Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH AGAMA

“HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Agama Islam

DISUSUN OLEH :
WIDYA OFTARINA
181010417

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM S1

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2018/2019

Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 1


A. Pengertian

Hukum islam adalah ketentuan perintah dari Allah baik yang wajib, haram, maupun mubah. Hukum Islam
bersumber dari ayat Al-Qur’an dan hadits. Setiap perintah yang dianjurkan oleh Allah memiliki hukum yang berbeda-
beda. Hal tersebutlah yang menentukan bagaimana seharusnya sikap kita dalam menjalani kewajiban tersebut. Maka
dari itu, sebelum menjalani suatu amalan, ada baiknya jika kita mencari tahu terlebih dahulu apa hukum yang
mendasarinya. Manfaat yang dapat diraih bila kita memahami dan mentaati hukum Islam adalah kehidupan yang lebih
teratur serta terarah. Dengan mentaati hukum Islam, kita juga bisa mengetahui mana perbuatan yang bermanfaat,
disukai oleh Allah, dan mendapat pahala, serta kita juga mengetahui perbuatan mana yang tidak disukai oleh Allah
karena menupakan perbuatan yang tercela dan jika dilakukan akan menambah dosa. Di dalam Islam, semua umat
muslim adalah saudara. Dan kewajiban dari seorang muslim adalah saling mengingatkan kepada saudara seiman.
Jadi bagi anda yang telah mengetahui pengertian hukum Islam, sangat diharapkan jika anda mengingatkan dan
menyebar luaskan ilmu tersebut terhadap muslim yang lain. Selain medapat pahala karena berdakwah, anda juga
bisa bertukar pikiran dengan orang yang anda ingatkan tersebut. Jika perlu, buatlah sebuah kelompok pengajian yang
menjadi wadah untuk anda saling mengingatkan berbagai amalan yang bisa dilakukan.

Setiap ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang pengertian hukum Islam. Namun pengertian diatas
adalah pengertian yang disimpulkan dari berbagai pendapat yang ada. Tetapi jika anda ingin mengetahui pengertian
lain dari para ulama, anda bisa mencarinya di buku tentang hukum Islam yang pastinya banyak beredar di pasaran.
Atau bila ingin lebih praktis, anda bisa langsung mendatangi seorang kyai yang anda kenal ataupun mengikuti
pengajian-pengajian yang sering diadakan di Masjid.1

B. Sumber Hukum Islam

Pengertian sumber hukum ialah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat,yaitu peraturan yang apabila dilanggar akan menimbulkan
sanksi yang tegas dan nyata.Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang
menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah
SAW).Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya sumber utama hukum islam
adalah Al-Qur’an dan Hadist.Disamping itu terdapat beberapa bidang kajian yang erat berkaitan dengan
sumber hukum islam yaitu : ijma’, ijtihad, istishab, istislah, istihsun, maslahat mursalah, qiyas,ray’yu, dan
‘urf.2

1. Al-Quran
Fungsi Al-Qur’an Dalam Islam
1) Sebagai sumber hukum ajaran islam
2)Sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan yang lebih baik.
3) Sebagai rahmat bagi seluruh semesta alam

1
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-hukum-islam-dan-manfaatnya/

2
http://sumarjiono.blogspot.com/2012/11/pengertian-sumber-hukum-islam.html
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 2
4) Sebagai pembeda antara yang hak dan yang batil
5) Sebagai peringatan dan penyejuk
6) Sebagai panduan dalam menyelesaikan sesuatu yang timbul ditengah masyarakat
7) Sebagai mu’jizat terbesar dari Nabi Muhammad SAW.
8) Sebagai penutup wahyu-wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul-Nya.

2. Al-Hadits
Ilmu dan perangkat pengetahuan yang mumpuni terhadap kedua sumber tersebut.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, seorang ahli hukum Islam berkebangsaan Mesir, hadis
mempunyai paling tidak tiga fungsi utama dalam kaitannya dengan Al-Quran :
Pertama, hadis berfungsi sebagai penegas dan penguat segala hukum yang ada dalam Al-Quran
seperti perintah shalat, puasa, zakat dan haji. Abdul Wahab Khallaf mengatakan,
‫إما أن تكون سنة مقررة ومؤكدة حكما جاء في القرآن‬
“Adakalanya hadis berfungsi sebagai penegas dan penguat terhadap hukum yang ada dalam Al-
Quran.”
Kedua, hadis juga berfungsi sebagai penjelas dan penafsir segala hukum yang bersifat global
dalam Al-Quran, seperti menjelaskan tatacara shalat, puasa, zakat dan haji.
‫إما أن تكون سنة مفصسلة ومفسسرة لما جاء في القرآن‬
“Adakalanya hadis berfungsi sebagai penjelas dan penafsir terhadap hukum global/umum yang
disebutkan dalam Al-Quran.”
Ketiga, hadis juga berfungsi sebagai pembuat serta memproduksi hukum yang belum dijelaskan
oleh Al-Quran seperti hukum mempoligami seorang perempuan sekaligus dengan bibinya, hukum
memakan hewan yang bertaring, burung yang berkuku tajam dan lain sebagainya. Khallaf kembali
mengatakan sebagai berikut.
‫وإما أن تكون سنة مثبشئتة ومنششئئة ححكما سكت عنه القرآن‬
“Adakalanya hadis berfungsi sebagai penetap dan pencipta hukum baru yang belum disebutkan oleh
Al-Quran.”

3. Ijma’
Ijma` menurut bahasa Arab berarti kesepakatan atau sependapat tentang sesuatu hal, seperti
perkataan seseorang yang berati “kaum itu telah sepakat (sependapat) tentang yang demikian itu.”
Dari segi kebahasan, kata ijma’ mengandung dua arti, pertama, bermakana “Ketetapan hati
terhadap sesuatu”. Pengertian ijma’ dalam konteks makna ini ditemukan, antara lain, ucapan Nabi
Nuh kepada kaumnya, dalam surat yunus ayat: 71.

Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 3


Secara etimologi juga ijma’ berarti “kesepakatan” atau konsensus.1 Pengertian ini dijumpai dalam
Al-Qur’an surat An-nisa (115) yang berbunyi:
‫صييررا‬
‫ت ئم ش‬ ‫ق النرحسيوئل شمين بئيعشد ئما تئبئينئن لئهح ايلهحئدىَ ئويئتنبشيع ئغييئر ئسبشييشل ايلحميؤشمنشييئن نحئولسشه ئما تئئونلىَّ ئونح ي‬
‫صلششه ئجهئننئم ئوئسائء ي‬ ‫ئوئمين يحئشاقش ش‬
Artinya:“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.”(QS.An-Nisa’:115)
Ijma’ menurut para ahli ushul fiqh adalah kesepakatan para mujtahid di kalangan ummat islam
pada suatu masa setelah Rasulullah saw. Wafat atas hokum syara’ mengenai suatu kajadian.

B. Unsur-unsur ijma’
Adapun unsur-unsur yang harus ada pada ijma’ adalah:

1. Ada kesepakatan sejumlah mujtahid pada saat terjadinya kasus.


Untuk melihat ada-tidaknya kesepakatan, dapat dilihat melalui tiga cara:
a. Melalui perkataan (qauli) yang jelas
b. Melalui perbuatan (fi’li) yang nyata
c. Bersikap diam (sukut)
2. Ada sejumlah orang yang berijtihad tentang suatu kasus, yaitu mujtahid. Mujtahid itu sendiri harus
memenuhi beberapa syarat:
a. Harus terdiri dari umat Muhammad
b. Harus beragama islam, dewasa, berakal sehat, dan ahli dalam bidang istinbat hukum
3. Terjadinya kesepakatan para ahli setelah Nabi saw wafat
4. Kesepakatan sejumlah mujtahid tersebut masih dalam satu generasi
5. Materi yang disepakati oleh sejumlah mujtahid adalah masalah-masalah hukum syar’iy.

C. Syarat-syarat ijma’

Adapun syarat-syarat yang harus ada di dalam ijma’ adalah sebagai berikut.

1. Yang bersepakat adalah para mujtahid


Para ulama berselisih paham tentang istilah mujtahid, secara umum mujtahid itu diartikan sebagai
para ulama yang mempunyai kemampuan dalam meng-istinbath hukum dari dalil-dalil sayra’. Dalam
kitab Jam’ul Jawami disebutkan bahwa yang dimaksud mujtahid adalah orang yang faqih. Dalam

Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 4


Sulam Ushuliyin kata mujtahid diganti dengan istilah ulama ijma’, sebagaimana menurut pandangan
Ibnu Hazm dalam Hikam.
2. Harus dilakukan setelah nabi Muhammad saw wafat
Ijma’ itu tidak terjadi ketika Nabi masih hidup, karena Nabi senantiasa menyepakati perbuatan-
perbuatan para sahabat yang dipandang baik, dan hal semacam itu dianggap sebagai syari’at.
3. Anggotanya harus dari umat Muhammad saw
Bila sebagian mujtahid bersepakat dan yang lainnya tidak, meskipun sedikit, maka menurut
jumhur hal itu tidak bisa dikatakan ijma’, karena ijma’ itu harus mencakup keseluruhan mujtahid.
Sebagian ulama berpendapat bahwa ijma’ itu sah bisa dilakukan oleh sebagian besar mujtahid,
karena yang dimaksud kesepakatan ijma’ termasuk pula kesepakatan sebagian besar dari mereka,
begitu pula menurut kaidah fiqh sebagian besar itu telah mencakup hukum kesuluruh.
Para ulama berbeda pendapat tentang arti umat Muhammad SAW. Ada yang berpendapat bahwa
yang dimaksud umat Muhammad SAW adalah orang-orang mukallaf dari golongan ahl Al-aqdi, ada
juga yang berpendapat bahwa mereka adalah orang-orang mukallaf dari golongan Muhammad.
Namun yang jelas arti mukallaf adalah muslim, berakal, dan telah baligh.
4. Kesepakatannya harus yang berhubungan dengan syari’ah islam.
Hal itu sesuai dengan pendapat Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa kesepakatan tersebut
dikhususkan kepada masalah-masalah agama, juga sesuai dengan pendapat Al-Juwaini dalam kitab
Al-Warakat, Safiudin dalam Qawaidul usul, Kamal bin Hamal dalam kitab Tahrir, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Jumhur Ulama ushul fiqh, mengemukakan bahwa syarat-syarat ijma’, yaitu:
1. Yang melakukan ijma’ tersebut adalah orang-orang yang memenuhi persyaratan ijtihad.
2. Kesepakatan itu muncul dari para mujtahid yang bersifat adil (berpendirian kuat terhadap
agamanya).
3. Para mujtahid yang terlibat adalah yang berusaha menghindarkan diri dari ucapan atau perbuatan
bid’ah.

D. Macam-macam ijma’
1. Pertama: Ijma’ Sharih, yaitu: kesepakatan para mujtahid suatu masa atas hukum suatu kasus,
dengan cara masing-masing dari mereka menemukakan pendapatnya secara jelas melalui fatwa atau
putusan hukum. Maksudnya bahwasanya setiap mujtahid mengeluarkan pernyataan atau tindakan
yang mengungkapkan pendapatnya secara jelas.
2. Kedua: Ijma’ Sukuti, yaitu: sebagian dari mujtahid suatu masa mengemukakan pendapat
mereka secara jelas mengenai suatu kasus baik melalui fatwa atau suatu putusan hukum, dan sisa dari
mereka tidak memberikan tanggapan terhadap pendapat tersebut, baik merupakan persetujuan
terhadap pendapat yang telah dikemukakan atau menentang pendapat itu.

Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 5


Sedangkan ditinjau dari segi qathi’ atau zhanni dalalah hukumnya juga terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Ijma’ Qathi’ Dilalah, yakni hukumnya telah dipastikan dan tidak ada jalan lain untuk
mengeluarkan hukum yang bertentangan, serta tidak boleh mengadakan ijtihad terhadap hukum
syara’ yang telah ditetapkan oleh ijma’ itu (Ijma’ Sharih/Qath’i).
2. Ijma’ Zhanii Dalalah, yakni hukumnya diduga kuat mengenai suatu kejadian, oleh sebab itu
masih memungkinkan adanya ijtihad, sebab hasil ijtihad bukan merupakan pendapat seluruh
mujtahid (Ijma’ sukuti).
Ada juga yang membagi ijma’ menjadi dua macam, yaitu :
1. Ijma’ Qath’i, yaitu ijma’ yang diketahui terjadinya diantara umat ini secara pasti.
2. Ijma’ Zhanni, yaitu ijma’ yang tidak diketahui kecuali dengan cara menelaah dan meneliti.

4. Qiyyas
Sumber hukum islam yang ke empat adalah Qiyas yang artinya "Mengukur sesuatu dengan lainya
dan mempersamakanya" adapun Qiyas menurut istilah adalah "Menetapkan sesuatu perbutan yang
belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh Nash,
disebabkan adanya persamaan di antara keduanya".

Kedudukan Qiyas dalam sumber hukum islam


Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar’iyah yang ke empat setelah Al-quran, Hadist dan
Ijma’ dan para ulama berpegang pada :
1. firman Allah yang artinya :
“Hendaklah kamu mengambil i’tibar (ibarat=pelajaran) hai orang-orang yang berfikiran” (QS.
Hasyr : ayat2)
Karena I’tibar artinya “Qiyasusysyai’i bisysya’i membanding dengan sesuatu yang lain”.
2. Berdasarkan hadist yang di riwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dan Turmudzi sebagai berikut
yang arttinya :
“Sabda Nabi SAW ketika beliau mengutus mu’adz ra. Ke yaman,maka Nabi bertanya kepadanya :
“Dengan apa kamu menetapkan perkara yang datang kepadamu?”. Kata Mu’adz :”Saya memberi
keputusan dengan kitab Allah” Nabi bersabda : “Kalau kamu tidak mendapatkan pada kitab Allah”
Mu’adz menjawab : “Dengan sunah Rasul” Nabi bertanya lagi : “Kalau pada kitab Allah dan sunah
Rasul tidak kau dapati?” Mu’adz menjawab : “Saya berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak
akan kembali”.
Kemudian Rasulullah menepuk dadanya (bergirang hati) sambil bersabda : “Alhamdulillah Allah
telah memberi taufiq kepada pesuruh Rasulullah sesuai dengan keridhaan Rasulullah”. (HR.Ahmad,
Abu Dawud, Turmudzi, yang mereka nyatakan, bahwa Qiyas itu masuk ijtihad Ra’yu juga).

Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 6


Sumber hukum islam yang ke empat adalah “Qiyas” adapun rukun-rukunya adalah :

Rukun Qiyas ada empat :


1. Ashal (pangkal) yang menjadi ukuran/tempat menyerupakan (musyabbah bih=tempat
menyerupakan).
2. Far’un (cabang),yang di ukur (musyabbah=yang di serupakan).
3. Illat, yaitu sifat yang menghubungkan pangkal dan cabang.
4. Hukum, yang ditetapkan pada Far’i sesudah tetap Ashal.
Contohnya adalah :
Allah telah mengharamkan Arak, karena merusak akal, membinasakan badan, menghabiskan
harta, maka segala minuman yang memabukan di hukumi haram juga.

Keterangan dalam contoh ini adalah :


Segala minuman yang memabukan adalah Far’un/cabang,artinya yang di Qiyaskan.
Arak ialah yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan/mengqiyaskan hukum,artinya
Ashal/pokok.
Mabuk merusak akal,ialah Illat penghubung/sebab.
Hukum,segala minuman yang memabukan hukumnya haram.

Syarat dari pada Ashal

Syarat Ashal/pokok ada tiga yaitu :


Hukum Ashal harus masih tetap (berlaku),karena kalau sudah tidak berlaku lagi (sudah
diubah/Mansukh) niscaya tak mungkin Far’i berdiri sendiri.
Hukum yang berlaku pada Ashal,adalah hukum syara’,karena yang sedang di bahas oleh kita ini
adalah hukum syara’ pula.
Hukum pokok/Ashal tidak merupakan hukum pengecualian, seperti sahnya puasa bagi orang yang
lupa, meskipun makan dan minum, meskinya puasanya menjadi batal, sebab sesuatu tidak akan ada,
apabila berkumpul dengan hal-hal yang meniadakan, tetapi puasany tetap ada, karena Hadist : yang
artinya :”Barang siapa lupa, padahal ia sedang puasa, kemudian ia makan dan minum, hendaklah
menyelesaikan puasanya” sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum”. (HR.Bukhari
dan Muslim)
Berhubung dengan Hadist tersebut,maka orang yang dipaksa tidak dapat di Qiyaskan dengan
orang yang lupa.

Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 7


Syarat dari pada Far’i

Syarat-syarat Far’i ada tiga yaitu :


Hukum Far’i janganlah berujud lebih dahulu dari pada hukum Ashal, misalnya meng-qiyas-kan
wudhu kepada tayamum di dalam berkewajiban niat dengan alasan bahwa kedua-duanya sama-sama
thaharah, Qiyas tersebut tidak benar, karena wudhu (dalam contoh ini sebagai cabang) diadakan
sebelum hijrah, sedang tayamum (dalam contoh ini sebagai Ashal) diadakan sesudah hijrah, bila
Qiyas tersebut di benarkan, berarti menetapkan hukum sebelum ada Illat, yakni karena wudhu itu
berlaku sebelum tayamum.
Illat, hendaklah menyamai Illatnya Ashal.
Hukum yang ada pada Far’i itu menyamai hukum Ashal.
Syarat Dari Pada Illat

Syarat-syarat Illat ada tiga yaitu :


Hendaknya Illat itu berturut-turut, artinya jika Illat itu ada, maka dengan sendirinya hukumpun ada.
Dan sebaliknya apabila hukum ada,maka Illatpun ada.
Illat jangan menyalahi Nash, karena Illat itu tidak dapat mengalahkanya, maka dengan demikian
tentu Nash lebih dahulu mengalahkan ‘Illat
Contohnya :
Sebagian ulama berpendapat bahwa perempuan dapat melakukan nikah tanpa izin walinya (tanpa
wali), dengan alasan bahwa perempuan dapat memiliki dirinya di qiyas-kan kepada bolehnya
menjual harta bendanya sendiri, Qiyas tersebut tidak dapat di terima, karena berlawanan dengan
Nash.

Hadist Nabi saw. Yang artinya :


“Barang siapa perempuan menikah dengan tidak seizin walinya (tanpa wali), maka nikahnya batal”
(HR.Ibnu Hibban dan Hakim).
Qiyas ini ada empat macam. Adapun ketranganya adalah :
1. Qiyas Aulawi (lebih-lebih)
Qiyas Aulawi ialah yang Illatnya sendiri menetapkan adanya hukum, sementara cabang lebih
pantas menerima hukum dari pada Ashal, seperti haramnya memukul ibu bapak yang di Qiyaskan
kepada haramnya memaki kepada mereka, dilihat dari segi Illatnya ialah menyakiti, apalagi
memukul lebih-lebih menyakiti, (dalam pelajaran “mafhum”, ini disebut “fahwalkhitab”.

Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 8


2. Qiyas Musawi (bersamaan ‘Illatnya)
Qiyas Musawi, ialah ‘Illatnya sama dengan Illat qiyas Aulawi, hanya hukum yang berhubungan
dengan cabang (far’i) itu, sama setingkat dengan hukum ashalnya, seperti qiyas memakan harta
benda anak yatim kepada membakarnya, dilihat dari segi ‘Illatnya ialah sama-sama melenyapkanya
(dalam pelajaran “mafhum” ini disebut “lahnal khitab”)

3. Qiyas Dilalah (menunjukan)


Qiyas Dilalah ialah yang Illatnya tidak menetapkan hukum, tetapi juga menunjukan adanya
hukum, seprti meng-qiyas-kan wajibnya zakat harta benda anak-anak yatim dengan wajibnya zakat
orang dewasa, dengan alasan kedua-duanya merupakan harta yang tumbuh.

4. Qiyas Syibh (menyerupai)


Qiyas Syibh, adalah meng-qiyas-kan cabang yang di ragukan diantara kedua pangkal kemana
yang paling banyak menyamai, seperti budak yang di bunuh mati, dapat di qiyaskan dengan orang
yang merdeka karena sama-sama keturunan adam : dapat juga di qiyaskan dengan ternak karena
kedua-duanya harta benda yang dapat dimiliki, dijual, diwaqafkan dan di wariskan, dengan demikian
tentu lebih sesuai di qiyaskan dengan harta benda semacam ini, karena ia dapat dimiliki dan
diwariskan dan sebagainya.3

C. Fungsi Hukum Islam dalam masyarakat


Peranan hukum islam dalam masyarakat sebenarnya cukup banyak , namun dalam pembahasan
ini hanya akan dikemukakan peranan utamanya saja, yakni:
1. Fungsi Ibadah. Fungsi Utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.
2. Fungsi amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Hukum Islam mengatur kehidupan manusia sehingga
dapat menjadi kontrol sosial. Dari fungsi inilah dapat dicapai tujuan hukum islam, yakni
mendatangkan kemaslahatan (manfaat) dan menghindarkan kemadharatan (sia-sia) baik di
dunia maupun di akhirat.
3. Fungsi zawajir. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum islam sebagai sarana
pemaksa yang melindungi umat dari segala perbuatan yang membahayakan.
4. Fungsi tanzim wa islah al-ummah. Sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar interaksi sosial. Keempat fungsi tersebut tidak terpisahkan melainkan saling
berkaitan.4

3
http://www.mediangaji.com/2015/01/sumber-hukum-islam-yang-ke-empat-qiyas.html

4
http://irwansahaja.blogspot.com/2015/02/fungsi-hukum-islam-dalam-kehidupan.html
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 9
D. Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan Sistem Hukum Nasional
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesa nampak jelas setelah
Indonesia merdeka. Walaupun demikian, bukan berarti pada fase awal sebelum proklamasi
kemerdekaan umat Islam tidak memiliki kontribusi terhadap negara Indonesia. Banyak hal yang
telah dilakukan oleh umat Islam di Indonesia termasuk salah satunya adalah lahirnya proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 juga merupakan hasil perjuangan umat Islam dengan beberapa
komponen bangsa yang lainnya
Lahirnya pancasila dan UUD 1945 Dalam satu perspektif, Indonesia merupakan negara bukan
berideologikan Islam, namun kerangka acuan dalam mengembangkan aturan hukum dan
perekonomian banyak mengacu pada nilai-nilai Islam. Pancasila yang pada awal mulanya merupakan
hasil perubahan dari piagam Jakarta dengan menghilangkan tujuh kata pada sila pertama,
kelahirannya juga tidak bisa dilepaskan dari kontribusi umat Islam. Kondisi demikian senada dengan
pendapat Dawam Rahardjo mengutip perkataan Kuntowijoyo, bahwa ekonomi Indonesia yang basis
pengembangannya berdasarkan pancasila merupakan obyektivasi dari sistem ekonomi Islam.
Argumentasi dasar ini dapat diidentifikasi melalui tujuan dan misi negara Indonesia yang tercermin
dalam pembukaan UUD 1945 dan lima sila pancasila. Dalam alinea tiga pembukaan UUD 1945
dirumuskan 4 tujuan pokok bangsa Indonesia. Tujuan tersebut pertama melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, kedua memajukan kesejahteraan umum, ketiga
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Lahirnya regulasi perundang-undangan berkaitan hukum Islam Kontribusi umat Islam dalam
perumusan dan penegakan hukum dewasa ini semakin nampak jelas dengan ditandai lahirnya
beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan Hukum Islam. Beberapa
regulasi perundangan tersebut dapat di simak dalam rumusan berikut ini :

1. peraturan perundangundangan

2. UU No. 1 Tahun 1974 merupakan undangundang yang mengatur perkawinan


3. UU No. 7 Tahun 1989 berkaitan dengan peradilan agama
4. UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
5. Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
6. PP. No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik
7. Lahirnya Lembaga Keuangan Syari’ah (Bank Syari’ah, Asuransi. Pasar modal)5

5
https://anzdoc.com/hukum-islam-dan-kontribusi-umat-islam-indonesia.html
Makalah Pendidikan Agama Islam Kelompok 6 10

Anda mungkin juga menyukai