Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan (LP)

Kelompok Diagnosis Risiko


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH: ANSIETAS PADA KLIEN
LANSIA

Disusun oleh:
DEASTI NURMAGUPHITA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2017

1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH :
ANSIETAS PADA KLIEN LANSIA

1. Diagnosa keperawatan
Ansietas
Data :
Ny. J 76 tahun, pusing, susah tidur, tegang pada otot, pegal-pegal, selalu
memikirkan kondisinya, asam urat tinggi, merasa cemas dengan kondisi
penyakitnya.

2. Proses terjadinya
a. Pengertian
Ansietas atau Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik
yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Kecemasan adalah kebingungan atau kekwatiran pada sesuatu yang terjadi
dengan penyebab tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya ( Stuart, Gail W & Laraia, 2005). Menurut
Wilkinson (2007) ansietas merupakan suatu keresahan atau perasaan
ketidaknyamanan yang tidak mudah atau trend yang disertai dengan respon
autonomis, sumbernya sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu, perasaan khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Sedangkan menurut NANDA (2011) ansietas merupakan perasaan
tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu),
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini
merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan
adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi
ancaman.

Ansietas merupakan pengalaman sehari-hari yang dihadapi individu,


ansietas menjadi masalah apabila individu menjadi tidak mampu
mengendalikannya sehingga berdampak pada penurunan produktifitas
secara sosial dan ekonomis. Ansietas ini merupakan perasaan was-was,
khawatir atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan
sebagai ancaman. Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas
adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Ketika mengalami
ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping atau cara
penyelesaian masalah, dan jika tidak dapat mengatasi ansietas secara sehat,
dapat menyebabkan perilaku yang maladaptif sehingga mengalami koping
individu yang tidak efektif.

b. Faktor predisposisi dan presipitasi


2
a) Biologis
1) Adanya perubahan status kesehatan yang mendadak atau kondisi
fisik yang menyebabkan ancaman terhadap integritas diri (misalnya:
ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan
dasar)
2) Didiagnosa penyakit terminal atau kronis yang mengancam kematian
atau ancaman integritas biologis seperti kondisi sekarat, serangan,
prosedur invasif dan penyakit
3) Menderita penyakit kronis atau terminal sehingga mengalami
ancaman kematian
4) Riwayat hospitalisasi
5) Riwayat penyakit dalam keluarga
6) Perubahan-perubahan yang terjadi secara fisik: uban, kulit keriput,
penglihatan, pendengaran, Status nutrisi (terlalu kurus atau terlalu
gemuk, pola makan dan istirahat, toileting

b) Psikologis
1) Pengalaman traumatis (khususnya dalam enam bulan terakhir) :
perpisahan, kehilangan benda-benda yang dimiliki, atau bencana
2) Gangguan konsep diri karena mengalami kegagalan dalam mencapai
tujuan sehingga menimbulkan perasaan frustasi
3) Adanya ancaman terhadap konsep diri (identitas diri, harga diri, dan
perubahan peran)
4) Mengalami stres psikologis akibat tidak mampu mengontrol stimulus
yang ada
5) Kemampuan melakukan komunikasi verbal, berinteraksi dengan
orang lain
6) Kemampuan mengungkapkan masalah pada orang lain
7) Tipe kepribadian yang dimiliki
8) Ada pengalaman paling menyenangkan
9) Adanya pengalaman tidak menyenangkan yang menyebabkan
trauma
10) Pengalaman berpisah dari orang terdekat, misalnya karena
perceraian, kematian, perpindahan dan perpisahan
11) Mengalami konflik yang tidak disadari mengenai tujuan pentingya
hidup yang berlangsung lama
12) Mengalami konflik yang tidak disadari mengenai nilai yang
esensial/penting
13) Motivasi: kurangnya penghargaan dari orang lain
14) Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika
mengalami kegagalan maupun keberhasilan (terlalu sedih atau
terlalu senang yang berlebihan)
15) Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan
mudah cemas
16) Kurangnya dukungan keluarga dan orang sekitar/masyarakat serta
peer group
3
17) Persepsi individu yang buruk tentang dirinya sendiri dan orang lain
18) Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu
berkonsentrasi

c) Sosial budaya
1) Usia: Pada usia tersebut individu tidak dapat mencapai tugas
perkembangan lansia yang seharusnya sehingga mudah mengalami
kecemasan. Teori yang diungkapkan oleh Erikson (1963)
mengemukakan jika tugas perkambangan sebelumnya tidak
perpenuhi dapat menjadi predisposisi terhadap gangguan ansietas.
Sebagai respon terhadap stres, tampak perilaku yang berhubungan
dengan tahap perkembangan sebelumnya karena individu
mengalami regresi ke atau tetap berada pada tahap perkembangan
sebelumnya.
2) Kurangnya pendapatan/penghasilan yang dapat mengancam
pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari
3) Pembatasan aktifitas oleh keluarga akibat penyakit yang diderita
4) Perubahan status sosial dan ekonomi akibat pensiun atau kehilangan
harta benda
5) Kondisi pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, pengangguran, ada
pekerjaan baru maupun promosi)
6) Peran sosial: kurang mampu menjalankan perannya untuk
berpartisipasi lingkungan tempat tinggal dan kesulitan membina
hubungan interpersonal dengan orang lain: Sullivan (1953)
mengungkapkan respon ansietas dengan kesulitan dalam hubungan
interpersonal yang berakar dari hubungan awal ibu (pangasuh
utama)-anak. Anak tidak mendapatkan kasih sayang yang tulus dan
asuhan yang ia butuhkan. Usaha yang sia-sia untuk memperoleh
kasih sayang ini mengakibatkan kerapuhan ego dan ketakutan akan
penolakan orang lain yang menetap sepanjang hidup
7) Agama dan keyakinan: kurang menjalankan kegiatan keagamaan
sesuai dengan agama dan kepercayaan atau ada nilai budaya dan
norma yang mengharuskan melakukan pembatasan kontak sosial
dengan orang lain (misalnya laki-laki dengan perempuan). Horney
(1939) mengemukan bahwa gangguan ansietas dipicu oleh banyak
kontrakdiksi yang terjadi di dalam masyarakat kita yang
menyebabkan rasa tidak aman dan tidak percaya.

c. Penilaian Terhadap Stressor


a) Kognitif
1) Lapang pandang menyempit
2) Kurang mampu menerima rangsang dari luar
3) Waspada dengan gejala fisiologis
4) Pikiran terhenti
5) Bingung
6) Preokupasi
4
7) Takut akan konsekuensi yang tidak spesifik
8) Cenderung menyalahkan orang lain
9) Berfokus pada diri sendiri
10) Kurang konsentrasi
11) Mudah lupa
12) Gangguan perhatian
13) Mengungkapkan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa
hidup
14) Mengungkapkan keluhan karena perubahan pada kejadian
kehidupan
15) Mengatakan sulit mengambil keputusan
16) Mengatakan sering mimpi buruk
17) Mengatakan takut kehilangan kontrol
b) Afektif
1) Gelisah
2) Sedih yang mendalam hingga mengalami frustasi
3) Menangis
4) Kecewa
5) Merasa tidak berdaya
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Iritabilitas dan gugup
8) Merasa bingung
9) Menyesal
10) Ragu dan tidak percaya diri
11) Merasa khawatir
12) Cenderung menyalahkan orang lain
13) Klien menjadi tidak sabar
14) Marah yang berlebihan
c) Fisiologis
1) Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, suhu badan
2) Berat badan
3) Wajah tegang dan muka berkerut
4) Tremor tangan dan anggota badan lain
5) Peningkatan keringat
6) Peningkatan ketegangan otot
7) Suara bergetar dan kadang meninggi
8) Gangguan pola tidur/insomnia
9) Nafsu makan meningkat/ menurun/ hilang sama sekali
10) Perasaan mau pingsan
11) Simpatik:
a) Anoreksia
b) Eksitasi kardiovaskuler
c) Diare
d) Mulut kering
e) Wajah merah
f) Jantung berdebar-debar
5
g) Peningkatan reflek
h) Peningkatan frekuensi pernapasan (hiperventilasi)
i) Sering napas pendek
j) Nadi dan tekanan darah naik
k) Pupil melebar
l) Vasokonstriksi supervisial
m) Kedutan pada otot
n) Lemah
12) Parasimpatik:
a) Nyeri abdomen
b) Penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi
c) Diare dan vertigo
d) Letih dan mual
e) Gangguan tidur
f) Kesemutan pada ekstremitas
g) Sering berkemih
h) Anyang-anyangen
i) Dorongan berkemih (keinginan mendesak untuk berkemih)
d) Perilaku
1) Gerakan tersentak-sentak
2) Penurunan produktivitas
3) Gerakan yang irelevan
4) Gelisah dan melihat hanya sepintas
5) Kontak mata buruk
6) Agitasi dan mengintai
7) Tampak waspada
8) Melamun
9) Tidak bisa tenang, misalnya gerakan kaki dan gerakan tangan
10) Ketegangan fisik dan tremor
11) Kurang koordinasi dalam gerakan dan tidak bertujuan
e) Sosial
1) Bicara berlebihan dan cepat
2) Menarik diri dari hubungan interpersonal
3) Kurang inisiatif
4) Menghindari kontak sosial dengan orang lain
5) Kadang menunjukkan sikap bermusuhan

d. Sumber Koping
a) Personal ability
1) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (kecemasan)
2) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (kecemasan)
3) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (kecemasan)
4) Kemampuan dalam memecahkan masalah
b) Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal
6
3) Peer group yang ada (ikut atau tidak)
c) Material asset
1) Penghasilan secara individu : cukup atau tidak
2) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki
(tanah, rumah, tabungan)
3) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
4) Pekerjaan/vokasi/posisi : memiliki atau tidak
5) Jarak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi
d) Positive belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang kecemasan yang dirasakan: ada
atau tidak ada.
2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada

e. Mekanisme Koping
a. Konstruktif
Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu
menerimanya sebagai suatu pilihan untuk pemecahan masalah, seperti
1) Negosiasi
2) Meminta saran
3) Perbadingan yang positif, penggantian reward
b. Destruktif (Keliat et.al, 2011)
1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau
meminta bantuan
2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai
3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami
ketegangan peran, konflik peran)
4) Mengungkapkan kesulitan kehidupan
5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum,
kebersihan diri, istirahat dan tidur dan berdandan
6) Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung,
manipulatif dan impulsif)
7) Perilaku destruktif seperti merusak diri dan penyalahgunaan zat
8) Sering sakit
9) Mengungkapkan perasaan khawatir yang kronis
10) Berbohong dan manipulatif

1. Pohon Diagnosa

Koping individu tidak efektif

ANSIETAS
7
Kurang pengetahuan

Diagnosa Data yang telah ditemukan


Koping individu tidak efektif

Ansietas

Kurang pengetahuan

2. Tindakan keperawatan
a) Generalis
Pasien:
1) Latihan relaksasi:
a) Tarik napas dalam
b) Teknik pengalihan
c) Hipnotis teknik lima jari

Keluarga
1) Mengalihkan situasi
2) Latihan relaksasi : napas dalam
3) Tehnik 5 jari

Teknik nafas dalam juga dapat memberikan individu kontrol diri ketika
terjadi rasa ketidaknyamanan atau cemas, stres fisik dan emosi yang
disebabkan oleh kecemasan. Teknik ini tidak hanya digunakan pada individu
yang sakit tetapi bisa juga digunakan pada individu yang sehat. Pelaksanaan
teknik relaksasi bisa berhasil jika pasien kooperatif. (Potter dan Perry, 2006).
Dari banyak jenis terapi, pernafasan adalah salah satu yang diyakini bisa
menyembuhkan berbagai penyakit dari sesak nafas hingga kanker lewat
kemampuannya memperlancar peredaran darah (Lilik, 2006). Teknik
relaksasi nafas dalam merupakan salah satu terapi non famakologis dalam
menurunkan kecemasan pada penderita diabetes mellitus. Relaksasi
merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam terapi
komplementer dan laternatif (Moyad & Hawks, 2009). Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Presetyo & Dharmarwati (2012)
menunjukkan adanya pengaruh besar teknik relaksasi nafas dalam terhadap
respon stress sehingga dapat menurunkan tekanan sistole dan diastol.
Purwoko (2009) menyatakan adanya pengaruh teknik relaksasi nafas
terhadap penurunan kecemasan.

8
Menurut Priharjo (1966 dalam Hartanti 2005, h. 16) distraksi adalah metode
untuk mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien
akan lupa terhadap yang dialami, salah satunya dengan cara mendengarkan
musik. Musik merupakan salah satu teknik distraksi yang dapat menjadikan
nyaman dan tenang, memiliki tempo 60-80 beats per menit dan sangat
tepat digunakan karena selaras dengan detak jantung manusia yaitu musik
klasik (Suherman 2010). Perry (2006, h. 490), teknik relaksasi (relaxation)
adalahkebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Relaksasi nafas
dalam merupakan teknik relaksasi termudah dan paling sederhana, dengan
bernafas yang pelan, sadar dan dalam serta dapat dilakukan secara normal
tanpa perlu berfikir atau merasa ragu (Widyastuti 2003).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mu’afiro, Adin & Emilia (2004)
menyatakan bahwa hipnotis lima jari mampu menurunkan kecemasan.
Anbar (2003) dan Asthon, dkk (1997) menyatakan bahwa hipnotis diri
sendiri (self hypnotis) dapat membantu klien dalam menurunkan
kecemasan.

b) Therapi spesialis:
Individu:
 Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi adalah kemampuan seseorang membuat zat-zat kimia
(endorphin & ensephalin) dan merangsang signal otak yang
menyebabkan otot rileks serta meningkatkan aliran darah keotak. Tehnik
relaksasi progresif merupakan suatu gerakan relaksasi dengan cara
menegangkan dan merilekskan otot-otot.

Hasil penelitian Resti (2014) menyatakan bahwa terapi relaksasi otot


progresif dapat mengurangii stres pada penderita asma. Hasil penelitian
lain oleh Rahmadona dan Ismayadi (2012) menunjukkan bahwa terapi
relaksasi otot progresif dapat meningkatkan kebutuhan tidur lansia.
Hasil penelitian lain menyatakan adanya pengaruh PMR secara signifikan
dalam menurunkan KGD pasien DMT2 di RSUD Raden Mattaher Jambi
(yetty, sabri, mashudi, 2011).

 Thought Stoping
Terapi Thought Stopping merupakan salah satu bagian dari terapi
perilaku yang dapat digunakan untuk membantu klien mengubah proses
berpikir (Videbeck, 2008). Penghentian pikiran (Thought Stopping)
merupakan salah satu contoh dari teknik psikoterapeutik kognitif
behavior yang dapat digunakan untuk membantu klien mengubah
proses berpikir. Mengubah proses berpikir merupakan hal penting bagi
seorang terapis mempertahankan perasaan klien dan dapat
9
berpengaruh kuat dengan pola dan proses berpikir (Tang & DeRubeis,
1999).

Patricia Miller (2001) berpendapat bahwa thought stopping adalah


metode penghentian pikiran yang dapat membantu mengatasi perasaan
ansietas yang mengganggu dan menghambat relaksasi, sedangkan
Donald menyebutkan thougth stopping sebagai suatu bentuk latihan
penghentian pikiran dengan melihat hubungan antara pikiran yang
disadari dan yang tidak disadari.

Keluarga:
 Family Psikoedukasi (FPE, sesi I sampai V)
FPE merupakan salah satu terapi kesehatan jiwa keluarga dengan cara
pemberian informasi dan edukasi melalui komunikasi yang terapetik
(Stuart & Laraia, 2005) dengan tujuan mengurangi kekambuhan pada
klien, meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang penyakit dan
pengobatan, meningkatkan kemampuan keluarga dalam upaya
menurunkan angka kekambuhan, mengurangi beban keluarga, melatih
keluarga untuk lebih bisa mengungkapkan perasaan, bertukar pikiran
antar anggota keluarga dan orang lain.

Penelitian Family Psyhcoeducation (psikoedukasi keluarga) oleh


Wardaningsih (2007) mengemukakan bahwa terdapat
pengaruh Family psikoedukasi terhadap beban dan kemampuan keluarga
dalam merawat klien dengan halusinasi. Psikoedukasi keluarga dapat
meningkatkan kesejahteraan keluarga serta menurunkan beban subjektif
keluarga. Penelitian Nurbani (2008) menyatakan bahwa psikoedukasi
keluarga dapat menurunkan beban keluarga dalam merawat klien dengan
masalah penyakit fisik (stroke), penelitian Sari (2009) menyatakan
bahwa Family Psychoeducation dapat menurunkan beban keluarga secara
bermakna dan meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor
keluarga dalam merawat klien pasung. Berdasarkan ketiga penelitian
tersebut menunjukkan bahwa psikoedukasi keluarga sangat dibutuhkan
dan berpengaruh bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
memiliki gangguan jiwa maupun masalah psikososial

Daftar Pustaka

Keliat, B.A, Wiyono, Akemat. P.W dan Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus
Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Cetakan I. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Carpenito, L.J dan Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta : Penebit Buku Kedokteran EGC
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Cetakan I. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC
10
Wilkinson, J.M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC
Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan
& Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC
Carpenito, L. J.C (2004). Hanndbook of nursing diagnosis ed.10. USA: Lippincott
Williams & Wilkins
Doenges,M., Townsend, M., (2008) Nursing Diagnosis Manual ed.2. F.A Davis
Company: Philadelphia.
Stuart, Gail W. (2009). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.8.
Philadelphia: Elsevier Mosby

11

Anda mungkin juga menyukai