Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh,
melunak, atau melarut dalam suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak
sebagai pelindung jaringan setempat atau sebagai pembawa zat terapeutik
yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum
digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol, dan esterasam lemak polietilen
glikol (Depkes RI, 1995).
Bahan dasar suppositoria mempengaruhi pada pelepasan zat
terapeutiknya. Lemak coklat capat meleleh pada suhu tubuh dan tidak
tercampurkan dengan cairan tubuh, sehingga menghambat difusi obat yang
larut dalam lemak pada tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah bahan
dasar yang sesuai dengan beberapa antiseptik, namun bahan dasar ini sangat
lambat larut sehingga menghambat pelepasan zat yang dikandungnya. Bahan
pembawa berminyak, seperti lemak coklat, jarang digunakan dalam sediaan
vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap. Sedangkan
gelatin jarang digunakan dalam penggunaan melalui rektal karena disolusinya
lambat (Depkes RI, 1995).
Bobot suppositoria bila tidak dinyatakan lain adalah 3 gr untuk dewasa
dan 2 gr untuk anak. Penyimpanan suppositoria sebaiknya di tempat yang
sejuk dalam wadah tertutup rapat. Bentuknya yang seperti torpedo
memberikan keuntungan untuk memudahkan proses masuknya obat dalam
anus. Bila bagian yang besar telah masuk dalam anus, maka suppositoria akan
tertarik masuk dengan sendirinya (Anief, 2007).
A. Macam-macam Suppositoria (Ansel, 2005).
1. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan.
Biasanya suppositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan
berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum
antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada
bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP
sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum cacao.
2. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk
bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g
apabila basisnya oleum cacao.
3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie,
bentuknya rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran
urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6
mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu
dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya ± 4 g.
Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari
ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila oleum
cacao sebagai basisnya.
4. Suppositoria untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut
telinga, keduanya berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya
ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. Suppositoria telinga
umumnya diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin.
Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga
sekarang jarang digunakan.
B. Tujuan Penggunaan Suppositoria (Syamsuni, 2005)
1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan
penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan
sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini
dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan
seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat
karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam
sirkulasi pembuluh darah.
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran
gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.
C. Keuntungan dan Kerugian Suppositoria (Syamsuni, 2005)
1. Keuntungan Supositoria:
a) Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
b) Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan asam
lambung.
c) Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat
berefek lebih cepat daripada penggunaan obat peroral.
d) Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
2. Kerugian Supositoria:
a) Pemakaiannya tidak menyenangkan.
b) Tidak dapat disimpan pada suhu ruang.
3. Persyaratan Suppositoria
Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
a) Suppositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh
atau melarut (persyaratan kerja obat).
b) Pembebasan dan responsi obat yang baik.
c) Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan,
pewarnaan, penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan
stabilitas yang memadai dari bahan obat).
d) Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.
D. Basis Suppositoria (Ansel, 2005)
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan
melebur, melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan
peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus memenuhi syarat
utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan dan akan melebur
maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat
yang dikandungnya dapat melarut dan didispersikan merata kemudian
menghasilkan efek terapi lokal maupun sistemik. Basis supositoria yang ideal
juga harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut:
1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau
serta pemisahan obat.
4. Kadar air mencukupi.
5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
penyabunan harus diketahui jelas.
E. Persayaratan Basis Suppositoria
1. Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini
dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataupun tengik, terlalu
keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik).
2. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).
3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).
4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat
berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitas baik, mencegah
pendinginan mendaak dalam cetakan).
5. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih
(ini dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya penyimpanan,
khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil).
F. Macam-macam Basis Suppositoria
1. Basis berlemak, contohnya: oleum cacao.
2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween dengan
gliserin laurat.
3. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliserin-gelatin,
PEG (polietien glikol).
II.2 Studi Preformulasi Zat Aktif
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan alkohol, larut dalam
asam organik encer (Martindale, 621)
Pka : 5,5 (Ningsih, 2015)
Ukuran Partikel :-
Inkompatibilitas : perubahan warna menjadi hitam ketika zinc oksida dan
gliserol kontak dengan cahaya (Martindale, 1621)
Stabilitas : Perubahan warna oleh cahaya sehingga harus disimpan
pada wadah tertutup baik (Martindale, 1621)
Koefisien Partisi : Perbandingan koefisien minyak lebih besar dari
koefisien air (Martindale, 1621)
Dosis : 296 mg untuk suppositoria (Hemmoroid) (BNF, 66)
Farmakologi : Zinc oksida digunakan sebagai astrigent pada
penggunaan lokal suppositoria untuk hemmoroid
(Wasir).
II.3 Analisis Permasalahan
1. Suppositoria merupakan sediaan padat yang mengandung zat aktif untuk
tujuan lokal maupun sistemik dimasukkan melalui vagina, rektum, dan
rektal (Ansel, 1989)
2. Suppositoria mempunyai beberapa keunggulan yatu bahan aktif tidak
mengalami first past effect, dapat diberikan lokal maupun sistemik, untuk
pasien tidak sadar dan tidak bisa menelan serta dapat terhindar dari iritasi
saluran pencernaan menutupi rasa yang tidak enak
3. Suppositoria dengan zat aktif Zno lebih utama ditujukan untuk pemakaian
lokal pada terapi hemorroid (wasir)
4. Zinc oksida memiliki kelarutan praktis tidak larut dalam air dan alkohol,
larut dalam asam organik encer (Martindale, 621)
5. Tujuan pemakaian Zinc oksida adalah lokal untuk terapi hemmoroid
sehingga diperkirakan kadar zat oksidsi dapat bertahan dan tidak cepat
larut oleh cairan rektum sehingga basis yang digunakan adalah oleun
cacao. Alasan peggunaan oleum cacao dapat mempermudah dan mengikat
Zno untuk tidak segera terlarut
6. Oleum cacao memiliki ketidakstabilan terhadap suhu. Titik lebur oleum
cacao adalah 34-35oC sehingga perlu ditambahkan yaitu cera alba dengan
konsentrasi 5-20% cera alba akan menyesuaikan titik pelaburan
suppositoria (Anam dkk, 2009)

Anda mungkin juga menyukai