Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema
utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara
industri, diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat
melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura terutama disebabkan
oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Sementara di Negara berkembang
seperti Indonesia, diakibatkan oleh infeksi tubercolusis.
Menurut catatan medik rumah sakit dokter kariadi Semarang jumlah pravalensi
penderita efusi pleura bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun
2001(medical record rsdk dr.kariadi 2002).1[1] Sedangkan menurut Berdasarkan data
Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati selama 3 bulan terakhir (Mei – Juli
2011) di Lantai IV Selatan Ruang IRNA B Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta didapatkan pasien yang dirawat dengan Efusi Pleura sebanyak 20
kasus ( 3,61 % ) dari 544 kasus penyakit yang ditemukan. Dan berdasarkan Depkes RI (
2006 ), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya.
Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk
memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat Efusi Pleura masih sering
ditemukan faktor resiko terjadinya Efusi Pleura karena lingkungan yang tidak bersih,
sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang
menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat
tentang pengetahuan kesehatan.

Efusi pleura
1
BAB II
TINJAUAN TORITIS

2.1 Definisi

Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam cavum pleura (Kapita
Selekta Kedoktera , FKUI).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. (Smeltzer C Suzanne, 2002).

2.2 Etiologi
2.2.1 Efusi dapat berupa eksudat dan transudat :
1. Neoplasma, seperti eksudat dan transudat.
2. Cardiovaskuler, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
3. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatits, asites.
4. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, mikrobakteri dan parasit.

Efusi pleura
2
2.2.2 Penyebab terbanyak adalah keradangan jaringan paru yang meluas ke pleura
sekitarnya, misalnya bronkopneumonia, TB paru dan sebagainya. Pneumonia
yang memberi penyulit disebut pleuropneumonia.

2.3 Klasifikasi Efusi Pleura


2.3.1 Transudat
1. Cairan estraseluler
2. Bj < 1,015
3. Protein < 3 gr/ 100cc
4. Kadar LDH < 200/lm
5. Rivalta (-)
2.3.2 Eksudat
1. Cairan dalam cavum pleura
2. Bj > 1,05
3. Protein > 3 gr/ 100cc
4. Kadar LDH >200/lm
5. Rivalta (+)

2.4 Manifestasi Klinis


2.4.1 Sesak nafas merupakan gejala utama, kadang-kadang disertai perasaan tidak enak
di dada. Bila cairan pleura sedikit, maka tidak dapat di deteksi dengan
pemeriksaan klinik, tetapi di deteksi dengan radio grafi.
2.4.2 Kadang disertai nyeri pleura atau batuk non produktif.
2.4.3 Hipertermia.
2.4.4 Nyeri dada setempat.

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.

Efusi pleura
3
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat
maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya
pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada
hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam
rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru
akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura
mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan
infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia,
abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa
cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun
keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya
perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan
yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal
nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial
Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50
mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.

Efusi pleura
4
Patoflow

Efusi pleura
5
Efusi pleura
6
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat
permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran
mediastinum kadang ditemukan.
2.6.2 CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea
serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru
dan jaringan toraks lainnya.
2.6.3 Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan
sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan
pleura pada torakosentesis.
2.6.4 Torakosentesis
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiusan
lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi
duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris

Efusi pleura
7
posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan
pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi
lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang
dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a) Warna Cairan
Normal cairan pleura seperti air, tidak berwarna dan tidak berbau.
Komposisi normal cairan pleura :
Volume : 0,1 – 0,2 ml/kg
Sel/mm3 : 1.000 – 5.000
% sel mesothelial : 3 – 70%
% monosit : 30 – 75%
% limfosit : 2 – 30%
% granulosit : 10%
Protein : 1 – 2 g/dl
% albumin : 50 – 70%
Glukosa : sama dengan kadar plasma
LDH : < 50% kadar plasma
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-ctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma,
infark paru, keganasan. Dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning
kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah
coklat, ini menunjukkan adanya abses karena amuba.

b) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Efusi transudat terjadi karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada
gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior, emboli
pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks. Sedangkan pada
efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran

Efusi pleura
8
cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,
paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma,
legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena
Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab
lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3 > 3
Kadar protein dalam efusi
Kadar protein dalam serum < 0,5 > 0,5
Kadar LDH dalam efusi (IU) < 200 > 200
Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam serum < 0,6 > 0,6
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Selain test di atas dapat juga dilakukan tes-tes khusus, antara lain:

Transudat Eksudat
Eritrosit < 10.000 /mm3 > 100.000 /mm3 menggambarkan neoplasma,
infark, trauma > 10.000 < 100.000 /mm3 tidak dapat ditentuk.
Leukosit < 1.000 /mm3 Biasanya > 1.000 /mm3
Hitung jenis leukosit Biasanya > 50% limfosit atau sel mononukleus > 50%
limfosit (tuberkulosis, neoplasma) > 50% polimorfonullear (radang akut)
PH > 7,3 < 7,3 (radang) Glukosa Sama seperti darah (+) Rendah (infeksi).
Sangat rendah (arthritis rheumatoid, kadang-kadang neoplasma Amilase >
500 unit/ml (pankreatitis: kadang-kadang neoplasma, infeksi).
Protein spesifik Komponen komplemen C3, C4 rendah (SLE, arthritis
rheumatoid).
Faktor rheumatoid.
Faktor anti nucleus.

c) Sitologi

Efusi pleura
9
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau
dominasi sel-sel tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan
adanya infeksi akut, sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum, sel mesotel menunjukkan
adanya infark paru, biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit, bila sel
mesotel maligna biasanya pada mesotelioma, sel-sel besar dengan banyak inti
pada arthritis rheumatoid dan sel L.E pada lupus eritematosus sistemik.

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif seperti
nyeri, dispnea, dan lain-lain.
Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
2.7.2 Pleurodisis
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat
dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis.
Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
2.7.3 Torasenfesis.
Indikasinya :
- Menghilangkan sesak yang ditimbulkan oleh cairan.
- Bila terapi spesifik pada primernya tidak efektif.
- Bila terjadi reakumulasi cairan.
2.7.4 Operasi
Menjahit pleura parietalis dengan pleura visceralis. Tujuannya agar bersatu,
sehingga tidak terbentuk cairan yang sifatnya irreversibel.
2.7.5 Antibiotik jika terdapat empiema.

2.8 Asuhan Keperawatan

Efusi pleura
10
2.8.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tgl
MRS.
2. Keluhan utama.
Keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian yaitu batuk ada sekret, sesak
napas.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, sesak napas, batuk
ada sekret, nafsu makan menurun.
4. Riwayat penyakit dahulu.
Klien mempunyai riwayat penyakit tuberkulosis paru, kegagalan jantung kiri,
tumor primer pleura.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Keluarga mempunyai penyakit yang menurun atau menular.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, tembakau, kebiasaan berolah
raga.
2) Pola nutrisi dan metabolisme.
Biasanya px mengalami penurunan nafsu makan.
3) Pola eliminasi
Biasanya tidak mengalami gangguan pada pola eliminasi.
4) Pola istirahat dan tidur
Pada px ini biasnya mengalami gangguan pola istirahat.
5) Pola aktifitas dan latihan
Pada px ini biasanya terjadi keterbatasan aktivitas karena sesak.
6) Pola sensori dan kognitif

Biasanya tidak mengalami gangguan pada pola eliminasi.


7) Pola hubungan peran

Meliputi hubungan px dengan masyarkat sekitar dan keluarga.


8) Pola penanggulangan stress

Efusi pleura
11
Meliputi penyebab stress, koping terhadap stres, dan pemecahan
masalah.

7. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah px selama dilakukan anamnesa.
2) Sistem respirasi
Inspeksi pada px efusi pleura bentuk hemathorax yang sakit mencembung
ruang antara iga mendatar, pergerakan pernafasan menurun.
- RR cenderung meningkat dan px dyspneu.
- Suara perkusi redup.
- Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura maka akan
terdapat batas atas cairan.
3) Sistem pencernaan
- Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit, datar
ada tidaknya benjolan.
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus.
- Palpasi adakah nyeri tekan abdomen, turgor kulit perut perkusi
redup.
4) Sistem neurologis
Inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji dengan pemeriksaan GCS selain
itu fungsi-fungsi sensori juga perlu dikaji.
5) Sistem muskuluskeletal
Pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

Efusi pleura
12
8. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan biokimia
Secara biokomia efusi pleura dibagi atas transudah dan eksudat yang
perbendaannya dapat dilihat
Transudat Eksudat
Kadar prot. dalam efusi 9/dl <3 >3
Kadar prot. dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar
protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (I-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH
dalam serum
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
Rivalta negatif positif

2) Analisa cairan pleura


- Agak kekuningan : cairan pleura
- Agak kemerah-merahan : trauma, infark paru dan adanya kebocoran
aneurisma aorta
- Kuning kehijauan dan agak purulen : empiema
- Merah coklat : abses karena ameba.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia.
3. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas
4. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap.
5. Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah).
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Efusi pleura
13
2.8.3 Perencanaan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
Tujuan : pola nafas kembali efektif dan normal.
- Pola nafas kembali normal.
- Tidak ada tanda hipoxia.
- Tidak ada gejala sianosis.
Rencana tindakan :
1) Identitas faktor penyebab
R/ : dengan mengidentifikasikan penyebab kita dapat menentukan jenis efusi
pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
R/ : dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernagasan kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat.
R/ : penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
4) Observasi tanda-tanda vital
5) R/ : peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
6) Lakukan auskultasi suara nafas
7) R/ : auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru.
8) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafs dalam yang efektif.
9) R/ : menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
10) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 obat-obatan serta
foto thorak.
R/ : pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya
kembang paru.

Efusi pleura
14
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Konsumsi lebih dari 40% jumlah makanan, berat badan normal dan hasil lab
dalam batas normal
Rencana tindakan :
1) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
R/ : kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi
tubuh.
2) Lakukan oral hygiene setiap hari.
R/ : bau mulut yang kurang sedah dapat mengurangi nafsu makan.
3) Sajikan makanan semenarik mungkin.
4) R/ : penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan
5) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
R/ : makanan dalam porsi tersebut memaksimalkan masukan nutrsi tanpa
kelemahan yang tak perlu / kebutuhan energi dari makan-makanan banyak
dan menurunkan iritasi gaster.
6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP
R/ : diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme.
7) Awasi pemeriksaan lab contoh : BUN, prot, serum, albumin
R/ : nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan
intervensi / perubahan program terapi.

3. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas


Tujuan : px mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga terjadi
kecemasan.
- Px mampu bernafas secara normal.
- Respon non verbal klien tampak rileks.
- Nafas teratur.
Rencana tindakan :
1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
R/ : posisi semi fowler akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
2) Ajarkan teknik relaksasi

Efusi pleura
15
R/ : mengurangi ketegangan otot.
3) Beri Oksigen

4. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang


menetap.
Tujuan : tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
- Px dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
Rencana tindakan :
1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
R/ : posisi semi fowler akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
2) Tentukan kebiasaan memotivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
R/ : mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
menganggu tidur.
3) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur
R./ : relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur

5. Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan


keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
- Terpenuhinya aktivitas secara optimal
Rencana tindakan :
1) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat
aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
R/ : mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas.
2) Bantu px memenuhi kebutuhannya.
R/ : memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
3) Awasi px saat melakukan aktivitas dan libatkan keluarga dalam perawatan
px.
R/ : kelemahan suatu tanda px belum mampu beraktifitas.
4) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
5) R/ : istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolism.

Efusi pleura
16
6) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
R/ : aktivitas yang teratur dan bertahap akan membatu mengembalikan
pasien pada kondisi normal.

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.


Tujuan : pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
- Pasien dan keluarga mengikuti program pengobatan dan
menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah
Rencana tindakan :
1) Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang .
R/ : penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
2) Kaji ulang atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat. Contoh :
nyeri dada tiba-tiba
R/ : berulangnya efusi pleura memerlukan intervensui medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi

Efusi pleura
17
BAB III
PEMBAHASAN

CASE 5
Tn. K, 47 tahun, dirawat dengan keluhan demam, menggigil dan berkeringat jika malam
hari. Klien juga mengeluh sesak nafas terutama setelah naik tangga. Nyeri pada pleural juga
dirasakan klien. Klien tidak nafsu makan dan berat badanya menurun. Pada klien telah
dilakukan pungsi paru dan pemasangan WSD dengan hasil cairan jernih, terdapat
peningkatan protein, leukosit terutama limfosit serta penurunan glukosa. Vital sign klien td
110/70 mmhg, HR 88 x/menit, RR 27 x/menit, Suhu 38°c. Sebelumnya klien pernah dirawat
dengan infeksi paru-paru.

ANALISA TRIGER CASE


1. Apa yang terjadi pada pasien? Jelaskan secara konsep teoritis berdasarkan data
yang ada!

PENGKAJIAN
Anamnesa
Nama : Tn. K
Usia : 47 tahun
Keluhan utama : Demam,menggigil dan berkeringat jika malam hari, klien juga
mengeluh sesak nafas terutama setelah naik tangga. Nyeri pada pleural dan klien tidak
nafsu makan dan BB menurun
TD : 110/70 MmmHg
Nadi : 88 x/ menit
RR : 27 x/menit
Suhu : 38°C
Riwayat penyakit sebelumnya : Infeksi Paru-Paru
Pemeriksaan penunjang : Klien sudah di pasang pungsi paru dan WSD hasil
cairan jernih, peningkatan leukosit, protein dan limfosit.

Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan


yang berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura

Efusi pleura
18
ataupun adanya cairan di cavum pleura yang volumenya melebihi normal. Dalam
keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai
kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Cairan dalam jumlah yang berlebih dapat
mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Dalam
keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan
permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena pernapasan.
Pada seseorang yang mengalami efusi pleura, gejala klinis dapat berupa
keluhan sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak
berupa nyeri pleuritik atau nyeri tumpul yang terlokalisir, pada beberapa penderita
dapat timbul batuk-batuk kering. Keluhan berat badan menurun dapat dikaitkan
dengan neoplasma dan tuberkulosis, batuk berdarah dikaitkan dengan neoplasma,
emboli paru dan tuberkulosa yang berat. Demam subfebris pada tuberkulosis, demam
menggigil pada empiema, ascites pada sirosis hepatis.
Pada kasus ini Tn K 47 tahun, mengeluh sesak nafas terutama setelah naik
tangga. Keluhan sesak ini timbul akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga
pleura yang akan memberikan kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya
terganggu dan sesak tidak disertai bunyi tambahan karena bronkus tetap normal.
Makin banyak timbunan cairan maka sesak makin terasa berat.
Pasien juga mengeluh adanya penurunan nafsu makan dan demam. Keluhan
penurunan berat badan biasanya ditemukan pada efusi pleura karena keganasan dan
adanya infeksi atau peradangan sehingga menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
Paien juga sebelumnya pernah dirawat dengan infeksi paru-paru.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma yakni:
menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan
protein, adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah
vena dan getah bening sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan
protein, dan adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinemia.

Efusi pleura
19
2. Pengkajian fisik dan pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan?
Mengapa perlu diperiksa?
Jawaban :
a. Pengkajian Fisik
1) Status kesehatan umum : Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana
penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah px selama dilakukan
anamnesa.
2) Sistem respirasi : Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemathorax yang
sakit mencembung ruang antara iga mendatar, pergerakan pernafasan
menurun.
3) Sistem pencernaan
- Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit, datar
ada tidaknya benjolan.
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus.
- Palpasi adakah nyeri tekan abdomen, turgor kulit perut perkusi
redup.
4) Sistem neurologis : Inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji dengan
pemeriksaan GCS selain itu fungsi-fungsi sensori juga perlu dikaji.
5) Sistem muskuluskeletal : Pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan
antara kiri dan kanan.

b. Pemeriksaan Penunjang
1) Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan
terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran
mediastinum kadang ditemukan.
2) CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi
trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara
umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat
pada paru dan jaringan toraks lainnya.

Efusi pleura
20
3) Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan
sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan
pleura pada torakosentesis.
4) Torakosentesis
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga
IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau
16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada
setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada
satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock
(hipotensi) atau edema paru.
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Normal cairan pleura seperti air, tidak berwarna dan tidak berbau.
Komposisi normal cairan pleura :
Volume : 0,1 – 0,2 ml/kg
Sel/mm3 : 1.000 – 5.000
% sel mesothelial : 3 – 70%
% monosit : 30 – 75%
% limfosit : 2 – 30%
% granulosit : 10%
Protein : 1 – 2 g/dl
% albumin : 50 – 70%
Glukosa : sama dengan kadar plasma
LDH : < 50% kadar plasma
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-ctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan. Dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya

Efusi pleura
21
empiema. Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena
amuba.

b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Efusi transudat terjadi karena penyakit lain bukan primer paru seperti
pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior,
emboli pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks.
Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti
parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur,
pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses
imunologik seperti pleuritis lupus (karena Systemic Lupus Eritematous),
pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis,
asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.

Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3 > 3
Kadar protein dalam efusi
Kadar protein dalam serum < 0,5 > 0,5
Kadar LDH dalam efusi (IU) < 200 > 200
Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam serum < 0,6 > 0,6
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Selain test di atas dapat juga dilakukan tes-tes khusus, antara lain:

Efusi pleura
22
Transudat Eksudat
Eritrosit < 10.000 /mm3 > 100.000 /mm3 menggambarkan neoplasma,
infark, trauma > 10.000 < 100.000 /mm3 tidak dapat ditentuk.
Leukosit < 1.000 /mm3 Biasanya > 1.000 /mm3
Hitung jenis leukosit Biasanya > 50% limfosit atau sel mononukleus > 50%
limfosit (tuberkulosis, neoplasma) > 50% polimorfonullear (radang akut)
PH > 7,3 < 7,3 (radang) Glukosa Sama seperti darah (+) Rendah (infeksi).
Sangat rendah (arthritis rheumatoid, kadang-kadang neoplasma Amilase >
500 unit/ml (pankreatitis: kadang-kadang neoplasma, infeksi).
Protein spesifik Komponen komplemen C3, C4 rendah (SLE, arthritis
rheumatoid).
Faktor rheumatoid.
Faktor anti nucleus.

c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau
dominasi sel-sel tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil
menunjukkan adanya infeksi akut, sel limfosit menunjukkan adanya
infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum, sel
mesotel menunjukkan adanya infark paru, biasanya juga ditemukan
banyak sel eritrosit, bila sel mesotel maligna biasanya pada mesotelioma,
sel-sel besar dengan banyak inti pada arthritis rheumatoid dan sel L.E
pada lupus eritematosus sistemik.

3. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien tersebut?


a) Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,
dispnea, dan lain-lain.
Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

Efusi pleura
23
b) Pleurodisis
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
c) Torasenfesis
Indikasinya :
- Menghilangkan sesak yang ditimbulkan oleh cairan.
- Bila terapi spesifik pada primernya tidak efektif.
- Bila terjadi reakumulasi cairan.
d) Operasi
Menjahit pleura parietalis dengan pleura visceralis. Tujuannya agar bersatu,
sehingga tidak terbentuk cairan yang sifatnya irreversibel.
e) Antibiotik jika terdapat empiema.

4. Bagaimana tindakan dan penatalaksanaan keperawatan pada pasien tersebut?


Tindakan dan penatalaksanaan keperawatan pada penderita hipertensi dilakukan
dengan pendekatan asuhan keperawatan melalui proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan.
1) Pada tahap pengkajian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang dilakukan secara kolaboratif dengan dokter.
2) Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia.
c. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas.
d. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang
menetap.
e. Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah).
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Efusi pleura
24
2. Perencanaan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
Tujuan : pola nafas kembali efektif dan normal.
- Pola nafas kembali normal.
- Tidak ada tanda hipoxia.
- Tidak ada gejala sianosis.
Rencana tindakan :
1) Identitas faktor penyebab
R/ : dengan mengidentifikasikan penyebab kita dapat menentukan jenis
efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
R/ : dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernagasan kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat.
R/ : penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
4) Observasi tanda-tanda vital
5) R/ : peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
6) Lakukan auskultasi suara nafas
7) R/ : auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru.
8) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafs dalam yang efektif.
9) R/ : menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
10) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 obat-obatan serta
foto thorak.
R/ : pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya
kembang paru.

Efusi pleura
25
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Konsumsi lebih dari 40% jumlah makanan, berat badan normal dan hasil lab
dalam batas normal
Rencana tindakan :
1) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
R/ : kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi
tubuh.
2) Lakukan oral hygiene setiap hari.
R/ : bau mulut yang kurang sedah dapat mengurangi nafsu makan.
3) Sajikan makanan semenarik mungkin.
4) R/ : penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan
5) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
R/ : makanan dalam porsi tersebut memaksimalkan masukan nutrsi tanpa
kelemahan yang tak perlu / kebutuhan energi dari makan-makanan banyak
dan menurunkan iritasi gaster.
6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP
R/ : diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme.
7) Awasi pemeriksaan lab contoh : BUN, prot, serum, albumin
R/ : nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan
intervensi / perubahan program terapi.

c. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas


Tujuan : px mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga terjadi
kecemasan.
- Px mampu bernafas secara normal.
- Respon non verbal klien tampak rileks.
- Nafas teratur.
Rencana tindakan :
1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
R/ : posisi semi fowler akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
2) Ajarkan teknik relaksasi

Efusi pleura
26
R/ : mengurangi ketegangan otot.
3) Beri Oksigen

d. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang


menetap.
Tujuan : tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
- Px dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
Rencana tindakan :
1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
R/ : posisi semi fowler akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
2) Tentukan kebiasaan memotivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
R/ : mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
menganggu tidur.
3) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur
R./ : relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur

e. Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan


keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
- Terpenuhinya aktivitas secara optimal
Rencana tindakan :
1) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat
aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
R/ : mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas.
2) Bantu px memenuhi kebutuhannya.
R/ : memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
3) Awasi px saat melakukan aktivitas dan libatkan keluarga dalam perawatan
px.
R/ : kelemahan suatu tanda px belum mampu beraktifitas.
4) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
5) R/ : istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolism.

Efusi pleura
27
6) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
R/ : aktivitas yang teratur dan bertahap akan membatu mengembalikan
pasien pada kondisi normal.

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.


Tujuan : pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
- Pasien dan keluarga mengikuti program pengobatan dan
menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah
Rencana tindakan :
1. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang .
R/ : penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
2. Kaji ulang atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat. Contoh :
nyeri dada tiba-tiba
R/ : berulangnya efusi pleura memerlukan intervensui medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi

Efusi pleura
28
5. Buatlah mapping masalah keperawatan berdasarkan data !

Patoflow

Efusi pleura
29
Efusi pleura
30
6. Berdasarkan mapping Bagaimana rencana asuhan keperawatan pada pasien
tersebut?

N DIAGNOSA NOC NIC


O KEPERAWATAN
Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
1.
tidak Efektif v Respiratory status : Ventilation Airway suction
berhubungan denganv Respiratory status : Airway 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
adanya akumulasi patency suctioning
sekret jalan napas v Aspiration Control 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
Kriteria Hasil : sesudah suctioning.
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Informasikan pada klien dan keluarga
efektif dan suara nafas yang tentang suctioning
bersih, tidak ada sianosis dan 4. Minta klien nafas dalam sebelum
dyspneu (mampu mengeluarkan suction dilakukan.
sputum, mampu bernafas dengan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
mudah, tidak ada pursed lips) untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
v 2. Menunjukkan jalan nafas yang 6. Gunakan alat yang steril sitiap
paten (klien tidak merasa tercekik, melakukan tindakan
irama nafas, frekuensi pernafasan 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
dalam rentang normal, tidak ada napas dalam setelah kateter dikeluarkan
suara nafas abnormal) dari nasotrakeal
v 3. Mampu mengidentifikasikan dan 8. Monitor status oksigen pasien
mencegah factor yang dapat 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
menghambat jalan nafas melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya

Efusi pleura
31
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

2. Pola Nafas tidak NOC : NIC :


efektif b.d 1. Respiratory status : Airway Management
penurunan ekspansi Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
paru (akumulasi 2. Respiratory status : lift atau jaw thrust bila perlu
udara/cairan) Airway patency 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
3. Vital sign Status ventilasi
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
4. Mendemonstrasikan batuk pemasangan alat jalan nafas buatan
efektif dan suara nafas 4. Pasang mayo bila perlu
yang bersih, tidak ada 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sianosis dan dyspneu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
(mampu mengeluarkan suction
sputum, mampu bernafas 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
dengan mudah, tidak ada suara tambahan
pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
5. Menunjukkan jalan nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
yang paten (klien tidak 10. Berikan pelembab udara Kassa basah
merasa tercekik, irama NaCl Lembab

Efusi pleura
32
nafas, frekuensi 11. Atur intake untuk cairan
pernafasan dalam rentang mengoptimalkan keseimbangan.
normal, tidak ada suara 12. Monitor respirasi dan status O2
nafas abnormal)
6. Tanda Tanda vital dalam Terapi Oksigen
rentang normal (tekanan 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
darah, nadi, pernafasan) trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
11. Monitor sianosis perifer

Efusi pleura
33
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

3. Gangguan NOC : NIC :


pertukaran gas 1. Respiratory Status : Gas
Airway Management
berhubungan dengan exchange
penurunan 2. Respiratory Status :
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
kemampuan ventilation
chin lift atau jaw thrust bila perlu
ekspansi paru, 3. Vital Sign Status
2. Posisikan pasien untuk
kerusakan membran Kriteria Hasil :
memaksimalkan ventilasi
alveolar kapiler 1. Mendemonstrasikan
3. Identifikasi pasien perlunya
peningkatan ventilasi
pemasangan alat jalan nafas buatan
dan oksigenasi yang
4. Pasang mayo bila perlu
adekuat
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Memelihara kebersihan
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
paru paru dan bebas dari
suction
tanda tanda distress
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
pernafasan
suara tambahan
3. Mendemonstrasikan
8. Lakukan suction pada mayo
batuk efektif dan suara
9. Berika bronkodilator bial perlu
nafas yang bersih, tidak
10. Barikan pelembab udara
ada sianosis dan dyspneu
11. Atur intake untuk cairan
(mampu mengeluarkan
mengoptimalkan keseimbangan.
sputum, mampu bernafas
12. Monitor respirasi dan status O2
dengan mudah, tidak ada
pursed lips) Respiratory Monitoring
4. Tanda tanda vital dalam
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama
rentang normal
dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati

Efusi pleura
34
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya

4.
Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status : food Nutrition Management
kebutuhan tubuh and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan penurunan 1. Adanya peningkatan berat menentukan jumlah kalori dan
keinginan makan badan sesuai dengan tujuan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
sekunder akibat 2. Berat badan ideal sesuai 3. Anjurkan pasien untuk
dyspnea dengan tinggi badan meningkatkan intake Fe
3. Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan vitamin
4. Tidak ada tanda tanda C
malnutrisi 5. Berikan substansi gula
5. Tidak terjadi penurunan berat 6. Yakinkan diet yang dimakan
badan yang berarti mengandung tinggi serat untuk

Efusi pleura
35
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih (
sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
12. Nutrition Monitoring
13. BB pasien dalam batas normal
14. Monitor adanya penurunan berat
badan
15. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
16. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
17. Monitor lingkungan selama makan
18. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
19. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
20. Monitor turgor kulit
21. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
22. Monitor mual dan muntah
23. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
24. Monitor makanan kesukaan

Efusi pleura
36
25. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
5. Kurang pengetahuan NOC : NIC :
berhubungan dengan Teaching : disease Process
1. Kowlwdge : disease
informasi yang tidak 1. Berikan penilaian tentang tingkat
process
adekuat mengenai pengetahuan pasien tentang proses
2. Kowledge : health
proses penyakit dan penyakit yang spesifik
Behavior
pengobatan 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Kriteria Hasil :
dan bagaimana hal ini berhubungan
1. Pasien dan keluarga
dengan anatomi dan fisiologi,
menyatakan
dengan cara yang tepat.
pemahaman tentang
3. Gambarkan tanda dan gejala yang
penyakit, kondisi,
biasa muncul pada penyakit,
prognosis dan program
dengan cara yang tepat
pengobatan
4. Gambarkan proses penyakit,
2. Pasien dan keluarga
dengan cara yang tepat
mampu melaksanakan
5. Identifikasi kemungkinan
prosedur yang
penyebab, dengna cara yang tepat
dijelaskan secara benar
6. Sediakan informasi pada pasien
3. Pasien dan keluarga
tentang kondisi, dengan cara yang
mampu menjelaskan
tepat
kembali apa yang
7. Hindari harapan yang kosong
dijelaskan perawat/tim
8. Sediakan bagi keluarga informasi
kesehatan lainnya
tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk

Efusi pleura
37
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat

Efusi pleura
38
7. Bagaimana discharge planning pada pasien tersebut?

Discharge planning pada pasien efusi pleural :


Perawat harus memberitahu pasien tentang hal-hal yang penting secara verbal /
tertulis sebagai berikut :
1. Tanda dan gejala yang perlu diperhatikan : kesulitan bernafas, nyeri dada,
peningkatan suhu, atau batuk menetap.
2. Dosis pengobatan, jadwal, petunjuk dan efek samping pengobatan
3. Perlunya mentaati seluruh anjuran setelah keluar dari Rumah Sakit.
4. Perlunya motivasi serta keterlibatan keluarga dalam pemenuhan ADL klien.

Efusi pleura
39
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang
berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura ataupun adanya cairan di
cavum pleura yang volumenya melebihi normal. Akumulasi cairan melebihi volume
normal dan menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan
viscerail tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura
visceral atau sebaliknya yaitu produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan.
Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa kelainan,
antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru. Diagnosis efusi
pleura didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus pasien didiagnosis dengan efusi pleura karena sesuai dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan pada pasien, sehingga
penatalaksanaan utama pada pasien ini adalah berupa terapi thorakosintesis, pemasangan
WSD. Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi penunjang lainnya,
yang disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul.

Efusi pleura
40
DAFTAR PUSTAKA

Arief mansyur, dkk, Kapita selekta kedokteran, Media Aesculapius, jilid I, edisi 3, Balai
penerbit buku FKUI, Jakarta.
Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI;
hal. 1056-60.
Doenges, Marilynn E, 1993, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.
Engran Barbara, 1994, Rencana asuhan keperawatan medikal bedah, Volume 1, EGC,
Jakarta.
Noer, Sjaifoellah. M. H 1996, Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I, edisi 3, Balai penerbit
buku FKUI, Jakarta.
Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6,
Terjemahan, Jakarta : EGC
Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
______(2009). Efusi Pleura
( http://dokmud.wordpress.com/2009/10/25/efusi-pleura/, diaksas Tanngal 25
April 2014)

Efusi pleura
41

Anda mungkin juga menyukai