Anda di halaman 1dari 11

erwan.

doni
Tuesday, 22 May 2012
Berbagai masalah dan terapi psikologis lansia
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata ajar Keperawatan Gerontik yang
berjudul “Berbagai masalah dan terapi psikologis lansia”.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun
materil dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Tim Dosen pengajar mata kuliah Keperawatan Gerontik.
2. Semua Teman – teman Stikes Mitra Lampung, khususnya kelas konversi angkatan 2011.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,


Baik susunan maupun isi makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
Penulis mengharapkan dengan tersusunnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan mahasiswa / i Stikes Mitra Lampung pada khususnya.

Bandar Lampung, Maret 2012

Penulis
BAB I
Latar Belakang

A. Latar Belakang
Dengan semakin besar proporsi populasi orang-orang lanjut usia (lansia) beserta heterogenitas,
pengalaman hidup yang kompleks, dan perubahan demografis dalam populasi, penting bagi
professional kesehatan mental untuk bersiap-siap mengakses dan menagngani klien-klien lansia.
Terlepas dari kecenderungan untuk memandang lansia sebagai populasi yang homogen dilihat
dari nilai-nilai, motif, status social psikologis serta perilakunya, penelitian menunjukkan bahwa
lansia adalah populasi yang sangat beragam dan heterogen. Mereka memiliki karakteristik-
karakteristik yang sama dan yang berbeda dengan kelompok-kelompok usia lainnya.

Seringkali tolak ukur kemajuan suatu bangsa dilihat dari angka harapan hidup penduduknya.
Demikian juga Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Angka harapan hidup di
Indonesia juga semakin meningkat.

Tingginya usia harapan hidup yang juga menyebabkan meningkatnya jumlah lansia ini akan
menyebabkan semakin meningkatnya masalah-masalah yang timbul oleh proses penuaan. Baik
itu masalah kesehatan dari segi fisik, sosial ekonomi, maupun masalah psikologis.

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri dan mempertahankan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalna sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(constantinides, 1994). Semua orang akan mengalami proses penuaan dan menjadi tua yang
merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimana pada masa ini seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya sehari-hari.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada
pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu
yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial,
kultural, ekonomi dan lain-lain.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui berbagai masalah dan terapi psikologis Lansia.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui masalah yang terjadi pada lansia
b. Untuk mengetahui apakah terapi psikologis bermanfaat pada lansia

C. Manfaat penulisan
1. Manfaat bagi akademis
Secara akademis, penulisan ini berguna untuk menambah informasi bagi perawat tentang
masalah dan terapi psikologis lansia.
2. Manfaat bagi profesi keperawatan
Diharapkan penulisan ini memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan
perencanaan keperawatan pada lansia yang mengalami masalah psikologis.
3. Manfaat bagi penulis
Hasil penulisan ini memmberikan pengetahuan bagi penulis tentang masalah dan terapi
psikologis lansia.

BAB II
Pembahasan

A. Lansia
1. Pengertian
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisis, kejiwaan dan sosial (UU No23 Tahun 1992 tentang kesehata). Pengertian dan
pengelolaan lansia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang
lansia sebagai berikut :
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

2. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi: usia pertengahan yakni
kelompok usia 46-59 tahun, usia lanjut (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun, Tua (Old) yaitu
antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (Very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Setiabudhi, 1999),
dan menurut DepKes RI tahun 1999, umur dibagi 3 lansia yaitu;
a. Usia pra senelis atau Virilitas adalah seseorang yang berusia 45-49 tahun
b. Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Usia lanjut resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih
atau dengan masalah kesehatan.

3. Proses Menua
Menurut Constantindes mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus
secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status
penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam maupun dari luar tubuh.
Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak terhindarkan dengan
karakteristik menurunnya interaksi antara lansia dengan orang lain di sekitarnya.
Individu diberi kesempatan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi ketidamampuan dan
bahkan kematian.

B. Teori Penuaan
Gerontologis tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat memasukan
semua variable yang menyebabkan penuaan dan respon individu terhadap hal itu. Secara garis
besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori psikologis, dan teori sosiokultural.
1. Teori Biologis
a. Biological Programming Theory
Teori program biologis merupakan suatu proses sepanjang kehidupan sel yang terjadi sesuai
dengan sel itu sendiri. Teori waktu kehiduan makhluk memperlihatkan adanya kemunduran
biologis, kognitif, dan fungsi psikomotor yang tidak dapat dihindari dan diperbaiki, walaupun
perubahan diet atau hipotermi dalam waktu yang lama dapat menunda proses tersebut.

b. Wear and Tear Theory


Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi dapat dipercepat oleh
perlakuan kejam dan diprlambat oleh perawatan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan
penuaan merupakan hasil dari akumulasi stres, trauma, luka, infeksi, nutrisi yang tidak adekuat,
gangguan metabolik dan imunologi, dan perlakuan kasar yang lama.Konsep penuaan ini
memperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotif penuaan.

c. Stress-Adaptasi Theory
Teori adaptasi stres ini menegaskan efek positif dan negatif dari stres pada perkembangan
biopsikososial. Sebagai efek positif, stres menstimulasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang
baru, jalan adaptasi yang lebih efektif. Efek negatif dari stres bisa menjadi ketidakmampuan
fungsi karena perasaan yang terlalu berlebihan. Stres sering di asumsikan dapat mempercepat
proses penuaan. Stres dapat mempengaruhi kemampuan penerimaan seseorang, baik secara
fisiologi, psikologis, sosial dan ekonomi. Hal ini dapat berakibat sakit atau injuri.

2. Teori psikologis
a. Erikson’s Stage of Ego Integrity
Teori Erikson tentang perkembangan manusia mengidentifikasi tugas yang harus dicapai pada
setiap tahap kehidupan. Tugas terakhir, berhubungan dengan refleksi tentang kehidupan
seseorang dan pencapaiannya, ini diidentifikasi sebagai integritas ego. Jika ini tidak tercapai
maka akan mengakibatkan terjadinya gangguan.

b. Life Review Theory


Pada lansia, melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan proses yang normal berkaitan
dengan pendekatan terhadap kematian. Reintegrasi yang sukses dapat memberikan arti dalam
kehidupan dan mempersiapkan seseorang untuk mati tanpa disertai dengan kecemasan dan rasa
takut. Hasil diskusi terakhir tentang proses ini menemukan bahwa melihat kembali kehidupan
sebelumnya merupakan salah satu strategi untuk merawat masalah kesehatan jiwa pada lansia.

c. Stability of Personality
Perubahan kepribadian secara radikal pada lansia dapat mengakibatkan penyakit otak. Para
peneliti menemukan bahwa periode krisis psikologis pada saat dewasa tidak akan terjadi pada
interval regular. Perubahan peran, perilaku dan situasi membutuhkan respon tingkah laku yang
baru. Mayoritas lansia pada studi ini memperlihatkan adaptasi yang efektif terhadap kebutuhan
ini.

3. Teori Sosiokultural
a. Disengagement Theory
Postulat pada teori ini menyatakan bahwa lansia dan penarikan diri dari lingkungan sosial
merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Terdapat stereotype yang kuat dari teori ini
termasuk ide bahwa lansia merasa nyaman bila berhubungan dengan orang lain seusianya.
b. Activity Theory
Teori aktivitas berpendapat bahwa penuaan harus disertai dengan keaktifan beraktifitas sebisa
mungkin. Teori ini memperlihatkan efek positif dari aktivitas terhadap kepribadian lansia,
kesehatan jiwa, dan kepuasan dalam hidup.

c. The Family in Later Life


Teori keluarga berfokus pada keluarga sebagai unti dasar perkembangan emosi seseorang. Teori
ini berpendapat bahwa pusat proses siklus kehidupan adalah perubahan sistem hubungan dengan
orang lain untuk medukung fungsi masuk, keluar dan perkembangan anggota keluarga. Gejala
fisik, emosi, dan sosial dipercaya merupakan repleksi dari masalah negosiasi dan transisi pada
siklus kehidupan keluarga.

C. Masalah Kesehatan Jiwa Lansia


Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada
pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu
yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial,
kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka
dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal
ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga
mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur,
istirahat dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti :
Gangguan jantung
Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus
Vaginitis
Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
• Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
• Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya.
• Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
• Pasangan hidup telah meninggal.
• Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.

3. Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut
dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang
dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa
lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan
akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia
tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun
adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan
pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya
sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam
kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan
hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap
tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif.
Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu
kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan
hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing
orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar
tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya
masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak
jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga
menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya,
masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia
tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur,
penghasilan berkurang dan sebagainya.

5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat


Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka
muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi
bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu
orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga
bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga
seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara
(care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga
atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya
anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar.
Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan
bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan
bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan
kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian
dalam masyarakat sebagai seorang lansia.
Permasalahan dari Aspek Psikologis
Menurut Martono, 1997 dalam Darmojo (2004), beberapa masalah psikologis
lansia antara lain:
a. Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lansia pada saat meninggalnya
pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status
kesehatan seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran harus dibedakan antara
kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak mengalami
kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang hidup dilingkungan
yang beraggota keluarga yang cukup banyak tetapi mengalami kesepian.

b. Duka cita (bereavement),dimana pada periode duka cita ini merupakan


periode yang sangat rawan bagi lansia. meninggalnya pasangan hidup, temen dekat, atau bahkan
hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia,
yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Adanya perasaan kosong
kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi
akibatnduka cita biasanya bersifat self limiting.

c. Depresi, pada lansia stress lingkungan sering menimbulkan depresi dan


puan beradaptasi sudah menurun.

d. Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, gangguan


panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan ganggua
obstetif-kompulsif. Pada lansia gangguan cemas merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan biasanya berhubungan dengan sekunder akibat penyakit
medis, depresi, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu
obat.

e. Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa terjadi pada
lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang timbul
pada lansia.

f. Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat


pada lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang sering lansia merasa
tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya. Parfrenia biasanya
terjadi pada lansia yang terisolasi atau diisolasiatau menarik diri dari kegiatan social.

g. Sindroma diagnose, merupakan suatu keadaan dimana lansia menunjukkan


penampilan perilaku yang sangat mengganggu. Rumah atau kamar yang kotor serta berbau
karena lansia ini sering bermain-smain dengan urin dan fesesnya.
Lansia sering menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur (jawa:
Nyusuh). Kondisi ini walaupun kamar sudah dibersihkan dan lansia
dimandikan bersih namun dapat berulang kembali.

D. Psikoterapi pada Lansia


Psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara psikologik, dilakukan
oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin hubungan kerjasama secara profesional
dengan seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-
gejala dan penderitaan akibat penyakit.

Psikoterapi disebut sebagai pengobatan, karena merupakan suatu bentuk intervensi, dengan
berbagai macam cara dan metode yang bersifat psikologik untuk tujuan yang telah disebutkan di
atas, sehingga psikoterapi merupakan salah satu bentuk terapi atau pengobatan disamping
bentuk-bentuk lainnya dalam ilmu kedokteran jiwa khususnya, dan ilmu kedokteran pada
umumnya.

Jenis - Jenis Psikoterapi


1. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:
a. Psikoterapi Suportif:
Tujuan:
1) Mendukung funksi-funksi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada
2) Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik.
3) Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.
Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi,
eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.
b. Psikoterapi Reedukatif:
Tujuan:
Mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk
kebiasaan yang lebih menguntungkan.
Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.
c. Psikoterapi Rekonstruktif:
Tujuan :
Dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai
perubahan luas struktur kepribadian seseorang.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney,
Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.

2. Menurut “dalamnya”, psikoterapi terdiri atas:


a. ”superfisial”, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada “permukaan”, yang
tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yangdirepresi.
b. “mendalam” (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam alam
nirsadar atau materi yang direpresi.

3. Menurut teknik yang terutama digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang
digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning,
modeling, asosiasi bebas, interpretatif, dll.

4. Menurut konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan
menjadi: psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-emosional dianggap teratasi bila
deviasi perilaku telah dikoreksi); psikoterapi kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi
sambungan kognitif automatis yang “keliru”; dan psikoterapi evokatif, analitik, dinamik
(membawa ingatan, keinginan, dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran).
Psikoterapi kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi
dinamik berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.

5. Menurut setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri
atas terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok)
Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara pasangan, misalnya
komunikasi, persepsi,dll. Terapi keluarga, dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu
keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami
gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan interaksi dalam keluarga dan sebaliknya,
keadaan keluarga akan mempengaruhi gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu seluruh
anggota keluarga diwajibkan hadir pada setiap sesi terapi. Terapi kelompok, dilakukan terhadap
sekelompok pasien (misalnya enam atau delapan orang), oleh satu atau dua orang terapis.
Metode dan caranya bervariasi; ada yang suportif dan bersifat edukasi, ada yang interpretatif dan
analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien dengan gangguan yang berbeda, atau
dengan problem yang sama, misalnya gangguan makan, penyalahgunaan zat, dll. Diharapkan
mereka dapat saling memberikan dukungan dan harapan serta dapat belajar tentang cara baru
mengatasi problem yang dihadapi.

6. Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya, psikoterapi dibagi
menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis transaksional Eric Berne, terapi
rasional-emotif Albert Ellis, konseling non-direktif Rogers, terapi Gestalt dari Fritz Perls,
logoterapi Viktor Frankl, dll.

7. Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya narkoterapi,
hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan peragaan (play therapy),
psikoterapi religius, dan latihan meditasi.

8. Yang belum disebutkan dalam pembagian di atas namun akhir-akhir ini banyak dipakai
antara lain: konseling, terapi interpersonal, intervensi krisis.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Lansia adalah populasi yang heterogen. Orang-orang yang tertarik pada kesehatan mental dan
lansia harus memiliki pengetahuan yang luas tentang aspek-aspek psikologis, biologis, dan social
dari penuaan. Psikopatologi pada lansia berupa disfungsi emosional dan hendaya kognitif. Angka
psikopatologi dalam populasi lansia yang hidup di masyarakat maupun diberbagai institusi kira-
kira 22%. Selain kesehatan mental, bidang-bidang lain yang dapat menjadi fokus penanganan
lansia termasuk kesehatan fisik.

Penuaan populasi memunculkan berbagai tantangan dan peluang baru bagi para pekerja
kesehatan mental yang berminat. Kami harap ikhtisar ini dapat menstimulasi minat terhadap isu-
isu yang mempengaruhi lansia, keluarga, dan professional kesehatan yang berinteraksi dengan
mereka.
B. Saran
Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis
ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory)
yang berati adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain.

Sebagai seorang perawat kita harus bisa melakukan intervensi pada lansia dengan berbagai
masalahnya dengan intervensi yang tepat. Begitu juga dengan permasalahan psikologis, kita juga
harus melakukan intervensi atau terapi psikologis pada lansia yang mengalami gangguan
psikologis.

Daftar Pustaka

ali_jeco. PSIKOLOGI PADA LANSIA. http://alijeco.blogspot.com/2008/05/psikologi-pada-


lansia.html diunduh tanggal 8 april 2012
Dadang Hawari D. 2002. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi, Jakarta : Gaya Baru
Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI. 2001. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut
Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta.
http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/perkembangan-dewasa-lansia-teori-tentang-
proses-menjadi-tua/ diunduh tanggal 25 mei 2012
Mappiare, Andi. 1992. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Watson R. 2003. Perawatan Pada Lansia, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai