Anda di halaman 1dari 33

Laporan Fisiologi Tumbuhan

Acara I
Difusi dan Osmosis

Nama :
Niken Istighfarin (140210103070) Kelas B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS PENDIDIKAN MIPA
UNIVERSITAS JEMBER
2016
I. Judul
Difusi dan Osmosis

II. Tujuan
A. Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut
Mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut)
terhadap permeabilitas membran sel.
B. Plasmolisis
Untuk mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonis
pada sel tumbuhan.

III. Dasar Teori


Difusi adalah gerakan acak dari partikel pada semua arah melalui
larutan atau gas. Partikel bergerak dari area dengan konsentrasi tinggi ke
area dengan konsentrasi rendah sepanjang gradien konsentrasi. Energi untuk
difusi dihasilkan oleh energi panas. Difusi juga terjadi karena perubahan
potensial listrik yang melewati membran. Kation akan mengikuti anion dan
sebaliknya (Horne, 2001 : 8).
Dinding sel terbentuk atas lapisan lemak dengan banyak pori-pori
protein yang halus. Substansi dapat berdifusi melewati dinding sel dengan
mengikuti syarat sebagai berikut : bila partikel tersebut cukup kecil untuk
melewati pori-pori protein (misalnya : air dan urea), hal ini disebut difusi
sederhana. Bila partikel tersebut adalah larut dalam lemak (misal : oksigen
dan karbon dioksida), ini merupakan contoh lain difusi sederhana. Melalui
substansi pembawa : ini disebut difusi yang dipermudah. Partikel besar tak
larut-lemak seperti glukosa harus berdifusi ke dalam sel melalui substansi
pembawa. Glukosa, sebagai contoh, berikatan dengan pembawa di luar sel
untuk menjadi larut dalam lipid. Bila memasuki sel, glukosa memisahkan
diri dari pembawa dan pembawa kemudian bebas untuk mempermudah
difusi dari glukosa tambahan (Horne, 2001 : 8).
Faktor yang meningkatkan difusi, antara lain : peningkatan suhu,
peningkatan konsentrasi partikel, penurunan ukuran atau berat molekul dari
partikel, peningkatan area permukaan yang tersedia untuk difusi, dan
penurunan jarak lintas di mana massa partikel harus berdifusi. Sedangkan
faktor-faktor yang berlawanan akan bertindak menurunkan difusi (Horne,
2001 : 8).
Seperti pada difusi sederhana, difusi yang dipermudah memerlukan
adanya gradien konsentrasi yang membantu difusi. Kecepatan difusi yang
dipermudah, tergantung pada ketersediaan substansi pembawa. Bila terdapat
gradien konsentrasi yang besar (misalnya perbedaan antara area dengan
konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah adalah besar), pembawa dapat
menjadi jenuh (terpakai) dan difusi akan menurun meskipun adanya gradien
konsentrasi yang dibutuhkan. Glukosa akan bergerak ke dalam sel, sebagai
contoh, hanya bila terdapat gradien konsentrasi yang dibutuhkan dan
tersedianya substansi pembawa (Horne, 2001 : 8-9).
Osmosis adalah difusi suatu zat pelarut melintasi membran. Pada
makhluk hidup zat pelarut selalu air. Osmosis didefinisikan sebagai
pergerakan air (zat pelarut) melalui membran permeabel selektif, dari area
dengan konsentrasi air (zat pelarut) yang tinggi ke area dengan konsentrasi
air (zat pelarut) yang rendah (James, 2008 : 28).
Gambar 2.14.

(James, 2008 : 29).


Tonisitas adalah kemampuan larutan untuk memvariasikan ukuran dan
bentuk sel dengan mengubah jumlah air dalam sel. Larutan salin normal
(natrium klorida 0,9% b/v) dan larutan glukosa (dekstrosa) 5% b/v adalah
isotonik dengan plasma dan seringkali digunakan untuk infus intravena.
Walaupun kedua larutan tersebut bukan plasma, namun konsentrasi
partikelnya sama. Air laut relatif hipertonik dibandingkan dengan cairan
tubuh karena memiliki konsentrasi natrium klorida 1 mol/t. menelan air laut
akan menyebabkan air berpindah keluar sel secara osmosis dan
menyebabkan dehidrasi. Sebagian besar cairan yang diminum seperti teh
atau jus buah, relatif hipotonik dibandingkan cairan tubuh (James, 2008 :
30).
Efek tonisitas terhadap sel dibagi menjadi 3, antaralain : larutan
isotonik, larutan hipertonik, dan larutan hipotonik. Pada larutan isotonik,
memiliki konsentrasi zat terlarut yang sama pada kedua sisi membran. Air
berpindah keluar masuk sel, tetapi tidak ada resultan pergerakan air dan
bentuk dari sel tetap. Larutan hipertonik, konsentrasai zat terlarut lebih
pekat di luar sel daripada di dalam sel. Air akan berpindah keluar sel ke
larutan secara osmosis dan menyebabkan penciutan sel, disebut krenasi.
Sedangkan pada larutan hipotonik, konsentrasi zat terlarut lebih rendah di
luar sel daripada di dalam sel. Air akan masuk ke sel secara osmosis,
menyebabkan pembangkakan sel dan sel menjadi pecah, disebut hemolisis
(James, 2008 : 31).

Larutan Isotonik Larutan hipertonik Larutan hipotonik


(James, 2008 : 31).
NaCl dapat mempengaruhi tekanan osmotik serta mempengaruhi
pembentukan jumlah embrio somatik karena NaCl menghambat proses
pergerakan air yang melalui membran semipermeable karena perbedaan
konsentrasi larutan. Hal ini membuat sel dalam keadaan hipertonik dimana
air menentukan keseimbangan antara konsentrasi dalam dan luar sel dengan
berpindah ke lingkungan. Semakin pekat larutan NaCl yang terkandung
dalam media maka akan semakin banyak air dalam sel yang keluar sehingga
membuat sel tumbuhan mengalami kematian. Arah osmosis ditentukan oleh
perbedaan konsentrasi zat terlarut total. Air berpindah dari larutan hipotonik
ke hipertonik sekalipun larutan hipotoniknya memiliki variasi zat terlarut
lebih banyak dibandingkan dengan larutan hipertonik (Sari, 2013 : 157).
Metanol (CH3OH) adalah senyawa organik yang dalam industri kimia
banyak digunakan sebagai pelarut karena kemampuannya untuk larut
dalam berbagai senyawa organik dan anorganik. Metanol juga banyak
digunakan sebagai pereaksi pada pembentukan formaldehida atau metil
ester yang banyak digunakan sebagai bahan anti beku (antifreeze) pada
industri otomotif maupun pesawat terbang. Sebagai bahan bakar
alternatif, sejak krisis minyak tahun 1973, litbang metanol untuk bahan
bakar alternatif telah dilakukan dengan sangat intensif sebagai jawaban
untuk mencari alternatif energi pengganti minyak. Saat ini litbang
hidrogen juga melirik metanol sebagai energy carrier untuk hidrogen guna
memasok kebutuhan hidrogen pada sistem hidrogen berbasis sel bahan
bakar (Salimy, 2015 : 110).
Aseton (propylketone) (C3H6O) merupakan satu dari sebagian besar
senyawa yang berlimpah dalam pernafasan manusia. Aseton dihasilkan oleh
heptocytes melalui decarboxylation dari kelebihan Acetyl-CoA. Aseton
dibentuk oleh decarboxylation acetoacetate, yang berasal dari lipolisis atau
peroksidasi lipid. Ketone bodies seperti aseton dioksidasi melalui siklus
Krebs dalam jaringan peripheral. Ketone bodies dalam darah (termasuk
acetoacetate dan β-hydroxybutyrate) meningkat dalam subjek ketonemic
ketika puasa atau kelaparan atau selama diet. Konsentrasi aseton dalam
pernafasan meningkat pada pasien diabetes mellitus yang tak terkontrol
(Mitrayana, 2014 : 94).

IV. Metode Pengamatan


4.1. Alat dan Bahan
A. Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut
Alat :
 Pemanas listrik
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Gelas kimia atau wadah tahan panas
Bahan :
 Umbi kunyit
 Metanol
 Aseton
 Aquadest
B. Plasmolisis
Alat :
 Mikroskop
 Object glass
 Cover glass
 Pipet tetes
 Silet
Bahan :
 Umbi bawang merah
 Daun Rhoeo discolor
 Larutan gula
 Larutan garfis
 Aquadest
4.2. Proses Kerja
A. Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut

Menyiapkan tabung reaksi sebanyak 6 buah per kelompok

1 tabung dijadikan sebagai kontrol dengan memberi aquades


sebanyak 5 ml kemudian memasukkan 2 potong kunyit.
Mendiamkan selama 30 menit.

3 tabung selanjutnya digunakan untuk perlakuan fisik (suhu).


Ketiganya diisi dengan aquadest sebanyak 5 ml. Kemudian
meletakkan ke dalam beaker glass besar yang telah berisi
aquadest. Memanaskan hingga suhu 40o, 50 o, dan 70o. Setelah
mencapai suhu yang ditentukan, tabung diisi dengan masing-
masing 2 kunyit. Mendiamkan selama 30 menit.

2 tabung sisanya digunakan untuk perlakuan pelarut organik,


metanol dan aseton. Satu tabung diisi dengan 5 ml metanol dan
tabung lainnya diisi dengan 5 ml aseton. Kemudian keduanya
diisi oleh masing-masing 2 kunyit. Mendiamkan hingga 30 menit.

Setelah 30 menit, kocok tabung-tabung tersebut. Kemudian


mengamati perubahan warna yang terjadi. Mencatat pada tabel
pengamatan dan memoto perubahan warna yang terjadi.
B. Plasmolisis
Menyiapkan 2 object glass. Membagi object glass menjadi 2
bagian. Yang sebelah kiri digunakan untuk larutan gula dan yang
kanan untuk larutan garfis.

Mengiris tipis bagian yang berwarna merah dari daun Rhoeo


discolor dan umbi bawang merah.

Meletakkan irisan tipis pada object glass yang tersedia. 1 object


glass untuk 1 jenis tumbuhan namun terdapat 2 iris tumbuhan.

Meneteskan larutan glukosa pada irisan tumbuhan sebelah kiri


dan larutan garfis pada irisan tumbuhan sebalah kanan, untuk
kedua object glass.

Mendiamkan selama 10-15 menit. Kemudian mengamati dengan


menggunakan mikroskop dan menggambar pada tabel yang telah
disediakan.

Menyerap larutan glukosa maupun larutan garfis yang membasahi


potongan daun sampai kering dengan kertas tissue. Mendiamkan
selama 10-15 menit kemudian mengamati dengan mikroskop dan
menggambar pada tabel yang telah disediakan.
V. Hasil Pengamatan
A. Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut
Warna Larutan
Perlakuan
Sebelum Sesudah
++
+

Fisik
40o C
(suhu)

++

50o C

60o C + ++
+ +++

Pelarut
Metanol
Organik

+++ (merah) ++++ (merah)

Aseton

Kontrol Aquadest + +
Keterangan :
+ = Jernih
++ = Kurang
+++ = Sedang/cukup
++++ = Sangat

B. Plasmolisis
Perlakuan Bawang merah Daun Jadam
(Allium cepa) (Rhoeo discolor)
Larutan
glukosa

M = 40X10 M = 40X10
Aquadest

M = 10X10 M = 10X10
Larutan
garfis

M = 40x10 M = 40X10

VI. Pembahasan
Praktikum mengenai permeabilitas membran sel pengaruh suhu dan
pelarut, didapat hasil sebagai berikut : pada perlakuan fisik (suhu) pada suhu
40oC, data sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok warna
larutan kuning jernih sedangkan sesudah perlakuan menunjukkan warna
larutan kuning kurang jernih. Pada suhu 50oC, data sebelum didiamkan 30
menit dan tabung reaksi dikocok warna larutan kuning jernih sedangkan
sesudah perlakuan menunjukkan warna larutan kuning kurang jernih. Pada
suhu 70oC, data sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok
menunjukkan warna larutan yang sama yakni kuning jernih, sedangkan
setelah dilakukan perlakuan juga menunjukkan warna larutan kuning kurang
jernih.
Pada perlakuan pelarut organik digunakan 2 jenis pelarut, yakni
metanol dan aseton. Pada metanol, sebelum didiamkan 30 menit dan tabung
reaksi dikocok, data yang didapat yakni larutan berwarna kuning jernih.
Setelah diberi perlakuan, warna larutan menjadi cukup pekat. Pada aseton,
sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok, data yang didapat
warna larutan cukup pekat dan berwarna merah. Setelah diberi perlakuan,
warna merah larutan menjadi sangat pekat. Sedangkan, perlakuan kontrol
yang hanya diberi aquades dan didiamkan 30 menit, warna larutan sebelum
adalah kuning jernih dan warna larutan sesudah diberi perlakuan tetap
jernih.
Menurut Kimball (2000), bahwa permeabilitas adalah kemampuan
dari suatu membran untuk dapat dilewati oleh suatu zat. Warna larutan yang
berubah menjadi kuning pekat atau kuning yang lebih tua adalah tanda
terjadinya permeabilitas. Semakin permeabel suatu membran maka warna
larutannya juga akan semakin pekat. Permeabilitas membran sel dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti : ukuran solut, derajat ionisasi, pH, temperatur,
dan kelarutan lemak. Ukuran solut yang cenderung semakin besar serta
derajat ionisasi yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan
permeabilitas membran rendah. Sedangkan pengaruh pH dan temperatur
yang semakin tinggi menyebabkan membran sel mudah mengalami
denaturasi.
Hasil praktikum kelompok kami tidak sesuai dengan teori tersebut.
Seharusnya semakin tinggi perlakuan suhu, maka warna larutan akan
semakin keruh atau semakin pekat. Sedangkan hasil praktikum kelompok
kami, pada suhu 40oC, 50oC, dan 70oC didapat warna kuning yang senada.
Hal ini dapat disebabkan karena kurang telitinya praktikan dalam
mengambil tabung yang ada dalam wadah besar tahan panas. Tabung yang
diletakkan di dalam wadah besar tahan panas berjumlah banyak dan setelah
beberapa menit ada beberapa tabung reaksi yang dimasukkan lagi sehingga
tabung reaksi menjadi tercampur. Dapat juga disebabkan karena potongan
kunyit tidak langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi sehingga
menyebabkan suhu yang ada di tabung reaksi berangsur menurun.
Pada perlakuan pelarut organik dengan aseton pada kelompok kami
larutan menjadi berwarna merah. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
campuran dari larutan lain yang terdapat di tabung reaksi ketika akan tetesi
aseton sehingga larutan menjadi berwarna merah. Dapat juga disebabkan
karena kunyit pada kelompok kami dicuci terlebih dahulu sehingga masih
ada air yang tersisa. Seharusnya larutan tetap berwarna kuning baik sebelum
diberi perlakuan maupun sesudah diberi perlakuan, hanya saja tingkat
kepekatan warnanya yang berbeda.
Larutan setelah diberi perlakuan pelarut organik baik metanol maupun
aseton menunjukkan warna yang lebih pekat. Karena keduanya memiliki
sifat hidrofilisitas yang besar sehingga air akan lebih tertarik pada kedua
larutan tersebut. Perendaman sel dalam larutan metanol dan aseton
menyebabkan permukaan membran sel menjadi lebih hidrofil sehingga
permeabilitas membran akan meningkat dan warna larutan menjadi semakin
pekat.
Namun kecepatan melisiskan membran sel berbeda antara metanol
dan aseton. Untuk melisiskan membran sel lebih cepat metanol, karena
metanol memiliki rantai ikatan yang lebih pendek dari pada aseton.
Sehingga metanol lebih cepat menyebabkan air dari sel keluar sel dan
seharusnya yang lebih pekat adalah yang diberi perlakuan metanol daripada
aseton.
Uji plasmolisis dilakukan dengan menggunakan irisan tipis bagian
yang berwarna merah dari daun jadam dan umbi bawang merah. Kedua
irisan tersebut masing-masing diberi perlakuan yang sama yakni aquadest,
larutan gula, dan larutan garam fisiologis. Ketika irisan tumbuhan ditetesi
dengan larutan glukosa dan didiamkan 10-15 menit kemudian diamati
dengan mikroskop, hasil yang diperoleh yakni sel menjadi keriput.
Sedangkan irisan tumbuhan ketika ditetesi oleh aquadest dan didiamkan 10-
15 menit kemudian diamati di mikroskop, sel dapat kembali ke bentuk
semula karena aquadest masuk ke dalam sel. Sedangkan ketika irisan
tumbuhan ditetesi dengan larutan garam fisiologis maka sel terlihat stabil
atau konstan.
Menurut James (2008), pada larutan isotonik memiliki konsentrasi zat
terlarut yang sama pada kedua sisi membran. Air berpindah keluar masuk
sel, tetapi tidak ada resultan pergerakan air dan bentuk dari sel tetap.
Larutan hipertonik, konsentrasai zat terlarut lebih pekat di luar sel daripada
di dalam sel. Air akan berpindah keluar sel ke larutan secara osmosis dan
menyebabkan penciutan sel, disebut krenasi. Sedangkan pada larutan
hipotonik, konsentrasi zat terlarut lebih rendah di luar sel daripada di dalam
sel. Air akan masuk ke sel secara osmosis, menyebabkan pembengkakan sel
dan sel menjadi pecah, disebut hemolisis.
Dari hasil praktikum yang kami peroleh dapat disimpulkan bahwa
larutan glukosa adalah larutan hipertonik karena air akan keluar dari sel,
sehingga sel berukuran kecil dan mengalami krenasi. Larutan garam
fisiologis adalah larutan isotonik, karena terjadi keseimbangan antara air
yang masuk ke dalam sel dengan air yang keluar dari sel. Sedangkan
aquadest adalah larutan hipotonik karena air masuk ke dalam sel
menyebabkan sel yang mengkerut dan mengalami krenasi dapat kembali ke
bentuk semula.
Kunyit yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi baik pada perlakuan
pengaruh suhu maupun pada perlakuan pengaruh pelarut organik, didiamkan
selama 30 menit dan diamati perubahan warna pelarutnya setelah dikocok.
Waktu perendaman potongan kunyit mempengaruhi plasmolisis yang
terjadi. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin baik atau
semakin sempurna proses plasmolisis yang terjadi, karena akan semakin
banyak air yang keluar dari sel sehingga lama-kelamaan sel akan
mengkerut. Pada praktikum kali ini digunakan waktu perendaman selama 30
menit. Menurut saya, dengan waktu 30 menit kita sudah bisa mengamati
proses plasmolisis yang terjadi serta disesuaikan juga dengan waktu
pelaksanaan praktikum yang hanya 100 menit. Membran sel pada kunyit
lebih tebal sehingga waktu optimal perendaman yakni 30 menit.
Pada percobaan plasmolisis daun jadam dan umbi bawang merah,
setelah di tetesi dengan aquades, larutan glukosa, maupun larutan garam
fisiologis didiamkan selama 10-15 menit. Waktu perendaman irisan daun
jadam dan umbi bawang merah selama 10-15 menit dimaksudkan agar
plasmolisis terjadi dengan baik dan sempurna. Semakin lama waktu
perendaman, maka semakin banyak air yang keluar dari sel dan plasmolisis
yang terjadi semakin sempurna. Membran irisan daun jadam dan umbi
bawang merah tipis, sehingga waktu 10-15 menit adalah waktu yang cukup
untuk mengamati proses plasmolisis yang terjadi.
VII. Kesimpulan
 Pengaruh perlakuan fisik (suhu) terhadap permeabilitas membran sel
yakni semakin tinggi suhu yang diberikan maka membran sel semakin
permeabel dan air akan semakin banyak yang keluar dari sel. Kemudian
yang terjadi adalah warna larutan akan semakin keruh karena pemanasan
menyebabkan rusaknya membran sel dan air akan keluar dari sel.
Sedangkan pengaruh jenis pelarut terhadap permeabilitas membran sel
yakni semakin pendek rantai ikatan pelarut maka semakin mudah pelarut
mengikat membran sel dan menyebabkan sel mengalami plasmolisis
dengan cepat.
 Pengaruh larutan hipertonik pada sel tumbuhan yakni sel tumbuhan akan
kehilangan air dan mengalami krenasi akibat konsentrasi larutan yang
lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada di dalam sel. Sedangkan
pengaruh larutan hipotonis pada sel tumbuhan yakni sel tumbuhan akan
mengalami plasmolisis karena air akan masuk ke dalam sel akibat
konsentrasi dalam sel yang lebih tinggi dari pada konsentrasi larutan.

VIII. Saran
Sebaiknya kunyit langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi ketika
suhu telah mencapai 40oC, 50oC, maupun 70oC sebelum suhu menjadi turun,
karena jika suhu turun maka hasil yang diperoleh tidak sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Horne, Mima M. Dan Pamela L. Swearingen. 2001. Keseimbangan Cairan,


Elektrolit dan Asam Basa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
James, Joyce., dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Kimball, John W. 2000. Biologi Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Mitrayana, dkk. 2014. Pengukuran Konsentrasi Gas Aseton (C3H6O) dari Gas
Hembus Relawan Berpotensi Penyakit Diabetes Mellitus dengan Metode
Spektroskopo Fotoakustik Laser. Jurnal Fisika Indonesia No. 54 Vol XVIII
ISSN : 1410-2994. Laboratorium Atom Inti Jurusan Fisika FMIPA UGM.
Salimy, Djati H. Dan Siti Alimah. 2015. HTGR Kogenerasi Produksi Hidrogen
Untuk Konversi CO2 Menjadi Metanol. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir
Volume 17 Nomor 2. Pusat Kajian Sistem Nuklir, Jakarta Selatan.
Sari, Rafika Lailiyatul Kurnia dan Dini Ermavitalini. 2013. Respon Pertumbuhan
Embrio Somatik Kedelai (Glycine max) Varietas Argomulyo dan Wilis
Terhadap Cekaman NaCl. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol.2 No.1 2337-
3520. Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Lampiran-lampiran

Anda mungkin juga menyukai