DISUSUN OLEH :
WIDYA SAPUTRI
181010411
FAKULTAS HUKUM
2018/2019
Agama Islam merupakan agama yang mengatur segala sesuatu di dalamnya. Sebagai agama
yang dirahmati oleh Allah SWT, Islam juga memiliki hukum hukum Islam sendiri yang harus dianut
oleh muslim. Pengertian hukum Islam merupakan keseluruhan ketentuan perintah Allah yang
wajib diturut oleh muslim, yang berhubungan dengan aqidah (kepercayaan) dan hukum hukum
amaliyah (perbuatan).
Secara umum, terdapat lima jenis hukum Islam yang mengatur tiap tiap perkaran dan
perbuatan. Lima hukum Islam tersebut yaitu wajib/fardhu, sunnah, makruh, mubah dan haram.
Berikut akan ditampilkan mengenai penjelasan macam macam hukum Islam beserta contoh
contoh perkaranya.1
Sumber adalah rujukan dasar atau asal muasal. Sumber yang baik adalah sumber yang memiliki
sifat dinamis dan tidak pernah mengalami kemandegan. Sumber yang benar bersifat mutlak,
artinya terhindar dari nilai kefanaan.
Sumber hukum Islam merupakan suatu rujukan atau dasar yang utama dalam pengambilan
hukum Islam. Sumber hukum Islam, artinya sesuatu yang menjadi pokok dari ajaran islam. Sumber
hukum Islam bersifat dinamis, benar, dan mutlak, serta tidak pernah mengalami kemandegan,
kefanaan, atau kehancuran.2
1. Al-Quran
2
https://inspiring.id/sumber-hukum-islam/
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 2
Secara Istilah Al Qur'an adalah Kalamulloh yang di turunkan kepada nabi Muhammad saw
dalam bahasa arab, disampaikan secara mutawatir, ditulis dalam bentk mushaf yang di mualai
dengan surat al fatihah dan diakhiri dengan surat an nas, membacanya adalah ibadah,
merupakan mukjijzat nabu Muhammad saw, sebagai petunjuk dan hidayah bagi umat manusia.
Firman Alloh :
Artiya :
"Sungguh Al qur'an ini petunjuk ke jalan yang paling lurus memebri kabar gembira kepada
orang mukin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendaparkan pahala yang
besar ". QS Al Isra ayat 9
Dalam islam Al Qur'an memiliki kedudukan yang sangat tinggi, sehingga Al Qur'an
menjadi sumber utama dan rujukan hukum dalam Islam. Mengapa demikian?
Artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya (Muhammad), dan Ulil
Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
(Q.S An Nisa :59).
Selain dalam Al Qur'an itu sendiri dalam hadis berikutpun dikatakan kedudukan Al Qur'an yang
begitu tinggi.
Artinya: “... Amma ba’du wahai sekalian manusia, bukankah aku sebagaimana manusia biasa yang
diangkat menjadi rasul dan saya tinggalkan bagi kalian semua dua perkara utama/besar, yang
pertama adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/penerang, maka
ikutilah kitab Allah (al-Qur’an) dan berpegang teguhlah kepadanya ... (H.R. Muslim)
Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa al-Qur’ān adalah kitab yang berisi
sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. Al-Qur’ān sumber dari segala
sumber hukum baik dalam konteks kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Namun demikian,
hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab Suci al-Qur’ān ada yang bersifat rinci dan sangat jelas
maksudnya, dan ada yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk
memahaminya pemahaman tersebut bisa melalui hadis dan ijma sahabat.
Hukum - hukum dalam Al qur'an dapat di kelompokan menjadi beberapa bagian. Para ulama
mengelompokannya menjadi 3 bagian pokok, yaitu :
Rukun Iman
2. Al-Hadits
Hadis atau al-hadis menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru -lawan dari al-
Qadim- artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat.
Hadis juga sering disebut sebagai al-khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain. Sedangkan menurut istilah
(terminologi), para ahli memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai latar belakang
disiplin ilmunya. Seperti pengertian hadis menurut ahli ushul akan berbeda dengan pengertian
yang diberikan oleh ahli hadis.
Menurut ahli hadis pengertian hadis ialah segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal
ihwannya. Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang
berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaanya. Ada
juga yang memberikan pengertian lain, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau. Tetapi sebagian muhaditssin
berpendapat bahwa hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada
apa yang di sampaikan kepada Nabi SAW saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan
kepada para sahabat dan tabiin. Sebagaimana di sebutkan oleh al-tirmisi; ''Bahwasanya hadis
itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu', yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW,
melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf yaitu yang disandarkan kepada sahabat dan
yang maqtu' yaitu yang di sandarkan kepada tabiin.''
Sementara itu, para ulama ushul memberikan pengertian hadis adalah segala perkataan
Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara' dan ketetapannya.
Pengertian hadis menurut ahli ushul lebih sempit dibanding dengan pengertian hadis menurut
ahli hadis. Menurut ahli ushul hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik
3
https://www.masrozak.com/2016/08/al-quran-sebagai-sumber-hukum-islam.html
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 5
ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-
ketantuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa di katakan hadis. 4
3. Ijma’
Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap
sesuatu. disebutkan أجمع فلنا على المرberarti berupaya di atasnya.
Pengertian kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua
ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang.
Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin
dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara.
Adapun rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya kesepakatan para mujtahid kaum
muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’ .
1. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya seorang
(mujtahid) saja di suatu masa. Karena ‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang,
pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain.
2. Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah, dengan
melihat negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas hukum syara’ hanya
para mujtahid haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid
ahli Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma’. Karena ijma’ tidak
terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam dalam
suatu masa.
3. Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka dengan
pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau perbuatan.
4. Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian besar
mereka sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang ‘banyak’ secara ijma’ sekalipun
jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka tidak menjadikan
kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang pasti dan mengikat.[12]
4
https://www.kumpulanmakalah.com/2016/10/hadis-sebagai-sumber-hukum-islam.html
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 6
Syarat Mujtahid
Selain itu, al-Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki
pengetahuan tentang maqasid al-Syariah (tujuan syariat). Oleh karena itu seorang mujtahid
dituntut untuk memahami maqasid al-Syariah. Menurut Syatibi, seseorang tidak dapat
mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai dua hal: pertama, ia harus mampu
memahami maqasid al-syariah secara sempurna, kedua ia harus memiliki kemampuan menarik
kandungan hukum berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid al-Syariah.
Kehujjahan Ijma’
Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi dengan menghitung seluruh
permasalahan hukum pasca kematian Nabi Saw dari seluruh mujtahid kaum muslimin walau
dengan perbedaan negeri, jenis dan kelompok mereka yang diketahui hukumnya. Perihal ini,
nampak setiap mujtahid mengemukakan pendapat hukumnya dengan jelas baik dengan
perkataan maupun perbuatan baik secara kolompok maupun individu.
Selanjutnya mereka mensepakati masalah hukum tersebut, kemudian hukum itu disepakati
menjadi aturan syar’i yang wajib diikuti dan tidak mungkin menghindarinya. Lebih lanjut,
para mujtahid tidak boleh menjadikan hukum masalah ini (yang sudah disepakati) garapan
ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan
tidak dapat dihapus (dinasakh).5
4. Qiyyas
Menurut ulama Ushul Fiqh, terbagi atas dua bentuk :
a) Melakukan qiyas kesamaan yang dominan dalam hukum dan sifat, yaitu mengkaitkan furu’
yang mempunyai bentuk kesamaan dengan dua hukum ashl. Tetapi kemiripannya dengan
5
https://eddysetia.wordpress.com/2012/11/09/ijma-sebagai-sumber-hukum-islam/
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 7
salah satu sifat lebih dominan dibandingkan dengan sifat lainnya. Contohnya, menyamakan
hamba sahaya dengan harta, karena statusnya yang bisa dimiliki, atau menyamakan hamba
sahaya dengan orang merdeka, disebabkan keduanya adalah manusia. Dalam persoalan ganti
rugi akibat suatu tindakan hukum yang dilakukan seorang hamba sahaya, sifat kesamaannya
dengan orang merdeka lebih dominan dibandingkan sebagai sesuatu yang dimiliki. Artinya,
apabila kesamaannya dengan harta yang dimiliki lebih dominan, maka ganti rugi terhadap
kelalaiannya tidak dapat dituntut. Oleh sebab itu, dalam kasus ganti rugi ini, hamba sahaya
lebih mirip dan lebih dominan kesamaannya dengan orang merdeka, sehingga tindakan
hukumnya harus dipertanggung-jawabkan.
b) Qiyas shuri atau qiyas yang semu, yaitu meng-qiyaskan sesuatu kepada yang lain semata-
mata karena kesamaan bentuknya. Contohnya, menyamakan kuda dengan keledai dalam
kaitannya dengan masalah zakat, sehingga apabila keledai tidak wajib zakat, maka kuda
pun tidak wajib zakat.
Furu’ (cabang) yaitu suatu masalah yang akan diqiyaskan disamakan dengan asal (musabbah),
syaratnya :
1). Hukum furu’ tidak boleh lebih dahulu dari hukum asal, karena untuk menetapkan hokum
berdasarkan kepada illatnya.
2). Hukum yang ada pada furu’ harus sama dengan hukum yang ada pada asal, tidak boleh
hukum furu’ menyalahi hukum asal.
3.) Illat yang ada pada furu’ harus sama dengan illat yang ada pada asal
Illat, yaitu suatu sebab yang menjadikan adanya hukum sesuatu dengan persamaan.
Dengan sebab ini baru dapat diqiyaskan masalah kedua (furu’) kepada masalah yang pertama
(asal), syaratnya :
1) Illat harus selalu ada.
2) Illat tidak bertentangan dengan ketentuan agama.
1. Fungsi ibadah merupakan fungsi utamanya dalam berhubungan dengan Allah swt.
2. Fungsi amar ma’ruf nahi munkar, Fungsi dan perannya adalah menciptakan kebaikan dan
menghindari kemudharatan
3. Fungsi zawajir, Terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, serta disertai
ancaman hukumnya.
4. Fungsi tanzim wa Islah al-Ummah, Mempelancar proses interaksi sosial, sehingga terwujud
masyarakat yang harmonis, aman dan sejahtera
Qiyas adalah mempersamakan suatu hukum atau satu peristiwa yang tidak ada nasnya
dengan suatu peristiwa yang sudah ada nashnya lantaran ada persamaan iilat hukumnya dari
kedua peristiwa.
Al-ashl ialah suatu yang hukumnya terdapat dalam nash.
Al-far’u ialah yang hukumnya tidak terdapat dalam nash, dan hukumnya disamakan kepada
Al-ashal.
Hukmu’ adalah hukum syara’ yang terdapat nashnya menurut Al-ashl, kemudian cabang (Al-
far’u) itu disamakan kepada asal dalam hal hukumnya.
Al-illat ialah keadaan tertentu yang di pakai sebagai dasar bagi hukum asal, kemudian
cabang (al-far’u) itu disamakan kepada asal dalam hal hukumnya.
Syarat-syarat Qiyas:Ashal dan fara’,hukum ashal,illat.
Contoh Qiyas: Minum khamar (arak) adalah kejadian yang telah di tetapkan dalam nash,
yaitu hukumnya haram karna memabukkan. Kemudian para ulama mempersamakan hukum
minum khamar dengan meminum wisky, brandy,sedangkan hukum minum wisky dan brandy
tidak ada dalam nash,kemudian ulama mempersamakan hukum keduanya karena ada
persamaan illat.6
6
http://pemalingblogger.blogspot.com/2015/10/qiyas-kedudukan-sebagai-sumber-hukum.html
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 9
Maka setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk mannusia yang
yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3. Fungsi zawajir (penjeraan)
Adanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga dengan
ancaman siksa akhirat dimaksudkan agar manusia dapat jera dan takut melakukan kejahatan.
4. Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)
Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk menakut-
nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian umat mrnjadi
leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah fungsi enginering social.
Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum
tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.7
7
https://nuruljazilahaeny.wordpress.com/hukum-islam/fungsi-hukum-islam-dalam-kehidupan-masyarakat/
8
http://slametaji97.blogspot.com/2016/03/hukum-islam-dan-kontribusi-umat-islam.html
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 10