAID (kecuali inhibitor COX2)


‒ Mengistirahatkan bagian yang cedera, untuk meminimalkan cedera ataupun
penambahan cedera
‒ Apabila kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat bantu seperti tongkat.

11
‒ Kompres bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitarnya dengan es atau bahan
lain yang lembut dan dingin.

12
KASUS 3

COAGULATION DISORDERS

A. Identitas Pasien

Nama : An. A

Umur : 9 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Tanah Grogot

No. Rekam Medis : 14 00 63 70

Masuk Rumah Sakit : Sabtu, 11 Januari 2014.

B. Keluhan Utama

Rujukan dari RSUD Panglima Sebaya Tanah Grogot. Pasien dirujuk dengan diagnosa
post evakuasi hematom genu kiri + riw. Hemofilia. Saat ini keluhan bengkak pada lutut
kiri terasa hangat dan nyeri.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien sudah 3 kali jatuh dan mengalami trauma pada lutut kiri, pada trauma yang
pertama dan kedua lutut bengkak namun pasien masih bisa berjalan. Pada trauma yang
ketiga tanggal 5 januari 2014 lutut kiri bertambah bengkak hingga tidak bisa berjalan.
Pasien dibawa berobat oleh orang tuanya dan di RS panglima sebaya dilakukan operasi
evakuasi hematom pada lutut kiri tanggal 8 januari 2014. Pasien memiliki riwayat
penyakit hemofilia sejak 2010. Tanggal 11 Januari pasien dirujuk ke RSUD AWS untuk
pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Sejak usia 3 tahun pasien sering mengeluhkan gusi siring berdarah. Terkadang pasien
juga mengeluhkan lebam pada kulit dan mimisan. Pada tahun 2010 pasien MRS diperiksa
darah dan dinyatakan menderita hemofilia. Pasien juga memiliki riwayat sirkumsisi
dengan pemberian koate (antihemofilia faktor VIII).

13
E. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.

F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di ruang Melati RSUD.A.W.Sjahranie pada hari senin 18
Januari 2014.
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Tanda-tanda Vital : Tekanan Darah : mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi Napas : 20 x/menit, teratur
Temperatur : 37.2oC
Status Gizi : Usia 9 tahun
BB = 25 Kg
TB = 130 cm
IMT = 14.79
Berat badan (kg)
IMT : = 25 kg/1,32 m = 25/ 1.09= 14.79
Tinggi badan (m)2
Kesimpulan :Status gizi berdasarkan BB/U adalah baik.

G. Pemeriksaan Penunjang

14
H. Diagnosis

Hemofilia A

I. Penatalaksanaan

J. Follow Up Pasien

15
16
Prognosis:

Dubia ad bonam

Pertanyaan

Lakukan Analisis Problem Pengobatan dan saran pengatasannya menggunakan metode SOAP

17
A. PENYELESAIAN KASUS
ANALISIS KASUS
FORM DATA BASE PASIEN
UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A (laki-laki) No Rek Medik : 14 00 63 70
Tempat/tgl lahir : - Dokter yang merawat :-
Alamat : Tanah Grogot
Ras : -
Umur : 9 tahun
Pekerjaan : -
Sosial : -
Riwayat masuk RS : Sabtu, 11 Januari 2014.

Keluhan Utama

Rujukan dari RSUD Panglima Sebaya Tanah Grogot. Pasien dirujuk dengan
diagnosa post evakuasi hematom genu kiri + riw. Hemofilia. Saat ini keluhan bengkak
pada lutut kiri terasa hangat dan nyeri.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien sudah 3 kali jatuh dan mengalami trauma pada lutut kiri, pada trauma yang
pertama dan kedua lutut bengkak namun pasien masih bisa berjalan. Pada trauma
yang ketiga tanggal 5 januari 2014 lutut kiri bertambah bengkak hingga tidak bisa
berjalan. Pasien dibawa berobat oleh orang tuanya dan di RS panglima sebaya
dilakukan operasi evakuasi hematom pada lutut kiri tanggal 8 januari 2014. Pasien
memiliki riwayat penyakit hemofilia sejak 2010. Tanggal 11 Januari pasien dirujuk ke
RSUD AWS untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

Riwayat penyakit terdahulu :

Sejak usia 3 tahun pasien sering mengeluhkan gusi siring berdarah. Terkadang pasien
juga mengeluhkan lebam pada kulit dan mimisan. Pada tahun 2010 pasien MRS
diperiksa darah dan dinyatakan menderita hemofilia. Pasien juga memiliki riwayat
sirkumsisi dengan pemberian koate (antihemofilia faktor VIII).

18
Riwayat Sosial :-

Kegiatan

Pola makan/diet

- Vegetarian Tidak

Merokok Tidak

Meminum Alkohol Tidak

Meminum Obat herbal Tidak

Riwayat alergi :-

KELUHAN / TANDA UMUM

Tanggal Subyektif Obyektif

5 -
Agustus Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
2010 APTT 76 dtk Kontrol 33 dtk Meningkat
Faktor VIII 3 Kontrol 109 Menurun
Faktor IX 65 Kontrol 73 Meningkat
5 Januari Lutut kiri -
2014 bengkak
hingga tidak
bisa berjalan

19
11 Nyeri pada
Januari lutut kiri, Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
2014 bengkak Nadi 82 x/mnt 60-100 x/mnt Normal
pada lutut RR 20 x/mnt 16-20 x/mnt Normal
(H ke 4)
kiri Suhu 37,2oC 36,5-37,5oC Normal
Darah Lengkap
Leukosit 7.200 4000-10000 Normal
Hemoglobin 9,0 11-16 Menurun
Hematokrit 28,1 37-54 Menurun
Trombosit 200.000 150000-450000 Normal
Elektrolit
Natrium 135 135-155 Normal
Kalium 4,4 3,6-5,5 Normal
Chloride 107 95-108 Normal
Kimia darah
ureum 20,1 10-40 Normal
kretinium 0,6 0,5-1,5 Normal
GDS 98 60-150 Normal
Akral : hangat

12 Nyeri pada
januari lutut kiri, Akral : hangat
2014 bengkak
pada lutut
(H ke 5)
kiri

20
13 Nyeri pada
januari lutut kiri, Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
2014 bengkak Nadi 80 x/mnt 60-100 x/mnt Normal
pada lutut RR 20 x/mnt 16-20 x/mnt Normal
(H ke 6)
kiri Suhu 36,8oC 36,5-37,5oC Normal
Darah Lengkap
Leukosit 4650 4000-10000 Normal
Hemoglobin 10,2 11-16 Menurun
Hematokrit 29,5 37-54 Menurun
Trombosit 167000 150000-450000 Normal
Bleeding time 3’ 1-6 Normal
Clotting time 10’ 1-15 Normal
APTT 48,3 dtk 28-34 detik Meningkat
PT 14,1 dtk Kontrol 13,5 Meningkat
detik
Akral hangat
14 Nyeri pada
januari lutut kiri, Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
2014 bengkak Nadi 84 x/mnt 60-100 x/mnt Normal
pada lutut RR 18 x/mnt 16-20 x/mnt Normal
(H ke 7)
kiri Suhu 37oC 36,5-37,5oC Normal
Akral hangat

15 Nyeri pada
januari lutut kiri, Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
2014 bengkak Nadi 84 x/mnt 60-100 x/mnt Normal
pada lutut RR 22 x/mnt 16-20 x/mnt Meningkat
(H ke 8)
kiri Suhu 36,9oC 36,5-37,5oC Normal
Akral : hangat

21
16 Nyeri pada
januari lutut kiri, Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
2014 bengkak Nadi 82 x/mnt 60-100 x/mnt Normal
pada lutut RR 20 x/mnt 16-20 x/mnt Normal
(H ke 9)
kiri Suhu 37,2oC 36,5-37,5oC Normal
Akral hangat

17 Nyeri pada
januari lutut kiri, Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
2014 bengkak Nadi 80 x/mnt 60-100 x/mnt Normal
pada lutut RR 18 x/mnt 16-20 x/mnt Normal
(H ke10)
kiri Suhu 37oC 36,5-37,5oC Normal
Akral hangat

18 Nyeri pada
januari lutut kiri, Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
2014 bengkak Nadi 82 x/mnt 60-100 x/mnt Normal
pada lutut RR 20 x/mnt 16-20 x/mnt Normal
(H ke11)
kiri, tidak Suhu 37,2oC 36,5-37,5oC Normal
BAB selama Akral hangat
5 hari

RIWAYAT PENYAKIT DAN PENGOBATAN

Nama Penyakit Tanggal/tahun Nama obat/terapi

- 8 januari 2014 Operasi evakuasi hematom pada lutut kiri

Hamarthrosis et causa 11 Januari 2014 Koate 25 U/kgbb selama 2 hari


Hemofilia
Transfusi PRC 1 x 250 cc

22
Hamarthrosis et causa 12 Januari 2014 Koate 25 U/kgbb selama 2 hari
Hemofilia
Inj. Ketorolac 5 mg extra

Indometasin 3 x 50 mg

Hamarthrosis et causa 13 Januari 2014 Koate 25 U/kgbb selama 2 hari


Hemofilia
Inj. Ketorolac 5 mg extra

Indometasin 3 x 50 mg

Inj. Ranitidin 20 mg IV extra

Hamarthrosis et causa 14 Januari 2014 Koate 1250 IU H1 (3 ampul 500 IU)


Hemofilia
Inj. Ketorolac 5 mg extra

Indometasin 3 x 50 mg

Transamin 3 x 250 cc

Hamarthrosis et causa 15 Januari 2014 Koate 1250 IU H2 (3 ampul 500 IU)


Hemofilia
Inj. Ketorolac 5 mg extra

Indometasin 3 x 50 mg

Transamin 3 x 250 cc

Hamarthrosis et causa 16 Januari 2014 Koate 1250 IU H3 (3 ampul 500 IU)


Hemofilia
Inj. Ketorolac 5 mg extra

Indometasin 3 x 50 mg

Transamin 3 x 250 cc

Hamarthrosis et causa 17 Januari 2014 Koate 1250 IU H4 (3 ampul 500 IU)


Hemofilia
Inj. Antrain 250 mg PRN

Indometasin 3 x 50 mg

23
Transamin 3 x 250 cc

Hamarthrosis et causa 18 Januari 2014 Koate 1250 IUH5 (3 ampul 500 IU)
Hemofilia
Inj. Ketorolac 5 mg extra

Indometasin 3 x 50 mg

Transamin 3 x 250 cc

24
OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI
Nama obat Indikasi Dosis Rute Pemberian Interaksi ESO Outcome Terapi
Koate Hemofilia A 1250 IUH (3 Intravena - Reaksi alergi, kesemutan (pada Hemofilia
klasik ampul 500 lengan, telinga, dan wajah), sakit membaik
IU) kepa, mual, nyeri lambung, gemetar

Injeksi Mengurangi 5 mg extra Intravena - Mual, muntah, diare, pusing, mata Nyeri berkurang
ketorolac peradangan dan kering
nyeri

Indometasin Menurunkan dan 3 x 50 mg Oral - Sakit kepala, mual, muntah, Nyeri dan
mengurangi konstipasi, tukak lambung, penurunan bengkak
peradangan selera makan berkurang
(bengkak) serta
nyeri sendi pada
OA dan RA

Transamin Antifibrinolitik 3 x 250 cc Intravena - Sakit kepala sebelah, anemia, nyeri Pendarahan
(asam (menghentikan sendi, mual muntah berkurang
traneksamat) pendarahan)

Ranitidine Menurunkan 20 mg IV Intravena - Konstipasi, sakit kepala, sakit perut, Mengurangi nyeri
inj produksi asam extra dan insomnia lambung

25
lambung

26
ASSESMENT

PROBLEM MEDIK 1: HEMOFILIA A

Subyektif Obyektif Terapi Analisis/assasment DRP Plan Monitoring

Nyeri dan, ‒ Akral Koate 1250 Pemberian Koate (faktor - Pemberian Koate dilanjutkan. Kadar faktor
bengkak hangat IUH5 (3 ampul VIII), sudah tepat sebagai pembekuan
pada lutut ‒ APTT : 500 IU) pengobatan utama pada darah
kiri. 48.3 detik hemofilia A.
(Memiliki
‒ PT : 14.1 Inj. Ketorolac 5 Pemberian njeksi ketorolac Pemilihan Pemberian inj. Ketorolac dan Frekuensi
riwayat gusi
detik mg extra dan indometasin (AINS obat tidak indometasin dihentikan. Dan dan derajat
berdarah,
COX non selective) dapat tepat diganti dengan pemberian NSAID nyeri
lebam, serta Indometasin 3 x
menyebabkan perdarahan COX selective yang memiliki
mimisan) 50 mg
pada saluran resiko pendarahanyang lebih rendah
gastroentestinal sehingga dibanding NSAID COX non
tidak disarankan oleh pasien selective dan cox prefentian yakni
yang mengalami hemofilia. dengan pemberian Celecoxib dosis
100 mg 2 kali sehari.

27
Transamin 3 x Pemberian transamin (Asam - Pemberian Transamin dapat Efek
250 cc Tranexamat) dilanjutkan dilanjutkan. samping
karena obat ini merupakan obat
terapi tambahan yang
diindikasikan sebagai zat
antifibrinolitik untuk
menghentikan/mencegah
perdarahan pada
gusi/sendi/lapisan mukosa
lainnya.

PROBLEM MEDIK 2: KONSTIPASI

Subyektif Obyektif Terapi Analisis/assasment DRP Plan Monitoring

Tidak - - Konstipasi yang dialami oleh Indikasi Penggunaan indometasin dihentikan Frekuensi BAB
BAB pasien kemungkinan disebabkan belum dan pemberian terapi non dan kosistensi
selama 5 karena efek samping dari diterapi farmakologi (banyak minum air tinja
penggunaan indometasin. putih, mengkonsumsi makanan tinggi
serat dsb)

28
PROBLEM MEDIK 3: ANEMIA

Subyektif Obyektif Terapi Analisis/assasment DRP Plan Monitoring

- Hb: 10,2 - Kadar Hb pasien pada tanggal Indikasi Perlu pemeriksaan Hb untuk Kadar
g/dL 13 januari 2014 masih belum memastikan kadar Hb pasien saat ini, Hemoglobin
(tanggal dibawah normal walaupun diterapi karena terakhir pengukuran
13/01/201 sudah dilakukan tranfusi PRC hemoglobin dilakukan pada tanggal
4) 13 2014. Jika pada hasil pengukuran
menunjukkan kadar Hb pasien masih
dibawah normal tetapi tidak kurang
dari 7 g/dL, maka dapat dilakukan
pemberian suplemen zat besi (ferro
sulfat 300 mg 3 kali sehari 1 tablet )
sesuai kebutuhan pasien.

29
CARE PLAN

Terapi Farmakologi

1. Untuk terapi hemofillia A, pemberian Koate dengan dosis 1250 IUH (3


ampul 500 IU) tetap dilanjutkan.

2. Untuk mengatasi nyeri dan peradangan pemberian inj. Ketorolac dan


indometasin dihentikan. Dan diganti dengan pemberian NSAID COX 2
selective yang memiliki resiko pendarahan yang lebih rendah dibanding
NSAID COX non selective dan COX prefentian yakni dengan pemberian
Celecoxib dosis 100 mg 2 kali sehari.

3. Untuk mengatasi/menghentikan pendarahan pemberian Transamin (asam


traneksamat) dengan dosis 3 x 250 cc tetap dilanjutkan.

4. Perlu pemeriksaan Hb untuk memastikan kadar Hb pasien saat ini, karena


terakhir pengukuran hemoglobin dilakukan pada hari ke-6 perwatan. Jika
pada hasil pengukuran menunjukkan kadar Hb pasien masih dibawah
normal tetapi tidak kurang dari 7 g/dL, maka dapat dilakukan pemberian
suplemen zat besi (ferro sulfat 300 mg 3 kali sehari 1 tablet ) sesuai
kebutuhan pasien.

Terapi Non Farmakologi

‒ Untuk mengatasi kostipasi/ kesulitan BAB pada pasien, dilakukan terapi non
farmakologi dengan banyak minum air putih (1,5 L/hari) dan
mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti buah dan sayur.

‒ Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE
(rest, ice, compression, elevation) segera dilakukan.
‒ Istirahat yang cukup dan mengurangi aktivitas/tindakan yang dapat
menyebabkan trauma dan benturan yang dapat menyebabkan pendarahan.
‒ Mengistirahatkan bagian yang cedera, untuk meminimalkan cedera ataupun
penambahan cedera.

30
‒ Menjaga berat badan agar tidak berlebih, karena jika BB berlebih dapat
mengakibatkan pendarahan terutama pada sendi-sendi dibagian kaki.
‒ Olahraga/latihan fisik ringan untuk meningkatkan kekuatan otot,
melindungi sendi, serta meningkatkan kebugaran.
‒ Menjaga kebersihan mulut agar tidak terjadi gusi berdarah.
‒ Menjaga pola hidup sehat seperti makan yang bergizi dengan
memperbanyak konsumsi makanan tinggi vitamin K yang berfungsi untuk
mempercepat pembekuan darah seperti sayur bayam, kol, buah alpukat.

MONITORING

1. Monitoring keluhan bengkak dan nyeri pasien


2. Monitoring APTT, PT, Hb, Ht, Bleeding time, dan Clotting time.
3. Monitoring outcome terapi, apakah pengobatan yang diberikan sudah tepat atau
belum
4. Monitoring efek samping obat

KIE

1. Memberikan edukasi tentang penyakit yang diderita bahwa pasien mengalami


penyakit/kelainan gangguan koagulasi yaitu hemofilia A dan menghindari aktivitas
yang beresiko menyebabkan trauma/pendarahan.
2. Menjelaskan kepada pasien tentang obat yang didapatkan meliputi nama obat,
kegunaan, cara minum, efek samping, serta akibat bila tidak meminum obat
tersebut
3. Menyarankan pasien untuk banyak minum air putih, mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung serat, menjaga pola hidup sehari-hari.

31
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro et al. 2014. Pharmoceterapy a Phatofisiology Aproach 9th editon, McGraw Hill
Companies, Manufactured in the United States of America.

Farrugia, Albert. 2017. Guide for the Assessment of Clotting Factor Concentrates.
Journal. World Federation of Hemophilia. Edition 3.

Kasper, C.K. Silva, M.C.E. 2004. Registry of Clotting Factor Concentrates. Journal.
World Federation of Hemophilia. Edition 5

Srivastava, A et al. 2012. Guidelines for The Management of Hemophilia. Journal. World
Federation of Hemophilia. Edition 2

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., dan Kusnandar,
2013. ISO Farmakoterapi. ISFI Penerbitan, Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai