Acara I
Difusi dan Osmosis
Nama :
Niken Istighfarin (140210103070) Kelas B
II. Tujuan
A. Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu dan Pelarut
Mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut)
terhadap permeabilitas membran sel.
B. Plasmolisis
Untuk mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonis
pada sel tumbuhan.
Fisik
40o C
(suhu)
++
50o C
60o C + ++
+ +++
Pelarut
Metanol
Organik
Aseton
Kontrol Aquadest + +
Keterangan :
+ = Jernih
++ = Kurang
+++ = Sedang/cukup
++++ = Sangat
B. Plasmolisis
Perlakuan Bawang merah Daun Jadam
(Allium cepa) (Rhoeo discolor)
Larutan
glukosa
M = 40X10 M = 40X10
Aquadest
M = 10X10 M = 10X10
Larutan
garfis
M = 40x10 M = 40X10
VI. Pembahasan
Praktikum mengenai permeabilitas membran sel pengaruh suhu dan
pelarut, didapat hasil sebagai berikut : pada perlakuan fisik (suhu) pada suhu
40oC, data sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok warna
larutan kuning jernih sedangkan sesudah perlakuan menunjukkan warna
larutan kuning kurang jernih. Pada suhu 50oC, data sebelum didiamkan 30
menit dan tabung reaksi dikocok warna larutan kuning jernih sedangkan
sesudah perlakuan menunjukkan warna larutan kuning kurang jernih. Pada
suhu 70oC, data sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok
menunjukkan warna larutan yang sama yakni kuning jernih, sedangkan
setelah dilakukan perlakuan juga menunjukkan warna larutan kuning kurang
jernih.
Pada perlakuan pelarut organik digunakan 2 jenis pelarut, yakni
metanol dan aseton. Pada metanol, sebelum didiamkan 30 menit dan tabung
reaksi dikocok, data yang didapat yakni larutan berwarna kuning jernih.
Setelah diberi perlakuan, warna larutan menjadi cukup pekat. Pada aseton,
sebelum didiamkan 30 menit dan tabung reaksi dikocok, data yang didapat
warna larutan cukup pekat dan berwarna merah. Setelah diberi perlakuan,
warna merah larutan menjadi sangat pekat. Sedangkan, perlakuan kontrol
yang hanya diberi aquades dan didiamkan 30 menit, warna larutan sebelum
adalah kuning jernih dan warna larutan sesudah diberi perlakuan tetap
jernih.
Menurut Kimball (2000), bahwa permeabilitas adalah kemampuan
dari suatu membran untuk dapat dilewati oleh suatu zat. Warna larutan yang
berubah menjadi kuning pekat atau kuning yang lebih tua adalah tanda
terjadinya permeabilitas. Semakin permeabel suatu membran maka warna
larutannya juga akan semakin pekat. Permeabilitas membran sel dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti : ukuran solut, derajat ionisasi, pH, temperatur,
dan kelarutan lemak. Ukuran solut yang cenderung semakin besar serta
derajat ionisasi yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan
permeabilitas membran rendah. Sedangkan pengaruh pH dan temperatur
yang semakin tinggi menyebabkan membran sel mudah mengalami
denaturasi.
Hasil praktikum kelompok kami tidak sesuai dengan teori tersebut.
Seharusnya semakin tinggi perlakuan suhu, maka warna larutan akan
semakin keruh atau semakin pekat. Sedangkan hasil praktikum kelompok
kami, pada suhu 40oC, 50oC, dan 70oC didapat warna kuning yang senada.
Hal ini dapat disebabkan karena kurang telitinya praktikan dalam
mengambil tabung yang ada dalam wadah besar tahan panas. Tabung yang
diletakkan di dalam wadah besar tahan panas berjumlah banyak dan setelah
beberapa menit ada beberapa tabung reaksi yang dimasukkan lagi sehingga
tabung reaksi menjadi tercampur. Dapat juga disebabkan karena potongan
kunyit tidak langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi sehingga
menyebabkan suhu yang ada di tabung reaksi berangsur menurun.
Pada perlakuan pelarut organik dengan aseton pada kelompok kami
larutan menjadi berwarna merah. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
campuran dari larutan lain yang terdapat di tabung reaksi ketika akan tetesi
aseton sehingga larutan menjadi berwarna merah. Dapat juga disebabkan
karena kunyit pada kelompok kami dicuci terlebih dahulu sehingga masih
ada air yang tersisa. Seharusnya larutan tetap berwarna kuning baik sebelum
diberi perlakuan maupun sesudah diberi perlakuan, hanya saja tingkat
kepekatan warnanya yang berbeda.
Larutan setelah diberi perlakuan pelarut organik baik metanol maupun
aseton menunjukkan warna yang lebih pekat. Karena keduanya memiliki
sifat hidrofilisitas yang besar sehingga air akan lebih tertarik pada kedua
larutan tersebut. Perendaman sel dalam larutan metanol dan aseton
menyebabkan permukaan membran sel menjadi lebih hidrofil sehingga
permeabilitas membran akan meningkat dan warna larutan menjadi semakin
pekat.
Namun kecepatan melisiskan membran sel berbeda antara metanol
dan aseton. Untuk melisiskan membran sel lebih cepat metanol, karena
metanol memiliki rantai ikatan yang lebih pendek dari pada aseton.
Sehingga metanol lebih cepat menyebabkan air dari sel keluar sel dan
seharusnya yang lebih pekat adalah yang diberi perlakuan metanol daripada
aseton.
Uji plasmolisis dilakukan dengan menggunakan irisan tipis bagian
yang berwarna merah dari daun jadam dan umbi bawang merah. Kedua
irisan tersebut masing-masing diberi perlakuan yang sama yakni aquadest,
larutan gula, dan larutan garam fisiologis. Ketika irisan tumbuhan ditetesi
dengan larutan glukosa dan didiamkan 10-15 menit kemudian diamati
dengan mikroskop, hasil yang diperoleh yakni sel menjadi keriput.
Sedangkan irisan tumbuhan ketika ditetesi oleh aquadest dan didiamkan 10-
15 menit kemudian diamati di mikroskop, sel dapat kembali ke bentuk
semula karena aquadest masuk ke dalam sel. Sedangkan ketika irisan
tumbuhan ditetesi dengan larutan garam fisiologis maka sel terlihat stabil
atau konstan.
Menurut James (2008), pada larutan isotonik memiliki konsentrasi zat
terlarut yang sama pada kedua sisi membran. Air berpindah keluar masuk
sel, tetapi tidak ada resultan pergerakan air dan bentuk dari sel tetap.
Larutan hipertonik, konsentrasai zat terlarut lebih pekat di luar sel daripada
di dalam sel. Air akan berpindah keluar sel ke larutan secara osmosis dan
menyebabkan penciutan sel, disebut krenasi. Sedangkan pada larutan
hipotonik, konsentrasi zat terlarut lebih rendah di luar sel daripada di dalam
sel. Air akan masuk ke sel secara osmosis, menyebabkan pembengkakan sel
dan sel menjadi pecah, disebut hemolisis.
Dari hasil praktikum yang kami peroleh dapat disimpulkan bahwa
larutan glukosa adalah larutan hipertonik karena air akan keluar dari sel,
sehingga sel berukuran kecil dan mengalami krenasi. Larutan garam
fisiologis adalah larutan isotonik, karena terjadi keseimbangan antara air
yang masuk ke dalam sel dengan air yang keluar dari sel. Sedangkan
aquadest adalah larutan hipotonik karena air masuk ke dalam sel
menyebabkan sel yang mengkerut dan mengalami krenasi dapat kembali ke
bentuk semula.
Kunyit yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi baik pada perlakuan
pengaruh suhu maupun pada perlakuan pengaruh pelarut organik, didiamkan
selama 30 menit dan diamati perubahan warna pelarutnya setelah dikocok.
Waktu perendaman potongan kunyit mempengaruhi plasmolisis yang
terjadi. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin baik atau
semakin sempurna proses plasmolisis yang terjadi, karena akan semakin
banyak air yang keluar dari sel sehingga lama-kelamaan sel akan
mengkerut. Pada praktikum kali ini digunakan waktu perendaman selama 30
menit. Menurut saya, dengan waktu 30 menit kita sudah bisa mengamati
proses plasmolisis yang terjadi serta disesuaikan juga dengan waktu
pelaksanaan praktikum yang hanya 100 menit. Membran sel pada kunyit
lebih tebal sehingga waktu optimal perendaman yakni 30 menit.
Pada percobaan plasmolisis daun jadam dan umbi bawang merah,
setelah di tetesi dengan aquades, larutan glukosa, maupun larutan garam
fisiologis didiamkan selama 10-15 menit. Waktu perendaman irisan daun
jadam dan umbi bawang merah selama 10-15 menit dimaksudkan agar
plasmolisis terjadi dengan baik dan sempurna. Semakin lama waktu
perendaman, maka semakin banyak air yang keluar dari sel dan plasmolisis
yang terjadi semakin sempurna. Membran irisan daun jadam dan umbi
bawang merah tipis, sehingga waktu 10-15 menit adalah waktu yang cukup
untuk mengamati proses plasmolisis yang terjadi.
VII. Kesimpulan
Pengaruh perlakuan fisik (suhu) terhadap permeabilitas membran sel
yakni semakin tinggi suhu yang diberikan maka membran sel semakin
permeabel dan air akan semakin banyak yang keluar dari sel. Kemudian
yang terjadi adalah warna larutan akan semakin keruh karena pemanasan
menyebabkan rusaknya membran sel dan air akan keluar dari sel.
Sedangkan pengaruh jenis pelarut terhadap permeabilitas membran sel
yakni semakin pendek rantai ikatan pelarut maka semakin mudah pelarut
mengikat membran sel dan menyebabkan sel mengalami plasmolisis
dengan cepat.
Pengaruh larutan hipertonik pada sel tumbuhan yakni sel tumbuhan akan
kehilangan air dan mengalami krenasi akibat konsentrasi larutan yang
lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada di dalam sel. Sedangkan
pengaruh larutan hipotonis pada sel tumbuhan yakni sel tumbuhan akan
mengalami plasmolisis karena air akan masuk ke dalam sel akibat
konsentrasi dalam sel yang lebih tinggi dari pada konsentrasi larutan.
VIII. Saran
Sebaiknya kunyit langsung dimasukkan ke dalam tabung reaksi ketika
suhu telah mencapai 40oC, 50oC, maupun 70oC sebelum suhu menjadi turun,
karena jika suhu turun maka hasil yang diperoleh tidak sesuai.
DAFTAR PUSTAKA