Anda di halaman 1dari 14

TEORI PENGEMBANGAN AFEKTIF

(Dibuat Memenuhi Tugas Teori Pembelajaran)

Dosen Pengampu

Dr. Sigit Purnama, S.Pd.I., M.Pd.

Oleh :

Hendri Sugianto

17204011088

Magister PAI Semester II Kelas B

Abastrak. Kecerdasan anak tidak hanya diukur dari sisi neorologi (optimalisasi
fungsi otak) semata, tetapi diukur dari sisi psikologi, yaitu tahapan-tahapan
perkembangan atau tumbuh cerdas. Artinya, anak yang cerdas bukan hanya yang otaknya
berkembang cepat, tetapi juga cepat dalam pertumbuhan dan perkembangan pada aspek-
aspek yang lain. Kecerdasan pada aspek-aspek yang lain ini ditentukan oleh tingkat
pencapaian tumbuh-kembang pada semua aspek anak. Aspek-aspek yang dimaksud
adalah salah satunya ialah aspek afektif atau emosional perasaan. Memahami
Pengembangan aspek afektif (emosi dan perasaan) merupakan salah satu factor untuk
mencapai salah satu hasil yang baik dalam proses pendidikan anak. Maka dalam proses
pendidikan sangatlah penting untuk mengembangkan aspek afektif seorang anak
sehingga perkembangan anak menjadi optimal. Tujuan penulisan ini antara lain: untuk
mengetahui dan memahami dalam proses pengembangan afektif seorang anak,
mengetahui teori-teori pengembangan afektif.

Pendahuluan.

Memhami pengembangan aspek afektif individu merupakan salah satu factor


untuk mencapai hasil yang baik dalam proses pendidikan, tidak hanya dalam hasil
akedemik tetapi juga dalam hal pembentukan moral individu.1

Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap individu atau
peserta didik, yang juga perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran.Pemahaman guru
tentang pengembangan afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Setiap

1
Muh. Ali dan Asrori. Psikologi Remaja. Jakarat: Bumi Aksara. 2010,hlm 42.
peserta didik memiliki emosi yang berbeda, sehingga rangsangan yang diberikan juga
harus berbeda.2

Reaksi emosional dapat berkembang menjadi kebiasaan, sehingga mempengaruhi


perkembangan nilai, moral dan sikap individu ataupun peserta didik. Menurut crow end
crow emosi ialah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari diri individu tentang
keadaan mental dan fisiki yang berwujud dari tingkah laku yang tanmpak.3

Pembahasan.
A. Pengembangan Afektif

Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik,
yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang
perkembangan afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Aspek afektif
tersebut dapat terlihat selama proses pembelajaran, terutama ketika siswa bekerja
berkelompok. Afektif dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa
takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan, dan emosi yang mempunyai gaya atau
makna yang menunjukan perasaan.4

1. Perasan dan Emosi

Perasaan (feeling) dan Emosi (emotion) merupakan dua keadaan yang bersifat
sementara dalam kehidupan individu. Keduanya bagian integral dari keseluruhan aspek
psikis individu (manusia). Namun, emosi mempunyai arti yang agak berebda dengan
perasaan, emosi lebih kompleks dibandingkan perasaan. Dengan kata lain perasaan
merupakan bagian dari emosi. Emosi dapat difenisikan sebagai suatu perasaan yang
timbul melebihi batas sehingga kadang-kadang tidak dapat mengusai diri dan
menyebabkan hubungan peribadi dengan dunia luar menjadi putus.5

Rasa dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh
manusia. Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik
seperti marah yang ditunjukan dengan teriakan suara keras atau tingkah laku yang lain.
Emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan
biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.6

Emosi adalah perasaan-perasaan yang menjadi lebih mendalam, lebih luas dan
lebih terarah. Berbagai macam emosi contohnya: gambira, cinta, marah, takut, cemas dan
benci. Pengertian lain dari emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh
2
Ibid. hlm. 43.
3
Ibid. hlm. 46.
4
Sunarto dan Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Renika Cipta. 1999, hlm. 35.
5
Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1978, hlm. 138.
6
Ibid. hlm. 139.
perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan-
perubahan pada fisik antara lain berupa:7

 Reaksi elektris pada kulit meningkat apabila terpesona.


 Peredaran darah menjadi bertambah cepat apabila sedang marah.
 Denyut jantung bertambah cepat apabila merasa terkejut.
 Bernapas panjang dan kaku apabila merasa kecewa.
 Pupil mata membesar apabila sedang marah.
 Komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan
kelenjar-kelenjar lebih aktif.

2. Bentuk-bentuk Reaksi Emosional.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa emosi adalah suatu keadaan yang
bergejolak dalam individu. Jika emosi tidak dapat dikuasai atau melebihi batas, ia bisa
menyebabkan hubungan individu dengan dunia luar terputus.8

Biasanya tingkah laku individu dalam keadaan emosi tidak lagi memperlihatkan
suatu norma yang ada dalam hidup bersama, tetapi sebaliknya, ia justru memperlihatkan
adanya gangguan atau hambatan dalam diri individu. Aktivitas yang biasanya tidak
dikerjakan oleh individu dalam keadaan normal, kemungkinan akan dikerjakan oleh
individu bila sedang mengalami emosi. Oleh karena itulah, emosi dipandang sebagai
perasaan yang gradual dan lebih besar kekuatan atau intensitasnya.9

Kuat lemahnya perasaan yang dihayati ndividu tidak sama antara individu yang
satu dengan yang lain, meskipun obyeknya sama. Dalam sebuah keluarga yang salah satu
anggota keluarganya meninggal, misalnya, tentu seluruh anggota keluargnya tersebut
merasa sedih. Namun, kesedihan yang mereka rasakan tidaklah sama intensitasnya pada
masing-masing individu. Ada yang merasa sedih sekali, dan ada yang tidak begitu kuat
perasaan sedihnya. 10

Yang jelas bagi setiap individu, suatu perasaan (emosi) tidaklah selalu tetap.
Kadang-kadang intensitasnya menjadi kuat, kadang-kadang menjadi lemah. Hal ini
tergantung sejauh mana keadaan jasmani dan ruhani individu terpengaruh dan bagaimana
setuasi yang sedang dihadapi.11

7
Ibid. Muh Ali dan Asrori. Psikologi Remaja, hlm. 50.
8
Baharudin.Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap Penomena.Yogyakarta:AR-Ruzz
Media.2016.,hlm.86.
9
Ibid. hlm. 87
10
Ibid. hlm. 87
11
Ibid. hlm. 88.
Reaksi emosi, sama seperti reaksi kejiwaan yang kompleks dan mempunyai
bentuk yang berlainan. Varian reaksi emosi dapat disebutkan antara lain sebagai
berikut:12

a. Takut.

Takut merupakan perasaan yang mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan
sedapat mungkin menghindari berhubungan dengan seseuatu itu. Bentuk ekstrim dari
sesuatu itu adalah takut pathologis, yang disebut phobia.

Phobia adalah perasaan takut yang sangat kuat terhadap hal-hal tertentu meskipun
tidak ada alas an yang nyata, seperti takut pada tempat yang gelap atau ruangan tertutup.
Rasa takut lain yang merupakan kelainan kejiwaan adalah kecemasan (anxiety) atau
ketakutan seseorang tanpa sasaran dan alas an yang jelas.

Kecemasan yang terus- menerus biasanya terdapat pada penderita psikoneurosis


(neorosis), yaitu individu yang mengalami ketegangan pribadi yang berkepanjangan
akibat adanya komflik-komflik dalam diri individu tersebut. Individu yang terkena
neourosis tidak dapat mengatasi komflik-komflik sehingga ketegangan tidak kunjung
reda dan akhirnya ia menderita neurosis. 13

b. Khawatir.

Khawatir atau waswas rasa takut yang tidak mempunyai obyek yang jelas, atau
tidak ada obyek sama sekali. Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak senang, gelisah,
tegang, tidak tenang, tidak aman.

Kekhawatiran seseorang untuk melanggar norma agama dan masyarakat atau adat
adalah salah satu bentuk kekhawatiran yang umum pada tiap-tiap individu. Kekhawatiran
semacam ini justru positif, karena akan membuat seseorang untuk selalu bersikap hati-
hati dan berusaha menyesuaikan diri dengan norma-norma agama dan masyarakat.

c. Marah.

Sumber utama dari kemarahan adalah dari hal-hal yang mengganggu aktivitas
untuk sampai kepada tujuan. Saat ketegangan yang terjadi dalam aktivitas tidak kunjung
mereda, bahkan menjadi bertambah, maka untuk menyalurkan ketegangan-ketegangan itu
individu yang bersangkutan menjadi marah.

12
Ibid, hlm. 89-
13
Ibid. hlm. 90.
d. Terkejut.

Terkejut merupakan ekspresi dari suatu stimulus yang terjadi atau datang secara
tiba-tiba karena adanya sesuatu hal yang tidak terduga sebelumnya. Ekspresi terkejut
merupakan sesuatu yang ada pada setiap individu dan dibawa sejak lahir atau inborn.
Jadi, terkejut tidak dipengaruhi oleh pengalaman masing-masing individu. Oleh karena
itu, ekspresi terkejut itu sama pada setiap individu, yaitu menutup mata, mlut melebar,
dan kepala serta leher bergerak kedepan.14

e. Gembira.

Gembira adalah ekspresi dari kelegaan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan.
Dengan kata lain, gembira merupakan rasa positif terhadap kondisi yang dihadapi
individu. Lawanya adalah sedih dan susah, yakni perasaan negative terhadap situasi yang
dihadapi karena kekosongan atau kehilangan sesuatu yang dihargai.15

Sementara gembira, biasanya disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba atau
surpraise dan juga kegembiraan biasanya bersifat social yakni melibatkan orang-orang
lain disekitar orang yang sedang bergembira tersebut.

f. Cemburu.

Kecemburuan adalah bentuk khusus dari kekhawatiran yang didasari oleh kurang
adanya kepercayaan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan cinta dan kasih
sayang dari seseorang. Pada umumnya orang yang cemburu selalu mempunyai sikap
benci terhadap sainganya.

B. Teori Dan Pembagian Perasaan atau Emosi

1. Teori-Teori Perasaan (Emosi)

Ada bebarapa teori tentang timbulnya perasaan (emosi) menurut perumusan


sendiri-sendiri. Perbedaan Aliran tersebut ikut mewarnai perbedaan dalam teori
timbulnya perasaan itu sendiri berikut ini teori teori tentang timbulnya perasaan. 16

a. Teori Sentral

Teori ini mengatakan bahwa gejala kejasmanian merupakan suatu akibat dari
emosi yang dialami oleh individu. Jadi, individu itu mengalami emosi terlebih dahulu
baru setelah itu mengalami perubahan-perubahan jasmaninya. Dengan singkat dapat

14
Ibid. Baharaudin. Psikologi Pendidikan.hlm.100.
15
Ibid.hlm.101.
16
Ibid.Baharaudin. Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap Fenomena.hlm.103.
dikatakan bahwa gejala-gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami
individu.

Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon. Teori ini juga dapat disebut
sebagai teori Emergensi. Cannon melaporkan hasil penyelidikanya tentang rasa sakit,
lapar, takut dan marah. Menurut Cannon, perubahan-perubahan fisiologis pada saat
marah dan takut berfungsi dalam menyiapkan individu menghadapi situasi-situasi
darurat.

b. Teori Perifir

Teori perifir merupakan kebalikan dari teori sentral di atas. Menurut teori perifir,
gejala-gejala kejasmanian bukanlah sebagai akibat dari emosi yang dialami oleh individu,
melainkan justru emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala
kejasmanian. Jadi, menurut teori ini. Perasaan (emosi) ditimbulkan oleh adanya
peristiwa-peristiwa dalam tubuh karena adanya kekuatan dari luar yang disebut stressful
situation.

Dengan demikian, orang tidak menangis karena susah, akan tetapi sebaliknya, dia
susah karena menangis. Bukan karena takut seseorang lari, melainkan karena lari
menyebabkan seseorang menjadi takut. Begitu juga seseorang menjadi marah karena
mereka berkelahi, bukan sebaliknya. Yang jelas, seseorang yang takut itu disebabkan
ketegangan otot karena akibat lari. Demikian pula seseorang menjadi marah, karena otot-
ototnya tegang oleh adanya respon berkelahi yang ada dalam system syaraf.17

Teori ini dikemukakan oleh James dan Lange, dua pakar yang mengemukakan
teori yang sama dalam waktu yang berurutan. James adalah seorang yang pakar psikologi
behavior dari Amerika Serikat. Sedangkan Lange adalah seorang pakar psikologi dari
Denmark. Teori James-Lange ini lebih menitikberatkan pada masalah yang bersifat
perifir dari pada bersifat sentral.18

c. Teori Kepribadian

Menurut teori ini, perasaan (emosi) merupakan suatu aktivitas pribadi, dimana
pribadi tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan antara jasmani dan fisiknya sebagai dua
subtansi yang terpisah. Oleh karena itu, dalam individu mengalami suatu perasaan
(emosi) meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian.

Misalnya perasaan yang diekspresikan dan tampak pada mimik muka individu,
baik yang murung maupun yang cerah ceria, dan sebagianya merupakan penghayatan

17
Ibid.hlm.105.
18
Ibid.hlm.106.
pribadi masing-masing individu. Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud, kemudian
dikembangkan oleh J. Linschoten dan para pakar lainya.

Freud mengembangkan doktrin mengenai emosi yang kemudian dibatasinya


hanya pada kecemasan (anxiety) sebagai salah satu bentuk emosi yang sangat penting
dalam teori psikonanalisis.

Menurut freud, anxiety timbul karena pertentangan antara dua prinsip, yaitu
prinsip kesenangan (pleasure principle) dan prinsip kenyataan (reality principle).
Menurut Frued, salah satu usaha untuk menghindari kecemasan adalah melalui
mekanisme represi, yakni menekan dorongan-dorongan yang dapat menimbulkan
kecemasan ke bawah sadar. Persamaan teori Freud dengan teori behaviorisme mengenai
perasaan (emosi) tersebut adalah bahwa keduanya percaya atau menyakini pada proses
conditioning untuk menimbulkan suatu emosi dari emosi lainya.19

2. Pembagian Perasaan (Emosi)

Di dalam berintraksi dengan dunia luar, individu dapat mengalami bermacam-


macam perasaan baik senang maupun sebaliknhya. Pembagian jenis-jenis perasaan
seperti tersebut hanya dimaksudkan memudahkan kita dalam mempelajari perasaan itu.
Sebenarnya perasaan itu selau tersangkut paut satu sama lain. Untuk itu, pembagian
perasaan kedalam perasaan jasmani dan perasaan ruhani sebenarnya kurang tepat.

Semua aktivitas manusia, termaksud aktivitas merasakan, merupakan aktivitas


jasmani-ruhani sekaligus. Karena kita berpegang pada pengertian bahwa manusia adalah
makhluk jasmani-ruhani atau psychosomatis yang bertindak dan bereaksi dengan
keseluruhan pribadinya.

Sementara itu, para penulis psikologi umumnya menyatakan bahwa meskipun


manusia merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, namun kehidupan
sehari-sehari menunjukan adanya pembagian perasaan atas dua rumpun besar yaitu
perasaan tingkat rendah (perasaan jasmani) dan perasaan tingkat tinggi (perasaan
ruhani)20.

19
Ibid.hlm.106.
20
Muhibbin Syah.Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.Bandung:Remaja
Rosdakarya.2013.hlm.45.
Pembagian perasaan atas dua rumpun besar tersebut dapat diesekemakan sebagai
berikut:

1. Perasaan indriawi
2. Perasaan naluri
B. Jasmani
3. Perasaan vital

Perasaan

c. Ruhani
1. Perasaan intelektual
2. Perasaan estetis
3. Perasaan etis (susila)
4. Perasaan sosial
5. Perasaan harga diri
6. Perasaan ketuhanan.

Perasaan tingkat rendah meliputi tiga jenis perasaan, yaitu:

a. Perasaan indriawi yang timbul saat indra menerima rangsangan misalnya panas
dingin, asam, pahit, keras, lunak, silau mata, memandang ketika menatap cahaya yang
melewati kemampuan respon indra mata.21
b. Perasaan naluri, yang berhubungan dengan dorongan-dorongan dasar individu
misalnya takut, marah, perasaan, seksual.
c. Perasaan vital, yang bergantung pada keadaan sesaat tubuh misalnya lapar, haus,sakit,
lelah kenyang dan sebagainya.

Perasaan tingkat tinggi atau perasaan luhur (ruhaniah) meliputi enam perasaan,
yaitu:

a. Perasaan intelektual, yaitu perasaan yang kita hayati bila kita memperoleh
pengetahuan tentang sesuatu. Kita merasa senang bila kita dapat mempelajari dan
mengerti sesuatu dan merasa tidak senang jika tidak dapat menyelesaikan atau
memecahkan sesuatu yang kita ketahui.
b. Perasaan estetis (keindahan), perasaan yang kita hayati pada waktu kita berpendapat
bahwa sesuatu itu bagus atau jelek, indah atau tidak. Sesuatu norma itu bagus atau

21
Ibid. hlm.46.
jelek cantik atau tidak disebut cita rasa. Cita rasa pada setiap individu itu tidaklah
sama. hal ini tergantung dan dipengaruhi oleh pembawaan masing-masing individu,
pengaruh lingkungan, pendidikan yang berbeda-beda, dan pengaruh mode yang selalu
berubah-ubah pada setiap individu.,
c. Perasaan etis (kesusilaan), perasaan yang kita hayati pada waktu menilai sesuatu itu
baik buruknya dalam arti susila. Norma untuk menilai baik buruknya sesuatu itu
dinamakan kata hati.
d. Perasaan sosial (kemasyrakatan), yaitu perasaan yang menyertai pendapat seseorang
dalam hubungan dengan orang lain dan pengalaman seseorang dengan orang lain.
Perasaan sosial dapat berupa benci, cinta, kasih sayang, simpati, antipati, dan
sebagainya.
e. Perasaan harga diri, yaitu perasaan yang kita hayati pada waktu kita menilai tinggi
rendahnya diri kita dibandingkan dengan orang lain didalam pergaulan hidup sehari-
hari. Perasaan harga diri pada setiap orang itu kadang-kadang positif kadang-kadang
negatif.
f. Perasaan ketuhanan (relegius), yaitu perasaan tertinggi yang dapat dicapai manusia
yang timbul dari hati nurani sebagai fitrah, keguman, kepasrahan, dan penyerahan
diri kepada sang khaliq, maha pencipta. Anugerah beruap fitrah beragama ini dapat
dikembangkan atau dimatikan, sangat tergantung pada proses pendidikan yang
diterima individu. Kemampuan dasar untuk beragama yang oleh C.G Jung disebut
naturaliter relegius dapat berkembang selain melalui proses berfikir, juga melalui
perasaan, keduanya didorong dan didukung oleh kemauan.22

Disamping pembagian perasaan sebagaimana disebutkan di atas, berikut masih


ada rumusan teori lain yang akan di bahas yaitu:

a. Max Scheler (1874-1928).

Max Scheler berkebangsaan Jerman, ia membagi perasaan kedalam empat bagian


23
yaitu:

1. Perasaan tingkat snsoris. Perasaan ini merupakan perasaan (emosi) yang


didasarkan atas keadaan yang berhubungan dengan stimulus kejasmanian
semisal rasa sakit, panas, dan dingin.
2. Perasaan kejiwaan. Perasaan ini berhubungan dengan suasana kejiwaan
seperti rasa gembira, susah, dan takuit.
3. Perasaan kehidupan vital. Perasaan ini bergantung pada keadaan keseluruhan
jasmani, misalnya rasa segar, lelah, dan sebagainya.

22
Ibid.hlm.47-48.
23
Baharudin.Psikologi Pendidikan refleksi Teoritis.hlm.123.
4. Perasaan keperibadian. Perasaan ini merupakan perasaan yang berhubungan
dengan keseluruhan pribadi, misalnya harga diri, perasaan putus asa, dan
perasaan puas

Menurut Scheler, dari segi itensitas perasaan pribadi dan perasaan vital, keduanya
merupakan perasaan yang dalam. Hanya sifatnya bagi individu adalah relatif. Hal ini
tergantung pemberian arti (meaning) sesorang terhadap obyek yang dirasakanya.24

b. Wilbelm Wundt (1832-1920).

Dalam bukunya outlines of psichologi, melalui analisi intropeksinya dia


merumuskan tiga dimensi perasaan yaitu: 25

1. Perasaan tegang, kendur; misalnya: marah, sabar, kawatir, tenteram dan


sebagainya.
2. Perasaan bergolak, tenang (erregung beruhigung); misalnya: dendam,
bersahabat dan sebagainya.
3. Perasaan enak, tidak enak, sakit, susah, dan lain sebagainya.

Berbagai macam yang telah diuraikan diatas sangat erat hubunganya satu dengan
yang lain. Untuk itu dalam membentuk individu (anak) menjadi individu yang harmonis,
perlulah bermacam-macam perasaan tersebut secara bersama-sama dikembangkan
melalui berbagai macam pelajaran disekolah.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi


Pada dasarnya, pola perkembangan emosi remaja sama dengan pola emosi masa
kanak-kanak, hanya saja penyebab muncul dan memuncaknya emosi yang berbeda. Pada
masa anak-anak, ledakan lebih banyak disebabkan olen hal-hal yang bersifat materil
kongkret, sedangkan pada masa remaja penyebabnya bersifat abstrak, misalnya menjadi
marah jika dikatakan sebagai kanak-kanak, merasa diperlakukan tidak adil atau ditolak
cintanya. Pelampiasan emosi pada remaja tidak lagi dalam bentuk yang meledak-ledak
dan tidak terkendali seperti menangis keras atau bergulung-gulung, tetapi lebih terlihat
dalam gerakan tubuh yang ekspresif, tidak mau bicara atau melakukan kritik terhadap
objek penyebab. Perilaku semacam ini disebabkan oleh mulai adanya pengendalian emosi
yang dilakukan remaja dan biasanya tercapai kematangan emosional pada akhir masa
remaja.26

Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan emosi


mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar Metode belajar yang
menunjang perkembangan emosi antara lain:
24
Ibid.hlm.124.
25
Ibid.hlm.124-125.
26
Suyudi.Psikologi Belajar.Yogyakarta:Bintang Pustaka Abadi.2010.hlm 95.
1. Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk
perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang
memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.

2. Belajar dengan cara meniru


Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-
anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang
diamati.

3. Belajar dengan dengan cara mempersamakan diri


Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-
anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang
diamati.

4. Belajar melalui pengkondisian.


Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun awal kehidupan anak
kecil kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan
kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.

5. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan pengawasan terbatas pada aspek reaksi.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan
yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak
bereaksi secara emosional teerhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak
menyenangkan27

D. Memelihara Emosi yang konstruktif

Emosi atau perasaan sangat memgang peranan penting dalah kehidupan individu,
akan memberikan warna kepada keperibadian, aktivitas, serta penampilanya. Juga akan
mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mentalnya. Agar kesehatan mental dan
kesejahteraan ini tetap tercipta, maka individu perlumengadakan bebrapa usaha untuk
memelihara emosi-emosinya yang konstruktif.28

Adapun caranya menurut teori dari C. Colemen yaitu. Pertama, bangkitkan rasa
humor. Yang dimaksud dengan rasa humor di sini adalah rasa senang, rasa gembira, rasa

27
Ibid.hlm.100.
optimisme. Seseorang yang memliki rasa humor tidak akan mudah putus asa, ia akan bisa
tertawa meskipun sedang menghdapai kesulitan.29

Kedua, peliharalah selalu emosi-emosi yang positif, jauhkanlah emosi yang


negatif. Dengan selalu mengusahakan munculnya emosi yang positif, maka sekali
kemungkinan individu akan mengalami emosi negatif. Ketiga berorentasi kepada
kenyataan. Kehidupan individu memiliki titik tolak dan sasran yang akan dicapai. Agar
tidak banyak terjerumus pada penghayatan akan emosi-emosi tersebut.30

Keempat, kurangi dan hilangkan emosi yang negatif, apabila individu telah
telanjur menghadapi emosi yang negatif, segeralah beupaya untuk mengurangi dan
menghilangkan emosi-emosi tersebut. Upaya tersebut dapat diakukan melalui:
pemahaman akan apa yang menimbulkan emosi tersebut, mengadakan pencurahan
perasaan.31

Kesimpulan

Emosi adalah efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik.
Jenis emosi yang secara normal diantara lain: perasaan cinta, gembira, takut, cemas dan
sedih.

Teori-teori dan pembagian perasaan (emosi) yaitu ada tiga, teori sentral Teori ini
mengatakan bahwa gejala kejasmanian merupakan suatu akibat dari emosi yang dialami
oleh individu. Yang mana teori ini dikemukakan oleh Walter. B. Cannon.

Kedua, Teori Perifir merupakan kebalikan dari teori sentral di atas. Menurut
teori perifir, gejala-gejala kejasmanian bukanlah sebagai akibat dari emosi yang dialami
oleh individu, melainkan justru emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari
gejala-gejala kejasmanian. Teori perifir dikemukakan oleh dua orang yakni James dan
Lange.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi emosi antara lain: tingkat kematangan


dan faktor belajar serta kondisi-kondisi kehidupan atau kultur. Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pendidikan, kita sebagai pendidik dapat melakukan beberapa upaya
dalam pengembangan emosi remaja. Misalnya, konsisten dalam pengelolaan kelas,
pengelolaan diskusi yang baik dan sebagainya.

Ketiga yakni Teori keperibadian. Menurut teori ini, perasaan (emosi) merupakan
suatu aktivitas pribadi, dimana pribadi tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan antara
jasmani dan fisiknya sebagai dua subtansi yang terpisah. Oleh karena itu, dalam individu

29
Baharaudin.Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap Fenomena.hlm.126.
30
Ibid.hlm.126-
31
Ibid.hlm.127.
mengalami suatu perasaan (emosi) meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian.
Teori ini kemukakan oleh Sigmund Feurd, kemudian di kembangkan oleh J. Linschoten.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi emosi antara lain: tingkat kematangan


dan faktor belajar serta kondisi-kondisi kehidupan atau kultur. Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pendidikan, kita sebagai pendidik dapat melakukan beberapa upaya
dalam pengembangan emosi remaja. Misalnya, konsisten dalam pengelolaan kelas,
pengelolaan diskusi yang baik dan sebagainya.

Referensi

Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya. 1978.

Baharudin. Psikologi Pendidikan Refeleksi Teoritis Terhadap Fenomena.Yogyakarta: Ar-


Ruzz. 2016.

Muhibbin syah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja


Rosdakarya. 2013.

Suyadi. Psikologi Belajar.Yogyakarta: Bintang Pustaka. 2010.

Sunarto dan Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: Renika Cipta.
199.

Muh Ali dan Asrori. Psikologi Remaja.Jakarta: Bumi Aksara. 2010.

Anda mungkin juga menyukai