Anda di halaman 1dari 20

Nama : M.

Aqzha Sandiary Anwar


NIM : 20150210040

Perbedaan Statutory dan Regulasi class


International Maritime Organization ( IMO ) bertindak Dalam rangka meningkatkan
keselamatan kerja dan keselamatan pelayaran, PBB dalam koperensinya pada tahun 1948
telah menyetujui untuk membentuk suatu badan Internasional yang khusus menangani
masalah-masalah kemaritiman.
Konvensi-konvensi IMO paling penting yang sudah dikeluarkan adalah sebagai berikut :
 Safety Of Life At Sea ( SOLAS ) Convention 1974/1978
SOLAS Convention, menangani aspek keselamatan kapal termasuk konstruksi,
navigasi dan komunikasi.
 Marine Pollution Prevention ( MARPOL ) Convention 1973/1978
MARPOL Convention, menangani aspek lingkungan perairan khusus untuk
pencegahan pencemaran yang asalnya dari kapal, alat apung lainnya dan usaha
penanggulangannya.
 Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarers (SCTW)
Convention 1978 termasuk beberapa amandements dari setiap konvensi.
STCW Convention, berisi persyaratan minimum pendidikan atau training yang harus
dipenuhi oleh ABK (Anak Buah Kapal) untuk bekerja di atas kapal sebagai pelaut.

Dalam ketiga konvensi tersebut digariskan peraturan keselamatan kerja di laut,


pencegahan pencemaran perairan dan persyaratan pengetahuan dan ketrampilan minimum
yang harus dipenuhi oleh awak kapal.
Semua produk dari IMO adalah peraturan statutory, peraturan statutory adalah
peraturan yang mengatur tentang standarisi aktifitas pelayaran supaya hal-hal yang
merugikan dapat diminimalisir. Peraturan statutory hanya berlaku pada kapal-kapal yang
mempunyai flag state dimana flag state tersebut telah meratifikasi ke IMO.

Perbedaan antara peraturan statutory dengan peraturan dari class adalah:


No Statutory Class
Tidak wajib dilakukan, tetapi
Wajib di lakukan oleh kapal
lebih baik dilakukan untuk
yang terigsitry pada flag state
1 kebaikan daripada pemilik
yang ratifikasi peraturan
kapal (lebih pada urusan
tersebut.
bisnis)
Mengatur semua keselamatan
kerja dan keselamatan Mengatur konstruksi dan
2
pelayaran serta mencegah segala permesinan di kapal
terjadinya kerugian.
Berhubungan dengan flag Berhubungan dengan asuransi
3
state. bank.
A. MARPOL
Adalah sebuah peraturan Internasional yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
pencemaran di laut. Setiap system dan peralatan yang ada di kapal yang bersifat
menunjang peraturan ini harus mendapat sertifikasi dari klas. Berikut ruang lingkup
MARPOL, dimana setiap kapal harus dilengkapi berbagai system yang sesuai dengan
regulasi ini:

Annex I
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh minyak
Untuk menyesuaikan dengan peraturan ini, maka setiap kapal harus memenuhi
perlengkapan sebagai berikut:
 Oil record book
Adalah suatu record kapal tentangsegala aktivitas yang berhubungan dengan oil. Mulai
dari proses discharge cargo, discharge slop tank, pembersihan cargo tank, dan sebagainya.
Segala bentuk pencatatan harus selalu ada di kapal, bila ada pemeriksaan berkala atau
pemeriksaan setempat.
 Oil discharge monitoring system
Adalah suatu system yang mengontrol kadar minyak dalam air yang akan dibuang ke laut.
System monitoring harus berfungsi dengan baik dalam berbagai kondisi lingkungan untuk
memonitor dan mongontrol segala macam pembuangan minyak ke laut karena
pembuangan dari air ballast kotor dan segala macam minyak bercampur air dari cargo tank
ke laut yang tidak terkontrol oleh system monitoring adalah suatu bentuk pelanggaran.
Sistem monitoring ini terdiri dari:
 Meteran minyak untuk mengukur kadar minyak dalam air
 Indikator kecepatan kapal untuk mengetahui kecepatan kapal (dalam knots)
 Indikator posisi kapal untuk mengetahui posisi kapal
 Discharge control untuk mengatur pembuangan minyak
 Data recorder untuk mencatat data-data pada waktu discharge
 Data display untuk menunjukkan data-data ketika discharge sedang berlangsung

Sistem ini dihubungkan ke alarm yang akan berbunyi dan otomatis menutup saluran
pembuangan jika minyak bercampur air yang dikeluarkan melebihi 30 liter per mil laut
dan kandungan minyak yang dibuang melebihi 15 ppm (part per million)
Annex II
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh NOx cair
Kapal chemical tanker adalah kapal yang konstruksinya di buat dengan tujuan mengangkut
bahan-bahan berbaya yaitu cairan beracun. Kapal oil tanker dapat dikatan chemical tanker
apabila kapal tersebut membawa NLS (noxious liquid substances).

Kategori bahan-bahan kimia yang dimaksud dalam annex ini adalah:


 Kategori X:
NOx jika dibuang ke laut dianggap menimbulkan tingkat bahaya paling tinggi kepada
lingkungan laut, kesehatan manusia, sehingga diberikan larangan untuk pembuangan
zat kimia tipe ini.
 Kategori Y:
NOx jika dibuang ke laut menimbulkan bahaya terhadap lingkungan laut dan
kesehatan manusia, sehingga diberikan batasan mengenai jumlah dan kualitas zat
kimia ini untuk dibuang ke laut.
 Kategori z:
NOx jika dibuang ke laut menimbulkan bahaya yang relative kecil terhadap
lingkungan laut dan kesehatan manusia, sehingga diberikan batasan yang tidak terlal
ketat tentang pembuangan zat imia ini ke laut
 Substansi lainya:
adalah substansi diluar kategori X, Y, dan Z karena tdak menimbulkan bahaya apapun
jika dibuang ke laut

Annex III
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh substansi berbahaya yang diangkut dalam
bentuk kemasan
Substansi berbahaya dan kemasan yang dimaksud adalah substansi yang masuk dalam
criteria IMDG (International Maritime Dangerous Good) code. Peraturan ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya pencemaran laut oleh barang-barang yang memiliki sifat
berbahaya (baik secara fisik maupun kimia) sehingga perlu mendapatkan perlakuan-
perlakuan khusus. Sebagai pengimplementasian dari aturan tersebut, maka harus dilakukan
beberapa prosedur sebagai berikut:
 Packing:
kemasan harus cukup untuk meminimalisasi bahaya pencemaran yang mungkin
ditimbulkan kepada lingkungan.
 Marking and labeling:
 Kemasan yang berisi substansi berbahaya harus dilengkapi dengan informasi
terperinci dan terpasang label bahwa merupakan marine pollutant sesuai
dengan IMDG code.
 Material untuk penandaan dan pemberian label harus bertahan selama 3 bulan
pelayaran.
 Documentation:
Semua barang harus dilengkapi dengan sertifikat-sertifikat sebagai bahan pemeriksaan
sesuai pada IMDG code.
 Stowage:
Semua barang yang berbahaya harus tersimpan dengan aman sehingga tidak
menimbulkan pencemaran pada lingkungan laut dengan tidak membahayakan kapal
dan penumpangnya.
 Quantity limitations:
Pembatasan jumlah substansi yang sekiranya dapat membahayakan lingkungan laut.

Annex IV
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh limbah (seawage)
1. Peraturan ini berlaku untuk :
 kapal baru GT 200 atau lebih.
 kapal baru kurang dari GT 200 yang membawa lebih dari 10 orang.
 kapal yang tidak ada surat ukur tapi membawa lebih dari 10 orang.
 kapal lama diberlakukan 10 tahun setelah aturan ini enter inforce.
2. Yang diaksud sewage adalah :
 pembuangan dari toilet,urinoir dan wc (grey water).
 pembuangan dari tempat pengobatan seperti hospital, dispensary yang dibuang ke
wastafel atau scupper (black water).
 pembuangan dari ruang tempat binatang hidup.
 buangan lain yang bercampur dengan buangan diatas.
3. Kapal-kapal yang memenuhi persyaratan diberikat sertifikat International Sewage
Pollution Prevention Certificate.
4. Sehubungan dengan sertifikat ini dilaksanakan survei :
 initial Survey
 periodical Survey

Persyaratan wilayah/ zona pembuangan Sewage


Sea Area Discharge Criteria
With 4 nm No discharge except from approved sewage
from land treatment certified
No discharge except from :
Between 4 &
1.Approved system treatment plant certified.
12 nm from
2.An approved system for comminiting and
land
disinfecting sewage
Discharge from (1) or (2) above, or sewage which is
More than 12
not comminuted or disinfected when ship in e route
nm from land
proceeding at speed not less than 4 knots

Pembuangan sewage kelaut dilarang kecuali :


 sewage yang sudah dihancurkan dan dimati hamakan dapat dibuang pada jarak 4 mil
atau lebih dari pantai.
 Sewage yang belum dihancurkan dan dimati hamakan dibuang pada jarak 12 mil atau
lebih dari pantai.
 Pembuangan tidak dilakukan sekaligus tertapi dialirkan pada nwaktu berlayar dengan
kecepatan minimum 4 knot.
 Selama dipelabuhan dibuang ke Receiption Facility.

Annex V
Regulasi tentang pencegahan pencemaran oleh sampah

Beberapa tipe sampah dapat diklasifikasi sebagai berikut:


 Plastic ( tali sintetis, jala, tas plastic, dll )
 Sampah campuran
 Sisa makanan
 Kertas, kain, kaca, metal,
Implementasi regulasi:
 Pemasangan plakat
Setiap kapal dengan panjang lebih dari 12 meter harus tersedia plakat sebagai
peringatan kepada kru kapal tentang pembuangan sampah.
 Ship garbage management plan
Setiap kapal di atas 400 ton GT dan kapal dengan kapasitas kru 15 orang atau lebih
harus memiliki garbage management plan yang harrus dipatuhi semua kru. Hal ini
termasuk pemisahan sampah berdasarkan jenisnya, dan pemasangan fasilitas
treatment untuk sampah, contoh: incinerator.
 Ship garbage record book
Setiap kapal di atas 400 ton GT dan kapal dengan kapasitas kru 15 orang atau lebih
harus bias menunjukkan garbage record book kepada pihak pelabuhan ketika akan
berlabuh.

Annex VI
Regulasi tentang pencegahan pencemaran udara
Pengawasan emisi dilakukan terhadap :
 Zat perusak ozone
 Nitrogen Oxide (Nox)
 sulphur Oxides (Sox)
 Volatile Organuc Compounds
1. Persyaratan annex VI dari marpol " Regulation for the Prevention for Air Pollution from
Ships " mulai diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2005.
2. Survey dan Sertifikasi dilaksanakan sesuai Regulasi 5 untuk kapal dengan GT 400 keatas
(termasuk anjungan lepas pantai yang terpasang tetap dan terapung). Apabila dari hasil
survei memenuhi syarat diberi sertifikat INTERNATIONAL AIR POLLUTION
PREVENTION CERTIFICATE.
3. Survey terhadap persyaratan Regulasi 13 Mesin diesel dan perlengkapannya dalam rangka
pemenuhannya terhadap Regulasi 13 dari annex VI harus dilaksanakan sesuai NOx
TechnicalCode.
4. Sertifikasi/penerbitan sertifikat. " International Air Pollution Prevention (IAPP) Certificate
" diterbitkan setelah survey dilaksanakan sesuai persyaratan dalam Regulasi 5 dari
annex VI.
5. Pemeriksaan dan persetujuan gambar rancangan dari perlengkapan, sistim, fitting, susunan
dan material dari mesin diesel kapal sesuai Regulasi 13 dari ANNEX VI - NOx Code.
6. Pemeriksaan persetujuan dan penerbitan "IMO Type Approval Certificate for Incinerators"
dilaksanakan mengacu kepada :
 Appendix IV dan Regulasi 16 dari annex VI.
 Resolusi MEPC 76 (40) "Standard Specification for Shipboard Incinerators"
 Resolusi MEPC 93 (45) "Ammendments to the Standard Specification for
Shipboard Incinerators"

B. PERATURAN SAFETY OF LIFE AT SEA ( SOLAS )


Peraturan Safety Of Life At Sea (SOLAS) adalah peraturan yang mengatur keselamatan
maritim paling utama. Demikian untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup dilaut
dimulai sejak tahun 1914, karena saat itu mulai dirasakan bertambah banyak kecelakaan
kapal yang menelan banyak korban jiwa dimana-mana.
Pada tahap permulaan mulai dengan memfokuskan pada peraturan kelengkapan navigasi,
kekedapan dinding penyekat kapal serta peralatan berkomunikasi, kemudian berkembang
pada konstruksi dan peralatan lainnya.
Modernisasi peraturan SOLAS sejak tahun 1960, mengganti Konvensi 1918 dengan
SOLAS 1960 dimana sejak saat itu peraturan mengenai desain untuk meningkatkan faktor
keselamatan kapal mulai dimasukan seperti :
 desain konstruksi kapal
 permesinan dan instalasi listrik
 pencegah kebakaran
 alat-alat keselamatan
 alat komunikasi dan keselamatan navigasi
Usaha penyempurnaan peraturan tersebut dengan cara mengeluarkan peraturan tambahan
(amandement) hasil konvensi IMO, dilakukan berturut-turut tahun 1966, 1967, 1971 dan
1973. Namun demikian usaha untuk memberlakukan peraturan-peraturan tersebut secara
Internasional kurang berjalan sesuai yang diharapkan, karena hambatan prosedural yaitu
diperlukannya persetujuan 2/3 dari jumlah Negara anggota untuk meratifikasi peratruran
dimaksud, sulit dicapai dalam waktu yang diharapkan.
Karena itu pada tahun 1974 dibuat konvensi baru SOLAS 1974 dengan prosedur baru,
bahwa setiap amandement diberlakukan sesuai target waktu yang sudah ditentukan, kecuali
ada penolakan 1/3 dari jumlah Negara anggota atau 50 % dari pemilik tonnage yang ada di
dunia.
Kecelakaan tanker terjadi secara beruntun pada tahun 1976 dan 1977, karena itu atas
prakarsa Presiden Amerika Serikat JIMMY CARTER, telah diadakan konfrensi khusus yang
menganjurkan aturan tambahan terhadap SOLAS 1974 supaya perlindungan terhadap
Keselamatan Maritim kebih efektif.
Pada tahun 1978 dikeluarkan komvensi baru khusus untuk tanker yang dikenal
dengan nama “Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP 1978)” yang merupakan
penyempurnaan dari SOLAS 1974 yang menekankan pada perencanaan atau desain dan
penambahan peralatan untuk tujuan keselamatan operasi dan pencegahan pencemaran
perairan. Kemudian diikuti dengan tambahan peraturan pada tahun 1981 dan 1983 yang
diberlakukan bulan September 1984 dan Juli 1986.
Peraturan baru Global Matime Distress and Safety System (GMDSS) pada tahun 1990
merupakan perubahan mendasar yang dilakukan IMO pada sistim komunikasi maritim,
dengan menfaatkan kemajuan teknologi di bidang komunikasi sewperti satelit dan akan
diberlakukan secara bertahap dari tahun 1995 s/ 1999.
Konsep dasar adalah, Badan SAR di darat dan kapal-kapal yang mendapatkan berita
kecelakaan kapal (vessel in distress) akan segera disiagakan agar dapat membantu melakukan
koordinasi pelaksanaan operasi SAR.

DESKRIPSI SINGKAT MASING – MASING CHAPTER DARI SOLAS :

Chapter 1 : Ketentuan Umum


Tujuan utama Konvensi SOLAS adalah untuk menentukan standar minimum untuk
konstruksi, peralatan dan pengoperasian kapal, kompatibeldengan keselamatan mereka.
Bendera Negara-negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kapal di bawah
bendera mereka memenuhi persyaratan, dan sejumlah sertifikat yang diatur III - 10 dalam
Konvensi sebagai bukti bahwa ini telah dilakukan. ketentuan Control juga memungkinkan
pihak Pemerintah untuk memeriksa kapal-kapal dari Pihak lainnya jika ada alasan yang
jelas untuk percaya bahwa kapal dan peralatannya secara substansial tidak memenuhi
persyaratan dari Konvensi - prosedur ini dikenal sebagai Port State Control. Saat ini
Konvensi SOLAS menetapkan kewajiban umum, termasuk artikel, prosedur perubahan
dan seterusnya, diikuti dengan Lampiran terbagi menjadi 12 Bab. Ketentuan Pokok dalam
SOLAS Pokok-pokok ketentuan dalam SOLAS adalah sebagai berikut:
Bab I : Ketentuan Umum
 Survey berbagai jenis kapal-kapal dan penerbitan dokumen-dokumen yang
menandakan bahwa kapal memenuhi persyaratan-persyaratan konvensi.
 Termasuk persyaratan survey sebelum kapal dioperasikan, suatu survey periodik
(setiap 12 bulan) dan survey tambahan jika timbul kejadian yang tidak di inginkan.
 Sertifikat-sertifikat yang harus diterbitkan oleh Negarabendera sebagai bukti bahwa
sebuah kapal telah diperiksa dan dijumpai memenuhi persyaratan-persyaratan
Konvensi Sertifikat-sertifikat yang dimaksud mencakup:
 Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang
 Sertifikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang
 Sertifikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang
 Sertipikat Keselamatan Radiotelegrapi Kapal Barang
 Sertipikat Keselamatan Radioteleponi Kapal Barang III - 11

Disamping sertifikat-sertifikat tersebut di atas, juga ada suatu sertifikat


pembebasan(Exemption Certificate) yang diterbitkan bila suatu pembebasan dari
persyaratan-persaratan diperbolehkan oleh Negara bendera.

Chapter 2 : A. Konstruksi Pembagian Stabilitas, Permesinan, Dan Instalasi Listrik.


 Subdivisi kapal-kapal penumpang ke dalam kompartemen-kompartemen kedap air
harus sedemikian rupa bahwa diumpamakan setelah lambung kapal rusak, kapal akan
tetap mengapung dalam suatu posisi yang stabil, termasuk persyaratan-persyaratan
untuk integritas kedap air dan penataan-penataan pemompaan bilga.
 Persyaratan-persyaratan instalasi permesinan dan listrik didisain untuk memastikan
bahwa pelayanan-pelayanan yang penting untuk keselamatan kapal, para penumpang
dan awak kapal tetap terpeliharadi bawah berbagai kondisi darurat .
Instalasi Permesinan :
1. Steering Gear
Setiap kapal harus dilengkapi dengan mesin kemudi utama dan mesin kemudi
tambahan (Auxiliary) sehingga apabila kerusakan pada salah satu tidak mengganggu
operasi yang lainnya.
 Persyaratan mesin kemudi utama dan rudder stock:
a. Mampu mengemudikan kapal pada kecepatan maksimum
b. Mampu memutar daun kemudi dari 35 derajat kanan ke35 derajat kiri atau
sebaliknya dalam 28 detik.
c. Tidak akan rusak pada keadaan kapal mundur penuh dan kemudi cikar
A. Persyaratan kemudi tambahan (auxiliary):
a. Cukup kuat untuk mengemudikan kapal pada kecepatan normal dan dapat
segera digunakan dalam keadaan darurat.
b. Mampu memutar kemudi dari 15 derajat kanan ke 15 derajat kiri atau
sebaliknya dalam 60 detik pada sarat terdalam dan mesin setengah atau 7 knots
(mana yang besar)

Chapter 2 : B. Perlindungan Kebakaran, Deteksi Kebakaran, Dan Pemadaman


Kebakaran.
Terdiri dari beberapa point yang diatur didalam chapter 2B, yaitu:
 Divisi/pembagian kapal ke dalam zona-zona utama dan vertikal dengan batas-batas
structural dan yang berkaitan dengan panas (thermal) .
 Pemisahan ruang-ruang akomodasi dari sisa ruang kapal dengan batas-batas secara
struktural dan yang berkaitan dengan panas (thermal) .
 Dilarang memakai material-material yang mudah terbakar.
 Deteksi setiap kebakaran dalam zona asal .
 Penahanan & pemadaman setiap kebakaran dalam ruang asal.
 Perlindungan terhadap sarana-sarana pelepasan/pelarian (escape) atau kemudahan untuk
tujuan pemadaman kebakaran .
 Siap tersedia alat-alat pemadam kebakaran .
 Meminimalkan kemungkinan penyalaan dari uap muatan yang mudah menyala.

Jenis- jenis pemadam kebakaran yang ada di kapal:


A. Pemadaman dengan air.
Tiap kapal harus dilengkapi dengan pompa kebakaran yang jumlah dan kapasitasnya
sesuai dengan jenis dan ukuran kapal.
1. Jumlah pompa kebakaran.
Kapal penumpang ukuran GT 4000 atau lebih sekurang-kurangnya 3 buah .
Kapal penumpang kurang dari GT 4000 minimum 2 buah
Kapal barang GT 1000 atau lebih sekurang-kurangnya 2 buah.
Kapal barang kurang dari GT 1000 terserah Administration.
2. Penempatan Pompa.
Apabila terjadi kebakaran di suatu kompartemen tidak semua pompa menjadi tak
berfungsi atau harus ada pompa kebakaran darurat di luar kamar mesin dengan
kapasitas 25 m3/jam. Apabila digerakkan dengan diesel harus bisa dihidupkan pada
suhu 0 derajat Celcius dan kapasitas tanki servis cukup untuk 3 jam dan tanki
cadangan di luarkamar mesin untuk 15 jam.
3. Tekanan pompa Kebakaran.
a) Kapal penumpang.
GT.4000 atau lebih 0,31 N/mm2
GT 1000 sampai GT 4000 0,27 N/mm2
Kurang dari GT 1000 Terserah Adm
b) Kapal barang.
GT 6000 atau lebih 0,27 N/mm2
GT 1000 sampai GT 6000 0,25 N/mm2
Kurang dari GT 1000 Terserah Adm
4. Jumlah hidran.
Sekurang-kurangnya dua semprotan air dari hidran selang dapat mencapai setiap
bagian dari kapal..
5. Jumlah selang kebakaran.
Di kapal penumpang harus ada 1 selang setiap hidran di kapal barang 1 untuk tiap 30
meter panjang kapal.
6. Nosel.
Ukuran standar 12 mm,16 mm dan 19mm. Khusus untuk ruang akomodasi tidak boleh
lebih dari 12 mm. Nosel terdiri dari tipe jet, spray atau dual purpose

Chapter 3 : Perangkat Pertolongan Dan Alat Pengaturnya.


1 Alat-alat Apung
1.1 Alat-alat apung yang memenuhi Peraturan 3.1.1 harus :
 harus didistribusikan sedemikian rupa sehingga tersedia pada kedua sisi kapal
dan sepanjang dapat memungkinkan di seluruh geladak yang membentang di
sisi kapal; minimal satu alat apung harus ditempatkan di sekitar buritan;
 harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat dilepas dengan cepat, dan
tidak diikat secara permanen dengan cara apapun.
1.2 Minimal sebuah alat-alat apung di masing-masing pada sisi kapal harus dilengkapi
tali penolong terapung sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan 3.1.4 dengan
panjang yang sama tidak boleh kurang dari dua kali tinggi dimana pelampung
disimpan diatas garis air pada saat kondisi berlayar tanpa muatan, atau 30 meter,
diambil yang lebih besar.

1.3 Tidak kurang dari setengah jumlah total alat apung harus disediakan dengan
dilengkapi lampu yang dapat menyala sendiri yang memenuhi ketentuan dalam
Peraturan 3.1.2. tidak kurang dari dua alat apung juga harus disediakan sinyal asap
yang dapat aktif sendiri yang memenuhi ketentuan dalam Peraturan 3.1.3 dan
mampu dilepas dengan segera dari anjungan navigasi; alat apung dengan lampu
dan dan alat apung yang dilengkapi dengan sinyal asp harus didistribusikan merata
dikedua sisi kapal dan harus bukan berupa alat apung yang dilengkapi dengan tali-
tali penyelamatan yang memenuhi ketentuan dalam paragraf 1.2.

Chapter 4 : Komunikasi Radio


Bab ini dibagi dalam empat bagian.
Bagian A : menetapkan jenis instalasi-instalasi radio yang harus dibawa
Bagian B : menetapkan persyaratan-persyaratan operasional untuk jaga radio
Bagian C : memuat persyaratan-persyaratan teknis rinci termasuk ketentuan-ketentuan
teknis untuk pencari arah (direction finders) dan instalasi radio telegrafi
untuk sekoci penolong bermotor, bersama aparat radio jinjing untuk pesawat
penyelamat (survival craft)
Bagian D : memuat kewajiban-kewajiban perwira radiosehubungan dengan kewajiban
mengisi log book.

Contoh :
1. Komunikasi dari anjungan ke anjungan berarti komunikasi keselamatan antar posisi-
posisi kapal dimana kapal-kapal tersebut berlayar.
2. Dinas jaga terus menerus berarti bahwa dinas jaga radio tidak dapat disela untuk
pemanggilan singkat pada saat kemampuan penerimaan sedang rusak atau terhalang
oleh komunikasi itu sendiri atau fasilitas sedang dalam pemeliharaan atau
pemeriksaan.
3. Panggilan digital terpilih (Digital selective calling/DSC)berarti teknik menggunakan
kode-kode digital yang memungkinkan sebuah stasiun berhubungan dan mengirimkan
informasi ke stasiun lain atau kelompok stasiun dan memenuhi rekomendasi yang
sesuai dari Komite Konsultatif Radio Internasional (International Radio Consultative
Committee / CCIR)
4. Telegrafi cetak langsung berarti teknik telegrafi otomatis yang memenuhi
rekomendasi yang sesuai dengan CCIR.
5. Komunikasi radio umum berarti pengoperasian dan lalulintas korespondensi publik
selain dari keadaan bahaya, mendesak dan pesan-pesan keselamatan yang
dihubungkan melalui radio.

Chapter 5 : Keselamatan Navigasi


Bersifat operasional dan diaplikasikan pada semua kapal. Ini berbeda dengan konvensi
secara keseluruhan, yang hanya diaplikasikan pada kapal-kapal yang terlibat pada
pelayaran-pelayaran Internasional.
 Termasuk pemeliharaan dari pelayanan meteorologi untuk kapal-kapal; pelayanan
patroli es; pengaturan rute kapal-kapal dan ketentuan pelayanan- pelayanan pencarian
dan penyelamatan (SAR).
 Kewajiban umum untuk negara peserta guna memastikan bahwa semua kapal cukup
diawaki dan efisien dilihat dari sudut pandang keselamatan
 Persyaratan-persyaratan untuk pemasangan radar dan sarana-sarana bantu navigasi
lainnya

Chapter 6 : Muatan Barang


Bab ini berlaku untuk pengangkutan muatan (selain cairan dalam bentuk curah, gas dalam
bentuk curah dan segala aspek pengakutannya tersebut dicakup oleh bab lain) yang
memiliki kandungan bahaya tertentu pada kapal atau orang yang ada di kapal yang
memerlukan perhatian khusus pada semua kapal yang terkena oleh peraturan ini dan pada
kapal barang dengan tonase kotor kurangdari 500.Namun demikian untukkapal dengan
tonase kotor kurang dari 500 Badan Pemerintah apabila menganggap bahwa kondisi dan
daerah pelayaran terlindung dan tenang sehingga tidak beralasan untuk menerapkan
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam bagian A dan B dariperaturan ini, boleh
menetapkan cara lain yang efektif untuk menjamin keselamatan kapal-kapal tersebut.
 Berpindah tempat (shifting) adalah suatu karakteristik yang melekat dari muatan curah
(biji/padi-padian, gandum, dll), dan pengaruhn ya terhadap stabilitas kapal dapat
mendatangkan malapetaka. Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
pemadatan muatan, trimming dan menyelamatkan muatan.
 Kapal-kapal yang dikonstruksikan secara khusus untuk mengangkut muatan curah
(grain) dan menetapkan suatu mode untuk menghitung momen tegak (adverse heeling
moment) yang diakibatkan oleh perpindahan/pergeseran muatan dalam kapal-kapal
yang mengangkut muatan curah dalam jumlah besar. Setiap kapal harus membawa
dokumen angkutan, data stabilitas pemuatan curah dan rencana-rencana yang
berkaitan dengan pemuat.

Chapter 7 : Muatan Berbahaya


 Menetapkan klasifikasi, pengepakan, penandaan dan penyusunan muatan berbahaya
dalam bentuk kemasan.
 Mengikuti metode yang dipakai oleh PBB untuk semua moda transport.
 Negara-negara peserta diminta untuk mengeluarkan instruksi-instruksi
yang berkaitan dengan pengangkutan barang-barang berbahaya tersebut, untuk ini
IMDG (International Maritime Dangerous Goods) Code telah disahkan oleh IMO dalam
tahun 1965
 Bagian A
Mengangkut barang-barang berbahaya dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk
curah padat
a) Peraturan 1
Penerapan
1. Kecuali dengan tegas dinyatakan lain, bagian ini berlaku untuk jenis barang-
barang berbahaya yang digolongkan dalam peraturan 2 yang diangkut dalam
kemasan atau dalam bentuk padat curah yang selanjutnya disebut Abarang
berbahaya pada semua kapal yang terkena peraturan ini dan pada kapal barang
yang mempunyai tonase kotor kurang dari 500.
2. Ketentuan-ketentuan dari bagian ini tidak berlaku untuk gudang kapal dan
perlengkapannya.
3. Mengangkut barang berbahaya dilarang kecuali jika memenuhi ketentuan-
ketentuan dari bagian ini.
4. Untuk melengkapi ketentuan dalam bagian ini, masing-masing pemerintah
penandatangan harus membuat rancangan ketentuan rincian instruksi tentang
pengemasan dan penyimpanan secara aman dari barang-barang berbahaya
b) Peraturan 2
Penggolongan
Barang-barang berbahaya harus dibagi kedalam golongan berikut :
Golongan 1 Mudah meledak
Golongan 2 Gas; dipadatkan, bentuk cair atau disimpan kondisi bertekanan
Golongan 3 Cairan yang mudah menyala
Golongan 4.1Benda padat yang mudah menyala
Golongan 4.2Zat yang bisa menimbulkan bahaya
Golongan 4.3Zat yang terkena air mengeluarkan gas yang mudah terbakar
Golongan 5 Zat oksida
Golongan 6.1Zat peroksida benda organik
Golongan 6.2Zat yang menularkan penyakit
Golongan 7 Zat radioaktif
Golongan 8 Bersifat korosif
Golongan 9 Berbagai zat berbahaya, yaitu setiap zat lain yang berdasarkan
pengalaman telah menunjukkan atau dapat menunjukkan
memiliki sifat berbahaya sebagaimana diatur dalam peraturan
ini.
Chapter 8 : Kapal Nuklir
 Pembebesan
Suatu kapal nuklir, dalam tiap keadaan apapun, tidak boleh dibebaskan terhadap
pemenuhan dengan tiap peraturan dari konvensi ini.
 Persetujuan dari reaktor Instalasi
Desain, konstruksi dan standar pemeriksaan dan pemasangan reaktor instalasi harus
mendapat persetujuan dan penetapan dari Badan Pemerintah dan harus memperhatikan
pembatasan yang ditentukan pada pemeriksaan-pemeriksaan oleh adanya radiasi.
 Kelayakan instalasi reaktor untuk pelayaran di kapal.
Reaktor harus didesain dengan memperhatikan kondisi khusus pelayaran di kapal baik
dalam keadaan normal maupun dalam navigasi khusus.
 Keamanan terhadap radiasi
Badan Pemerintah harus melakukan suatu pengukuran untuk memperoleh kepastian
bahwa tidak ada radiasi yang tidak wajar atau bahaya nuklir lainnya di laut atau di
pelabuhan, kepada awak kapal, penumpang, atau masyarakat atau bagi alur pelayaran
atau makanan atau sumber-sumber air.
 Penilaian Keselamatan
a) Suatu penilaian keselamatan harus dipersiapkan untuk memungkinkan mengadakan
penilaian tentang instalasi tenaga nuklir dan keamanan kapal untuk memastikan
bahwa tidak ada radisasi yang tidak wajar atau bahaya lain, di laut, atau pelabuhan
bagi awak kapal, penumpang atau masyarakat atau bagi alur-alur pelayaran atau
makanan atau sumber air. Badan Pemerintah apabila yakin, harus menyetujui
penilaian keselamatan tersebut yang harus selalu dijaga pemutakhirannya.
b) Penilaian Keselamatan harus dilakukan jauh-jauh sebelumnya untuk dapat digunakan
oleh negara-negara penandatangan dari negara-negara yang akan dikunjungi kapal
nuklir tersebut sehingga negara itu dapat mengadakan penilaian atas keamanan kapal
itu.
 Pengawasan Khusus
Disamping pengawasan yang ditetapkan oleh peraturan 19 Bab I, kapal-kapal nuklir
harus dikenkan pengawasan khusus sebelum memasuki pelabuhan dan pelabuhan-
pelabuhan dari pemerintah-pemerintah penandatangan dengan maksud untuk mengetahui
apakah di kapal ada sertifikat keselamatan kapal nuklir yang berlaku dan apakah tidak
ada radiasi yang tidak wajar atau bahaya-bahaya lain di laut atau di pelabuhan, bagi awak
kapal, penumpang atau masyarakat atau bagi alur pelayaran atau makanan atau sumber
air.
Chapter 9 : Managemen Keselamatan Operasi Kapal
Setiap perusahaan perlu mengembangkan, menerapkan dan mempertahankan Sistem
Manajemen Keselamatan yang meliputi persyaratan fungsional berikut:
1. kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan;
2. petunjuk dan prosedur untukmemastikan keselamatan operasi kapal dan
perlindungan lingkungan dalam mentaati peraturan internasional maupun
perundangan negara bendera kapal yang bersangkutan;
3. menentukan tingkat otorita dan garis komunikasi antara dan antar personil darat dan
di kapal;
4. prosedur pelaporan kecelakaan dan penyimpangan dari ketentuan Code ini;
5. prosedur untuk siap dan tanggap dalam keadaan darurat, dan
6. prosedur untuk internal audit dan tinjau ulang manajemen.

TANGGUNG JAWAB OTORITAS PERUSAHAAN


 Jika badan yang bertanggung jawab atas operasi suatu kapal bukan pemiliknya, maka
pemilik harus melaporkan nama lengkap dan data rinci badan tersebut kepada
Administrasi.
 Perusahaan harus menetapkan dan mendokumentasikan tanggung jawab, otorita dan
hubungan antar personil yang mengatur, melaksanakan dan meneliti pekerjaan yang
dapat mempengaruhi keselamatan serta pencegahan pencemaran.

PERSONIL YANG DITUNJUK (DESIGNATED PERSON)


Untuk memastikan keselamatan operasi dan memberikan jalur hubungan antara
perusahaan dan kapal, setiap perusahaan harus menunjuk satu atau lebih personil di
darat yang memiliki akses langsung dengan pucuk pimpinan manajemen.

Dalam otorita dan tanggung jawab personil tersebut, termasuk memonitor aspek kesela-
matan dan perlindungan lingkungan dalam operasi setiap kapal, sesuai persyaratan yang
menjamin tersedianya sarana dan dukungan yang cukup dari darat sebagaimana
dibutuhkan.
Chapter 10 : Ketentuan Untuk Kapal Cepat
Pada kapal yang memiliki kecepatan yang tinggi harus bermuatan lebih sedikit dari
pada kapal lainnya, di karenakan cepat mengalami keolengan,selain itu kapal cepat juga
tidak boleh menempu rute yang terlalu jauh.

Chapter 11 :
A. Upaya khusus meningkatkan keselamatan Pelayaran
1. Walaupun di hari libur, jajaran Ditjen Perhubungan Laut agar senantiasa waspada
terhadap keselamatan Pelayaran.
2. Surat Persetujuan Berlayar (SPB) diberikan secara ketat sesuai aturan dan kondisi
cuaca.
3. Meningkatkan pengawasan pada proses embarkasi dan debarkasi penumpang agar
tidak melebihi batas toleransi sesuai sertifikat penumpang.
4. Meningkatkan pengawasan terhadap barang-barang berbahaya sesuai International
Maritime Dangerous Goods (IMDG) code.
5. Segera melaporkan ke kantor pusat Ditjen Perhubungan Laut jika terdapat gangguan
keselamatan/keamanan pelayaran untuk mendapatkan petunjuk.
6. Senantiasa selalu mengadakan koordinasi yang baik dalam mengantisipasi masalah
keselamatan pelayaran.

B. Upaya khusus untuk meningkatkan keamanan Pelayaran


 Membekali para taruna/taruni Sekolah Tinggi Ilmu Maritim yang wajib memilik
kwalifikasi dan kopetensi di bidang manajemen keselamatan dan keamanan
pelayaran sebagaimana dimaksud Undang-Undang Republik Indonesia 17 Tahun
2008 Tentang Pelayaran,sesuai dengan standar-standar keamanan maritim
Internasional terbaru sebagaimana dimaksud ISPS Code 2002.
 Membantu para perusahaan pelayaran nasional Indonesia dalam menerbitkan
kebijaksanaan perusahaan yang bertalian dengan pengoperasian kapal yang aman,
pencegahan pencemaran,perlindungan jiwa manausia dan harta benda dalam
memastikan bahwa system manajemen keselamatan dan keamanan pelayaran
dilaksanakan pada semua tingkat organisasi baik diatas kapal maupun di darat
(pelabuhan).
 Membantu para aparat penegakan hukum di laut untuk meningkatkan pengetahuan
di bidang keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan maritime sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku baik nasional maupun internasional.

Chapter 12 : Aturan Tambahan Untuk Kapal Curah


Pengertian
 Bulk carrier sebagaimana didefinisikan dalam peraturan IX/1.6
 Konstruksi plat lambung satu sisi (single skin) berarti bulk carrier, apabila ada
sebuah kargo maka harus dibatasi oleh shell side .
 Panjang dari bulk carrier berarti panjang sebagaimana dimaksud dalam Konvensi
Internasional tentang Garis Muat berlaku .
 Solid bulk carrier artinya materi apapun, selain cairan atau gas , yang terdiridari
kombinasi partikel , butiran atau potongan yang lebih besar dari material,
umumnya seragam dalam komposisi , yang dimuat langsung ke kargo ruang kapal
tanpa bentuk peralihan penahanan .
 Bulkhead dan double bottom dari kapal bulk carrier kekuatannya harus sesuai
standar artinya ''Standar untuk evaluasi scantlings dari kedap air melintang vertical
sekat bergelombang antara dua kargo terkemuka memegang dan untuk evaluasi
yang diijinkan memegang kargo hold'' diadopsi oleh Resolusi 4 Konferensi Pihak
Pemerintah untuk Konvensi Internasional untuk Keselamatan Jiwa di Laut , 1974,
pada tanggal 27 November 1997 , sebagaimana dapat diubah oleh Organisasi ,
asalkan seperti amandemen yang diadopsi , dibawa berlaku dan berlaku sesuai
dengan ketentuan pasal VIII dari Konvensi ini mengenai Prosedur amandemen
berlaku untuk lampiran selain Bab I.
Tujuan:
Semua kapal curah atau kapal bulk carrier seharusnya memenuhi semua persyaratan
dari chapter ini dan dari chapter yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai