Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu


dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu,
akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainya. Kalau suatu
masyarakat lebih menghargai kekayaan materil dari pada kehormatan. Gejala tersebut
menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan perbedaan posisi seseorang atau suatu
kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda.

Filsuf Aristoteles mengatakan di dalam negara terdapat tiga unsur, mereka yang kaya
sekali, yang pertengahan dan yang melarat. Seseorang sosiologi terkemuka, yaitu Pitirim
A.Sorokin, pernah mengatakan bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam
setiap masyarakat yang hidup teratur. Lapisan teratas adalah orang yang memiliki sesuatu yang
berharga dalam jumlah yang sangat banyak. Dan lapisan rendah adalah mereka yang hanya sedikit
sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan
teratas tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang di hargai oleh masyarakat, tetapi
kedudukanya yang tinggi, memiliki uang banyak, kekuasaan, dan mungkin juga kehormatan.
Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi di kenal dengan social stratification.
Kata stratification berasal dari kata stratum (strata yang berarti lapisan).

Menurut Pitirim A.Sorokin social stratification adalah perbedaan penduduk atau


masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Perwujutanya adalah kelas-kelas tinggi dan
kelas yang lebih rendah. Menurut sorokin,dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya
keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban, dan tanggung jawab nilai-nilai
sosial pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan lapisan social


2. Menjelaskan tentang tujuan lapisan sosial
3. Menjelaskan tentang bagaimana bentuk lapisan sosial

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mahasiwsa mengerti dan memahami
pengertian masalah lapisan social, bentuk stratifikasi sebagai masalah social dan lembaga
kemasyarakatan.

1.4 Manfaat
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian stratifikasi sosial

Stratifikasi sosial, secara harfiah berasal dari bahasa latin stratum (tingkatan) dan socius
(teman atau masyarakat). Stratifikasi sosial menempatkan seorang individu/kelompok pada kelas-
kelas sosial sosial yang berbeda-beda secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang
berbeda-beda pula antara individu pada suatu lapisan sosial lainnya. Stratifikasi sosial muncul
karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat.
Beberapa ahli mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai berikut :

Pitrim A. Sorokin, stratifikasi sosial adalah pembeda penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat.

Max Webber, stratifikasi sosial adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam
suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarkis menurut dimensi kekuasaan,
privilese, dan prestise.

Paul B.Horton dan Chester, stratifikasi sosial adalah sistem perbedaan status yang berlaku
dalam suatu masyarakat

Drs. Robert M.Z. Lawang, stratifikasi social adalah penggolongan orang-orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut
dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.

P.J. Bouman, Stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup
dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi
kemasyarakatan.
Soerjono Soekanto, Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok
dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.

Dari Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan kelas-
kelas secara vertikal yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang lebih tinggi
sampai yang paling rendah

2.2 Fungsi Stratifikasi Sosial

Kingsley Davis dan Wilbert E. Moore menyebutkan bahwa stratifikasi sosial berfungsi untuk
memberi rangsangan agar manusia mau menempati status sosial. Namun, agar stratifikasi sosial
berfungsi masyarakat harus memotivasi anggota masyarakatnya, mendorong pribadi-pribadi
tertentu untuk melakukan kewajiban yang ditetapkan.
Sementara itu, menurut Karl Marx dan Max Weber, fungsi stratifikasi sosial adalah untuk
membentuk terjadinya perbedaan kekayaan, kekuasaan, hak istimewa, dan gengsi. Soerjono
Soekanto menambahkan fungsi stratifikasi sosial adalah untuk membentuk kelas sosial yang
memberikan fasilitas hidup tertentu bagi anggotanya.
Secara lebih lengkap fungsi stratifikasi sosial adalah sebagai berikut :
a. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, dan
wewenang.
b. Sistem pertanggaan pada strata yang diciptakan masyarakat menyangkut prestise dan
penghargaan.
c. Penentu lambang-lambang atau simbol status dan kedudukan.
d. Tingkat mudah atau sulitnya bertukar kedudukan.
e. Alat penguat solidaritas di antara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem sosial
yang sama dalam masyarakat.

Hal demikian dalam kenyataannya, stratifikasi sosial mempunyai fungsi sebagai berikut.

Stratifikasi sosial menyusun alat bagi masyarakat dalam mencapai beberapa tugas utama.
Hal ini dilaksanakan dengan mendistribusikan prestise maupun privelese ( hal yang
dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam sebuah strata ). Setiap strata ditandai
dengan pangkat atau symbol-simbol yang nyata yang menunjukkan rangking, peranan
khusus dan standar tingkat laku dalam kehidupan. Semuanya diorganisir untuk
melaksanakan tugasnya masing-masing. Penghargaan masyarakat terhadap orang-orang
yang menduduki dan melaksanakan tugasnya dapat dipandang sebagai insentif yang dapat
menarik mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.

Stratifikasi sosial menyusun, mengatur serta mengawasi saling hubungan di antara anggota
masyarakat. Peranan, norma dan standar tingkah laku dilibatkan dan diperhatikan dalam
setiap hubungan di antara strata yang ada di dalam masyarakat. Stratifikasi sosial
cenderung mengatur partisipasi individu dalam kehidupan secara menyeluruh dalam suatu
masyarakat. Ia member kesempatan untuk memenuhi dan mengisi tempat-tempat tertentu
dan pada pihak lain ia juga dapat membatasi ruang gerak masyarakat. Tetapi terlepas dari
tinggi rendahnya strata yang dimiliki seseorang, stratifikasi berfungsi untuk mengatur
partisipasinya di tempat-tempat tertentu dari kehidupan social bersama.

Stratifikasi sosial mempunyai kontribusi sebagai pemersatu dengan mengoordinasikan


serta mengharmonisasikan unit-unit yang ada dalam struktur sosial itu, dengan demikian
ia berperan dalam memengaruhi fungsi dari berbagi unit dalam strata sosial yang ada.

Stratifikasi sosial mengategorikan manusia dalam stratum yang berbeda, sehingga dapat
menyederhanakan dunia manusia dalam konteks saling berhubungan di antara mereka.
Dalam kelompok primer, fungsi ini kurang begitu penting karena para anggota saling
mengenal secara dekat.Namun demikian ia menjadi sangat penting bagi kelompok
sekunder. Hal ini disebabkan para anggota tidak saling mengenal, sehingga sulit untuk
menetapkan aturan tingkah laku mana yang akan digunakan dalam berhubungan dengan
orang lain. Dengan adanya stratifikasi kesulitan ini relative dapat diatasi.

2.3 Bentuk-Bentuk Stratifikasi


Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi sosial. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh
kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar. Berikut ini akan kita pelajari beberapa bentuk
stratifikasi sosial menurut beberapa kriteria, yaitu ekonomi, sosial, dan politik.
a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi

Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan membedakan penduduk atau warga masyarakat
menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang
didasarkan pada pemilikan tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi
dengan menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan
membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat.

Menurut Max Webber, stratifikasi sosial berdasarkan criteria ekonomi membagi masyarakat ke
dalam kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan tanah dan benda-benda. Kelaskelas tersebut
adalah kelas atas (upper class), kelas menegah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Satu
hal yang perlu diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka.
Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik ke kelas atas, dan
sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas atas untuk turun ke kelas bawah atau
kelas yang lebih rendah. Hal ini tergantung pada kecakapan dan keuletan orang yang bersangkutan.
Salah satu contoh stratifikasi sosial berdasarkan factor ekonomi adalah pemilikan tanah di
lingkungan pertanian pada masyarakat Indonesia. Wujud stratifikasi sosialnya adalah petani
pemilik tanah, petani penyewa dan penggarap, serta buruh tani.

1) Petani pemilik tanah dibagi dalam lapisan-lapisan berikut ini.


a) Petani pemilik tanah lebih dari 2 hektar.
b) Petani pemilik tanah antara 1–2 hektar.
c) Petani pemilik tanah antara 0,25–1 hektar.
d) Petani pemilik tanah kurang dari 0,25 hektar.

2) Petani penyewa dan petani penggarap, yaitu mereka yang menyewa dan menggarap tanah
milik petani pemilik tanah yang biasanya menggunakan sistem bagi hasil.

3) Buruh tani, yaitu tenaga yang bekerja pada para pemilik tanah, petani penyewa, petani
penggarap, atau pedagang yang biasanya membeli padi di sawah.

b.Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial

Pada umumnya, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ini bersifat tertutup. Stratifikasi sosial
demikian umumnya terdapat dalam masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat rasial.

1)Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Feodal


Masyarakat feodal merupakan masyarakat pada situasi praindustri, yang menurut sejarahnya
merupakan perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya dengan tuan tanah. Hubungan antara
kedua golongan itu menjadi hubungan antara yang memerintah dengan yan diperintah, dan
interaksinya sangat terbatas. Kemudian semangat feodalisme ini oleh kaum penjajah diterapkan
di Indonesia dan terjadilah perpecahan antargolongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi
stratifikasi social sebagai berikut.

a) Golongan atas, terdiri dari keturunan raja dan ningrat.


b) Golongan menengah, terdiri dari golongan prajurit dan pegawai pemerintahan.
c) Golongan bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.

2) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kasta


Masyarakat kasta menuntut pembedaan antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan
antargolongan adalah tabu, tertutup, bahkan dapat dihukum masyarakatnya. Hal demikian terjadi
pada masyarakat kasta di India. Istilah untuk kasta di India adalah yati, dan sistemnya disebut
dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam masyarakat India Kuno dijumpai empat varna
yang tersusun secara hierarkis dari atas ke bawah, yaitu brahmana, ksatria, vaisya, dan sudra.
Kasta brahmana adalah kasta yang terdiri atas para pendeta dan dipandang sebagai kasta
tertinggi. Ksatria merupakan kasta yang terdiri atas para bangsawan dan tentara, serta dipandang
sebagai kelas kedua. Vaisya merupakan kasta yang terdiri atas para pedagang, dan dipandang
sebagai lapisan ketiga.

Sedangkan sudra merupakan kasta yang terdiri atas orangorang biasa (rakyat jelata). Di samping
itu terdapat orangorang yang tidak berkasta atau tidak termasuk ke dalam varna. Mereka itu
adalah golongan paria.

Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan bahwa ciri-ciri kasta adalah sebagai berikut.

a) Keanggotaan berdasarkan kewarisan atau kelahiran. Dalam kasta, kualitas seseorang tidak
menjadi sebuah perhitungan.

b) Keanggotaan berlangsung seumur hidup, kecuali jika dikeluarkan dari kastanya.

c) Perkawinan bersifat endogen dan harus dipilih orang yang sekasta. Seorang laki-laki dapat
menikah dengan perempuan yang kastanya lebih rendah, tetapi tidak dapat menikah dengan
perempuan yang memiliki kasta lebih tinggi.

d) Hubungan antarkasta dengan kelompok sosial lainnya sangat terbatas.

e) Kesadaran keanggotaan suatu kasta tampak nyata antara lain pada nama kasta, identifikasi
anggota pada kastanya, dan penyesuaian yang ketat terhadap norma kasta.

f) Terikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional ditetapkan. Artinya kasta yang lebih
rendah kurang mendapatkan akses dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan, apalagi menduduki
jabatan penting dalam pemerintahan.

g)Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.


h) Kasta yang lebih rendah merupakan bagian dari kasta yang lebih tinggi, sehingga dalam
kesehariannya dapat dikendalikan secara terus-menerus.

Di Indonesia, stratifikasi sosial berdasarkan kasta dapat kita jumpai pada masyarakat Bali. Namun
demikian, pengkastaannya tidak terlalu kaku dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di
Bali disebut dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut.

a)Brahmana,
merupakan tingkatan kasta tertinggi di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pemuka agama.
Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida
Ayu untuk perempuan.

b)Ksatria,
merupakan tingkatan kedua setelah brahmana. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para
bangsawan. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Cokorda, Dewa, atau
Ngahan.

c)Waisya,
merupakan tingkatan ketiga setelah ksatria. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para
pedagang. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Bagus atau Gusti.

d)Sudra,
merupakan tingkatan paling rendah dalam sistem kasta di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh
para pekerja atau buruh. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Pande,
Kbon, atau Pasek.
3)Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Rasial
Masyarakat rasial adalah masyarakat yang mengenal perbedaan warna kulit. Sistem stratifikasi ini
pernah terjadi di Afrika Selatan, di mana ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan ras
kulit hitam. Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu memengaruhi berbagai bidang
kehidupan yang kemudian disebut dengan politik apartheid. Dalam politik apartheid, seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah
orang itu termasuk kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih termasuk golongan
minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat dibandingkan dengan ras kulit hitam
yang mayoritas. Untuk mempertahankan dominasi kekuasaan ekonomi dan politik, ras kulit putih
mengembangkan teori rasisme disertai dengan tindakan di luar perikemanusiaan.

c.Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria politik

Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik berhubungan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh
anggota masyarakat, di mana ada pihak yang dikuasai, dan ada pihak yang menguasai. Bentuk-
bentuk kekuasaan pada masyarakat tertentu di dunia ini beraneka ragam dengan polanya masing-
masing. Tetapi, pada umumnya ada satu pola umum yang ada dalam setiap masyarakat. Meskipun
perubahan yang dialami masyarakat itu menyebabkan lahirnya pola baru, namun pola umum
tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya.

Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan pola perilaku yang
berlaku pada masyarakat. Batas yang tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada,
dan batas-batas itulah yang menyebabkan lahirnya stratifikasi atau pelapisan dalam masyarakat.

Mac Iver dalam bukunya yang berjudul “The Web of Government” menyebutkan ada tiga pola
umum system lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, oligarkis, dan
demokratis.

1).Tipe Kasta
Tipe kasta adalah tipe atau sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku.
Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta yang hampir tidak terjadi mobilitas
sosial vertikal. Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tidak mungkin ditembus.

Puncak piramida diduduki oleh penguasa tertinggi, misalnya maharaja, raja, dan sebagainya,
dengan lingkungan yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara, dan para ahli agama. Lapisan
berikutnya berturut-turut adalah para tukang, pelayan, petani, buruh tani, dan budak.
2).Tipe Oligarkis
Tipe ini memiliki garis pemisah yang tegas, tetapi dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan
oleh kebudayaan masyarakat tersebut. Tipe ini hampir sama dengan tipe kasta, namun individu
masih diberi kesempatan untuk naik lapisan. Di setiap lapisan juga dapat dijumpai lapisan yang
lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan dengan lapisan lainnya tidak
begitu mencolok..

3).Tipe Demokratis
Tipe ini menunjukkan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil (bergerak) sekali.
Dalam hal ini kelahiran tidak menentukan kedudukan seseorang, melainkan yang terpenting adalah
kemampuannyadankadang-kadangfaktorkeberuntungan.
2.4 Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial

Pada umumnya sifat stratifikasi dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Stratifikasi sosial terbuka

Dalam masyarakat dengan sistem stratifikasi terbuka seorang atau kelompok anggota masyarakat
memiliki peluang atau kemungkinan yangmbesar untuk berpindah ke kelompok, kelas atau lapisan
sosial lainnya. Anggota masyarakat dapat masuk atau keluar, dapat naik atau turun ke kelas
(lapisan) yang lebih rendah. Contohnya seorang anak presiden belum tentu dapat mencapai
kedudukan sebagai presiden. Tetapi sebaliknya, warga masyarakat pada umumnya ada
kemungkinan dapat mencapai kedudukan sebagai presiden.
2. Stratikasi sosial tertutup

Dalam masyarakat dengan sistem stratikasi sosial tertutup seorang individu atau kelompok
kemungkinan untuk pindah dari satu golongan atau kelas sosial ke golongan atau kelas sosial lain
sangat kecil. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu
lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran (keturunan), sehingga masyarakat lebih bersifat statis,
terutama golongan atau kelas bawah, di antara mereka kurang menunjukan cita-cita yang tinggi.
Contoh masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial tertutup dapat ditunjukkan dengan sistem
kasta pada masyarakat India. Apabila ditelaah pada masyarakat India, sistem lapisan di sana sangat
kaku dan menjelma dalam sistem kasta. Kasta di India mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu:

Keanggotaan pada kasta diperoleh karena warisan/kelahiran. Anak yang lahir akan
memperoleh kedudukan secara otomatis dari orang tuanya.
Keanggotaan yang diwariskan tadi berlaku seumur hidup, oleh karena seseorang tak
mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari kastanya.
Perkawinan bersifat endogami, artinya harus dipilih dari orang yang sekasta.
Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas.
Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta, sangat nyata terutama dari nama kasta,
identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap norma-
norma kasta dan lain sebagainya.
Kasta diikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan.
Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.
3. Stratikasi sosial campuran

Dua sifat utama dari stratikasi sosial telah dikemukakan di atas, yakni terbuka dan tertutup.
Walaupun demikian, dalam kenyataan sehari-hari stratikasi sosial dalam masyarakat tidak hanya
selalu bersifat terbuka atau tertutup, akan tetapi juga bersifat campuran (gabungan) di antara
keduanya. Dalam masyarakat terdapat unsur-unsur yang menggabungkan antara sifat yang terbuka
dan tertutup. Misalnya dalam suatu kelompok mungkin dalam sistem politiknya menerapkan
sistem stratifikasi sosial tertutup, namun dalam bidang-bidang atau unsur-unsur sosial lainnya
seperti ekonomi, budaya, dan lain-lain menggunakan sistem stratikasi sosial terbuka. Contohnya
dalam masyarakat Bali. Dalam bidang budaya dikenal sistem atau budaya kasta yang tertutup dan
tidak memungkinkan anggota masyarakat berpindah kedudukan sosialnya. Namun di bidang lain,
misalnya bidang ekonomi, masyarakat Bali tidak mengenal kasta dan bersifat terbuka, artinya
tinggi rendahnya kedudukan sosial yang dimiliki oleh anggota masyarakat tegantung pada
kemampuan dan kecakapannya.

2.5 Proses Terbentuknya Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial berasal dari kiasan yang menggambarkan keadaan kehidupan masyarakat.
Menurut Pitirim A. Sorokin, stratifikasi sosial (social stratification) adalah perbedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya
kelas-kelas sosial lebih tinggi dan kelas sosial yang lebih rendah. Selanjutnya, Sorokin
menjelaskan bahwa dasar dan inti lapisan sosial dalam masyarakat disebabkan tidak adanya
keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban, dan tanggung jawab nilai sosial di antara anggota
masyarakat. Pitirim A. Sorokin mengatakan pula bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap
dan umum dalam setiap masyarakat teratur. Barang siapa memiliki sesuatu yang berharga dalam
jumlah banyak maka akan dianggap memiliki kedudukan di lapisan atas. Bagi mereka yang hanya
memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sesuatu yang berharga maka akan dipandang memiliki
kedudukan rendah.

Menurut Soerjono Soekanto, selama pada masyarakat terdapat sesuatu yang dihargai maka hal itu
akan menjadi bibit yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis. Barang atau sesuatu yang
dihargai pada masyarakat mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis,
mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, ketaatan dalam beragama, atau
mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Hassan Sadilly mengatakan bahwa lapisan
dalam masyarakat menunjukkan:

keadaan senasib, dengan paham ini kita mengenal lapisan yang terendah, yaitu lapisan
pengemis, lapisan masyarakat kelas bawah, dan sebagainya;

persamaan batin atau kepandaian, lapisan masyarakat terpelajar, atau lapisan masyarakat
sejenisnya bahwa di dalamnya terdapat stratifikasi sosial berdasarkan tingkat penguasaan
akan keilmuannya (pengetahuan).

Dengan demikian, kehidupan pada masyarakat akan dijumpai orang-orang yang memiliki sesuatu
yang dihargai atau dibanggakan karena lebih banyak daripada orang lain. Oleh karena itu, ia akan
dianggap mempunyai status atau kedudukan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
yang memiliki sesuatu yang terbatas atau tidak memilikinya sama sekali sehingga kedudukannya
di masyarakat akan lebih rendah. Seseorang yang memiliki kedudukan, baik yang rendah maupun
yang tinggi, sama-sama memiliki sifat yang kumulatif. Artinya, mereka yang memiliki kedudukan
ekonomi tinggi biasanya relatif mudah untuk menduduki kedudukan yang lain sehingga mendapat
kehormatan di masyarakat. Begitu juga bagi mereka yang sedikit memiliki sesuatu atau bahkan
tidak memilikinya.
Biasanya mereka akan cenderung semakin sulit untuk menaikkan kedudukannya karena mereka
tidak memiliki sesuatu yang diandalkan atau dibanggakan. Pada prinsipnya, kedudukan sosial ini
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu kelas ekonomi, kelas sosial, dan kelas politik.

Orang yang memiliki kebanggaan tertentu dalam bidang politik atau kekuasaan, biasanya
cenderung akan menduduki juga lapisan atas yang didasarkan pada nilai ekonomis. Mereka yang
kaya secara material, umumnya cenderung menempati kedudukan penting dalam pemerintahan,
sepanjang didukung oleh nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat yang bersangkutan.

Proses Terbentuknya Stratifikasi Sosial

Sistem lapisan dalam masyarakat terjadi dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan
masyarakat yang bersangkutan. Akan tetapi, lapisan atau stratifikasi sosial ini dapat terjadi dengan
sengaja yang disusun untuk tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat tanpa
disengaja, seperti tingkat kepandaian seseorang, usia, dekatnya hubungan kekerabatan dengan
orang yang dihormati, atau mungkin harta yang dimiliki seseorang, bergantung pada masyarakat
yang bersangkutan dalam memegang nilai dan norma sosial, sesuai dengan tujuan masyarakat itu
sendiri. Stratifikasi sosial yang dibentuk dengan sengaja, berhubungan dengan pembagian
kekuasaan dan wewenang secara resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti organisasi
pemerintahan, partaipolitik, militer, dan organisasi sosial lain yang dibentuk berdasarkan tingkat
tertentu. Sistem pelapisan sosial ini sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu.

Stratifikasi sosial yang terdapat pada masyarakat dapat menyangkut pembagian uang, tanah,
kehormatan, dan bendabenda yang memiliki nilai ekonomis. Uang dapat dibagi secara bebas di
antara anggota suatu organisasi berdasarkan kepangkatan dan ukuran senioritas, tanpa merusak
keutuhan organisasi yang bersangkutan. Bahkan, apabila dalam suatu sistem pemerintahan,
kekuasaan, dan wewenang tidak lagi dibagi secara teratur sesuai dengan ukuran stratanya, akan
menimbulkan kekacauan yang memecah keutuhan masyarakat dan secara tidak langsung memecah
keutuhan suatu negara.
Menurut Soekanto, semua manusia dapat dianggap sederajat, tetapi sesuai dengan kenyataan
kehidupan dalam kelompok-kelompok sosial, tidaklah demikian. Perbedaan atas lapisan-lapisan
pada masyarakat, merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian dari sistem sosial
setiap masyarakat. Pada masyarakat kecil dan homogen dapat dikatakan hampir tidak terdapat
pelapisan sosial. Adapun masyarakat yang heterogen seperti di perkotaan, memperlihatkan kecen
derungan menuju ke arah stratifikasi yang lebih banyak dan kompleks, sebab dasar dari
stratifikasinya adalah pembagian kerja. Penilaian ditinjau dari segi peranan yang berhubungan
dengan jenis pekerjaannya dalam memenuhi kepentingan masyarakat nya yang didasarkan atas
penilaian biologis dan kebudayaan.

Robin William J.R. menyebutkan pokok pedoman tentang proses terjadinya stratifikasi sosial pada
masyarakat, yaitu sebagai berikut.

Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan yang terjadi pada
masyarakat sehingga menjadi objek penyelidikan.

Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur, yaitu sebagai
berikut. 1) Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, misalnya penghasilan, kekayaan,
keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang. 2) Sistem pertentangan yang
diciptakan masyarakat (prestise dan penghargaan). 3) Kriteria sistem pertentangan yaitu
apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat, hak milik,
wewenang, atau kekuasaan. 4) Lambang-lambang kedudukan, misalnya tingkah laku, cara
ber pakaian, bentuk rumah, keanggotaan dalam suatu organisasi formal. 5) Mudah
sukarnya berubah kedudukan. 6) Solidaritas di antara individu atau kelompok sosial yang
menduduki status sosial yang sama dalam sistem sosial, seperti: a) pola-pola interaksi
(struktur clique dan anggota keluarga); b) kesamaan atau perbedaan sistem kepercayaan,
sikap, dan nilai; c) kesadaran akan status masing-masing; d) aktivitas dalam organisasi
secara kolektif.[am]
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Setelah membahas dan memahami uraian di atas, dapat dibuat sebuah kesimpulan
sebagai berikut:
Selama dalam satu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai
sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem lapisan dalam masyarakat.
Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan istilah socil stratification yang
merupakan pembedaan penduduk atau nasyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara
hirarkis).
Sistem lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya (dalam proses pertubuhan
masyarakat itu) tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama.
Sifat Sistem lapisan dalam masyarakat dapat tertutup dan dapat pula terbuka. yang bersifat tertutup
tidak memungkinkan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik gerak
pindahnya itu ke atas atau kebawah. Sebaliknya di dalam system terbuka, setiap anggota
masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri naik lapisan, atau
bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya.
Lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi dan kegiatan untuk
berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan,
lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi
politik, media massa, dan bentuk organisasi lainnya.

3.2 SARAN
Untuk tercapainya Tujuan Lembaga Kemasyarakatan, Masyarakat harus saling bekerja sama dan
saling mengawasi terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
DAFTAR PUSTAKA

SUMBER:http://kedie-rambung.co.id/2011/12/contoh-makalahlapisan.html
Sorokin Pitirim. A. 1959. “social and cultural Mobility” dalam sosiologi suatu pengantar, Editor:
soerjono seokanto, Rajawali Pers : Jakarta
Muin, Idianto. 2013. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X. Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Erlangga. Hal: 84-86.

Sumber : http://organisasi.org http://one.indoskripsi.com Tim MGMP Sosiologi DKI


Jakarta (1999). Modul Sosiologi. Jakarta.

Horton, Paul B.- Hunt, Chester L. (1992). Sosiologi, (terj.). edisi keenam, Jakarta: Penerbit
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai