Anda di halaman 1dari 3

Amerika menggunakan sistem pers liberal yakni pers yang bebas dari pengaruh

pemerintah dan dikuasai oleh golongan pengusaha bermodal besar.


Inonesia menggunakan sistem pers pancasila yakni sistem pers yang merupakan salah
satu dari sebelas sistem ketatanegaraan dan kehidupan pers termasuk dalam sub sistem
dari sistem keenam (Sistem kewargakenegaraan). Dewan Pers dalam sidang plenonya
yang ke-XXV di Solo tanggal 7 Desember 1984 telah merumuskan “Pers Indonesia adalah
Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya berdasarkan
pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

PERS INDONESIA

• Era Kolonial (1744-1900)

Dunia pers di era colonial dimulai pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Gustaaf
Willem Baron van Imhoff. Peranan pers yang bersifat liberal tersebut hanya bertahan
selama 2 tahun karena dianggap sangat berbahaya bagi kelangsungan bisnis VOC di
Hindia Belanda. Meskipun ada iklim yang memungkinkan terbitnya surat kabar,
pemerintah colonial pada dasarnya cenderung mencurigai.

• Era Perjuangan Kaum Nasionalis (1900-1942)

Era ini ditandai dengan terbitnya Medam Prijaji, surat kabar ini sangat berpengaruh pada
zamannya. Kemudian Tirtoadisuryo menggunakan surat kabar sebagai wahana untuk
membentuk pendapat umum (public). Sementara Sikap pemerintah cenderung
membatasi ruang gerak pers, dan kemudian mengeluarkan peraturan mengenai larangan
penebitan yang dinilai menggangu ketertiban umum.

• Masa Transisi Pertama (1942-1945)

Pada masa ini Indonesia berada dalam kekuasaan pemerintah penjajahan Jepang. Pers
cenderung bersifat Komunis karena setiap penerbitan cetak harus memiliki izin terbit
serta melarang penerbitan yang dinilai memusuhi Jepang.

• Era Pers Partisan (1945-1957)

Pers mengidentifikasi diri sebagai pers perjuangan , tetapi pada masa ini, pers
cenderung bersifat partisan. ( pers menjadi pengikut partai, golongan atau paham
tertentu).
• Era Pers Terpimpin (1957-1965)

Pada masa ini, pers cenderung bersifat Komunis, karena berita-berita yang dikeluarkan
kantor berita tersebut cenderung pro-PKI. Tetapi pada akhir masanya diterbitkan surat
kabar – surat kabar lain guna mengimbangi pers PKI.

• Masa Transisi Kedua (1965 -1974 )

Pada awal pemerintahan Orde Baru, kehidupan pers di Indonesia bersifat Liberal dan
pers – pers yang bersifat Komunis dihilangkan. Pers bisa mengkritik jalannya
pemerintahan, contohnya terkuaknya kasus korupsi yang terjadi di Pertamina. Tetapi
pada akhirnya, pemerintahan Orde Baru melakukan pembatasan kepada pers, dan
meberlakukan pencabutan izin bagi pers yang dianggap mengganggu jalannya
pemerintahan.

• Era Bisnis (1974-1999)

Pada masa ini, pers cenderung tertutup dan bersifat pragmatis. Pers kehilangan
idealisme dan daya kritisnya terhadap kehidupan sehari – hari. Pers sangat berhati-hati
dalam menyikapi wacana keterbukaan politik agar tidak berdampak buruk terhadap
kelangsungan hidupnya.

• Era Reformasi (1999- Sekarang)

Pada masa ini, pers mengalami kemerdekaan untuk bisa menikmati kebebasaan.
Disinilah awal pers dapat sebebas-bebasnya mengawasi dan mengomentari jalannya
pemerintahan.

PERS INTERNASIONAL

• NEGARA BARAT

Negara Penganut adalah Amerika Serikat dan Eropa. Pada umumnya menganut
liberalisme. Ideologi ini menjadi landasan sistem sosial dan sistem politik mereka.
Kebebasan pers diyakini sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dimiliki setiap
individu. Maka sepatutnya Negara memberikan kemerdekaan dengan tanpa turut campur
terlalu dalam kehidupan pers. Pers bukan merupakan terompet pemerintah seperti di
Negara-negara otoriter. Pers berpengaruh kuat dalam kehidupan sosial dan politik.
Budaya membaca masyarakat yang tinggi dan ditunjang tingkat pendapatan yang tinggi
telah menciptakan masyarakat yang kritis.

Namun terdapat suara sumbang dimana pers dianggap terlalu asyik mengungkap aspek-
aspek negative AS sehingga membuat Negara ini tampak buruk di mata dunia. Memang
konstitusi Amerika menjamin kebebasan pers, namun belakangan ini, sebagian
masyarakat mengajukan kritik bahwa terdapat kalangan pers yang terlalu
mengedepankan aspek komersial dalam pemberitaannya, mereka bahkan melanggar hak
kehidupan pribadi seseorang demi meraup uang yang sebanyak-banyaknya.

Jika dilihat hubungan pers dan pemerintah serta masyarakat yang demikian, dapat
digambarkan bahwa semuanya saling mengontrol. Artinya, walaupun ideology kebebasan
yang dianut member kemerdekaan berekspresi, tetapi bukan berarti semuanya tanpa
control.

Hubungan yang demikian dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan kuat serta
masyarakat sipil yang juga kuat,. Kondisi yang demikian member sumbangan penting
bagi terbangunnya kehidupan social yang demokratis
Namun terdapat suara sumbang dimana pers dianggap terlalu asyik mengungkap aspek-
aspek negative AS sehingga membuat Negara ini tampak buruk di mata dunia. Memang
konstitusi Amerika menjamin kebebasan pers, namun belakangan ini, sebagian
masyarakat mengajukan kritik bahwa terdapat kalangan pers yang terlalu
mengedepankan aspek komersial dalam pemberitaannya, mereka bahkan melanggar hak
kehidupan pribadi seseorang demi meraup uang yang sebanyak-banyaknya.

Jika dilihat hubungan pers dan pemerintah serta masyarakat yang demikian, dapat
digambarkan bahwa semuanya saling mengontrol. Artinya, walaupun ideology kebebasan
yang dianut member kemerdekaan berekspresi, tetapi bukan berarti semuanya tanpa
control.

Hubungan yang demikian dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan kuat serta
masyarakat sipil yang juga kuat,. Kondisi yang demikian member sumbangan penting
bagi terbangunnya kehidupan social yang demokratis.

Anda mungkin juga menyukai