Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

Oleh
MUHAMMAD LUKMAN AZIZI 1211020117

PRODI KEPERAWATAN S1
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERTSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2014
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma
yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985)

Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).

Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
(Smeltzer, 2000 : 2210).

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).

Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi –
descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang
mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996).

Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang
mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
TIK.
B. ETIOLOGI

Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :


a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.

C. TANDA dan GEJALA


Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung
atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar,
dangkal.
 Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
 Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan
peningkatan TIK
 Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang
sama sekali
 Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan
disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.
D. MANIFESTASI KLINIS
Mekanisme Cedera Kepala
Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala manusia
maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua:
(1) Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih dari
200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi tetapi kerusakan yang terjadi
sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai pada kerusakan tulang kepala,
jaringan dan pembuluh darah otak. (Bajamal A.H , 1999).

(2) Dynamic loading


Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50 milidetik). Gaya
yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact injury) ataupun gaya tersebut
bekerja tidak langsung (accelerated-decelerated injury). Mekanisme cidera kepala
dynamic loading ini paling sering terjadi (Bajamal A.H , 1999).
a. Impact Injury
Gaya langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan diteruskan kesegala
arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang lain akan
diteruskan, sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali.
Tetapi gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat dari
impact injury akan menimbulkan lesi :
Pada cidera kulit kepala (SCALP) meliputi Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom
subcutan, Subgalea, Subperiosteum. Pada tulang atap kepala meliputi Fraktur linier,
Fraktur distase, Fraktur steallete, Fraktur depresi. Fraktur basis cranii meliputi Hematom
intracranial, Hematom epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom
intrakranial. Kontusio serebri terdiri dari Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi
difuse intrakranial, Laserasi serebri yang meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal injury
(Umar Kasan , 1998).

b. Lesi akselerasi – deselerasi


Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain
tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas antara tulang kepala
dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka
jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu
sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala
berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar
tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan
tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa Hematom
subdural, Hematom intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain
itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya terikan ataupun robekan yang
menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan ,
1998).

E. ANATOMI & FISIOLOGI

Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective
tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective
tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital . Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum

Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal .Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat
fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.Karena tidak melekat pada
selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura)
yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan
subdural.Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.Laserasi dari sinus-
sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.
Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci
yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia
mater.

Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum
dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri
dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus parietal berhubungan dengan
fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro
menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi
ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.Angka
rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan
sekitar 500 ml CSS per hari.

Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior).

Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi.Vena-vena
otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis.

Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan
secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi
terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10
mmHg . Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia.Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari
20 mmHg, terutama bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah
sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah
intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat.
Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.Konsep utamanya
adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan
Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac
output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup . Aliran darah otak (ADO)
normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun
50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma.
ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma
ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.
Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat
rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO.

F. PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah
bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi
intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur
tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur
tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan
fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada
sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa
pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus
paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga
sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga
dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak
tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna
sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh
makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena
darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron
tidak dapat mengalami regenerasi.
Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik
sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena,
pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal
dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan
diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal,
kulit dingin dan pucat.

Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah
akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari
fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau
rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah
frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak.

2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar
otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering
terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut
atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah
perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera
kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut:
sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk
menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat
terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia
cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat
proses penuaan.

3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma


hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak.
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak
kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan
ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal,
penyebab sistemik gangguan perdarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi :
- Gangguan kesadaran
- Konfusi
- Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan
- Tiba-tiba defisit neurologik
- Perubahan TTV
- Gangguan penglihatan
- Disfungsi sensorik
- lemah otak
G. PATHWAYS
Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak


jaringan kulit, otot dan jaringan tulang (kontusio, laserasi)
vaskuler

Gangguan suplai darah


- Perubahan autoregulasi
- Perdarahan Resiko Nyeri - Oedema serebral
- hematoma infeksi
Iskemia

Hipoksia Perubahan perfusi kejang


jaringan

Perubahan sirkulasi Gangg. Fungsi otak Gangg. Neurologis - Bersihan


CSS fokal jln nafas
- Obstruks
Peningkatan TIK i jln. Nafas
- Mual-muntah - Dispnea
Papilodema - Henti
Pandangan kabur nafas
Penurunan fungsi - Perubaha
pendengaran n. Pola nafas
Defisit neurologis
Girus medialis lobus Nyeri kepala
temporalis tergeser

Resiko kurangnya Gangg. Persepsi Resiko tidak


volume cairan sensori efektif jln. Nafas
Herniasi unkus
Tonsil cerebrum tergeser Kompresi medula oblongata

Messenfalon tertekan Resiko injuri


Resiko gangg.
Integritas kulilt
immobilitasi
Gangg.
kesadaran
cemas Kurangnya
perawatan diri
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 CT Scan
 Ventrikulografi udara
 Angiogram
 Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
 Ultrasonografi

I. PENATALAKSANAAN
1. Air dan Breathing
- Perhatian adanya apnoe
- Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi
endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai
diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
- Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk
mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan
pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
2. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan
pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup
berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang
dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk
mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
3. disability (pemeriksaan neurologis)
- Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis
tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak
menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal
kembali segera tekanan darahnya normal
- Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS
dan reflek cahaya pupil
KOMPLIKASI

Edema post traumatik


Herniasi
Perdarahan
Infeksi telinga dan hidung
Hidrosefalus
Hiperthermia
Kejang
SIADH
Bocornya LCS
Edema pulmonal
Kebocoran cairan serebrospinal
Peningkatan tekanan intrakranial
Kegagalan pernafasan
Defisit neurologis

J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia,
penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail
chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing.
c. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
PENGKAJIAN SKUNDER
- Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana
timpani, cedera jaringan lunak periorbital
- Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
- Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
- Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
- Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
- Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera
yang lain

K. DIAGNOASA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran
darah ke serebral, edema serebral
2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler
(cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
3. gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
cedera
4. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi,
obstruksi jalan nafas
5. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
6. Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran
7. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer
pada kandung kemih

L. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d
penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan
sensorik
Intervensi :
- Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan
peningkatan TIK
- Monitor status neurologis
- Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
- Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap
cahaya
- Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih
tinggi untuk mencegah peningkatan TIK
- Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan
indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan indikasi

2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro


muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
- Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat
adanya otot bantu nafas
- Kaji reflek menelan dan kemampuan
mempertahankan jalan nafas
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu
perubahan posisi secara berkala
- Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak
lebih dari 10-15 detik
- Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang
hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing)
- Catat pengembangan dada
- Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen
tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi
- Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti
sedatif
- Lakukan program medik
3. Diagnosa : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan
pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang

Intervensi keperawatan :
1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri
biasanya diatas tingkat cedera.
2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi
oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara
membantu mengontrol nyeri.
4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot
atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.

4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan
nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi,
ronchi
b. Kaji frekuensi pernafasan
c. Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi
d. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
e. Kolaburasi : monitor AGD

5. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran


tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :
a. Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur
c. Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu
d. Pasang pagar tempat tidur
e. Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan
pada area sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa
membuka rahang
f. Pertahankan tirah baring
6.Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan
kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
- Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap
akan memberikan makanan
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah
terjadinya regurgitasi dan aspirasi
- Catat makanan yang masuk
- Kaji cairan gaster, muntahan
- Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan
kondisi pasien
- Laksanakan program medik
7.Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung
kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
a. Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan
berat jenis
b. Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
c. Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik
steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. (2001). Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.


Doenges, Marilynn E. et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perwatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I
Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC.
Iskandar. (2004). Memahami Aspek-aspek Penting Dalam Pengelolaan Penderita Cedera
Kepala. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Lindsay, David. (1996). Funtcion Human Anatomy. USA : Human Anatomy Mosby.
Martini, Prederic H. (2001). Foundamentals of Anatomy & Physiology, Edition 5 : ISBN.
Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Perawatan : Konsep dan Praktek. Jakarta :
Salemba Medika
Scanton, Valerie C. (2006). Essentials of Anatomy and Physiology, Edisi 3. Philadelphia :
Pengylvania.
Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddart. (Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah.
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Tarwoto, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Sagung Seto.
Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci : Universitas Pelita
Harapan.

Anda mungkin juga menyukai