Anda di halaman 1dari 154

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.

S DENGAN
SUSPEK TB + ACKD EC SUPRENAL ON CKD + PNEUMONIA
DI RUANG NUSA INDAH RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH

OLEH:
I Gusti Ayu Eka Setiawati Yuana Putri (1802621001)
Ni Luh Putu Desy Ratna Dewi (1802621023)
Putu Adyan Wacaka (1802621025)
Ni Luh Gede Padma Peratiwi (1802621032)
Putu Dicky Heryawan (1802621045)
Ni Made Umala Antari (1802621049)
Ni Kadek Pritayani (1802621051)
Putu Ayu Yuni Candra Kusuma (1802621054)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lansia adalah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Penetapan usia 60 tahun
sebagai batas awal lansia dikarenakan pada usia ini mulai terjadi penurunan fisik
dan fisiologis yang signifikan. Proses penuaan ini ditandai dengan adanya
perubahan dalam penampilan, penurunan fungsional panca indera, dan
peningkatan kerentanan terhadap penyakit tertentu yang terkait dengan
bertambahnya usia. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan adanya
peningkatan persentase lanjut usia yaitu sebesar 7,56% dari seluruh kelompok
umur, sebanyak 25% lansia menderita penyakit degeneratif (Kemenkes, 2012).

Penyakit degeneratif merupakan penyakit tidak menular, penyakit tidak menular


yang terjadi umumnya adalah hipertensi, penyakit jantung koroner,diabetes
mellitus, ACKD (acute on chronic kidney disease). Tingginya kasus penyakit
tidak menular terjadi dikarenakan berubahnya gaya hidup masyarakat dan
meningkatnya status sosial ekonomi, Sedangkan tingginya kasus penyakit
menular dikarenakan kondisi sanitasi lingkungan dan status pendidikan
masyarakat yang rendah. Kondisi seperti ini lazim juga disebut sebagai masa
transisi epidemiologi. Hal ini dikarenakan pola penyakit yang umumnya terjadi di
negara maju adalah penyakit tidak menular, sedangkan penyakit menular lebih
banyak terjadi di negara yang baru berkembang( Komisi Nasional Lansia, 2010).
Dari hasil Riskesdas 2007 hanya 13% lansia yang sehat, 34,8% menderita satu
jenis penyakit, dan 52,2% menderita dua jenis penyakit atau lebih (multi
morbiditas). Salah satu penyakit degeneratif adalah ACKD.

ACKD merupakan penurunan fungsi ginjal berupa penurunan laju Filtrasi


Glomerulus (GFR), peningkatan nilain BUN dan Kreatinin yang terjadi dengan
pasien gagal ginjal kronis (Raka,2007). ACKD ditandai dengan pengeluaran urin
yang sedikit dan mengandung darah, mengalami anemia, hiperkalemia, mual
muntah, serta nyeri pinggang yang hebat (kolik). Komplikasi dari ACKD adalah
Hiperkalemia, Perikarditis, Efusi perikardial , Tamponade jantung, Hipertensi,
Anemia, Infeksi traktus urinarius, Obstruksi traktus urinarius, Gangguan elektrolit
dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain penyakit degeneratif, lansia juga
rentan mengalami penyakit menular. Salah satu jenis penyakit menular yang
sering dialami oleh lansia yaitu pneumonia.

Pneumonia merupakan peradangan akut pada parenkim paru yang biasanya


berasala dari suatu infeksi. Biasanya di tandai dengan demam yang tinggi, batuk,
sesak napas, nyeri kepala, nyeri abdomen Depkes, 2014). Komplikasi dari
Pneumonia adalah demam menetap / kambuhan akibat alergi obat, Atelektasis
(pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi bronkus oleh
penumukan sekresi, Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura),
Empiema (efusi pleura yang berisi nanah), Delirium terjadi karena hipoksia, Super
infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar seperti penisilin
(Bartlett et all, 2013). Berbagai penyakit yang dialami oleh lansia menyebabkan
lansia tidak mampu untuk melakukan aktivitas secara mandiri dan dapat
melemahnya sistem imun pada lansia sehingga berisiko untuk terkena penyakit
lainnya. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien dengan ACKD dan pneumonia.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
ACKD dan pneumonia
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan ACKD dan
pneumonia
1.3 Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan klien dengan ACKD
dan pneumonia.
2. Bagi pasien
Pasien mengetahui manfaat pemberian kompres air hangat dalam
membantu menurunkan rasa nyeri
3. Bagi institusi
Institusi dapat mempertimbangkan aplikasi kompres air hangat sebagai
intervensi tambahan untuk mengurangi nyeri.
.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONEP DASAR TUBERCULOSIS PARU
1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman
tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara
(pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke
organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu: kelenjar limfe,
saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes
RI, 2008).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Tuberculosis
dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk ginjal, tulang dan
nodus limfe (PDPI, 2011).
2. Epidemiologi / Insiden Kasus
Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru
TB dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh
TB.Indonesia adalah Negara ketiga terbesar dengan masalah TB di dunia.
Sebagian besar penderita TB adalah mereka dengan usia produktif (15-55
tahun). TB adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular. TB
adalah penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan
penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Indonesia telah
berhasil mencapai Angka keberhasilan pengobatan sesuai dengan target
global yaitu 85 persen dan tetap dipertahankan dalam empat tahun terakhir.
Indonesia telah memberikan kemajuan yang cepat dalam penemuan kasus
baru TB menular, yaitu sebesar 52% pada tahun 2004 (lihat map-1), dan
target global pada tahun 2005 adalah sebesar 70%.Penemuan kasus baru
TB menular saat ini adalah sebesar 52% yang Qberarti hanya kurang 8%
dari target 60% yang telah ditetapkan didalam rencana strategis
Penanggulangan TB selama 5 tahun (Depkes RI, 2008).
3. Penyebab / Faktor Predisposisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium Tuberculosis.
Sebagian besar struktur organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang
membuat mikobakterium lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari
sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru
lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis (Green, 2006) .
Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada
penelitian terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat
infeksi TB yang dipengaruhi oleh reaksi imun seseorang yang menurun
sehingga terjadi mekanisme makrofag aktif yang menimbulkan
peradangan nonspesifik yang luas. Peradangan yang berlangsung lama ini
menyebabkan gangguan faal paru berupa adanya sputum, terjadinya
perubahan pola pernapasan, relaksasi menurun, perubahan postur tubuh,
berat badan menurun, dan gerak lapang paru menjadi tidak maksimal
(Irawati, 2013).
Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:
a. M. tuberculosae
b. Varian Asian
c. Varian African I
d. Varian African II
e. M. Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah:
a. M. kansasi
b. M. avium
c. M. intra cellular
d. M. scrofulaceum
e. M.malmacerse
f. M. xenopi
4. Patofisiologi Penyakit
Tuberculosis tergolong airbone disease, setiapkali penderita ini batuk dapat
mengeluarkan 3000 droflet nuclei. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1 – 2 jam. Di bawah sinar matahari langsung basil
tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam suasana yang gelap dan lembab
kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli
kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru
sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh
limfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh
yang lain.
Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan,
masuk ke alveoli, tempat berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil
juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus
atas). Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi
awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.Massa jaringan
baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih
hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian
sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman,
tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh,
membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak,
mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan
tuberkel dan selanjutnya.Kecuali proses tersebut dapat dihentikan,
penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan
kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan
dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti
dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang
awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002).
5. Klasifikasi
 Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi) (Depkes
RI, 2008)
a) Tuberculosis paru
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80%
dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru
ini merupakan satu-satunya bentuk tuberculosis yang paling mudah
menular.
b) Tuberculosis ekstra paru
Merupakan bentuk Tubeculosis yang menyerang organ lain selain
paru, seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang,
saluran kencing, susunan saraf pusat, dan perut. Pada dasarnya
penyakit Tuberculosis ini tidak pandang bulu karena kuman ini
menyerang semua organ tubuh.
 Klasifikasi II
Klasifikasi TB Paru berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi sebagai berikut:
TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1
kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
Bekas TB Paru dengan kriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
 Klasifikasi III
Berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita :
a) Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari
satu bulan.
b) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
c) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
d) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.

6. Gejala Klinis
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik (PDPI,2011).
1. Gejala Respiratorik
a) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala Sistemik
a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama
makin panjang serangannya.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah berkeringat pada malam hari, sakit kepala,
anoreksia, penurunan berat badan, keletihan, dan malaise. Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan.

7. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya
dyspnea, sianosis, distensi abdomen, batuk dan barrel chest.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi
ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.
 Palpasi
badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit),
turgor kulit menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
(Irawati,2013)
8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit.
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB)
yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan
petunjuk awal untuk menekankan diagnosa, tetapi suatu sediaan
yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.
Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan
kompleks. Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan,
seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10
bakteri/ml media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh
media biakan ini
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD)
sebanyak 0,1 ml mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara
intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan
bawah setelah kulit dibesihkan dengan lalkohol. Untuk
memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara
48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca
dalam peiode tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya
beberapa tipe reaksi :
 Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
a) Orang dengan HIV positif.
b) Baru saja kontak dengan orang yang menderita TB.
c) Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang
sesuai dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh.
d) Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang
mengalami penekanan imunitas ( menerima setara dengan ≥
15 mg/hari prednisone selama ≥1 bulan).

 Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok


berikut :
a) Baru tiba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi
tinggi.
b) Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
c) Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan
yang berisiko tinggi. Penjara, rumah-rumah perawatan,
panti jompo, fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan
AIDS, dan penampungan untuk tuna wisma
d) Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.
e) Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang
berisioko tinggi.
f) Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja
yang terpajan orang dewasa kelompok risiko tinggi.
 Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
a) Orang dengan factor risiko TB.
b) Target program-program tes kulit seharusnya hanya
dilakukan di anatara kelompok risiko tinggi.
(Widoyono, 2011).
 Uji tuberculin : Menggunakan standar tuberkulin 1:10.000/5 TU
PPD-S intrakutan yang dibaca 48-72 jam dengan indurasi > 5 mm.
Uji tuberkulin negatif belum dapat menyingkirkan TB. False
negatif pada pemeriksaan uji tuberkulin sering ditemukan pada
pasien HIV dan kejadiannya meningkat sebanding dengan
peningkatan imunosupresi.
 Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine
dan CSF, biopsi kulit) : positif untuk Mycobacterium tuberculosis
 Pemeriksaan Darah :
a) Hb dapat ditemukan menurun. Anemia bila penyakit berjalan
menahun
b) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
c) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
 Biopsi jarum pada jaringan paru (Needle Biopsi of Lung Tissue): Positif
untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
 Tes antibody serum: Skrining Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnosa. Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan
memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk
dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya
tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan
skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
b. Radiologi
 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru oleh simpanan
kalsium lesi yang sembuh primer atau efusi cairan. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC paru adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).

c. Pemeriksaan fungsi paru


Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan
paru dan penyakit pleural (Widoyono, 2011).
9. Diagnosis / Kriteria Diagnosis
a) Anamnesis dan pemeriksaan fisik
b) Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat,
limfositosis)
c) Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :
o Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus
bawah
o Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
o Adanya kavitas, tunggal atau ganda
o Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru
o Adanya kalsifikasi
o Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
o Bayangan milier
d) Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
e) Tes PAP (Perksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB
f) Tes Mantoux/Tuberkulin
g) Tehnik Polymerase Chain Reaction
h) Bection Dickinson Diagnostic Instrument System
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M. tuberculosis
i) Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.
j) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam
serum pasien. Bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka
warna sisir akan berubah.

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan


ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan
spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka
penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil
rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain,
misalnya biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik
spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2
minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan
TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
 Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
 Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada,
untuk mendukung diagnosis TB.
 Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB
BTA negatif rontgen positif.
 Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB
(Widoyono, 2011).

10. Therapy / Tindakan Penanganan


 Pengobatan TBC
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan,
mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan
(Depkes RI. 2008). Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya
dengan monotherapi, kemudian mulai timbul masalah resistensi terhadap
obat-obat tersebut, maka pengobatan secara paduan beberapa obat ternyata
dapat mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi dan memperkecil jumlah
kekambuhan.
Paduan obat jangka pendek 6 – 9 bulan yang selama ini dipakai di Indonesia
dan dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain adalah 2
RHE/4RH, 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain. Untuk
TB paru yang berat ( milier ) dan TB Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan
diperpanjang jadi 7 bulan yakni 2RHZ / 7RH. Departemen Kesehatan RI
selama ini menjalankan program pemberantasan TB Paru dengan panduan
1RHE / 5R2H2.
Bila pasien alergi/hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat jangka
panjang 12–18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-lain.
a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
 Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.Sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang
sedang berkembang.Dosis harian 5 mg/kg berat badan, sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10
mg/kg berat badan.
 Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid.Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
 Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam.Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg
berat badan.
 Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
 Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).Dosis harian
15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
b. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
 Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis
(OAT).
 Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang
lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
c. Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis
1) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
dan Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2
bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri
dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu
selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
a) Penderita baru TBC paru BTA positif
b) Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
c) Penderita TBC ekstra paru berat.
2) Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap
hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam
seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita
selesai menelan obat.Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita
gagal, penderita dengan pengobatan setelah lalai.
3) Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid
(Z) diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan
tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4
bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
a) Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe
(limfadenitis), pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC
tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
4) OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
d. Evaluasi Pengobatan
 Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya
keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ),
berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi
negatif.
 Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan
ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA
diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan
pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan.
Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya
masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang
mendapat pengobatan ulang ( retreatment ).
 Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu
berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan
foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk
perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh.
 Untuk mengetahui efek samping obat ( yang terbanyak hepatitis ),
perlu pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin,
kreatinin/ureum, darah perifer. Asam urat darah perlu diperiksa bagi
yang memakai obat Z. bila terdapat hepatitis karena obat
( kebanyakan karena R dan H ), maka obat yang hepatotoksis diganti
dengan yang non-hepatotoksis. Pemberian steroid dapat
dipertimbangkan. R atau H kemudian dapat diberikan kembali secara
desensitisasi. Tes mata untuk warna perlu bagi yang memakai E,
sedangkan tes audiometri perlu bagi yang memakai S.
 Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1 – 2 bulan
pengobatan tahap intensif tidak terlihat perbaikan. Di Amerika
Serikat prevalensi pasien yang resisten terhadap obat anti TB makin
meningkat dan sudah mencapai 9 %. Di negara yang sedang
berkembang seperti di Afrika, diperkirakan lebih tinggi lagi. BTA
yang sudah resisten terhadap obat anti TB saat ini sudah dapat
dideteksi dengan cara PCR-SSCP (Single Stranded Confirmation
Polymorphism) dalam waktu satu hari. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi 99% BTA yang resisten terhadap R, 70% terhadap H, dan
60% terhadap S.
 Tipe Penderita TB
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita
yaitu :

 Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
 Kambuh (Relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat denga hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
 Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.
Penderita pindahhhan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
(Form TB.09).
 Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian dating kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA (+).

Pada sebagian bekas penderita TB, masih mengeluhkan batuk bahkan


timbul sesak bertahun-tahun kemudian (SOPT). Gejala ini terjadi karena
adanya kerusakan paru yang permanen, gangguan menetep restriktif dan
sebagian obstruktif pada spirometri. Biasanya penderita SOPT ini
ireversibel pada pemberian obat bronkodilator dan bahkan dengan
kortikosteroid (Widoyono,2011). Namun, SOPT termasuk dalam penyakit
obstruksi paru yang gejalanya mirip dengan PPOK, maka pemberian terapi
mirip dengan PPOK. Terapi SOPT diberikan sesuai kausa. Pilihan terapi
untuk SOPT, adalah:
1. Bronkodilator:
a. golongan antikolinergik : ipratropium bromida (0,5mg)
b. golongan agonis β-2 : salbutamol (2,5mg)
c. kombinasi : ipratropium bromida (0,5mg) dengan salbutamol
(2,5mg)  nebulasi
d. golongan xantin : aminofilin (200mg) (Kemenkes RI, 2013)
2. Antiinflamasi : prednison atau metilprednisolon
3. Anti-oksidan : N-acetyl cystein
4. Antibiotika (hanya diberikan jika terdapat infeksi) : golongan β-
lactam dan makrolid
5. Terapi oksigen
6. Rehabilitasi medik
(PDPI, 2011)

Selain penatalaksanaan secara farmakologis, pencegahan penularan sangat


penting unuk dilakukan kepada pasien maupun keluarga pasien. Adapun
edukasi yang perlu diberikan kepada keluarga dan pasien Kemenkes (2017)
yaitu :
1. Bagi pasien dan keluarga selalu menggunakan masker.
2. Tutup mulut ketika batuk, bersin, serta tertawa.
3. Tidak membuang dahak atau ludah sembarangan
4. Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik. Misalkan membuka
pintu dan jendela agar udara segar serta siar matahari dapat masuk.
5. Usahakan sinar matahari dan udaara segar masuk secukupnya ke dalam
tempat tidur
6. Rajin menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur
7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
8. Makanlah kandungan nutrisi yang tinggi karbohidrat dan protein

11. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
menimbulkan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi dini : Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.
2. Komplikasi lanjut :Kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom
gagal napas dewasa (ARDS), sering terjad pada TB
milier dan kavitas TB. (Depkes,2008)
12. Prognosis
TB adalah IO yang pada urutan kedua dalam daftar frekuensi IO di Indonesia,
dan adalah penyebab kematian kebanyakan Odha. Namun TB dapat
disembuhkan dan dicegah.
Perkembangan dari infeksi TBC dengan penyakit TBC terjadi ketika bakteri
TB mengatasi pertahanan sistem kekebalan tubuh dan mulai berkembang
biak. Pada TB primer 1-5% dari kasus-penyakit ini terjadi segera setelah
infeksi. Namun, dalam sebagian besar kasus, infeksi laten terjadi yang tidak
memiliki gejala yang jelas. Ini basil TBC yang tidak aktif dapat menghasilkan
dalam 2-23% dari kasus-kasus laten, sering bertahun-tahun setelah infeksi.
Risiko meningkat reaktivasi dengan imunosupresi, seperti yang disebabkan
oleh infeksi HIV. Pada pasien koinfeksi M. TB dan HIV, risiko reaktivasi
meningkat sampai 10% per tahun. Pasien dengan TB ini disebarluaskan
memiliki tingkat kematian mendekati 100% jika tidak diobati. Namun, Jika
diobati, tingkat kematian berkurang hingga hampir 10%.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Tuberculosis paru


1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan pasien.
a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
 Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan T paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi sua golongan,
yaitu :
Keluhan Respiratoris :
 Batuk nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah
 Sesak nafas
 Nyeri dada
Keluhan Sistematis :
Demam timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza,
hilang timbul dan semakin lama semakin panjang serangannya,
sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
Keluhan sistematis lain, yaitu keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan, dan malaise.
 Riwayat Penyakit Saat Ini
Peristiwa atau penyebab sesak timbul, apakah dapat hilang dengan
beristirahat. Seperti apa rasa sesak yang dirasakan klien. Apakah gejala
hilang timbul atau terus menerus.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi OAT dan antitusif. Catat
adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Kaji lebih dalam tentang
seberapa jauh penurunan berat badan dalam enam bulan terakhir.
Penurunan berat badan pada klien dengan TB paru berkaitan erat
dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual
yang sering disebabkan karena minum OAT.
 Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain
itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya
penyulit seperti hipertensi.
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian meliputi kebiasaan pasien terhadap pemeliharaan kesehatan
baik sebelum atau sesudah sakit. Misalnya : penanganan yang dilakukan
ketika gejala timbul serta pandangan pasien tentang penyakitnya.
2. Nutrisi / Metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual/muntah, nafsu makan
buruk/anoreksia dan ketidakmampuan untuk makan karena penurunan
nafsu makan.Gejala : adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan), adanya
penurunan berat badan, makanan yang disediakan hanya dimakan ¼ porsi
Tanda : turgor kulit buruk, kering / bersisik, massa otot berkurang / lemak
subkutan berkurang, IMT = (kekurangan BB tingkat berat), Pasien tampak
kurus.
3. Eliminasi
Pada pasien dengan TBC kemungkinan mengalami gangguan pada system
eliminasi jika bakteri tersebut sudah menyebar sampai ke system
gastrointestinal.
4. Aktivitas dan Latihan
Pada pasien dengan TBC kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan
latihan karena pasien mengalami keletihan, kelelahan, malaise,
ketidakmampuan untuk melakukan aktvitas sehari-hari karena sulit
bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.Gejala: adanya kelelahan dan kelemahan, kesulitan tidur pada
malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat
Tanda : takikardia, takipnea / dispnea saat beraktivitas, kelelahan otot
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
penglihatan, pendengaran, perasa, pembau dan kompensasi terhadap
tubuhnya. Sedangkan kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya
inngat pasien terhadap peristiwa lama dan baru terjadi.
Pasien mengalami gangguan berupa rasa nyeri di daerah dada.
6. Tidur dan Istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi tentang tingkat energy.
Jumlah jam tidur siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia,
penggunaan obat.
Pasien mengalami gangguan pada pola tidurnya karena sulit untuk tidur
karena nyeri dan sesak napas.
7. Konsep Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan peran, harga diri, identitas, adanya kecemasan.
8. Peran dan Hubungan
Menggambarkan hubungan klien dengan anggota keluarga dan masyarakat
tempat tinggal klien, pekerjaan, tingkah laku, dan masalah keuangan.
9. Seksual dan Reproduksi
Menggambarkan kepuasan atau masalah yag actual atau dirasakan dengan
seksualitas.
10. Koping Stres dan Adaptasi
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan
sistem pendukung.
11. Nilai dan Kepercayaan
Menggambarkan pola nilai keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan
sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluknya
dan konsekwensinya.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
mukus dalam jumlah berlebihan, sekresi dalam bronki, infeksi ditandai
dengan suara napas tambahan, perubahan frekuensi nafas, perubahan
irama nafas, dispnea, sputum dalam jumlah berlebihan, batuk yang tidak
efektif.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler, ditandai denganpH darah arteri abnormal,
dispnea, napas cuping hidung, gelisah, somnolen, takikardia.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
keletihan, hiperventilasi ditandai dengan perubahan kedalaman
pernapasan, dispnea, pernapasan cuping hidung, pernapasan bibir,
penggunan otot aksesorius untuk bernapas.
d. PK Infeksi
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
ditandai dengan perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi
pernapasan, perilaku distraksi, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah,
menangis, waspada), melaporkan nyeri secara verbal.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis ditandai dengan berat badan 20% atau
lebih di bawah berat badan ideal, diare, bising usus hiperaktif, penurunan
berat badan dengan asupan makanan adekuat, kurang minat ada makanan,
membran mukosa pucat, cepat kenyang setelah makan.
g. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik
berhubungan dengan kerumitan regimen terapeutik ditandai dengan
kegagalan untuk melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko,
ketidaktepatan aktivitas keluarga untuk memenuhi tujuan kesehatan,
megungkapkan kesulitan dengan regimen yang ditetapkan.
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan
ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah beraktivitas.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan NIC Label
Airway Suction
bersihan jalan napas keperawatan selama 3 x 24 Airway Suction
1. Bunyi ronchi menandakan
berhubungan dengan jam diharapkan bersihan 1.
terdapat penumpukan
mukus dalam jumlah jalan napas efektif, dengan Auskultasi bunyi napas
sekret atau sekret berlebih
berlebihan, sekresi kriteria hasil: tambahan; ronchi,
di jalan napas.
dalam bronki, infeksi NOC Label : wheezing. 2. Posisi memaksimalkan
ditandai dengan suara Respiratory status ; ekspansi paru dan
napas tambahan, Ventilation menurunkan upaya
perubahan frekuensi Respiratory status : Airway 2. pernapasan. Ventilasi
nafas, perubahan irama Patency Berikan posisi yang nyaman maksimal membuka area
nafas, dispnea, sputum 1. Frekuensi pernapasan untuk mengurangi dispnea. atelektasis dan
dalam jumlah dalam batas normal meningkatkan gerakan
berlebihan, batuk yang (16-20x/menit) sekret ke jalan napas besar
tidak efektif. 2. Irama pernapasan untuk dikeluarkan.
3. Mencegah obstruksi atau
normal
aspirasi. Penghisapan dapat
3. Kedalaman pernapasan
diperlukan bia pasien tak
normal 3.
mampu mengeluarkan
4. Mampu mengeluarkan Bersihkan sekret dari mulut
sekret sendiri.
sputum secara efektif dan trakea; lakukan
5. Tidak ada akumulasi penghisapan sesuai 4. Memaksimalkan
sputum keperluan. pengeluaran sputum.
5. Membantu mempermudah
pengeluaran sekret.
6. Mengoptimalkan
4.
keseimbangan cairan dan
Bantu pasien untuk batuk dan
membantu mengencerkan
napas dalam.
sekret sehingga mudah
5.
dikeluarkan.
Ajarkan batuk efektif. 7. Meringankan kerja paru
untuk memenuhi
6. kebutuhan oksigen.
8. Bronkodilator
Anjurkan asupan cairan
meningkatkan ukuran
adekuat.
lumen percabangan
trakeobronkial sehingga
menurunkan tahanan
7.
terhadap aliran udara.
Kolaborasi pemberian
oksigen.

8.
Kolaborasi pemberian
broncodilator sesuai
indikasi.

Gangguan pertukaran Setelah diberikan asuhan NIC Label :


Respiratory Monitoring Respiratory Monitoring
gas berhubungan keperawatan selama 3 x
1. Monitor rata – rata, 1. Mengetahui karakteristik
dengan perubahan 24jam diharapkan gangguan
kedalaman, irama dan napas pasien
membran alveolar- pertukaran gas dapat diatasi 2. Penggunaan otot bantu
usaha respirasi.
kapiler, ditandai dengan kriteria hasil: 2. Catat pergerakan pernapasan menandakan
NOC Label :
denganpH darah arteri dada,amati kesimetrisan, perburukan kondisi pasien.
Respiratory status : Gas
abnormal, dispnea, penggunaan otot
exchange 3. Mengetahui status
napas cuping hidung, 1. Mendemonstrasikan tambahan, retraksi otot
2 oksigenasi pasien.
gelisah, somnolen, peningkatan ventilasi supraclavicular dan 4. Mencegah memperbaiki
takikardia. dan oksigenasi yang intercostal hipoksemia dan gagal
3. Pantau hasil AGD
adekuat pernapasan.
2. Tidak ada sianosis dan
4. Kolaborasi : Berikan O2
dyspneu (mampu
sesuai indikasi dengan
bernapas dengan mudah)
masker, kanula atau
3. RR dbn (16-20 x/menit)
4. Hasil AGD dbn ventilasi mekanik.

3 Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan NIC Label :


napas berhubungan keperawatan selama 3x24 Airway Management Airway Management
dengan keletihan, jam diharapkan pola napas 1. Pantau RR, irama dan 1. Ketidakefektifan pola napas
hiperventilasi ditandai efektif dengan kriteria hasil: kedalaman pernapasan dapat dilihat dari peningkatan
dengan perubahan NOC Label : atau penurunan RR, serta
Respiratory status : Gas
kedalaman pernapasan, perubahan dalam irama dan
exchange
dispnea, pernapasan kedalaman pernapasan
Respiratory status :
cuping hidung, 2. Pantau adanya penggunaan 2. Penggunaan otot bantu
Ventiloation
pernapasan bibir, Vital Sign Status otot bantu pernapasan dan pernapasan dan retraksi
penggunan otot 1. Kedalaman pernapasan retraksi dinding dada dinding dada menunjukkan
aksesorius untuk normal terjadi gangguan ekspansi paru
bernapas. 2. Tidak tampak 3. Berikan posisi semifowler 3. Posisi semifowler dapat
penggunaan otot bantu membantu meningkatkan
pernapasan toleransi tubuh untuk inspirasi
3. Tidak tampak retraksi 4. Pantau status pernapasan dan ekspirasi
4. Kelainan status pernapasan
dinding dada dan oksigen
dan perubahan saturasi O2
4. Frekuensi pernapasan
dapat menentukan indikasi
dalam batas normal 5. Berikan dan pertahankan
terapi
(16-20x/menit) masukan oksigen sesuai
5. Pemberian oksigen sesuai
indikasi
indikasi diperlukan untuk
mempertahankan masukan O2
saat mengalami perubahan
status respirasi

4 Setelah diberikan asuhan NIC LABEL: Infection NIC LABEL: Infaction


keperawatan selama 3 x 24 Control Control
jam diharapkan infeksi 1. Batasi jumlah 1. Mencegah terserang
terkontrol dengan kriteria pengunjung penyakit dari
2. Gunakan prosedur
hasil: pengunjung
bersih dan aseptic 2. Mencegah penularan
NOC Label :
dengan benar penyakit
PK Infeksi Infection severity
3. Gunakan sarung tangan 3. Mencegah penularan
1. Suhu tubuh pasien 4. Berikan asupan nutrisi
penyakit
normal (36-37±0,5˚C) adekuat 4. Membantu
5. Kolaborasi pemberian
2. Hasil lab menunjukkan penyembuhan
antibiotic 5. Mengobati infeksi
tidak terdapat koloni
bakteri
patogen
NIC LABEL: Infaction
Protection
NIC LABEL: Infaction
6. Monitor tanda gejala
Protection
infeksi
6. Untuk mengetahui
7. Ajarkan keluarga dan
adanya infeksi pada
pengunjung cuci tangan
pasien
5 momen dan 6 langkah
8. Dorong pasien untuk 7. Mencegah penularan
beristirahat penyakit
9. Mengajarkan keluarga 8. Membantu
tanda dan gejala infeksi penyembuhan
9. Membantu pemantauan
seperti peningkatan
kondisi
suhu tubuh.
10. Meningkatkan
10. Berikan informasi
pengetahuan dan
kesehatan mengenai
mampu mencegah
pencegahan TB pada
penularan
keluarga

NIC LABEL:Fever Treatment


NIC LABEL:Fever
11. Pantau suhu tubuh
Treatment
pasien
11. Memonitor kondisi
12. Beri kompres hangat
13. Monitor input dan pasien
12. Kompres hangat
output cairan
14. Kolaborasi pemberian berfungsi agar
obat antipiretik sesuai hipotalamus
kebutuhan menangkap pesan
bahwa suhu tubuh
tinggi sehingga otak
akan memerintahkan
untuk menurunkan
suhu tubuh
13. Untuk mengetahui
kehilangan cairan
14. Antipiretik berfungsi
untuk menurunkan
suhu tubuh dan
hasilnya mengatasi
demam

5 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC Label :


Pain Management Pain Management
dengan agen cedera keperawatan selama 3 x 24
1. Kaji karakteristik nyeri 1. Untuk mengetahui tingkat
biologis ditandai dengan jam diharapkan nyeri dapat
meliputi lokasi, waktu, rasa nyeri sehingga dapat
perubahan tekanan terkontrol dengan kriteria
frekuensi, kualitas, faktor menentukan jenis
darah, perubahan hasil:
pencetus, dan intensitas tindakannya.
frekuensi pernapasan, NOC Label :
nyeri
2. Dengan mengetahui faktor-
perilaku distraksi, Pain Control & Comfort 2. Kaji faktor-faktor yang
faktor yang dapat
mengekspresikan Level dapat memperburuk nyeri
memperburuk nyeri, dapat
perilaku (mis. gelisah, 1. Menggunakan analgetik pasien
mencegah terjadinya faktor
menangis, waspada), sesuai kebutuhan pencetus dan menentukan
2. Melaporkan perubahan
melaporkan nyeri secara intervensi apabila nyeri
gejala nyeri ke tenaga
verbal. 3. Monitor status TTV terjadi.
kesehatan 3. Mencegah kontraindikasi
sebelum dan sesudah
3. Melaporkan nyeri
dan efek samping
pemberian analgetik
terkontrol
4. Memastikan pasien pemberian analgetik
4. Melaporkan nyeri
4. Analgesik yang dapat
mendapat terapi analgesik
berkurang
membantu mengurangi rasa
5. Tidak meringis dan yang tepat
nyeri dan tidak
menangis
6. Tidak kehilangan nafsu mengakibatkan adanya
5. Eliminasi faktor-faktor
makan reaksi alergi terhadap obat.
pencetus nyeri
5. Dengan mengeleminasi
7. TTV dalam batas 6. Ajarkan teknik
faktor-faktor pencetus
normal: Suhu : 36- nonfarmakologi (misalnya
nyeri, dapat mengurangi
37±0,5˚C, Nadi: 60- teknik relaksasi, guided
risiko munculnya nyeri
100x/menit, RR: 16-20 imagery, terapi musik, dan
(mengurangi awitan
x/menit, TD: 120/80 distraksi) yang dapat
terjadinya nyeri)
mmHg. digunakan saat nyeri
6. Dengan teknik manajemen
timbul.
nyeri, pasien bisa
7. Berikan dukungan selama
mengalihkan nyeri
pengobatan nyeri
sehingga rasa nyeri yang
berlangsung
8. Kolaborasi pemberian dirasakan berkurang.
analgetik
7. Dukungan yang diberikan
dapat membantu
meningkatkan rasa percaya
terhadap perawat.
8. Pemberian analgetik dapat
memblok reseptor nyeri.
6 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan NIC Label :
Nutrition Management Nutrition Management
nutrisi kurang dari keperawatan 3 x 24 jam
1. Kaji status nutrisi 1. Pengkajian penting untuk
kebutuhan tubuh diharapkan pemenuhan
mengetahui status nutrisi
berhubungan dengan nutrisi adekuat, dengan
dan menentukan intervensi
faktor biologis ditandai kriteria hasil: 2. Monitor masukan
yang tepat.
NOC Label :
dengan berat badan 20% makanan atau cairan dan 2. Dengan mengetahui
Nutritional Status : Food
atau lebih di bawah hitung kebutuhan kalori masukan makanan atau
and Fluid Intake
berat badan ideal, diare, 1. Masukan harian. cairan dapat mengetahui
bising usus hiperaktif, nutrisi adekuat apakah kebutuhan kalori
2. Masukan
penurunan berat badan 3. Tentukan jenis harian sudah terpenuhi atau
makanan dalam batas
dengan asupan makanan makanan yang cocok belum.
normal 3. Memenuhi kebutuhan
adekuat, kurang minat dengan tetap
3. Masukan
nutrisi pasien dengan tetap
ada makanan, membran mempertimbangkan aspek
kalori dalam batas
memperhatikan aspek
mukosa pucat, cepat agama dan budaya pasien.
normal
agama dan budaya pasien
kenyang setelah makan. 4. Nutrisi 4. Anjurkan untuk sehingga pasien bersedia
dalam makanan cukup menggunakan suplemen mengikuti diet yang
mengandung protein, nutrisi sesuai indikasi. ditentukan.
4. Dapat membantu
lemak, karbohidrat,
5. Jaga kebersihan
meningkatkan status nutrisi
serat, vitamin, mineral,
mulut, ajarkan oral higiene
selain dari diet yang
ion, kalsium, sodium
pada pasien.
5. Serum ditentukan.
5. Menjaga kebersihan mulut
albumin dalam batas
6. Kolaborasi dengan dapat meningkatkan nafsu
normal (3,4-4,8 gr/dL)
ahli gizi untuk makan.
6. Untuk menentukan jumlah
menentukan jumlah kalori
kalori dan jenis nutrisi yang
dan jenis nutrisi yang
sesuai dengan
dibutuhkan untuk
kebutuhanpasien.
memenuhi kebutuhan
nutrisi. 7. Dengan memantau berat
7. Timbang berat
badan pasien dengan teratur
badan pasien secara
dapat mengetahui kenaikan
teratur.
ataupun penurunan status
8. Diskusikan dengan gizi.
8. Membantu memilih
keluarga pasien hal-hal
alternatif pemenuhan
yang menyebabkan
penurunan berat badan. nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan dan penyebab
9. Pantau konsumsi
penurunan berat badan.
kalori harian.
9. Membantu mengetahui
masukan kalori harian
pasien disesuaikan dengan
10. Pantau hasil
kebutuhan kalori sesuai
laboratorium, seperti kadar
usia.
serum albumin, dan
10. Kadar albumin dan
elektrolit.
elektrolit yang normal
11. Tentukan makanan menunjukkan status
kesukaan, rasa, dan nutrisi baik. Sajikan
temperatur makanan. makanan dengan menarik.
11. Meningkatkan nafsu
makan dengan intake dan
12. Anjurkan
kualitas yang maksimal.
penggunaan suplemen
12. Dapat membantu
penambah nafsu makan.
meningkatkan nafsu
makan pasien sehingga
dapat meningkatkan
masukan nutrisi.
7 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC Label :
manajemen regimen keperawatan selama 4x 24 Self Modification Assistance Self Modification Assistance
1. Indentifikasi kemampuan 1. untuk mengetahui seberapa
terapeutik berhubungan jam diharapkan regimen
keterlibatan keluarga dalam jauh tingkat pengetahuan
dengan kerumitan terapeutik keluarga efektif
perawatan pasien keluarga klien
regimen terapeutik dengan criteria hasil :
2. Identifikasi harapan 2. untuk mengetahui tingkat
ditandai dengan NOC Label :
keluarga terhadap pasien kepedulian keluarga
kegagalan untuk Complience Behavior
terhadap pasien
3. Ajak anggota keluarga dan
melakukan tindakan Knowledge : Treatment 3. keterlibatan keluarga
pasien untuk ikut dalam
untuk mengurangi Regimen dalam perawatan akan
perencanaan perawatan
faktor risiko,  Partisipasi pada rencana menambah motifasi klien
mencakup hasil yang
ketidaktepatan aktivitas perawatan
diharapkan dan tindakan
keluarga untuk  Partisipasi pada
dari rencana keperawatann 4. mengetahui mekanisme
memenuhi tujuan penyediaan perawatan 4. Identifikasi mekanisme
 Evaluasi dari efektifitas koping keluarga berkaitan
kesehatan,
koping yang digunakan oleh
dari perawatan dengan pemberian asuhan
megungkapkan
keluarga
keperawatan
kesulitan dengan
5. pemberian informasi yang
regimen yang
5. Berikan informasi krusial benar kepada keluarga
ditetapkan.
pada keluarga pasien bertujuan untuk
tentang kondisi pasien mengurangi kecemasan
keluarga terhadap pasien
8 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan NIC Label :
Activity Therapy Activity Therapy
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam,
1. Kaji respon emosi, 1. Untuk mengetahui
ketidakseimbangan diharapkan pasien dapat
psikologi, sosial dan pengaruh dari respon
antara suplai dan mentoleransi aktivitas yang
spiritual terhadap aktivitas emosi, psikologi, sosial
kebutuhan oksigen biasa dilakukan dengan
dan spiritual terhadap
2. Penggunaan teknik
ditandai dengan kriteria hasil:
aktivitas pasien.
relaksasi (misalnya
ketidaknyamanan NOC Label : 2. Teknik relaksasi dapat
distraksi, visualisasi)
setelah beraktivitas, Energy Conservation membantu merelakskan
selama beraktivitas
dispnea setelah Activity tolerance otot diafragma sehingga
beraktivitas. Self Care : ADLs sesak yang dirasakan saat
1. Kemampuan bernapas beraktivitas dapat
3. Pantau respon
pada saat beraktifitas berkurang.
Kardiorespirasi terhadap
2. Tidak ada Dispnea saat 3. Untuk memantau tingkat
aktivitas (misalnya
aktivitas ringan intoleransi klien terhadap
3. Keseimbangan antara takikardia, disritmia
aktivitas yang dilakukan.
aktivitas dan istirahat lainnya, dispnea,
4. Tingkat daya tahan kuat
diaforesis, pucat, tekanan
untuk beraktivitas
hemodinamik, dan laju
5. Menyadari keterbatasan
4. Untuk mencegah
pernafasan)
energi
terjadinya sesak pada
4. Instruksikan pasien /
klien.
signifikan lainnya untuk
mengenali tanda dan
gejala kelelahan yang
5. Pengaturan aktivitas pada
membutuhkan penurunan
klien diperlukan untuk
aktivitas
mencegah kelelahan dan
5. Ajarkan tentang
sesak pada klien.
pengaturan aktivitas dan
teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan
B. Konsep Dasar Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD)
1. Pengertian
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) merupakan suatu gangguan pada
ginjal ditandai dengan abnormalitas structur ataupun fungsi ginjal yang
berlangsung lebih dari 3 bulan (Aisara, Azmi & Yanni, 2018).
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) adalah penyakit ginjal tahap akhir
yaitu penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik dan cairan
dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia (Baradero,
Dayrit & Siswadi, 2009).
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) merupakan kerusakan fungsi ginjal
berupa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), peningkatan nilai BUN dan
Kreatinin yang terjadi secara progresif dan ireversible (Hartono, 2010).
Jadi, dapat disimpulkan Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) adalah
penyakit ginjal yang mengacu pada penurunan yang cepat tiba-tiba dari laju
filtrasi glomerulus (GFR) terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronis (CKD)

2. Epidemiologi / Insiden Kasus


Data epidemiologis pada Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) terbatas ,
karena kasus ini belum luas diselidiki. Namun, ada bukti jelas bahwa sudah ada
CKD merupakan faktor risiko yang kuat untuk pengembangan Acute on
Chronic Kidney Disease (ACKD) . Risiko Acute on Chronic Kidney Disease
(ACKD) meningkat dengan memburuknya fungsi ginjal awal , dengan 3 kali
lipat resiko lebih besar terhadap terjadinya gagal ginjal ketika bersihan
kreatinin adalah < 60 ml / menit dibandingkan dengan bersihan kreatinin
normal, sementara risiko sekitar 4,5 kali telah dilaporkan pada pasien dengan
bersihan kreatinin di bawah 40 ml/min.3 Kejadian Acute on Chronic Kidney
Disease (ACKD) bervariasi dari 10 % sampai lebih dari 30 % , tergantung pada
populasi penelitian .
Dalam salah satu studi, ACKD dilaporkan di hampir 13 % dari pasien dengan
penyakit gagal ginjal. Sebaliknya, Insiden lebih tinggi dalam studi berbasis
rumah sakit, ACKD dilaporkan dalam 30 % dari jumlah kasus gagal ginjal akut
di Amerika Serikat , sedangkan kejadian adalah 33 % di Australia dan 35,5 %
di China. Selain itu, sekitar 60-80% pasien gagal ginjal kronik yang telah
melakukan dialysis selama 4 tahun terkena ACKD (Departement of health and
human service, 2009).

3. Penyebab
Acute on Cronic Kidney Disease (ACKD) terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit
parenkim ginjal difus dan bilateral, yaitu (Carpenito & Linda, 2010):
- Nekrosis tubular akut
Pasien dengan CKD beresiko untuk mengalami nekrosis Tubular, yang
terjadi sebagai akibat dari iskemia atau paparan nephrotoxins. Nekrosis
tubular akut iskemik adalah hasil dari dikoreksi hipoperfusi ginjal
berkepanjangan dan sebagian besar penyebab kegagalan prerenal memiliki
potensi untuk menyebabkan nekrosis tubular.
- Nefritis interstitial akut
Gejala akut yang diinduksi obat adalah interstitial nephritis penyebab
umum intrinsik gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan ACKD pada
pasien CKD. Faktor presipitasi adalah NSAID dan penisilin. Infeksi
menyebabkan kerusakan langsung ke tubulointerstitium mengakibatkan
pielonefritis akut. CKD yang sudah ada juga merupakan faktor risiko
penting untuk pengembangan kristal yang dapat menyebabkan gagal
ginkal akut.
- Obstruksi kemih atas dan bawah
- Infeksi : pielonefritis kronik
- Penyakit peradangan: glomerulonefritis
- Penyakit vaskuler hipertensif: nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis
- Gangguan jaringan penyambung: SLE, Poli arteritis nodosa, Sklerosis
sistemik progresif
- Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, Asidosis
tubuler ginjal
- Penyakit metaboliK: DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
- Nefropati obstruktif : Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
- Nefropati obstruktif:
 Sal. Kemih bagian atas :Kalkuli, neoplasma, fibrosis,netroperitoneal
 Sal. Kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra

4. Patofisiologi
Patogenesis gagal ginjal kronik yaitu semakin buruk dan rusaknya nefron-
nefron yang disertai berkurangnya fungsi ginjal, ketika kerusakan ginjal
berlanjut dan jumlah nefron berkurang, maka kecepatan filtrasi dan beban
solute bagi nefron demikian tinggi hingga keseimbangan glomerolus tubulus
(keseimbangan antar peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh
tubulus) tidak dapat dipertahankan lagi.
Pada gagal ginjal terjadi penurunan fungsi renal yang mengakibatkan produk
akhir metabolism protein tidak dapat diekskresikan ke dalam urine sehingga
tertimbun didalam darah yang disebut uremia. Uremia dapat mempengaruhi
setiap system tubuh, dan semakin banyak timbunan produk sampah uremia
maka gejala yang ditimbulkan semakin berat.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
menempatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Kreatinin serum
merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini
diproduksi secara konsisten oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal tetapi juga oleh masukan protein dalam diet katabolisme dan
jaringan dan luka (RBC) dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal tidak mampu untuk mengonsistensikan
atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir;
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan cairan dan natrium,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktifitas aksis renin angiotensin dan
keduanya bekerjasama dan meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengekskresikan amonia (NH 3-) dan
mengabsorbsi natrium bicarbonat (HCO3-). Penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi.
Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami pendarahan akibat status anemik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eripoetin,suatu substansi normal yang
diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel
drah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat
terjadi, distensi, keletihan, angina dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada
GGK adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat,
yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomeroulus ginjal
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya. Penurunan kadar
kalsium serum mengakibatkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang
menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang (penyakit
tulang uremik/ osteodistoperineal). Selain itu metabolisme aktif vitamin D
(1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembangnya gagal ginjal (Price, et all, 2006).

5. Klasifikasi
a) Stadium I : merupakan stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri
dengan terjadinya oliguria.
b) Stadium II : Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress
akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula
mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai
timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan
makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu
memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang
menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih
beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan
jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu
nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap kegelisahan
atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih
besar pada penyakit yang terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria
bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia
pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas
sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah
akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu
(Himmelfarb & Sayegh, 2010).
c) Stadium III : Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya.
Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang,
kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron
telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin
serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai
penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala
yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi
oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal.
Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem
dalam tubuh.
d) Stadium IV : Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita memerlukan
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis (Carpenito &
Linda, 2010).
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin
Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

6. Gejala Kilinis
Pasien ACKD dengan ureum darah kurang dari 150 mg/dl biasanya tampa
keluhan maupun gejala. Gambaran klinis akan terlihat nyata bila ureum darah
lebih dari 200 mg/dl karena konsentrasi ureum darah merupakan indikator
adanya retensi sisa-sisa metabolisme protein di dalam tubuh. Uremia
menyebabkan gangguan fungsi hampir semua sistem organ seperti gangguan
cairan dan elektrolit, metabolik-endokrin, neuromuskular, kardiovaskular dan
paru, kulit, gastrointestinal, hematologi serta imunologi. Gejala yang dapat
dialami oleh penderita ACKD adalah:
1. Gejala-gejala gastrointestinal; anoreksia, mual, muntah dan cegukan,
penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan
kemampuan menghindu dan pengecap, proritis atau stomatitis, dan mulut
keering, kurang nafsu makna
2. Perubahan neuromuskular; perubahan tingkat kesadaran,kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang, mengantuk,
nyeri
3. Manifestasi kardiovaskular; hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema
pulmonal, energi berkurang dan perikarditis
4. Perubahan hematologis; kecendrungan pendarahan
5. Gejala-gejala dermatologi; gatal-gatal hebat (pruritus), kulit kering
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum, gangguan tidur,
lebih mengantuk dan sembelit (Aisara, Azmi & Yanni, 2018).

7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
A. Urine
 Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
 Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
 Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
 Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
 Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
 Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
 Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
B. Darah
 BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
 Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
 SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
 GDA: asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
 Natrium serum : rendah
 Kalium: meningkat
 Magnesium; Meningkat
 Kalsium ; menurun
 Protein (albumin) : menurun
C. Pemeriksaan Radiologi
 USG Ginjal
Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
kemih atas.
 Biopsy ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologist.
 Endoskopi ginjal, nefroskopi
Menentukan pelvis ginjal; keluar batu, hematuri, pengangkatan tumor
selektif.
 AGD
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa
 Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas (Doengoes, dkk, 2008).

8. Kriteria Diagnosis
e) Secara konseptual penurunan cepat laju filtrasi glomerulus (LFG) yang
umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan atau tanpa gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Penurunan tersebut dapat terjadi pada
ginjal yang fungsi dasarnya normal (Gagal Ginjal Akut) atau tidak normal
(acute on chronic kidney disease/ ACKD). Kriteria Diagnosis dengan kriteria
RIFLE terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau
penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan
fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan
ginjal (Carpenito & Linda, 2010):

Kriteria RIFLE
Kategori Peningkatan Penuruan LFG Kriteria UO
kadar Kreatinin
serum
Risk >1,5 kali nilai >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
dasar >6 jam
Injury >2,0 kali nilai >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
dasar >12 jam

Failure >3,0 kali nilai >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam,


dasar atau >4 >24 jam atau
mg/dL dengan anuria >12 jam
kenaikan akut >
0,5 mg/dL

Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4


minggu

End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3


bulan.

Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis, pertama-tama harus


ditentukan apakah keadaan tersebut memang merupakan gagal ginjal akut
(GGA) atau merupakan suatu keadaan akut pada ACKD. Beberapa patokan
umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat
etiologi CKD, riwayat etiologi penyebab GGA, pemeriksaan klinis (anemia,
neuropati pada CKD) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada GGA) dan
ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya,
ginjal umumnya berukuran kecil pada CKD, namun dapat pula berukuran
normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit
ginjal polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada
penentuan etiologi, tahap GGA, dan penentuan komplikasi.
9. Penatalaksanaan Secara Umum
a. Pembatasan diet
Diet protein dibatasi sampai 1 gr/kg BB setiap hari untuk menurunkan
pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik.
Makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk dan kopi)
dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 gr/hari (Situmorang,
2010).
b. Mempetahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian,
konsentrasi urine dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status
klinis pasien. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru sebagai akibat dari
proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan
CKD. Cairan biasanya diperbolehkan 500 sampai 600 ml untuk 24 jam.
Vitamin diberikan karena diet rendah protein. Masukkan dan haluaran oral
dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan
perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia
cairan (Situmorang, 2010).
c. Pemberian kalsium
Kalsium diberikan apabila terjadi hipokalsemia dan berguna untuk
mencegah komplikasi osteoporosis (Situmorang, 2010).
d. Hiperfosfatemia dan hiperkalemia ditangani dengan natrium karbonat
dosis tinggi untuk mengganti antasida yang mengandung aluminium
karena dapat menyebabkan toksisitas.
e. Hipertensi ditangani dengan medikasi anti hipertensi. Gagal jantung
kongestif dan edema pulmoner ditangani dengan pembatasan cairan, diet
rendah natrium, diuretic, agen inotropik seperti digitalis atau dobutamine
dan dialysis.
f. Dialisis
Dialisis dilakukan apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja
purna waktu, penderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis
lainnya. Kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/dl pada laki-laki dan
4 mg pada perempuan dan GFR kurang dari 4 ml/mnt. Dialisis dapat
dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendurungan perdarahan, dan
membantu penyembuhan luka (Carpenito & Linda. J. 2010).
10. Kompikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan ACKD adalah (Smeltzer
& Bare, 2002):
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis
c. Efusi perikardial
d. Tamponade jantung
e. Penyakit tulang
f. Hipertensi
g. Anemia
h. Infeksi traktus urinarius
i. Obstruksi traktus urinarius
j. Gangguan elektrolit
k. Gangguan perfusi ke ginjal.

Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum (GCS)
• Ciri tubuh : Kulit , rambut , postur tubuh
• Tanda vital : Nadi, suhu tubuh, tekanan darah dan
pernafasan
 Head to toe
• Kepala
- Inspeksi : Berbentuk
kepala,distribusi rambut bentuk wajah, bentuk mata, bentuk hidung, bentuk
mulut, benttuk gigi normal dan bentuk leher.
- Palpasi : Nyeri tekan di kepala
• Wajah
- Inspeksi :
Bentuk wajah
- Palpasi : Nyeri
tekan di wajah
• Mata
- I
nspeksi: Bentuk mata, sklera, konjungtiva, pupil, lapang pandang, pergerakan
bola mata
- P
alpasi :Nyeri tekan pad bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa
sklera
• Hidung
- Inspeksi : Bentuk hidung, pernafasan cuping hidung, sekret
- Palpasi : Nyeri tekan pada hidung
• Telinga
- Inspeksi : Bentuk telinga,serumen pada telinga
- Palpasi : Nyeri tekan pada telinga
• Mulut
- Inspeksi : Bentuk mulut,bentuk gigi,bentuk lidah
- Palpasi : Nyeri tekan pada lidah,gusi, gigi
• Leher
- Inspeksi : Bentuk leher
- Palpasi : Nyeri tekan pada leher
• Dada
- Inspeksi : Bentuk dada, pengmbangan dada, frekuensi
pernafasan
- Palpasi : Pengembangan paru pada inspirasi dan
ekspirasi
- Perkusi : Ada /Tidak penumpukan sekret, batas
jantung dan paru
- Auskultasi : Bunyi paru dan suara nafas
• Payuda
ra dan ketiak
- Inspeksi : Bentuk, ada / tidak ada nyeri benjolan
- Palpasi : Ada/ tidak ada nyeri tekan, benjolan
• Adome
n
- Inspeksi : Bentuk abdomen, warna kulit abdomen
- Auskultasi : Bising usus
- Palpasi: Ada /tidak ada spasme abdmen, batas hepar,
lien,dan ginjal, nyeri tekan pada ginjal
- Perkusi : Ada / tidak ada distensi kandung kemih
dan saluran cerna
• Genital
ia
- Inspeksi : Bentuk alat kelamin
- Palpasi : Nyeri tekan pada alat kelamin, distribusi
rambut kelamin
• Integu
men
- Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit
- Palpasi : Nyeri tekan pada kulit
• Ekstre
mitas
Atas :
- Inspeksi : Warna kulit, bentuk tangan
- Palpasi : Nyeri tekan, kekuatan otot
Bawah :
- Inspeksi : Warna kulit, bentuk kaki
- Palpasi : Nyeri tekan, kekuatan otot
• Pemeri
ksaan Neurologis
- Status mental dan emosi : Kesadaran, perilaku,
mood, ekspresi wajah, bahasa, daya ingat jangka panjang, daya ingat jangka
pendek, persepsi, orientasi terhadap orang, tempat, waktu, emosi
- Pengkajian saraf kranial : saraf I sampai saraf XII
- Koordinasi ekstremitas bawah
- Koordinasi tubuh
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ACKD
1. Pengkajian
Data pasien yang harus dikaji mencakup data subyektif dan obyektif.
1) Data subyektif :
 Pasien mengeluh sesak nafas
 Pasien mengatakan badanya terasa lemah
 Pasien mengeluh anoreksia, mual
 Pasien mengatakan ada riwayat konstipasi dan diare
2) Data obyektif :
 Inspeksi :
 Piting edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Kulit kering bersisik
 Sputum kental
 Napas dangkal
 Muntah
 Produksi saliva berlebih
 Palpasi :
 Piting edema (kaki,tangan,dan sacrum)
 Edema periorbital
 Turgor kulit menurun
 Pemeriksaan lab
 Volume urine berkurang (kurang dari 400ml/24 jam)
 Kadar natrium meningkat (N= 130-260mEq/L)
 BJ urine kurang dari 1,0150
 Kreatinin meningkat (N=1,0-1,6g/24 jam atau 15-15/mg/kgBB/24
jam)
 Natrium serum mungkin rendah (N= 135-145mEq/L)
 Magnesium meningkat (N= 1,2-1,5 mEq/L)
 Kalsium menurun (N= 8,7-10,,6 mg/dl)

 Aktifitas /istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise, gangguan tidur
(insomnis/gelisah atau somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
 Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
(angina).
Tanda : edema jaringan umum, pucat pada kulit
 Integritas ego
Gejala : perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah
 Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria, dapat menjadi anuria
 Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), anoreksia, nyeri ulu hati,
mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan amonia).
Tanda : perubahan turgor kuit/kelembaban, edema (umum,
tergantung), penampilan tak bertenaga.
 Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, dan
kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati
perifer).
Tanda : ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kejang
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.

 Pernapasan
Gejala : Nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk
dengan/tanpa Sputum
Tanda : Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul, batuk produktif
 Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus, demam
 Seksualitas
Gejala : amenorea
 Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu
berkonsentrasi

2. Diagnosa Keperawatan
• PK Anemia
• Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kerusakan transportasi oksigen melewati membran kapiler ditandai
dengan warna kulit pucat
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan kurang
minat terhadap makanan
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen ditandai dengan keletihan, ketidaknyaman
setelah beraktivitas
• Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan
cairan ditandai dengan ekstremitas edema, penurunan Hb (< 12-16
gr/dL) dan hematokrit (< 36-46%), dispnea (RR > 24 x per menit),
oliguria (volume urin < 300-700 ml), azotemia (peningkatan BUN > 8-
25 mg/dL).
• Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sekresi.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan dan NIC Label: Skin Surveillance NIC Label: Skin Surveillance
integritas kulit pemberian asuhan keperawatan 1. Inspeksi kulit dan membrane 1. Untuk mengetahui perubahan
berhubungan dengan selama …x24 jam diharapkan klien mukosa dari kemerahan, edema yang terjadi pada kulit dan
gangguan sekresi tidak mengalami kerusakan atau drainase membrane mukosa.
2. Observasi ekstremitas seperti 2. Untuk mengetahui tanda-tanda
integritas kulit dengan kriteria
warna, hangat, bengkak, nadi, peradangan dan infeksi.
hasil:
3. Untuk mencegah terjadinya
tekstur, edema, atau lesi.
NOC Label: tissue integrity: skin
3. Monitor bila terdapat infeksi, infeksi.
and mucous membrane 4. Tidak terjadi gangguan kulit yang
terutama pada area yang terdapat
1. Lesi pada kulit klien dapat berkepanjangan.
pembengkakan.
teratasi. 4. Instruksikan anggota keluarga
2. Tidak terlihat adanya
tentang tanda dari gangguan kulit
kemerahan pada kulit klien
yang sesuai. NIC Label: Wound Care
yang terinfeksi.
NIC Label: Wound Care 1. Untuk mengetahui kondisi luka,
3. Integritas kulit klien dapat
1. Monitor karakteristik luka, ada/tidaknya infeksi
membaik disbanding keadaan
2. Untuk mengurangi agen infeksi
seperti warna, ukuran,
sebelumnya.
yang dapat timbul
ada/tidaknya drainase
3. Untuk mmepercepat
2. Gunakan prinsip steril ketika
melakukan perawatan luka penyembuhan luka
3. Terapkan salep yang sesuai 4. Untuk mempercepat
dengan lesi/kulit penyembuhan dan mencegah
4. Terapkan dressing sesuai jenis
infeksi
luka 5. Untuk memantau keadaan luka
5. Instruksikan klien atau keluarga
klien secara reguler
untuk melihat tanda dan gejala 6. Untuk menjaga kebersihan dan
terjadinya infeksi kenyamanan klien
6. Ganti dressing bila ada eksudat 7. Untuk memantau dan
ataupun drainase mengidentifikasi perkembangan
7. Catat dan bandingkan secara
keadaan luka klien
rutin perubahan yang terjadi pada 8. Antibiotik berperan mengurangi
luka terjadinya infeksi
8. Kolaborasi pemberian antibiotik,
NIC Label: Skin Care : Topical
jika diperlukan
Treatment
NIC Label: Skin Care : Topical
1. Tekstur linen yang kasar dapat
Treatment
mengiritasi kulit klien yang
1. Hindari menggunakan linen
sensitive
yang bertekstur kasar. 2. Penggunaan sabun antibakterial
2. Bersihkan dengan sabun yang tidak sesuai dapat
antibacterial yang sesuai. menimbulkan iritasi kulit
3. Untuk mengurangi infeksi pada
3. Gunakan antibiotic topical
daerah yag gatal
pada area yang terjangkit
4. Mengurangi oeradangan yag
yang sesuai.
timbul pada area luka klien
4. Gunakan obat topical anti 5. Untuk mencegah timbulnya
inflamasi pada area kulit gangguan kulit pada daerah
yang terjangkit yang sesuai. lainnya
5. Lakukan pemeriksaan pada Skin Care : Topical Treatment
kulit yang dapat berisiko 1. Tekstur linen yang kasar dapat
terjadi gangguan setiap hari. mengiritasi kulit klien yang
sensitive
2. Penggunaan sabun antibakterial
yang tidak sesuai dapat
menimbulkan iritasi kulit
3. Untuk mengurangi infeksi pada
daerah yag gatal
4. Mengurangi oeradangan yag
timbul pada area luka klien
5. Untuk mencegah timbulnya
gangguan kulit pada daerah
lainnya.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Nutrition Management NIC Label : Nutrition Management
nutrisi kurang dari keperawatan selama ... × 24 jam 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Intake nutrisi adekuat
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 2. Indeks massa tubuh dalam batas
kebutuhan tubuh diharapkan status nutrisi klien
menentukan jumlah kalori dan normal
berhubungan dengan normal dengan kriteria hasil:
3. Klien mengatakan memiliki cukup
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
ketidakmampuan Nutrition Status
3. Anjurkan pasien untuk energi utk beraktivitas
menelan makanan 1. Intake nutrisi adekuat 4. Agar kluarga dapat memberikan
meningkatkan protein dan
2. Indeks massa tubuh dalam
ditandai dengan nutrisi sesuai kebutuhan klien
vitamin C
batas normal
kurang minat 4. Berikan informasi tentang
3. Klien mengatakan memiliki
NIC label : Nutrition Monitoring
terhadap makanan kebutuhan nutrisi
cukup energi utk beraktivitas
1. Untuk mengetahui BB klien
4. Berat badan ideal sesuai NIC label : Nutrition Monitoring
2. Mengetahui pemenuhan nutrisi
dengan tinggi badan 1. BB pasien dalam batas normal
klien
5. Tidak ada tanda tanda 2. Monitor adanya penurunan berat
3. Untuk mengetahui kehilangan
malnutrisi badan
cairan klien
3. Monitor mual dan muntah

3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Asuhan NIC Label Energy management : NIC Label Energy management
berhubungan dengan keperawatan selama …. x 24 jam, 1. Tentukan penyebab kelelahan ; 1. Untuk menghindari keletihan
ketidakseimbangan diharapkan pasien dapat melakukan nyeri, aktifitas, perawatan, 2. Untuk mengetahui pengaruh
suplai dengan aktivitas dengan kriteria hasil : pengobatan emosi social dan spiritual
2. Kaji respon emosi, sosial dan
kebutuhan oksigen NOC Label Activity tolerance : terhadap aktivitas
spiritual terhadap aktifitas. 3. Untuk mengetahui keinginan
ditandai dengan 1. Klien mampu
3. Evaluasi motivasi dan keinginan
klien dalam beraktivitas
keletihan, mengidentifikasi aktifitas dan
klien untuk meningkatkan 4. Untuk mengetahui perubahan
ketidaknyaman situasi yang menimbulkan
aktifitas. respon kardiorespirasi pasien
setelah beraktivitas kecemasan yang 4. Monitor respon kardiorespirasi
setelah beraktivitas
berkonstribusi pada intoleransi terhadap aktifitas : takikardi, 5. Untuk memastikan ke adekuatan
aktifitas. disritmia, dispnea, diaforesis, sumber energi.
2. Klien mampu berpartisipasi 6. Mengetahui respon pasien setelah
pucat.
dalam aktifitas fisik tanpa 5. Monitor asupan nutrisi pemberian oksigen
6. Monitor respon terhadap 7. Agar pasien mudah menjangkau
disertai peningkatan TD, N,
pemberian oksigen : nadi, irama benda tsb untuk mengurangi
RR dan perubahan EKG
3. Klien mampu berpartisipasi jantung, frekuensi Respirasi jumlah energy yang terpakai
8. Mengidentifikasi factor penyebab
dalam perawatan diri tanpa terhadap aktifitas perawatan diri.
7. Letakkan benda-benda yang kelelahan,
bantuan atau dengan bantuan
sering digunakan pada tempat NIC Label Activity therapy
minimal tanpa menunjukkan
yang mudah dijangkau 1. Untuk meminimalkan energy
kelelahan(skala 4)
8. Kaji pola istirahat klien dan
yang digunakan pasien
Noc Label : Fatigue Level
1. Tidak nampak kelelahan adanya faktor yang menyebabkan 2. Untuk mengoptimalkan
2. Tidak nampak lesu kelelahan. penyimpanan energy bagi pasien
3. Melatih aktivitas klien
3. Tidak ada penurunan nafsu NIC Label Activity therapy
4. Agar keadaan pasien tidak
makan 1. Bantu klien melakukan ambulasi
memburuk
4. Kualitas tidur dan istirahat yang dapat ditoleransi. 5. Mempercepat pemulihan kondisi
2. Rencanakan jadwal antara
klien.
aktifitas dan istirahat.
3. Bantu dengan aktifitas fisik
teratur : misal: ambulasi, berubah
posisi, perawatan personal, sesuai
kebutuhan.
4. Minimalkan anxietas dan stress,
dan berikan istirahat yang
adekuat
5. Kolaborasi dengan medis untuk
pemberian terapi, sesuai indikasi
4 PK Anemia Setelah diberikan asuhan NIC Label : Blood product NIC Label : Blood product
keperawatan selama ...x24 jam Administration Administration
diharapkan klien dapat 1. Jelaskan kepada klien tentang 1. Agar klien mengetahui respon
mengeluarkan sekresi yang adekuat tanda dan gejala dari reaksi abnormal dari tranfusi
dengan kriteria hasil : transfuse (gatal, pusing, sesak 2. Tanda –tanda vital menjadi
NOC Label :Blood Loss Severity napas, dan nyeri dada) bandingan untuk temuan abnormal
2. Pantau vital signs (tekanan darah, 3. Untuk meningkatkan sel darah
1. Tekanan darah sistolik klien
suhu, nadi, pernapasan) merah dan meningkatkan HB
kembali normal yaitu 120
3. Kolaborasi pemberian tranfusi 4. Untuk mengetahui jumlah Hb
mmHg
sesuai indikasi meningkat atau menurun
2. Tekanan darah diastolic klien
4. Pantau reaksi transfuse yang
kembali normal yaitu 80 mmHg
diberikan
3. Rasa cemas yang dialami klien
berkurang
4. Kadar Hb (hemoglobin) klien
kembali normal yaitu 14-16
mg/dl
5 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan NIC :Hemodynamic Regulation NIC : Hemodynamic Regulation
1. Auskultasi suara paru-paru untuk 1. Sebagai indicator derajat
perfusi jaringan keperawatan selama ...x24 jam
mengetahui adanya keabnormalan keadekuatan perfusi jaringan
perifer berhubungan diharapkan klien dapat
2. Auskultasi suara jantung 2. Indicator keadaan umumm pasien
dengan kerusakan mengeluarkan sekresi yang adekuat 3. Monitor dan catat detak jantung, 3. Meninggikan ekspansi paru dan
transportasi oksigen dengan kriteria hasil : irama, nadi memaksimalkan oksigenasi
4. Monitor nadi perifer, CRT, 4. Dispnea, gemeritik menunjukkan
melewati membran NOC :Tissue Perfusion :
temperature, dan warna ektremitas gangguan jantung
kapiler ditandai Peripheral
5. Bila perlu tinggikan kepala klien 5. Memaksimalkan tranmisi O2 ke
Setelah dilakukan asuhan
dengan warna kulit keperawatan selama …x24 jam dari tempat tidur jaringan
6. Monitor adanya edema perifer 6. Mengetahui adanya edema yang
pucat diharapkan perfusi jaringan perifer
mengindikasikan terjadinya
adekuat dengan kriteria hasil :
ketidakefektifan perfusi
1. CRT < 2 detik
2. Suhu ektremitas normal
3. Nadi ektremitas normal
4. Tekanan systolic dan diastolic
normal
6. Kelebihan volume Setelah diberikan asuhan NOC Label: Fluid management NOC Label: Fluid management
1. Pantau intake output cairan klien, 1. penghitungan balance cairan
cairan berhubungan keperawatan selama …. x 24 jam
lakukan pemasangan kateter diperlukan untuk mengevaluasi
dengan retensi diharapkan volume cairan klien
untuk menghitung output bila keseimbangan cairan klien
natrium dan cairan seimbang dengan kriteria hasil:
2. hidrasi yang adekuat akan
NOC Label: Cardiopulmonal terdapat indikasi
ditandai dengan
2. Pantau status hidrasi klien ditunjukkan dengan turgor kulit
status
ekstremitas edema,
1. RR 16-20 x/menit (skala 5 = no (membrane mukosa dan turgor elastis dan membrane mukosa
penurunan Hb (< 12-
deviation from normal range) kulit) lembab
16 gr/dL) dan 2. TD 110-120/80-90 mmHg 3. Pantau TTV 3. perubahan tanda-tanda vital dapat
hematokrit (< 36- (skala 5 = no deviation from menunjukkan tanda
NIC Label: Hipervolemia
46%), dispnea (RR > normal range) ketidakseimbangan cairan tubuh
Management
3. Kedalaman pernafasan normal
24 x per menit), (skala 5 = no deviation from 1. Pantau hasil pemeriksaan serum NIC Label: Hipervolemia
oliguria (volume urin normal range) albumin klien Management
4. Nadi perifer teraba kuat (skala 5 2. Pantau perubahan pada oedem 1. penurunan kadar albumin dapat
< 300-700 ml),
= no deviation from normal perifer setiap hari menyebabkan perembesan cairan
azotemia
3. Berikan diet rendah garam dan
range) ke ekstrasel dan menyebabkan
(peningkatan BUN >
NOC Label: Fluid balance batasi asupan cairan
klien oedem dan ascites
8-25 mg/dL). 1. Turgor kulit elastis ( skala 5 = 4. Kolaborasi pemeriksaan
2. pemantauan perubahan oedem
not compromised) laboratorium (BUN, kreatinin,
dapat dilakukan dengan
2. Intake dan output cairan 24
kalium serum, natrium serum, Hb
pengukuran lingkar ascites dan
jam seimbang ( skala 5 = not
dan hematokrit).
oedem tungkai dan mencatat
compromised) 5. Kolaborasi pemberian cairan
3. Membrane mukosa lembab perubahan setiap hari sehingga
sesuai indikasi.
( skala 5 = not compromised) 6. Kolaborasi pemberian obat mengetahui apakah oedem telah
4. Kadar BUN, kreatinin, kalium
diuretik sesuai indikasi berkurang
serum, natrium serum, Hb dan 7. Kolaborasi untuk menjalani 3. pembatasan cairan dan garam
hematokrit dalam batas normal terapi dialisis. bertujuan untuk mengurangi
(Hb 12-16 gr/dL, hematokrit kelebihan cairan akibat intake
36-46%, BUN 8-25 mg/dL, dari klien
4. rasional:
(natrium serum 135-145
- pemeriksaan BUN, kreatinin
mg/dL, dan kalium serum 3,5-
dilakukan untuk mengkaji
5,5 nMol/lt) ( skala 5 = not berlanjutnya dan penanganan
compromised) gagal ginjal. Kreatinin
NOC Label: Fluid overloaded
merupakan indikator yang lebih
severity
baik untuk fungsi ginjal karena
1. Edema ekstremitas berkurang
tidak dipengaruhi oleh hidrasi,
(skala 3 = moderately)
2. Ascites berkurang (skala 3 = diet, dan katabolisme jaringan.
moderately) - Natrium serum : hiponatremia
3. Klien tidak melaporkan letargi
dapat diakibatkan dari kelebihan
(skala 5 = none)
cairan (dilusi) atau
ketidakmampuan ginjal untuk
menyimpan natrium. Sedangkan
hipernatremia menunjukkan
defisit cairan tubuh total.
- Kalium serum : kekurangan
ekskresi ginjal dan atau retensi
selektif kalium untuk
mengekskresikan kelebihan
hidrogen (memperbaiki asidosis)
menimbulkan hiperkalemia.
- Hb dan hematokrit : penurunan
nilai dapat mengidentifikasikan
hemodilusi (hipervolemia),
namun anemia juga dapat terjadi
karena penurunan produksi sel
darah merah (akibat penurunan
eritropoetin) maupun
kemungkinan penyebab lain
seperti perdarahan aktif atau
nyata juga harus dievaluasi.
5. manajemen cairan diukur untuk
menggantikan pengeluaran dari
semua sumber ditambah
perkiraan kehilangan cairan yang
tidak tampak (metabolisme dan
diuresis).
6. diberikan dini pada fase oliguria
pada upaya mengubah ke fase
nonoliguria, untuk melebarkan
lumen tubular dari debris,
menurunkan hiperkalemia, dan
meningkatkan volume urine
adekuat.
7. dilakukan untuk memperbaiki
kelebihan volume,
ketidakseimbangan elektrolit,
asam/basa, dan untuk
menghilangkan toksin.

Deficit perawatan diri Setelah diberikan asuhan NIC Label: Bathing NIC Label: Bathing
b.d kelemahan keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Bantu klien dengan mandi di 1. Untuk memfasilitasi klien dan
ditandai dengan diharapkan kebutuhan kebersihan tempat tidur meminimalisasi pergerakan klien
2. Cuci rambut bila diperlukan dan 2. Menjaga kebersihan rambut klien
ketidakmampuan diri klien terpenuhi dengan kriteria
3. Mencegah penyebaran bakteri
diinginkan
melakukan perawatan hasil :
3. Ajarkan mencuci tangan setelah melalui tangan
diri NOC Label : Self-care: Bathing 4. Mamastikan kebersihan perinium
BAB dan BAK dan sebelum
5. Mencegah kulit kering serta
1. Tubuh bagian atas bersih
makan
2. Tubuh bagian bawah bersih 4. Bantu pasien dalam perawatan komplikasinya
3. klien dapat mengeringkan 6. Untuk mengetahui sejauh mana
perinium
badannya 5. Monitor kondisi kulit saat mandi kemampuan klien untuk mandi
NOC: Self Care : Hygine 6. Monitor kesanggupan klien ketika
1. Telinga klien bersih
mandi NIC: Nail Care
Kuku klien bersih
1. Untuk mengetahui adanya
NIC: Nail care
kelainan pada kuku
1. Monitor dan bantu pembersihan 2. Untuk menjaga kebersihan area
kuku sesuai dengan kemampuan kuku klien
perawatan diri individu
NIC : Oral Hygiene
2. Bersihkan bagian bawah kuku
- Mencegah bibir dan mukosa oral
dengan stik orange dan angkat
kering
kutikula dengan stik kutikula -Mengetahui kebersihan gigi
- Mengurangi bau mulut dan
NIC : Oral Hygiene
mencegah terbentuknya debris
1. Berikan pelumas untuk
- Mengurangi bau mulut dan menjaga
melembabkan bibir dan mukosa
kesehatan mulut
oral NIC: Assistance Feeding
2. Monitor gigi meliputi 1. Membantu pasien memenuhi
warna, kebersihan dan ada kebutuhan nutrisi
2. untuk memberikan kenyamanan
tidaknya debris
3. Dorongan bantu pasien untuk pada pasien
berkumur
4. Instruksikan dan bantu pasien
untuk membersihakan mulut
setelah makan
5. Rekomendasikan penggunaan sikat
gigi yang berbulu lembut

NIC: Assistance: Feeding


1. Berikan bantuan untuk makan
melalui NGT
2. Bantu pasien untuk mendapatkan
posisi yang nyaman
B. KONSEP DASAR PNEUMONIA
1. DEFINISI :
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. (Price dan Wilson, 2006)
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan
paru (alveoli). (Depkes, 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zuh Dahlan. 2006).
2. EPIDEMIOLOGI :
(Smeltzer dan Bare, 2002) Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering
menyebabkan kematian di Amerika Serikat.dengan pria menduduki peringkat
keempat dan wanita kelimasebagai akibat hospitalisasi. Angka kejadian
tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumokokus- ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

3. ETIOLOGI :
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2002) etiologi pneumonia, meliputi :
1) Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering :
- Streptoccocus pneumonia menyebakan pneumonia streptokokus
Jenis yang lain :
- staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza.
2) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii
(PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis

4. PATOFISIOLOGI :
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang
dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun
kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri
pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat
pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan
yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel
system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun
dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan
dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima
lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi
terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman
yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007)
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan
serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi
pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga
menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang
terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram, 2008).
Proses inflamasi pada pneumonia terbagi dalam 4 stadium :
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang
khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price dan Wilson, 2006) :
 Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa
dan berwarna merah.
 Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang
alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah
merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi
diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat
tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
 Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah
merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
 Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula.
5. MANIFESTASI KLINIS :
Smeltzer dan Bare (2002) menjelaskan manifestasi klinis pneumonia
meliputi; pada penumonia bakterial khas diawali dengan awitan menggigil,
demam yang timbul dengan cepat dan nyeri dada yang tertusuk tusuk yang
dicetuskan oleh bernapas atau batuk. Mengalami takipnea disertai pernapasan
mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot bantu napas.
Pneumonia atipikal memiliki gejala beragam, pasien biasanya mengalami
infeksi saluran pernapasan atas seperti kongesti nasal dan sakit tenggorokan.
Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam, nyeri pleuritis, mialgia,
ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari terdapat sputum mukoid atau
mukopurulen.
6. KLASIFIKASI :
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi :
 Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala
klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda
pneumonia lobaris yg klasik antara lain awitan yg akut dgn gambaran
radiologist berupa opasitas lobus, disebabkan oleh kuman yang tipikal
terutama S. pneumoniae, Klebsiella pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi
yg meningkat lambat dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus,
disebabkan oleh organisme atipikal dan termasuk Mycoplasma
pneumoniae, virus, Chlamydia psittaci.
 Klasifikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi
atas :
a. Pneumonia komunitas  sporadis atau endemic, muda dan
orang tua
b. Pneumonia nosokomial  didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens  mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi  alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pd gangguan imun  pada pasien transplantasi,
onkologi, AIDS

 Sindrom klinis, dibagi atas :


a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia
yang akut dgn konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai
parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia
lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi
klinis atipikal yaitu perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan
jarang disertai konsolidasi paru. Biasanya pada pasien penyakit
kronik
- Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus,
stafilokokus, dan pneumonia streptokokus, manifestasi klinis
berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual
menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba,
biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita
sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal,
batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat
menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae. Pneumonia virus, lebih sering terjadi
dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua
kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV
untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi,
dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat
dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya
bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels
terdengar auskultasi.
Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi
terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat
dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau
berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang
lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti
dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya
batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area
paru.
 Area paru-paru yang terkena.
a. Pneumonia lobaris : area yang terkena yang meliputi satu lobus atau
lebih.
b. Bronkopneumonia : proses pneumonia yang dimulai di bronkus dan
menyebar ke jaringan paru sekitar.
 berdasarkan cara diperolehnya
a. community-acquired (diperoleh diluar institusi kesehatan)
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.
b. hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius
karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan
tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu.

7. PEMERIKSAAN FISIK :
Pemerikasaan Fisik pada pasien Pneumonia
1. Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris. Pada
pasien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas
cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan ICS. Nafas cuping
hidung pada sesak berat . Untuk batuk dan sputum saat dilakukan
pengkajian pada pasien pneumonia biasanya didapatkan batuk produktif
disertai dengan adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum
yang purulen.
2. Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/eksrusi pernapasan. Pada klien dengan
pneumonia gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang
antara bagian kanan dan kiri. Untuk getaran suara / taktil premitus juga
biasanya normal.
3. Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapanng paru. Bunyi redup perkusi
klien dengan penemonia didapatkan apabila bronchopneumonia menjadi
suatu sarang (kunflunens).
4. Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didaptkan bunyi napas melemah dan bunyi
napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat
pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi didaerah mana
didapatkan adanya ronkhi.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK :
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan
antara lain :
 Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di
paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
 Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
 Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi
 Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
 Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
 Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
 Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya
seperti virus dan bakteri
 Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan
agens penyebab seperti bakteri dan virus
 Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang
utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji
diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat
benda asing.
 Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan
kajian diagnostik.

9. PENATALAKSANAAN :
Pengobatan umum pasien – pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotik yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk
menanggulangi hipoksemia dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi
pleura yang ringan, obat pilihan untuk penyakit ini adalah penisilin G.
(patofisiologi page 806)
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
 Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
 Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
 Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk menunjukkan
tanda-tanda infeksi
 Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
 Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang
cukup.
Terapi suportif yang bisa dilakukan untuk mangatasi masalah klien
 Berikan oksigen
 Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat
sekret )
Tahapan fisioterapi
1. Inhalasi
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk
uap kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-
paru). Cara penggunaannya cukup praktis yaitu pasien diminta
menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan masker.
Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan
pernapasan atau menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus
selalu dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas
lebih sedikit tapi lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti
tablet atau sirup, karena dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran.
Bila tujuannya untuk mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu
akan langsung menuju ke sana.
2. Pengaturan Posisi Tubuh
Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan
posisi tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di
suatu area ke arah cabang bronkhus utama (saluran napas utama)
sehingga lendir bisa dikeluarkan dengan cara dibatukkan.
3. Pemukulan/Perkusi
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk
pada dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau
sekret-sekret yang menempel pada dinding pernapasan dan
memudahkannya mengalir ke tenggorok.

10. KOMPLIKASI :
 Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
 Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
 Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
 Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
 Delirium terjadi karena hipoksia
 Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex:
penisilin
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA


1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan pasien.
Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal pasien.
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian meliputi kebiasaan pasien terhadap pemeliharaan kesehatan
baik sebelum atau sesudah sakit. Misalnya : penanganan yang dilakukan
ketika gejala timbul serta pandangan pasien tentang penyakitnya.
2. Nutrisi / Metabolik
Biasanya muncul mual, muntah bahkan tidak nafsu makan (nafsu makan
menurun), pada awal-awal biasanya ada peningkatan suhu mendadak.
3. Eliminasi
Jika kuman masuk sampai sistem pencernaan akan berakibat peningkatan
motilitas usus sehingga tidak jarang kalau muncul diare.
4. Aktivitas dan Latihan
Biasanya lemah, ada dispnea, dan penurunan toleransi terhadap aktivitas.
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
penglihatan, pendengaran, perasa, pembau dan kompensasi terhadap
tubuhnya. Sedangkan kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya
inngat pasien terhadap peristiwa lama dan baru terjadi.
Bisa muncul nyeri dada substermal jika diawali influenza kadang muncul
nyeri kepala, nyeri dada substermal akan terasa jika batuk.

6. Tidur dan Istirahat


Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi tentang tingkat energy.
Jumlah jam tidur siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia,
penggunaan obat.
Biasanya istirahat tidur berkurang, bisa terjadi karena batuk.
7. Konsep Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan peran, harga diri, identitas, adanya kecemasan.
2. Peran dan Hubungan
Menggambarkan hubungan klien dengan anggota keluarga dan masyarakat
tempat tinggal klien, pekerjaan, tingkah laku, dan masalah keuangan.
3. Seksual dan Reproduki
Menggambarkan kepuasan atau masalah yag actual atau dirasakan dengan
seksualitas.
4. Koping Stres dan Adaptasi
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan
sistem pendukung.
5. Nilai dan Kepercayaan
Menggambarkan pola nilai keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan
sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluknya
dan konsekwensinya.

Pemeriksaan Fisik
Pada penderita pneumonia hassil pemeriksaan fisik yang biasanya muncul,
yaitu :
a. Keadaan umum : bisa terlihat kelelahan maupun sesak
b. Kesadaran : bisa sampai somnolen
Tanda-tanda vital :
a) TD bisa normal atau hipotensi
b) Nadi meningkat
c) Suhu meningkat
d) RR meningkat
c. Kepala : tidak ada kelainan
d. Mata : konjungtiva bisa anemis
e. Hidung : jika sessak akan terlihat nafas cuping hidung
f. Paru :
Inspeksi : pengembangan paru berat, tidak simetris jika
hanya satu sisi paru, ada penggunaan otot bantu nafas dan retraksi
Palpasi : pengembangan paru tidak sama pada area
konsolidasi, SF bisa meningkat jika terjadi konsolidasi pada kedua sisi.
Perkusi : bunyi redup pada area konsolidasi
Auskultasi : bunyi nafas berkurang, bisa terdengar krakels dan
RBH.
g. Jantung : jika tidak ada kelainan pada jantung, pemeriksaan
jantung tidak ada kelemahan
h. Ekstremitas : pada ekstremitas bisa terlihat sianosis, turgor
kurang jika terjadi dehidrasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan dispnea, batuk yang tidak efektif, sputum dalam
jumlah yang berlebihan.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler ditandai dengan pH darah arteri abnormal, dispnea.
3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan, hiperventilasi
ditandai dengan perubahan kedalaman pernapasan, dispnea, pernapasan
cuping hidung, pernapasan bibir, penggunan otot aksesorius untuk
bernapas.
4) PK Infeksi
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan ketidaknyamanan setelah
beraktivitas, dispnea setelah beraktivitas.
3. RENCANA INTERVENSI

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Airway NIC Label >> Airway
bersihan jalan nafas keperawatan selama 3 x 24 Management: Management:
berhubungan dengan jam diharapkan bersihan jalan - Auskultasi bunyi napas - Bunyi ronchi menandakan
sekresi yang tertahan napas efektif, dengan kriteria tambahan; ronchi, wheezing. terdapat penumpukan sekret
ditandai dengan dispnea, hasil: - Berikan posisi yang nyaman atau sekret berlebih di jalan
batuk yang tidak efektif, NOC Label >> Respiratory untuk mengurangi dispnea. napas.
- Posisi memaksimalkan
sputum dalam jumlah Status: Airway Patency - Bersihkan sekret dari mulut
ekspansi paru dan
yang berlebihan.  Frekuensi pernapasan dan trakea; lakukan
menurunkan upaya
dalam batas normal (16- penghisapan sesuai
pernapasan. Ventilasi
20x/menit) keperluan.
maksimal membuka area
 Irama pernapasan normal - Bantu pasien untuk batuk dan
atelektasis dan
 Kedalaman pernapasan napas dalam.
meningkatkan gerakan
normal - Ajarkan batuk efektif.
sekret ke jalan napas besar
 Mampu mengeluarkan - Anjurkan asupan cairan
untuk dikeluarkan.
sputum secara efektif adekuat.
- Mencegah obstruksi atau
 Tidak ada akumulasi - Kolaborasi pemberian
aspirasi. Penghisapan dapat
sputum oksigen. diperlukan bia pasien tak
- Kolaborasi pemberian mampu mengeluarkan
broncodilator sesuai indikasi. sekret sendiri.
- Memaksimalkan
pengeluaran sputum.
- Membantu mempermudah
pengeluaran sekret.
- Mengoptimalkan
keseimbangan cairan dan
membantu mengencerkan
sekret sehingga mudah
dikeluarkan.
- Meringankan kerja paru
untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.
- bronkodilator meningkatkan
ukuran lumen percabangan
trakeobronkial sehingga
menurunkan tahanan
terhadap aliran udara.
Gangguan pertukaran gas Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Respiratory NIC Label >> Respiratory
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Monitoring Monitoring
perubahan membrane diharapkan gangguan 5. Monitor rata – rata, 5. Mengetahui karakteristik
alveolar-kapiler ditandai pertukaran gas dapat diatasi kedalaman, irama dan usaha napas pasien
6. Penggunaan otot bantu
dengan pH darah arteri dengan kriteria hasil: respirasi.
NOC Label >> Respiratory 6. Catat pergerakan dada,amati pernapasan menandakan
abnormal, dispnea,
Status: Gas Exchange kesimetrisan, penggunaan perburukan kondisi pasien.
gelisah.
a. Mendemonstrasikan
otot tambahan, retraksi otot
2 7. Mengetahui status
peningkatan ventilasi dan
supraclavicular dan
oksigenasi pasien.
oksigenasi yang adekuat
intercostal 8. Mencegah memperbaiki
b. Tidak ada sianosis dan
7. Pantau hasil AGD
hipoksemia dan gagal
dyspneu (mampu
8. Kolaborasi : Berikan O2 pernapasan.
bernapas dengan mudah)
c. RR (16-20 x/menit) sesuai indikasi dengan
d. Hasil AGD normal
masker, kanula atau
ventilasi mekanik.

3 Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Respiratory NIC Label >> Respiratory
napas berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Monitoring Monitoring
dengan keletihan, jam diharapkan pola napas 6. Pantau RR, irama dan i. Ketidakefektifan pola napas
hiperventilasi ditandai efektif dengan kriteria hasil: kedalaman pernapasan dapat dilihat dari
dengan perubahan NOC Label >> Respiratory peningkatan atau penurunan
kedalaman pernapasan, Status: Ventilation RR, serta perubahan dalam
dispnea, pernapasan a. Kedalaman pernapasan irama dan kedalaman
cuping hidung, normal 7. Pantau adanya penggunaan pernapasan
pernapasan bibir, b. Tidak tampak otot bantu pernapasan dan ii. Penggunaan otot bantu
penggunan otot penggunaan otot bantu retraksi dinding dada pernapasan dan retraksi
aksesorius untuk pernapasan dinding dada menunjukkan
bernapas. c. Tidak tampak retraksi NIC Label >> Ventilation terjadi gangguan ekspansi
dinding dada Assitance paru
NOC Label >> Vital Signs NIC Label >> Ventilation
 Frekuensi pernapasan 8. Berikan posisi semifowler Assitance
dalam batas normal (16- iii. Posisi semifowler dapat
20x/menit) membantu meningkatkan
9. Pantau status pernapasan toleransi tubuh untuk
dan oksigen inspirasi dan ekspirasi
iv. Kelainan status pernapasan
dan perubahan saturasi O2
10. Berikan dan pertahankan
masukan oksigen sesuai dapat menentukan indikasi
indikasi terapi
v. Pemberian oksigen sesuai
indikasi diperlukan untuk
mempertahankan masukan
O2 saat mengalami
perubahan status respirasi
4 Setelah diberikan asuhan NIC LABEL: Infection Control NIC LABEL: Infaction
keperawatan selama 3 x 24 1. Batasi jumlah Control
PK INFEKSI jam diharapkan infeksi pengunjung 1. Mencegah terserang
2. Gunakan prosedur bersih
terkontrol, dengan kriteria penyakit dari
dan aseptic dengan benar
hasil: pengunjung
3. Gunakan sarung tangan
2. Mencegah penularan
NOC Label : Infection 4. Berikan asupan nutrisi
penyakit
Severity adekuat
3. Mencegah penularan
5. Kolaborasi pemberian
 Suhu tubuh pasien normal penyakit
antibiotic
(36-37±0,5˚C) 4. Membantu
 Hasi lab menunjukkan NIC penyembuhan
LABEL: Infaction
5. Mengobati infeksi
tidak terdapat koloni Protection
bakteri
patogen 6. Monitor tanda gejala
infeksi NIC LABEL: Infaction
7. Ajarkan keluarga dan
Protection
pengunjung cuci tangan 5
6. Untuk mengetahui
momen dan 6 langkah
adanya infeksi pada
8. Dorong pasien untuk
pasien
beristirahat
7. Mencegah penularan
9. Mengajarkan keluarga
penyakit
tanda dan gejala infeksi
8. Membantu
seperti peningkatan suhu
penyembuhan
tubuh. 9. Membantu pemantauan
10. Berikan informasi
kondisi
kesehatan mengenai 10. Meningkatkan
pencegahan TB pada pengetahuan dan
keluarga mampu mencegah
penularan
NIC LABEL:Fever Treatment
NIC LABEL:Fever Treatment
11. Pantau suhu tubuh pasien
11. Memonitor kondisi
12. Beri kompres hangat
13. Monitor input dan output pasien
12. Kompres hangat
cairan berfungsi agar
14. Kolaborasi pemberian
hipotalamus menangkap
obat antipiretik sesuai
pesan bahwa suhu tubuh
kebutuhan
tinggi sehingga otak
akan memerintahkan
untuk menurunkan suhu
tubuh
13. Untuk mengetahui
kehilangan cairan
14. Antipiretik berfungsi
untuk menurunkan suhu
tubuh dan hasilnya
mengatasi demam

5 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan NIC label Activity Therapy NIC label Activity Therapy
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam, 3. Kaji respon emosi, 6. Untuk mengetahui pengaruh
ketidakseimbangan diharapkan pasien dapat psikologi, sosial dan dari respon emosi,
antara suplai dan mentoleransi aktivitas yang spiritual terhadap aktivitas psikologi, sosial dan
kebutuhan oksigen biasa dilakukan dengan kriteria spiritual terhadap aktivitas
4. Penggunaan teknik relaksasi
ditandai dengan hasil: (misalnya distraksi, pasien.
7. Teknik relaksasi dapat
ketidaknyamanan setelah NOC LABEL : visualisasi) selama
membantu merelakskan otot
beraktivitas, dispnea Activity Tolerance beraktivitas
 Kemampuan bernapas diafragma sehingga sesak
setelah beraktivitas.
pada saat beraktifitas yang dirasakan saat
Cardiopulmonary status
Energi Management beraktivitas dapat
 Tidak ada Dispnea saat
6. Pantau respon berkurang.
aktivitas ringan
Energy conservation Kardiorespirasi terhadap
Energi Management
 Keseimbangan antara aktivitas (misalnya
8. Untuk memantau tingkat
aktivitas dan istirahat takikardia, disritmia
intoleransi klien terhadap
 Tingkat daya tahan kuat lainnya, dispnea, diaforesis,
aktivitas yang dilakukan.
untuk beraktivitas pucat, tekanan
 Menyadari keterbatasan
hemodinamik, dan laju
energi
pernafasan)
7. Instruksikan pasien / 9. Untuk mencegah terjadinya

signifikan lainnya untuk sesak pada klien.

mengenali tanda dan gejala


kelelahan yang
10. Pengaturan aktivitas pada
membutuhkan penurunan klien diperlukan untuk
aktivitas mencegah kelelahan dan
8. Ajarkan tentang pengaturan sesak pada klien.
aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
 Pasien
 Nama : Ny. S
 Umur : 72 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pendidikan : SD
 Pekerjaan : Tidak Bekerja
 Status Perkawinan : Janda
 Agama : Hindu
 Suku : Bali
 Alamat : Karangasem
 Tanggal Masuk : 18 September 2018
 Tanggal Pengkajian : 19 September 2018
 Sumber Informasi : Keluarga dan Pasien
 Diagnosa Masuk : Suspek TB + ACKD ec suprenal onCKD
ec susp PNC dd + Pneumonia
 Penanggung
 Nama : Ny. A
 Hubungan Dengan Pasien : Anak
2. Riwayat Keluarga
 Genogram
 Keterangan Genogram
: Laki-laki

: Perempuan

: Sudah Meninggal

---------- : Tinggal Serumah

: Klien
3. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama :
Sesak nafas
 Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini:
Pasien datang ke RSUP Sanglah dengan keluhan sesak nafas, batuk
demam naik turun sejak 1 minggu dengan suhu 390C. Selain itu,
pasien mengeluh nyeri pinggang, tangan, dan kaki terasa tertusuk-
tusuk skala nyeri 5 dan memberat ketika bergerak sejak 1 minggu
yang lalu. Kaki kanan pasien membengkak sehari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien mengeluhkan batuk dengan dahak yang sulit
dikeluarkan dan nafsu makan menurun serta adanya mual sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluarga pasien mengatakan
pasien juga ngomong ngacuh sejak

 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya :


Biasanya pasien istrirahat dirumah dan berobat kepuskesmas dan
dokter pratek umum. Namun saat ini karena pasien lemas dan
demam naik turun maka pasien dibawa ke rumah sakit.

b. Status Kesehatan Masa Lalu


 Penyakit yang pernah dialami
Pasien memiliki riwayat asam urat dan hipertensi sejak 1 tahunn
yang lalu namun sudah rutin periksa ke puskesmas setiap bulan.
Selain itu, pasien juga mempunyai penyakit ginjal sejak 2 tahun
yang lalu.
 Pernah dirawat
Pasien pernah dirawat 2 tahun yang lalu di RSUP Sanglah karena
terdapat keluhan pada ginjal pasien.
 Riwayat alergi :  Ya  Tidak
Jelaskan :
 Riwayat tranfusi :  Ya  Tidak
 Kebiasaan :
 Merokok :  Ya  Tidak
Sejak: Jumlah:
 Minum kopi  Ya  Tidak
Sejak: Menikah Jumlah: ± 1-2 gelas/hari
 Penggunaan Alkohol  Ya  Tidak
Sejak: Jumlah:
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Suami pasien memiliki riwayat penyakit stroke dan sudah meninggal ± 30
tahun yang lalu. Ayah pasien mempunyai penyakit hipertensi.
5. Diagnosa Medis dan therapy :
Diagnosa: ACKD ec suprenal onCKD ec susp PNC dd NS anuria dan
hyperkalemia + Pneumonia.
Therapy:
Nama Obat Dosis Rute Fungsi
Nacl 0,9 % 12 tetes/menit IV Pengatur keseimbangan
cairan tubuh
Omeprazole 500 mg @ 24 oral Menurunkan kadar
jam asam yang diproduksi
didalam lambung
Paracetamol 750 mg @ 8 oral Pereda nyeri dan
jam penurun demam
O2 2 LPM Nasal Memenuhi kebutuhan
kanule oksigen
Cefoperazone 1 gr @ 12 jam IV Untuk menangani
infeksi bakteri
Levofloxacin 700 mg @ 24 IV Untuk sinusitis,
jam pneumonia, dan infeksi
lainnya.
Kalitake 2 x 1 sachet Oral Untuk perawatan
kesehatan jantung,
hipokalsemia,
osteoporosis,
kekurangan vitamin d,
hipofosfatemia dan
kondisi lainya.
Mehtylprednisolone 625 mg @ 12 IV Menekan sistem
jam kekebalan tubuh dan
mengurangi reaksi
peradangan serta
gejalanya seperti
pembengkakan, nyeri
atau ruam
HD elektif Adalah hemodalisa yang bersifat pilihan dilakukan
dengan seleksi berdasarkan tingkat kebutuhan.

6. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan:
Keluarga mengatakan , sebelum sakit pasien rutin kontrol kesehatan
ke puskesmas. Persepsi sehat menurut keluarga pasien yaitu ketika
mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dan sebaliknya.
b. Nutrisi/ metabolic:
Sebelum MRS, keluarga mengatakan pasien biasanya makan makanan
di rumah dengan frekuensi 3 kali sehari.
Selama MRS pasien hanya makan dan minum melalui NGT.
A : BB = 36 kg TB = 145 cm, IMT = 17,12 kg/m2 (status gizi
kurang). LILA = 19 cm.
B : Kalium normal 4,54 mmol/L, natrium rendah 128 mmol/L, Hb
rendah 7,86
C : pasien terlihat lemas
D : pasien tidak ada pantangan makanan dan alergi terhadap makanan.
Di RS pasien mendapatkan diet susu cair 200 cc tiap 6 jam.
c. Pola eliminasi:
Sebelum MRS, keluarga mengatakan pasien tidak ada keluhan terkait
BAB dan BAK. Biasanya pasien rutin BAB tiap hari 1 kali sehari
setiap pagi dan BAK ± 1-3 kali/hari.
Saat di RS, pasien BAB dan BAK menggunakan diapers dewasa dan
dibantu oleh keluarga serta perawat untuk membersihkan. Keluarga
mengatakan, popok diganti 3-4 kali/hari. BAB normal, dengan feses
berwarna kecoklatan, lembek/tidak cair, BAK normal, dengan warna
kekuningan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilisasi di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi ROM 
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total.
Keterangan :
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari pasien dibantu orang lain dan
alat.
Pasien menggunakan gelang kuning (risiko jatuh), dan tempat tidur
pasien selalu terpasang bedrail.
Keseharian pasien di rumah sakit hanya berbaring di tempat tidur.
Risiko jatuh pasien : Risiko Tinggi (Morse = 10)
e. Pola tidur dan istirahat:
SMRS : keluarga mengatakan pasien jarang tidur siang karena lebih
suka mejejaitan. Biasanya pasien tidur ± 7-8 jam perhari. Keluarga
mengatakan pasien jarang tidur siang.
MRS : keluarga mengatakan pasien sering terbangun saat tidur dan
mengerang seperti menangis atau kesakitan. Tidur dalam sehari ± 5
jam/hari, dan jarang tidur siang.
f. Pola kognitif-perseptual
Pasien tidak mampu diajak bicara atau sulit berbicara. Pasien mampu
merespon dengan respon non-verbal seperti mengangguk/menggeleng
saat diajak bicara. Pasien tidak menggunakan alat bantu dengar dan
kacamata.
Pasien terlihat mengeluh nyeri pada siku dan lutut pasien. Skala nyeri
4 (wong-Baker faces Pain Rating Scale). Nyeri yang dirasakan pasien
terus menerus, kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
Tidak terkaji langsung ke pasien
h. Pola seksual dan reproduksi
Pasien memiliki 6 anak perempuan, suami pasien sudah lama
meninggal. Hubungan pasien dengan anak-anaknya terlihat baik
terlihat dari anak pasien yang selalu bergantian untuk menjaga pasien.
i. Pola peran-hubungan
Sebelum sakit pasien berperan sebagai ibu dan berperan untuk
mejejaitan dan ngayah dibanjar, namun setelah sakit pasien tidak
mampu lagi melakukan peranya dengan normal. Hubungan pasien
dengan anak-anaknya baik.
j. Pola manajemen koping stress
Teknik manajemen stress yang dilakukan keluarga pasien yaitu
dengan mendengarkan lagu-lagu rohani agar pasien mau lebih tenang
dan tidak stress. Menurut keluarga, walaupun dengan pemberian
musik-musik rohani tidak bisa mengurangi stressnya setidaknya dapat
membuat pasien merasa sedikit lebih tenang.
k. Pola keyakinan-nilai
Pasien beragama hindu. Keluarga mengatakan pasien rutin
sembahyang setiap harinya, dengan sembahyang canang dan langsung
sembahyang muspa.

7. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan fisik


Keadaan umum :  Baik  Sedang  Lemah Kesadaran:
CM
TTVTD: 120/80mmHg, Nadi : 78 x/menit, Suhu: 37oc RR:
28x/menit
a. Kulit, Rambut dan Kuku
Distribusi rambut : Merata
Lesi  Ya  Tidak
Warna kulit  Ikterik  Sianosis  Kemerahan 
Pucat
Akral  Hangat  Panas  Dingin kering
 Dingin
Turgor: Baik (kembali < 3 detik)
Oedem  Ya  Tidak Lokasi:
Warna kuku:  Pink  Sianosis  lain-lain
Warna rambut putih dan hitam

b. Kepala dan Leher


Kepala  Simetris  Asimetris
Lesi  ya  Tidak
Deviasi trakea  Ya  Tidak
Pembesaran kelenjar tiroid  Ya  Tidak

b. Mata dan Telinga


Gangguan pengelihatan  Ya  Tidak
Menggunakan kacamata  Ya  Tidak
Visus:
Pupil  Isokor  Anisokor
Ukuran:
Sklera/ konjungtiva  Anemis  Ikterus
Gangguan pendengaran  Ya  Tidak
Menggunakan alat bantu dengar  Ya Tidak
Tes weber:
Tes Rinne:
c. Sistem Pernafasan:
Batuk: Ya  Tidak
Sesak:  Ya  Tidak
 Inspeksi:
RR = 28 x / menit , adanya penggunaan bantu napas
 Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan
 Perkusi :
Sonor
 Auskultasi :
Wheezing (-), Ronchi (-),
d. Sistem Kardiovaskular :
Nyeri dada  Ya  Tidak
Palpitasi  Ya  Tidak
CRT  < 3 dtk  > 3 dt
 Inspeksi:
Bentuk dada simetris
 Palpasi :
Nadi teraba lemah, Nadi : 78 x/menit
 Perkusi :
Suara pekak
 Auskultasi :
Tekanan darah : 120/80mmHg.

e. Payudara Wanita dan Pria:


Payudara pasien tampak simetris , tidak adanya nyeri pada payudara
f. Sistem Gastrointestinal:
Mulut Bersih  Kotor 
Berbau
Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis
Pembesaran hepar  Ya Tidak
Abdomen  Meteorismus  Asites  Nyeri tekan
Peristaltik: 6 x/mnt
Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat lesi.
g. Sistem Urinarius :
Penggunaan alat bantu/ kateter  Ya  Tidak
Kandung kencing, nyeri tekan  Ya  Tidak
Gangguan  Anuria  Oliguria  Retensi 
Inkontinensia
 Nokturia  Lain-lain:
h. Sistem Reproduksi Wanita/Pria :
Keluarga mengatakan pasien tidak ada masalah reproduksi, dan pasien
sudah menikah, memiliki 6 anak perempuan
i. Sistem Saraf:
GCS: Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6
Rangsangan meningeal  Kaku kuduk  Kernig
 Brudzinski I Brudzinski 2
Refleks fisiologis  Patela  Trisep
 Bisep  Achiles

Refleks patologis  Babinski  Chaddock


 Oppenheim  Rossolimo  Gordon
 Schaefer  Stransky  Gonda
Gerakan involunter : tidak terdapat gerakan involunter

j. Sistem Muskuloskeletal:
Kemampuan pergerakan sendi  Bebas  Terbatas
Deformitas  Ya  Tidak
Lokasi:
Fraktur  Ya  tidak
Lokasi:
Kekakuan  Ya  Tidak
Nyeri sendi/otot  Ya  Tidak
Kekuatan otot :

3333 2222

3333 3333
Lainnya :
k. Sistem Imun:
Perdarahan Gusi  Ya  Tidak
Perdarahan lama  Ya  Tidak
Pembengkakan KGB  Ya  Tidak
Lokasi:
Keletihan/kelemahan  Ya  Tidak
Lainnya :
Pasien tampak lemah, dan lebih sering tertidur

l. Sistem Endokrin:
Hiperglikemia  Ya  Tidak
Hipoglikemia  Ya  Tidak
Luka gangrene  Ya  Tidak
Lainnya :

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium yang berhubungan
`Pemeriksaan tanggal 20-9-2018
No Indikator yang Hasil Rentang Interpretasi
di ukur pemeriksaan Normal
1 WBC 17.78. 4.1-11.0 Tinggi
103/µL
2 NE% 87.52% 47-80 Tinggi
3 LY% 6.73 % 13-40 Rendah
4 NE# 15.56. 2.50-7.50 Tinggi
103/µL
5 RBC 2.68. 106/µL 4.0-5.2 Rendah
6 HGB 7.86g/dL 12.0-16.0 Rendah
7 HCT 23.38% 36.0- 46.0 Rendah
8 RDW 15.04% 11.6-14.8 Tinggi
9 MPV 5.29fL 6.80-10.0 Rendah
10 BUN 59.70mg/dL 8.00-23.00 Tinggi
11 KREATININ 4.35mg/dL 0.50-0.90 Tinggi

Pemeriksaan tanggal 21-9-2018


No Indikator yang Hasil Rentang Interpretasi
di ukur pemeriksaan Normal
1 BUN 83.30mg/dL 8.00-23.00 Tinggi
2 KREATININ 5.57mg/dL 0.50-0.90 Tinggi
3 Natrium (Na)- 128mmol/L 136-145 Rendah
Serum
4 pCO2 31.7mmHg 35.00-45.00 Rendah
5 PO2 162.00mmHg 80.00-100.00 Tinggi
6 Hco3- 20.00mmol/L 22.00-26.00 Rendah
7 TCO2 21.00mmol/L 24.00-30.00 Rendah
8 Procalcitonin 29.29ng/mL <0.15 Tinggi

Tanggal 20-9-2018
Pemeriksaan Sputum
Hasil : Epitel 1+
Leukosit : 1+
Bakteri Batang Gram Negatif : 1+
Bakteri Kokus Gram Positif : 1+
Sel ragi Postif : 3 +
b. Pemeriksaan radiologi
Tanggal 18-9-2018

Foto Thorax AP (asimetris) : Cor : Kesan membesar, CTR 61%

Pulmo : tampak fibroinfiltrat pada suprahiler kanan kiri. Corakan


bronchovaskuler normal

Sinus pleura kanan kiri tajam

Diaphargma kanan kiri normal

Tulang-tulang : tidak tampak kelainan

Tanggal 20-9-2018

Foto Thorax AP (asimetris) : Cor : Kesan membesar, CTR 64%

Pulmo : tampak infiltrat pada parahiler kiri, paracardial kanan kiri.


Corakan bronchovaskuler normal

Sinus pleura kanan kiri tajam


Diaphargma kanan kiri normal

Tulang-tulang : tidak tampak kelainan

Tampak terpasang double lumen dengan tip terproyeksi setinggi CV


Th 10

c. Hasil konsultasi
18-9-2018
Kesan Foto Thorax AP (asismetris) : Cardiomegaly dan Suspek proses
spesifik
20-9-2018
Kesan Foto Thorax AP (asismetris) : Cardiomegaly , Pneumonia,
Terpasang double lumen dengan tip terproyeksi setinggi CV Th 10
1. 19 September DS : Pneumonia TB Paru Ketidakefektifan pola
2018 nafas
 Pasien Terjadinya peradangan Mycobacterium
pada paru Tubercolosis
mengatakan
sesak nafas Penurunan ekspansi paru Berkolonisasi di saluran
nafas
DO : Kadar CO2 darah
 Pasien tampak meningkat Respon inflamasi
sesak Stimulus kemoreseptor
Peningkatan RR
 RR :28x/menit Merangsang medulla
 Adanya oblongata (pusat
pernapasan)
penggunaan
bantu napas RR meningkat

 Ronchi (-),
Whezing (-)
KETIDAKEFEKTIFAN
POLA NAFAS
2. 19 September DS : Pneumonia TB Paru PK : INFEKSI
2018
Keluarga pasien Terjadinya peradangan Mycobacterium
mengatakan demam pada paru Tubercolosis
naik turun
Akumulasi secret pada Berkolonisasi di saluran
DO : saluran pernapasan nafas

WBC : 17.78. 103/µL Secret sebagai tempat Bakteri menumpuk di


kumpulnya saluran nafas
Suhu tubuh = 380C
bakteri/virus/kuman
Pasien tampak lemah WBC meningkat

PK INFEKSI
3. 19 September DS : ACKD Nyeri Akut
2018
 Pasien Kerusakan pada ginjal
mengatakan nyeri
pada lutut Terganggu fungsi absorbs, sekresi, eksresi
 Pasien
mengatakan nyeri
seperti tertusuk Uremia
dan dirasakan
terus menerus
DO : Pada neuromuscular

 Pasien tampak
meringis
Iritasi saraf perasa nyeri
 Skala nyeri : 5

Nyeri pada otot

NYERI AKUT

4. 20 September DS : ACKD PK : Anemia


2018
 Pasien Kerusakan pada ginjal
mengatakan
lemas Terganggu fungsi absorbs, sekresi, eksresi

DO :

 HB : 7.86g/dL
(12.0-16.0) Uremia
Rendah

Hemolisis

Penurunan Hb

PK : Anemia

5. 20 September DS : ACKD DEFISIT PERAWATAN


2018 DIRI
Keluarga mengatakan Kerusakan pada ginjal
semua kebutuhan
dibantu oleh keluarga Terganggu fungsi absorbs, sekresi, eksresi

DO : Uremia

 Tampak pasien
tirah baring Pada neuromuscular
 Pasien
ketergantungan
total
Iritasi saraf perasa nyeri
 Pasien tampak
lemas
 Pasien tampak Nyeri pada otot
kotor

Hambatan pergerakan sendi

ADL dibantu total

DEFISIT PERAWATAN DIRI


DIAGNOSA KEPERAWATAN

1 19-9-2018 Pola nafas tidak efektif berhubungan hiperventilasi ditandai


dengan pasien mengeluh sesak, RR=28x/menit, Ronkhi (+).

2 19-9-2018 PK INFEKSI

Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (asam urat


tinggi) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri secara verbal
3 19-9-2018 pada lutut skala 5 terasa tertusuk-tusuk secara terus-menerus,
lutut kanan pasien tampak bengkak

4 20-9-2018 PK ANEMIA

5 19-9-2018 Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri ditandai


dengan tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri,
pasien tampak kotor, ketergantungan total
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Hari/Tgl No Dx Rencana Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

Rabu/19 1 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama NIC Label : Airway Management NIC Label : Airway
1. Posisikan pasien semi fowler
september 3 x24 jam diharapkan pola napas pasien Management
2. Auskultasi suara napas, catat hasil
1. Untuk
2018 efektif dengan kriteria hasil :
penurunan daerah ventilasi atau
memaksimalkan
NOC Label : Respiratory status : Airway
tidak adanya suara adventif
potensial
patency 3. Monitor pernapasan dan status
ventilasi
1. Frekuensi, irama. Kedalaman oksigen yang sesuai
2. Memonitor
pernapasan dalam batas normal NIC Label : Oxygen Therapy
kepatenan jalan
2. Tidak menggunakan otot-otot bantu
1. Mempertahankan jalan napas paten
napas
pernapasan 2. Kolaborasi dalam pemberian
3. Memonitor
NOC Label : Vital Sign oksigen terapi (nasal kanula 4L)
respirasi dan
3. Monitor aliran oksigen
1. Tanda-tanda vital dalam rentang
keadekuatan
NIC Label : Respiratory Monitoring
normal
oksigen
- Tekanan darah: 120-80 mmhg 1. Monitor kecepatan ritme, kadalaman
- Nadi: 80-100 x/menit NIC Label : Oxygen
dan usaha pasien saat bernapas
- RR: 18-24 x/menit
2. Catat pergerakan dada, simetris atau Therapy
- Suhu 36,5-37,5 C
tidak dan menggunakan otot bantu 4. Menjaga
pernapasan keadekuatan
3. Monitor suara napas ventilasi
5. Meningkatkan
ventilasi dan
asupan oksigen
6. Menjaga aliran
oksigen
mencukupi
kebutuhan
pasien
NIC Label :
Respiratory Monitoring
7. Monitor
keadekuatan
pernapasan
8. Untuk melihat
apakah ada
obstruksi di
salah satu
bronkus atau
adanya
gangguan pada
ventilasi
9. Mengetahui
adanya
sumbatan pada
jalan napas
10. Memonitor
keadaan
pernapasan
pasien
Rabu/19 2 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC LABEL: Infection Control NIC LABEL: Infaction
september 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat 15. Batasi jumlah pengunjung Control
16. Gunakan prosedur bersih dan aseptic
2018 terlindungi dengan kriteria hasil: 15. Mencegah
dengan benar
Infection Severity terserang
17. Gunakan sarung tangan
- Suhu tubuh pasien dalam rentang normal 18. Berikan asupan nutrisi adekuat penyakit dari
(36,5- 37,50C) melalui NGT dengan diet susu cair pengunjung
- Hasil lab menunjukkan tidak terdapat 16. Mencegah
200cc @6jam
koloni patogen 19. Kolaborasi pemberian antibiotic penularan
Cefoperazone 1 gr @12jam IV, penyakit
17. Mencegah
levofloxacin 700mg @24 jam,
penularan
Mehtylprednisolone 625 mg
penyakit
@12jam IV.
18. Membantu
penyembuhan
NIC LABEL: Infaction Protection 19. Mengobati
20. Monitor tanda gejala infeksi infeksi bakteri
21. Ajarkan keluarga dan pengunjung
cuci tangan 5 momen dan 6 langkah
NIC LABEL: Infaction
22. Dorong pasien untuk beristirahat
23. Mengajarkan keluarga tanda dan Protection
gejala infeksi seperti peningkatan 20. Untuk
suhu tubuh. mengetahui
24. Berikan informasi kesehatan adanya infeksi
mengenai pencegahan TB pada pada pasien
21. Mencegah
keluarga
penularan
NIC LABEL:Fever Treatment penyakit
22. Membantu
25. Pantau suhu tubuh pasien
26. Beri kompres hangat penyembuhan
27. Monitor input dan output cairan 23. Membantu
28. Kolaborasi pemberian obat
pemantauan
antipiretik sesuai kebutuhan yaitu
kondisi
paracetamol 750 mg@8 jam 24. Meningkatkan
pengetahuan dan
mampu
mencegah
penularan

NIC LABEL:Fever
Treatment
25. Memonitor
kondisi pasien
26. Kompres hangat
berfungsi agar
hipotalamus
menangkap
pesan bahwa
suhu tubuh tinggi
sehingga otak
akan
memerintahkan
untuk
menurunkan
suhu tubuh
27. Untuk
mengetahui
kehilangan
cairan
28. Antipiretik
berfungsi untuk
menurunkan
suhu tubuh dan
hasilnya
mengatasi
demam
3 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama NIC Label : Pain Management NIC Label : Pain
2. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan
3 x24 jam diharapkan level ketidaknyamanan Management
durasi nyeri. Gunakan skala nyeri
pasien berkurang dengan kriteria hasil :
dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri)
NOC Label : Pain Control 1. Berguna dalam
– 10 (nyeri paling buruk).
1. Pasien tidak meringis pengawasan
3. Gunakan komunikasi terapeutik untuk
2. Nyeri berkurang (dalam rentang skala 1-3)
keefektifan obat,dan
3. Keluarga menggunakan cara non- mengetahui nyeri dan respon pasien
membedakan
analgesics untuk mengurangi nyerinya terhadap nyerinya
4. Pasien menggunakan obat analgesics 4. Kaji dengan pasien faktor-faktor yang karakteristik nyeri.
sesuai rekomendasi dapat meningkatkan/mengurangi Perubahan pada
nyerinya karakteristik nyeri
NOC Label: Body positioning : Mobility 5. Kaji efek dari pengalaman nyeri
menunjukan
1. Klien dapat berpindah dari satu sisi ke sisi terhadap kualitas tidur, nafsu makan,
terjadinya abses atau
yang lain ketika sedang berbaring aktivitas dan suasana hati
peritonitis
6. Kontrol lingkungan sekitar pasien
2. Dapat menggerakan otot 2. Berguna untuk
yang dapat memberikan respon tidak
3. Dapat menggerakan sendi mengetahui nyeri dan
nyaman, misalnya temperature
respon nyeri pasien
ruangan, pencahayaan dan kebisingan 3. Untuk mengetahui
7. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis,
aktivitas apa yang
(misalnya kompres air hangat, guided
dapat meningkatkan
imageri, distraksi, relaksasi, terapi
dan mengurangi
musik, massage), sebelum, setelah, dan nyeri pasien sehingga
jika mungkin selama nyeri perawat dapat
berlangsung, sebelum nyeri meningkat, menegakan
dan selama nyeri berkurang implementasi dengan
8. Ajarkan tentang penggunaan
benar
farmakologikal dalam mengurangi 4. Untuk mengetahui
nyeri masalah lain yang
NIC Label : Exercise Therapy : Joint ditimbulkan dari
Mobility nyeri
5. Untuk meminimalisir
1. Menentukan keterbatasan gerakan
respon
sendi pasien dan efek pada fungsinya.
2. Menentukan kesiapan pasien untuk ketidaknyamanan
terlibat dalam kegiatan atau protokol pasien
6. Berguna untuk
latihan ROM
3. Menjelaskan alasan untuk jenis latihan mengurangi nyeri
ROM dan protokol kepada dan meminimalisir
pasien/keluarga pasien. penggunaan terapi
4. Berkolaborasi dengan terapi fisik
farmakologi
dalam mengembangkan dan 7. Mencegah terjadinya
melaksanakan program latihan ROM dosis yang
pada pasien. berlebihan
NIC Label : Exercise
Therapy : Joint
Mobility
1. Untuk memudahkan
memberikan terapi
yang tepat bagi
pasien
2. Untuk
mempersiapkan
pasien sebelum
memulai latihan
ROM
3. Untuk menambah
pengetahuan pasien
dan keluarga tentang
manfaat latihan
ROM
4. Untuk mempercepat
proses penyembuhan
pasien
4 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama NIC Label: Bleeding Reduction NIC Label: Bleeding
2. Pantau kadar hemoglobin sebelum
3 x24 jam diharapkan pola napas pasien Reduction
dan sesudah pendarahan 1. Pendarahan
efektif dengan kriteria hasil :
3. Melakukan persiapan administrasi
menyebabkan
NOC Label : Blood Loss Severity
tranfusi darah PRC
kondisi anemia
1. Hemoglobin meningkat menjadi ≥ 4. Jelaskan efek transfusi seperti pusin,
berat. Anemia
8g/dl gatal, kemerahan, nyeri, panas
2. Konjungtiva tidak anemis 5. Administrasikan produk darah dapat
(PRC) sesuai kebutuhan diidentifikasi,
6. Monitor TTV
salah satunya
7. Cek darah lengkap pasien
8. Periksa konjungtiva pasien melalui
pemantauan
kadar
hemoglobin
2. Mempersiapkan
transfusi darah
sesuai indikasi
3. Mengatasi
anemia yang
ditimbulkan
akibat
pendarahan
4. Mengetahui
kondisi pasien
terkait
transfusi
5 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama NIC Label: Bathing NIC Label: Bathing
3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan kebersihan 7. Bantu klien dengan mandi di tempat 7. Untuk memfasilitasi
diri klien terpenuhi dengan kriteria hasil : tidur klien dan
8. Cuci rambut bila diperlukan dan
NOC Label : Self-care: Bathing meminimalisasi
diinginkan
4. Tubuh bagian atas bersih pergerakan klien
9. Ajarkan mencuci tangan setelah BAB
5. Tubuh bagian bawah bersih 8. Menjaga kebersihan
6. klien dapat mengeringkan badannya dan BAK dan sebelum makan
rambut klien
NOC: Self Care : Hygine 10. Bantu pasien dalam perawatan perinium
9. Mencegah
2. Telinga klien bersih 11. Monitor kondisi kulit saat mandi
3. Kuku klien bersih 12. Monitor kesanggupan klien ketika mandi penyebaran bakteri
melalui tangan
NIC: Nail care 10. Mamastikan
3. Monitor dan bantu pembersihan kuku kebersihan perinium
11. Mencegah kulit
sesuai dengan kemampuan perawatan
kering serta
diri individu
4. Bersihkan bagian bawah kuku dengan komplikasinya
12. Untuk mengetahui
stik orange dan angkat kutikula dengan
sejauh mana
stik kutikula
kemampuan klien
NIC : Oral Hygiene
untuk mandi
1. Berikan pelumas untuk melembabkan
bibir dan mukosa oral
NIC: Nail Care
2. Monitor gigi meliputi warna,
kebersihan dan ada tidaknya debris 3. Untuk mengetahui
3. Dorongan bantu pasien untuk berkumur
adanya kelainan
4. Instruksikan dan bantu pasien untuk
pada kuku
membersihakan mulut setelah makan
4. Untuk menjaga
5. Rekomendasikan penggunaan sikat gigi
kebersihan area
yang berbulu lembut
kuku klien
NIC: Assistance: Feeding
NIC : Oral Hygiene
1. Berikan bantuan untuk makan melalui - Mencegah bibir dan
NGT mukosa oral kering
2. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi -Mengetahui kebersihan
yang nyaman gigi
- Mengurangi bau mulut
dan mencegah
terbentuknya debris
- Mengurangi bau mulut
dan menjaga kesehatan
mulut
NIC: Assistance
Feeding
1. Membantu pasien
memenuhi
kebutuhan nutrisi
2. untuk memberikan
kenyamanan pada
pasien
1.
IMPLEMENTASI
Hari/Tanggal No. Dx Jam Implementasi Respon Pasien
Rabu, 2 12.00 - Mengukur tanda vital DS :
19/9/2018 - Mengkaji keluhan pasien - Pasien mengatakan sesak nafas
- Memberikan susu 200 cc lewat NGT - Keluarga mengatakan bahwa pasien
mengalami demam dengan suhu
naik dan kadang turun
- Pasien mengatakan pasien lemah
dan penurunan nafsu makan
- Pasien mengatakan nyeri skala 5
terasa tertusuk-tusuk pada lutut
bagian kiri, memberat jika
digerakkan
DO :
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak sesak
- Pasien tampak lemah
- TD = 130/70 mmHg
- N = 120 x/menit
- RR = 28 x/menit
- Suhu = 37,40C
- Konjungtiva anemis (+)
1 12.10 Memberikan oksigen nasal kanul 4 liter/menit DS :
Memposisikan pasien semi-fowler
DO :
- Nasal kanul terpasang dengan baik
- Oksigen mengalir dengan baik

3 14.00 Mengkaji nyeri yang dirasakan pasien DS :


Memberikan analgesic paracetamol 750 mg - Pasien mengatakan nyeri pada
seluruh tubuh
- Pasien mengatakan nyeri lebih
berat di lutut kiri
- Pasien mengatakan nyeri skala 5
- Pasien mengatakan nyeri terus
menerus dan ketika tubuh
digerakkan
DO :
- Lutut pasien tampak bengkak
1 15.10 Menjelaskan pentingnya reposisi setiap 2 jam DS :
pada keluarga
Melakukan latihan range of motion - Keluarga dapat menjelaskan
Menganjurkan memilih posisi yang nyaman pada kembali pentingnya reposisi setiap
pasien 2 jam
- Pasien mengeluh nyeri ketika
anggota geraknya digerakkan
DO :
- Pasien tampak meringis
2 16.00 - Mengedukasi keluarga pasien pencegahan DS :
penularan TB dari pasien ke keluarga - keluarga mengatakan mengerti dan
(membuka jendela, selalu menggunakan ingin melakukan
menggunakan masker, tidak menggunakan - keluarga pasien dapat menjelaskan
alat yang sehari-hari yang sama) alasan untuk membuka jendela atau
- Mengajarkan keluarga cara cuci tangan 6 ventilasi
langkah - keluarga dapat menjelaskan alasan
menggunakan masker
- keluarga dapat menjelaskan alasan
tidak menggunakan atal yang sama
dengan pasien
DO :
- Keluarga pasien dapat melakukan
teknik cuci tangan 6 langkah
1,2,3,4 18.00 - Mengukur tanda vital DS :
- memberikan susu 200 cc lewat selang ngt DO :
- TD = 110/70 mmHg
- N = 90 x/menit
- RR = 24 x/menit
- S = 37,9
Kamis, 1,2,3,4 06.00 - Mengukur tanda vital DS :
20/9/2018 - Memeriksa dan keefektifan oksigen yang - Keluarga mengatakan pasien
diberikan terlihat sesak
- mengatur posisi nyaman bagi pasien DO :
- TD = 130/80 mmHg
- N = 88 x/menit
- RR = 24 x/menit
5 08.00 - Membantu memandikan pasien DS:
- Melakukan oral hygiene DO:
- Membersihkan kuku pasien - Tubuh pasien tampak bersih

- Membersihkan telinga pasien - Mulut pasien terlihat kotor, terdapat


kerak
- Kuku pasien terlihat bersih
- Telinga pasien terlihat bersih
3 09.00 Melakukan kompres hangat pada lutut kiri DS :
Mengedukasi keluarga untuk kompres hangat - Pasien mengatakan meresa lebih
pada lutut kiri pasien baik setelah kompres hangat
- Pasien mengatakan nyeri skala 3
DO :
- Pasien tampak meringis ketika
tubuhnya digerakkan
2 12.00 - Memberikan susu 200 cc lewat ngt DS: -
- mengajarkan ROM pasif pada ekstremitas atas DO: pasien dan keluarga tampak mengikuti
rom yang diberikan
1,4 14.00 - Mengukur tanda vital DS :
- memberikan transfusi darah PRC 2 kolf - Keluarga mengatakan pasien masih
sesak
- Keluarga pasien mengatakan pasien
teraba panas
DO :
- TD = 130/80 mmHg
- N = 86 x/menit
- RR = 36 x/menit
- S = 38,1
2 14.10 - Melakukan kompres hangat pada dahi, aksila DS :
pasien DO :
- memberikan cefoperazon 1gr @12jam IV - Kulit teraba hangat

2 15.00 Melakukan pengukuran tanda vital DS :


Memonitor reaksi adanya transfusi pada pasien Pasien mengatakan tidak ada gatal
DO :
- TD = 140/70
- N = 100 x/menit
- RR 24 x/menit
- S = 37,2
2 18.1 Memberikan obat parasetamol 500 mg DS :
- Keluarga mengatakan pasien terus
panas
DO :
- Obat diberikan sesuai 6 benar
pemberian obat
- Obat berhasil dikonsumsi
seluruhnya
- Tidak ada reaksi alergi
2 20.00 Melakukan kompres hangat DS :
DO :
- Kulit teraba hangat
Jumat, 1 06.00 - Melakukan pengukuran tanda vital DS : pasien mengatakan sesak berkurang
21/9/2018 - Menanyakan keluhan pasien DO :
- memonitor sistem pernafasan pasien - TD = 130/70 mmHg
- N = 90 x/menit
- RR = 22 x/menit
- S = 37,7
5 08.00 - Membantu memandikan pasien DS:
- Melakukan oral hygiene DO:
- Membersihkan kuku pasien - Tubuh pasien tampak bersih

- Membersihkan telinga pasien - Mulut pasien terlihat kotor, terdapat


kerak
- Kuku pasien terlihat bersih
- Telinga pasien terlihat bersih
3 10.00 Mengkaji nyeri DS :
- Pasien mengatakan masih merasa
nyeri
- Pasien mengatakan nyeri dirasakan
terus menerus dan seperti ditusuk
tusuk
- Pasien mengatakan nyeri ketika
tubuh digerakkan
2 10.30 - Memberikan parasetamol 500 mg DS :
- Memberikan kenyamanan pada pasien seperti - Keluarga mengatakan pasien terus
mengganti linen, membersihkan dan merapikan panas
ruangan pasien DO :
- Obat diberikan sesuai 6 benar
pemberian obat
- Obat berhasil dikonsumsi
seluruhnya
- Tidak ada reaksi alergi
4 11.00 Menghantarkan pasien melakukan HD DS: -
DO: Tampak tenang
3 16.00 Melakukan kompres hangat pada lutut kiri DS :
- Pasien mengatakan meresa lebih
baik setelah kompres hangat
DO :
- Pasien tampak meringis ketika
tubuhnya digerakkan
1 16.10 Memastikan pemberian terapi oksigen DS :
DO :
- Oksigen mengalir dengan baik
- Tidak ada tanda keracunan oksigen
1,2,3,4 18.00 Mengukur tanda vital dan mengkaji keluhan DS :
pasien - Keluarga mengatakan demam naik
turun sejak pagi
- Keluarga mengatakan suhu turun
setelah diberikan parasetamol
DO :
- TD = 120/70 mmHg
- N = 68 x/menit
- RR = 24 kali/menit
- S = 38,1
- Konjungtiva anemis (+)
- Pasien tampak lemah
Sabtu, 1,2,3,4 08.00 Melakukan pengukuran tanda vital DS :
22/9/2018 - Keluarga mengatakan demam naik
turun
- Keluarga mengatakan suhu turun
setelah diberikan parasetamol
- Pasien mengatakan sudah tidak
sesak
DO :
- TD = 130/70 mmHg
- N = 80 x/menit
- RR = 22 kali/menit
- S = 39,1
5 08.00 - Membantu memandikan pasien DS:
- Melakukan oral hygiene DO:
- Membersihkan kuku pasien - Tubuh pasien tampak bersih

- Membersihkan telinga pasien - Mulut pasien terlihat kotor, terdapat


kerak
- Kuku pasien terlihat bersih
- Telinga pasien terlihat bersih
2,3 09.00 Memberikan kompres hangat DS :
DO :
- Kulit teraba hangat
2 12.00 - Memberikan susu 200 cc lewat ngt DS: - keluarga mengatakan mengerti
- mengingatkan untuk selalu mencuci tangan DO:
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien - Pasien tampak lemah
- menjelaskan pada keluarga untuk selalu - Bedrail tampak dalam keadaan
mendampingi pasien, mengkunci dan menaikkan terkunci
bed rail

EVALUASI KEPERAWATAN
No Hari/Tgl No Dx Jam Evaluasi TTD
1 Sabtu/22-9-2018 1 09.00 S:
Pasien mengatakan sesak sudah hilang
O:
- Tampak tidak sesak
- RR=20x/menit
- Ronchi (-)
- Tampak tidak menggunakan nasal kanul
A:
Tujuan keperawatan tercapai
P:
- Pertahankan kondisi pasien
- Monitoring pernafasan pasien

2 Sabtu/22-9-2018 2 12.00 S:
Keluarga pasien mengatakan demam masih naik turun
Keluarga mengatakan pasien belum mampu melakukan perubahan posisi
ditempat tidur

O:
- Kulit teraba hangat
- Suhu tubuh = 39,10C, TD = 130/70 mmHg, N= 80 x/menit, RR=
20x/menit
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak tidak mampu menggerakkan sendi

A:
Tujuan keperawatan belum tercapai
P:
- Monitor kondisi pasien
- Anjurkan untuk selalu melakukan kompres hangat ketika demam
- Kolaborasi pemberian antipiretik yang sesuai pada pasien

3 Sabtu/22-9-2018 3 13.00 wita S:


- Pasien mengatakan nyeri berkurang, skala 4
- Pasien mengatakan merasa lebih baik ketika dikompres air hangat
pada lutut yang bengkak

O:
- Pasien tampak meringis ketika kaki digerakkan
- Lutut pasien tampak masih bengkak

A:
Tujuan keperawatan belum tercapai

P:
- Monitor kondisi pasien
- Anjurkan untuk selalu melakukan terapi nonfarmakologi (kompres
hangat) selain pemberian obat
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Kolaborasi melakukan sedotan pengeluaran cairan pada lutut pasien

4 Sabtu/22-9-2018 4 14.00 S:
- Pasien mengatakan masih lemas

O:
- Tampak lemas,
- Konjungtiva anemis (+)
- RBC = 2, 48 HGB= 7,17 g/dl (Hasil pemeriksaan tanggal 22-9-2018)

A:
- Tujuan keperawatan belum tercapai

P:
- Monitor kondisi pasien
- Kolaborasi pemberian tranfusi pada pasien

5 5 S:
Keluarga menyatakan sudah selalu memandikan pasien

O;
- Tubuh pasien tampak bersih
- Mulut pasien tampak kotor
- Kuku passien tampak bersih
A
Tujuan keperawaata tercapai sebagian
P
Bantu pasien melakukan oral hygiene
RINGKASAN JURNAL

Judul Jurnal : Effect of red ginger compress to decrease scare of pain gout
arthriris patients
penulis : Erni Virda Yuniarti, Emyk Windartik, Amar Akbar

Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin. Asam urat biasanya
dikeluarkan melalui ekskresi pada ginjal. Kadar asam urat meningkat pada orang
dengan gangguan fungsi ginjal. Kelebihan asam urat menimbulkan penumpukan
dan terbentuknya krital pada sendi. Penumpukan asam urat pada sendi disebut
juga gout atritis. Gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan gout atritis
adalah nyeri. Nyeri pada pasien gout atritis dapat ditangani dengan prosedur
farmakologi dan non-farmakologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji
efektifitas pemberian kompres dengan jahe merah terhadap respon nyeri pada
pasien dengan gout atritis. Penelitian dilakukan dengan Non-Randomized Control
grup. Penelitian menggunakan grup intervensi dan grup kontrol. Grup intervensi
diberikan intervensi kompres dengan jahe merah pada sendi yang mengalami
nyeri. Skala nyeri diukur sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat hasil yang signifikan pada grup intervensi.
Pemberian kompres jahe merah secara signifikan menurunkan skala nyeri pada
pasien. Penurunan skala nyeri pada pasien gout atritis terjadi akibat kandungan
gingerols dan shogaols yang dapat menembus kulit.
Gingerols dan shogaols merupakan anti inflamasi. Nyeri pada pasien gout atritis
terjadi akibat respon inflamasi pada sendi yang mengalami penumpukan asam
urat. Asam urat yang berlebihan dalam darah akan ditimbun dalam sendi dan tidak
dapat dikembalikan kembali ke darah. Timbunan asam urat merupakan substasi
asing dan memicu timbulnya reaksi inflamasi pada daerah tersebut. Pemberian
gingerols dan shogaols sebagai anti inflamasi dapat meredakan respon inflamasi
dan mengurangi gejala seperti kemerahan dan nyeri. Hasil penelitian
menunjukkan kompres dengan jahe merah dapat meredakan nyeri secara
signifikan dengan cara mengurangi respon inflamasi dan mengurangi gejala
kemerahan dan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Aisara, S., Azmi, S., & Yanni, M. (2018). Gambaran Klinis Penderita Penyakit
Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(1)
Baradero, M., Dayrit, M.W., & Siswadi. Y. (2009). Seri Asuhan Keperawatan
Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Bartlett, JG, Sexton, DJ, Thorner, AR. (2013). Aspiration Pneumonia In Adult.
UpToDate For Patients
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Carpenito & Linda. J. 2010. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Laporan
Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pembangunan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI,(2008) Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta :
Cetakan kedua

Dochterman, Joanne., and Bulecheck, Gloria N. (2008). Nursing Intervention


Clasification (NIC). edisi 4. Missouri:Mosby
Hartono. A. (2010). Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley
Blackwell.
Himmelfarb & Sayegh. (2010). Chronic Kidney Disease, Dialysis, and
Transplantation: A Companion to Brenner and Rector’s The Kidney. USA:
Saunders.
Irawati A (2013). Naskah Publikasi Kejadian Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis di RSU Dr. Soedarso Pontianak. (Thesis). Pontianak: Fakultas
kedokteran Universitas Tanjung Pura.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Keputusan Menteri


Kesehatan RI No.328/Menkes/SK/VIII/2013 tentang Formularium Nasional.
Indonesia: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2012). “Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun


2011”. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Komisi Nasional Lanjut Usia (2010). “Profil Penduduk Lanjut Usia 2009”.
Komnas Lansia. Jakarta.
Nanda. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2011). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronik): Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
Jakarta: PDPI.

Price S.A., Wilson L.M.. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 4, Buku. EGC : Jakarta

Price, S. A., Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit


Edisi 6 Volume 2 Alih Bahasa. Jakarta : EGC. ISBN 979-448-732-5
Raka Widiana. 2007. Jurnal Gagal Ginjal Kronis. Available at:
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/2_edited.pdf
Situmorang, EY. 2010. Gambaran Pola Makan Pasien Penyakit Ginjal Kronis
yang Menjalani. Hemodialisa Rawat Jalan Di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2009. Medan : Universitas Sumatera Selatan
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Sue Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcame Classification (NOC). United States
of America : Mosby
Verma SK, Kumar S, Kiran VN, R. Sodhi (2009). Post Tubercular Obstructive
Airway Impairment. Indian J Allergy Asthma Immunol., Vol. 23(2) : 95-99.

Widoyono.(2011). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.
\.

Anda mungkin juga menyukai