Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULAUN

A. Latar Belakang

Sistem pernafasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian tubuh manusia setelah
kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem pernafasan akan mempengaruhi semua
organ yang lain yang akan mengganggu pada aktivitas manusia.

Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyaknya transportasi dan pola hidup yang kurang
baik dapat menjadi suatu masalah kesehatan jiwa, salah satunya yaitu gangguan sistem
pernafasan yang serius dan membahayakan jiwa, keadaan ini akan menimbulkan berbagai
penyakit primer yang mengenai sistem bronkopulmoner seperti hemoptisis masif, pneumotorak
ventil status asmatikus dan pneumotorak berat. Sedangkan gangguan fungsi paru yang sekunder
terhadap gangguan organ lain seperti keracunan obat yang menimbulkan depresi pusat
pernafasan. Di Amerika didapatkan 180.000 orang meninggal akibat gangguan fungsi paru
seperti trauma thorak, baik karena trauma thorak langsung maupun tidak langsung. Trauma torak
dapat mengakibatkan terjadinya robekan pada pleura dimana dengan adanya robekan ini dapat
menjadi celah masuknya udara ke dalam rongga tersebut sehingga menjadi Pneumotoraks. Dari
pneumotoraks ini dapat menjadi tension pneumotoraks jika tidak ditangani dengan baik.

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga
pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan
bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan. (Alagaff, Hood, 2005)

Insidensi dari tension pneumotoraks di luar rumah sakit tidak mungkin dapat ditentukan. Revisi
oleh Department of Transportation (DOT) Emergency Medical Treatment (EMT) Paramedic
Curriculum menyarankan tindakan dekompresi jarum segera pada dada pasien yang menunjukan
tanda serta gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-30% pasien yang dirujuk ke pusat trauma tingkat
1 di Amerika Serikat menerima tindakan pra rumah sakit berupa dekompresi jarum torakostomi,
meskipun pada jumlah tersebut tidak semua pasien menderita kondisi tension pneumotoraks.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari tension pneumothorak?

2. Apa anatomi fisiologi yang berhubungan pada tension pneumothorak?

3. Apa etiologi dan faktor risiko tension pneumothorak?

4. Bagaimana patofisiologi tension pneumothorak?

5. Apa klasifikasi tension pneumothorak?

6. Apa manifestasi klinis tension pneumothorak?

7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada pasien tension pneumothorak?

8. Apa penatalaksanaan pada tension pneumothorak?

9. Apa komplikasi tension pneumothorak?

10. Bagaimana prognosis tension pneumothorak?

11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien tension pneumothorak?


C. Tujuan

1. Mengetahui definisi dari tension pneumothorak.

2. Mengetahui anatomi fisiologi yang berhubungan pada tension pneumothorak.

3. Mengetahui etiologi dan faktor risiko tension pneumothorak.

4. Mengetahui patofisiologi tension pneumothorak.

5. Mengetahui klasifikasi tension pneumothorak.

6. Mengetahui manifestasi klinis tension pneumothorak.

7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada pasien tension pneumothorak.

8. Mengetahui penatalaksanaan pada tension pneumothorak.

9. Mengetahui komplikasi tension pneumothorak.

10. Mengetahui prognosis tension pneumothorak.

11. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien tension pneumothorak.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Tension pneumotoraks adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara progresif, biasanya
karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi
tidak dapat keluar atau tertahan didalam rongga pleura.

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga
pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan
bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan. (Alagaff, Hood, 2005)

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga
pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan
bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan (Manjoer, 2000).

B. Anatomi Fisiologi

· Paru Kanan

Paru kanan sedikit lebih besar dari paru kiri,dan di bagi oleh fissure bliqua dan fissure
horisontalis menjadi tiga lobus. Lobus superior,lobus medius,dan lobus inferior. Fisura obliqua
berjalan dari pinggir inferior ke atas dan belakang menyilang permukaan medial dan costalis
sampai memotong pinggir posterior. Fissura horinzontal menyilang permukaan costalis dan
bertemu dengan fissure obliqua. Lobus medius merupakan lbus kecil berbentuk segitiga yang di
batasi oleh fissura horizontalis dan obliqua.
· Paru kiri

Paru kiri di bagi oleh satu fissura (fissura obliqua) menjadi dua lobus. Lobus superior dan lobus
inferior.

1. Dinding Thorak

Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang. Kerangka dinding thorax
membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa
organ rongga abdomen. Kerangka thorax terdiri dari vertebra thoracica dan discus
intervertebralis, costae dan cartilago costalis, serta sternum. Beberapa otot pernafasan yang
melekat pada dinding dada antara
lain:

a. Otot-otot inspirasi : M. intercostalis externus, M. levator costae, M. Serratus posterior superior,


dan M.scalenus.

b. Otot-otot ekspirasi : M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus posterior


inferior, M. subcostalis.

2. Traktus Respiratorius

Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian atas dan bagian
bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring, hingga orofaring.
Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring, trachea, bronchus
(primarius, sekundus, dan tertius), bronchiolus, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan
alveolus. Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus (superior, anterior, inferior), sementara paru-paru
kiri terdiri atas 2 lobus (superior dan inferior). Masing-masing paru diliputi oleh sebuah kantung
pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang disebut pleura, yaitu pleura parietalis dan
visceralis. Pleura visceralis meliputi paru-paru termasuk permukaannya dalam fisuran sementara
pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum dan diafragma. Kavum pleura
merupakan ruang potensial antara kedua lapis pleura dan berisi sedikit cairan pleura yang
berfungsi melumasi permukaan pleura sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut
pada saat pernafasan.

Fisiologi

1. Pembuluh Darah Paru

Bronchus,jaringan ikat paru,dan pleura viseralis menerima darah dari arteri bronchialis,yang
merupakan cabang dari aorta descendes. Vena bronchial mengalirkan darahnya ke vena.

Alveoli menerima darah teroksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis. Darah
yang mengalami oksigenasi meninggalkan kapiler alveoli dan akhirnya bermuara ke dalam ke
dua vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis meninggalkan radix pulmonalis masing-masing paru
untuk bermuara ke dalam atrium jantung.

2. Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih
kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran
rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan
abdominal. Faktor thoracal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar
rongga dada ke arah transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi
diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada
dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga mengembang dan
volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya
O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke
kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus. Sebaliknya, proses ekspirasi
terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan
relaksasi diafragma akan mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga
tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan
intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan keluar dari peru-paru ke
atmosfer. (Martin.2000).

C. Etiologi

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau
berhubungan dengan trauma yaitu, sebagai berikut:

· Trauma benda tumpul atau tajam, meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan
sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi
terjadinya Tension Pneumotoraks)

· Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau
vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).

· Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension


Pneumotoraks

· Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana


fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.

· Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks (Corwin, 2009).

D. Patofisiologi
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki tekanan yang lebih
tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya.Udara memasuki rongga pleura dari tempat ruptur
pleura yang bekerja seperti katup satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleura pada saat
inspirasi tetapi tidak bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup pada saat
ekspirasi.

Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan tekanan udara mulai
melampaui tekanan barometrik.Peningkatan tekanan udara akan mendorong paru yang dalam
keadaan recoiling sehingga terjadi atelektasis kompresi.
Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta pergeseran jantung dan
pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan tekanan yang semakin meningkat akibat
penumpukan udara ini menyebabkan kolaps paru.Ketika udara terus menumpuk dan tekanan
intrapleura terus meningkat, mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena dan aliran balik
vena menurun.Keadaan ini mendorong jantung, trakea, esofagus dan pembuluh darah besar
berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada jantung serta paru ke sisi
kontralateral yang sehat (Sudoyo, 2009).

Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat dipertahankan tetap
berkontak karena ada gabungan antara tekanan intraprgleura yang negative dan tarikan kapiler
oleh sejumlah kecil cairan pleura. Ketika udara masuk ke ruang pleura factor-faktor ini akan
hilang dan paru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu. Jika lebih banyak
udara yang memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di bandingkan dengan yang keluar pada
saat ekspirasi akan tercipta efek bola katup dan tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru
sudah kolaps total dan akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum
terdorong ke sisi berlawanan dan paru sebelah juga terkompresi dan dapat menyebabkan
hipoksia yang berat dapat timbul dan ketika tekanan pleura meninggi dan kedua paru tertekan,
aliran darah yang melalui sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan
hipotensi arterial dan syok. (Kowalak, 2011).
Terputusnya kontuinitas
tulang dan jaringan

Trauma dada tertutup

Pathway
Sumber : Sole, Mary L.2012, Suyono, 2001

E. Manifestasi Klinis

1. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada dan
tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.

2. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral,
hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat
hipotensi) dan sianosis (Boshwick, 1997).

3. Terjadi sesak napas yang progresif dan berat.

4. Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat gangguan pada jantung
dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung.

5. Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat.

6. Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan getaran pada dinding toraks .
7. Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension pneumothoraks dan
udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru
yang sehat sehingga dada tampak asimetris (Corwin, 2009).

F. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosa tension pneumothorax merupakan diagnosa dari klinis, bukan dari radiologi. Tanda-
tanda klasik dari tension pneumotoraks adalah adanya distress nafas, takikardi, hiporensi, adanya
deviasi trakea, hilangnya suara nafas unilateral, distensi vena leher, dan bisa menjadi sianosis
pada manifestasi lanjutnya. Gelaja klinis dari tension pneumothorax ini mungkin mirip dengan
gejala klinis dari cardiac tamponade, tetapi angka kejadian tension pneumotorax ini lebih besar
dari cardiac tamponade. Selain itu untuk membedakannya juga bisa dilakukan dengan
mengetahui bahwa dari perkusi didapatkan adanya hiperresonansi pada bagian dada ipsilateral.

Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan :

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan pada:

1. Foto Röntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain:

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang
merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah
hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar,
diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke
arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra
pleura yang tinggi.
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian
paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan
pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan
meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

4. USG

Pneumotoraks dapat juga didiagnosis oleh USG. Udara di rongga pleura ditampilkan pantulan
gelombang yang sangat tajam. Tidak seperti udara intrapulmoner, pantulan gelombang tidak
bergerak saat respirasi. Bagaimanapun juga, luas pneumotoraks ditentukan dengan radiologis
dada9.

Menggunakan Linear array transducer (Small parts/high frequency probe) dengan pasien dalam
posisi supinasi, scan dipermukaan anterior dinding dada menarik garis sagital (longitudinal).
Scan mulai dari anterior axillary line ke para sternal line

Tension pneumotoraks dapat berkembang (memburuk) dengan sendirinya,


terutama pada pasien dengan ventilasi tekanan positif. Hal ini bisa segera terjadi atau
dalam beberapa jam ke depan. Sebuah takikardi hipotensi, dijelaskan dan
peningkatan tekanan udara sangat progresif dari tekanan yang semakin meningkat.
· Deviasi trakhea menjauh dari sisi dada yang terkena tension.

· Pergeseran mediastinum.

· Depresi dari diafragma-hemiselulosa.

Dengan derajat tension pneumotoraks, tidak sulit untuk menilai bagaimana fungsi kardiovaskuler
dapat terganggu akibat tension, karena terdapat adanya obstruksi pada vena yang kembali ke
jantung. Masif tension pneumotoraks memang seharusnya sudah dapat dideteksi secara klinis
dan, dalam menghadapi kolaps hemodinamik, telah tatalaksana dengan cara emergency
thoracostomy - needle atau sebaliknya.
Tension pneumotoraks kiri

Sebuah tension pneumotoraks mungkin berkembang saat pasien menjalani pemeriksaan lanjutan,
seperti CT scan (gambar di bawah) atau operasi. kalaupun ada penurunan oksigenasi pasien atau
status ventilasi, dada harus kembali diperiksa.

CT dari tension pneumotoraks

Adanya (chest tube) bukan berarti pasien tidak bisa berkembang menjadi tension pneumotoraks.
Pasien di bawah ini memiliki ketegangan sisi kanan meskipun adanya sebuah chest tube. Sangat
mudah untuk menilai bagaimana hal ini dapat terjadi pada gambar CT yang menunjukkan chest
tube dalam fisura oblique. Chest tube disini akan ditempatkan bagian belakang dada, sehingga
akan di pertahankan tetap disana ketika paru-paru didepannya menekan ke arah atas-belakang.
Chest tube pada pasien trauma terlentang harus ditempatkan secara posterior untuk menghindari
komplikasi ini. Komplikasi lain dari tension pneumothorax lainnya seperti haemothoraks masih
akan di-drainase asalkan paru-paru telah mengembang sepenuhnya.
CT scan juga menunjukkan mengapa tension pneumotoraks tidak terlihat pada X-ray dada polos
paru yang dikompresi belakang tetapi meluas keluar ke tepi dinding dada, sehingga tanda-tanda
paru-paru terlihat di seluruh bidang paru-paru. Namun ada pergeseran garis tengah dibandingkan
dengan film sebelumnya.

Foto dada awal

Setelah insersi chest tube dalam ruang mediastinum


Dada bagian atas menunjukkan posisi chest tube

Tension pneumotoraks kanan

Tension pneumotoraks juga dapat bertahan jika ada cedera pada jalan napas besar,
mengakibatkan fistula bronkhopleura. Dalam hal ini sebuah tabung dada tidak dapat mengatasi
kebocoran udara utama. Dalam kasus ini thorakotomi biasanya ditunjukkan untuk memperbaiki
saluran udara dan paru-paru yang rusak.

Hati-hati juga pasien dengan tension pneumotoraks bilateral. Trakea merupakan central,
ketika perkusi dan suara nafas yang sama di kedua sisi. Pasien-pasien ini biasanya secara
haemodinamika terancam atau dalam traumatik arrest. Gawat darurat dekompresi dada bilateral
dapat menjadi bagian dari prosedur untuk traumatik arrest dimana hal ini dimungkinkan.
ketegangan Bilateral pneumothoraces

G. Penatalaksanaan

1. Airway

Assessment:

a. Perhatikan patensi airway.

b. Auskultasi suara napas.

c. Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakkan dinding dada.

Management:

a. Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeleruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan
benda yang menghalangi jalan napas.

b. Re-posisi kepala, pasang collar-neck.

c. Lakukan cricothyroidotomy atau tracheostomi atau intubasi (oral/nasal)


2. Breathing

Assessment:

a. Periksa frekuensi napas.

b. Perhatikan gerakan respirasi.

c. Palpasi thorak.

d. Auskultasi dan dengarkan bunyi napas.

Management:

a. Lakukan bantuan ventilasi bila perlu.

b. Lakukan bedah emergency untuk atasi tension pneumothoraks.

3. Circulation:

Assessment:

a. Periksa frekuensi denyut jantung dan nadi.

b. Periksa tekanan darah

c. Periksa pulse oxymetri.

d. Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis

Management:

a. Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines.

b. Thorakotomi emergency bila diperlukan.


c. Operasi eksplorasi vaskuler emergency.

(Suddarth dan Brunner, 2009)

Penatalaksanaan lain:

1. Needle Thoracostomy

Tension pnumothorax membutuhkan dekompresi yang segera. Dekompresi ini dapa


dilakukan dengan memasukkan jarum ke ruang intercostal ke dua pada garin midclavicular
pada sisi dada yang terkena. Terapi definitifnya biasanya membutuhkan insersi chest tube
ke dalam ruang pleural melalui ruang intercostal ke lima (setinggi puting susu) dibagian
depan di garis midclavicular.

Prinsip terapi dari tension pneumothrax ini adalah menjaga jalan nafas agar tetap terbuka,
menjaga kualitas ventilasi, oksigenasi, menghilangkan penyebab traumanya dan menghilangkan
udara di ruang pleura, dan mengontrol ventilasi.

Keberhasilan dari terapi yang kita lakukan bisa dinilai dari hilangnya udara bebas pada ruang
interpleural dan pencegahan pada kekambuhan atau recurensi.

Pada kasus tension pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif yang dapat dilakukan untuk
menangani kondisi yang mengancam nyawa ini. Pneumotoraks adalah kondisi yang mengancam
jiwa yang membutuhkan penanganan segera. Jika diagnosis tension pneumotoraks sudah
dicurigai, jangan menunda penanganan meskipun diagnosis belum ditegakkan.

Pada kasus tension pneumotoraks, langsung hubungkan pernafasan pasien dengan 100% oksigen.
Lakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-hal tersebut seharusnya sudah dilakukan sebelum
pasien mencapai rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Setelah melakukan dekompresi
jarum, mulailah persiapan untuk melakukan torakostomi tube. Kemudian lakukan penilaian
ulang pada pasien, perhatikan ABCs (Airway, breathing, cirvulation) pasien. Lakukan penilaian
ulang foto toraks untuk menilai ekspansi paru, posisi dari torakostomi dan untuk memperbaiki
adanya deviasi mediastinum. Selanjutnya, pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan.
Dekompresi sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothoraks yang luasnya
>15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan
membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara :

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan
udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar
melalui jarum tersebut.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah
dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada
di dalam botol.

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum
ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum
dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam
botol.

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk
mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura (rongga pleura)

Tujuan:
• Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan
negatif rongga tersebut
• Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan
pleura / lubrican.

Tindakan bedah:

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan
pneumothoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bisa
mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

c. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari
paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura
dilekatkan satu sama lain.

H. Komplikasi

1. Gagal napas akut (3-5%)

2. Komplikasi tube torakostomi àlesi pada nervus interkostales

3. Henti jantung-paru

4. Infeksi sekunder dari penggunaan WSD

5. Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat,
pus. Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.

6. Syok (Alagaff, 2005)


7. Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisian
jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru sehat juga dapat terkena dampaknya.

8. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian dapat terjadi (Corwin,
2009).

I. Prognosis

Hampir 50% mengalami kekambuhan setelah pemasangan tube torakostomi tapi kekambuhan
jarang terjadi pada pasien-pasien yang dilakukan torakotomi terbuka.

Pada klien dengan tension pneumotoraks yang ditangani dengan cukup baik, umumnya tidak
dijumpai komplikasi. Akan tetapi pada klien yang dengan penyakit mendasar seperti PPOK
harus lebih berhati-hati karena berbahaya dan mengancam nyawa. (Suyono, Slamet. 2001)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada dan
tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.

2. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral,
hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat
hipotensi) dan sianosis.

3. Terjadi sesak napas yang progresif dan berat


4. Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat gangguan pada jantung
dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung.

5. Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat

6. Perkusi timpani

7. Dada tampak asimetris

B. Diagnosis

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler-alveolar.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

3. Risiko infeksi dengan factor risiko tindakan infasif.

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Gangguan Pertukaran NOC: NIC :


gas v Respiratory Status : Gas · Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Berhubungan dengan : exchange ventilasi
è ketidakseimbangan v Keseimbangan asam Basa, · Pasang mayo bila perlu
perfusi ventilasi Elektrolit · Lakukan fisioterapi dada jika perlu
è perubahan membran v Respiratory Status : ventilation · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
kapiler-alveolar v Vital Sign Status · Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Setelah dilakukan tindakan tambahan
keperawatan selama 3x24 jam · Berikan bronkodilator
Gangguan pertukaran pasien · Barikan pelembab udara
teratasi dengan kriteria hasi: · Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
v Mendemonstrasikan keseimbangan.
peningkatan ventilasi dan · Monitor respirasi dan status O2
oksigenasi yang adekuat · Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
v Memelihara kebersihan paru penggunaan otot tambahan, retraksi otot
paru dan bebas dari tanda supraclavicular dan intercostal
tanda distress pernafasan · Monitor suara nafas, seperti dengkur
v Mendemonstrasikan batuk · Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
efektif dan suara nafas yang kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
bersih, tidak ada sianosis dan · Auskultasi suara nafas, catat area penurunan
dyspneu (mampu / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu · Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus
bernafas dengan mudah, tidak mental
ada pursed lips) · Observasi sianosis khususnya membran
v Tanda tanda vital dalam rentang mukosa
normal · Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
v AGD dalam batas normal persiapan tindakan dan tujuan penggunaan
v Status neurologis dalam batas alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
normal · Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan
denyut jantung

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan : vRespiratory status : Ventilation · Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- Hiperventilasi vRespiratory status : Airway ventilasi
- Kelelahan otot patency · Pasang mayo bila perlu
pernafasan vVital sign Status · Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Hipoventilasi sindrom · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Setelah dilakukan tindakan · Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
keperawatan selama 3x24 jam tambahan
pasien menunjukkan · Berikan bronkodilator
keefektifan pola nafas, · Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
dibuktikan dengan kriteria Lembab
hasil: · Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
vMendemonstrasikan batuk keseimbangan.
efektif dan suara nafas yang· Monitor respirasi dan status O2
bersih, tidak ada sianosis danv Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
dyspneu (mampuv Pertahankan jalan nafas yang paten
mengeluarkan sputum, mampuv Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
bernafas dg mudah, tidakadav Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
pursed lips) oksigenasi
vMenunjukkan jalan nafas yangv Monitor vital sign
paten (klien tidak merasav Informasikan pada pasien dan keluarga
tercekik, irama nafas, tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki
frekuensi pernafasan dalam pola nafas.
rentang normal, tidak adav Ajarkan bagaimana batuk efektif
suara nafas abnormal) v Monitor pola nafas
vTanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi NOC : NIC :


v Immune Status · Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko : v Knowledge : Infection control · Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif v Risk control · Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Setelah dilakukan tindakan tindakan keperawatan
keperawatan selama 3x24 jam, · Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pasien tidak mengalami pelindung
infeksi dengan kriteria hasil: · Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
v Klien bebas dari tanda dan dengan petunjuk umum
gejala infeksi · Gunakan kateter intermiten untuk
v Menunjukkan kemampuan menurunkan infeksi kandung kencing
untuk mencegah timbulnya · Tingkatkan intake nutrisi
infeksi · Berikan terapi antibiotikMonitor tanda dan
v Jumlah leukosit dalam batas gejala infeksi sistemik dan lokal
normal · Pertahankan teknik isolasi k/p
v Menunjukkan perilaku hidup · Inspeksi kulit dan membran mukosa
sehat terhadap kemerahan, panas, drainase
v Status imun, gastrointestinal, · Monitor adanya luka
genitourinaria dalam batas · Dorong masukan cairan
normal · Dorong istirahat
· Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
· Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam
DAFTAR PUSTAKA

Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.

Aru W.Sudoyo,dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta:

Interna Publishing.

Kowalak, Jennifer P, Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi: Sistem Pernapasan

Pneumothoraks. Jakarta: EGC.

Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e.

Saunders. Philadelphia.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dangan Gangguan System

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai