Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
StikesPanakkukang Makassar
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMOTHORAKS
OLEH:
Arham, S.Kep
17.04.055
CI LAHAN CI INSTITUSI
pneum
B. Etiologi ot
1. Infeksisalurannafas
2. Adanya rupture bleb pleura
3. Traumatic misalnyapadalukatusukan
4. Acute lung injury yang di sebabkanmaterifisik yang terinhalasidanbahankimia
5. Penyakit paru obstruktif kronis(PPOK)emfisema , akut berat asma , fibrosisparu,
kankerdan tumor metastasekepleura,TBparu
a) Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Pneumotoraks spontan yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering
pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla
kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, Tersering
pada pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema
subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia,
abses paruatau Ca paru. fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK),
kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu pneumotoraks
yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari
tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah suatu
pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke
dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan
pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik,
maupun untuk menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura dalam
keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada
hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya
mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami
re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya
sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif.
b. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana
terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan
bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini
tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan
perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat
inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
terluka (sucking wound).
c. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks dengan
tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena
ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara
masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam
rongga pleura tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil
paru (< 50% volume paru).
b. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru
(> 50% volume paru)
C. Patofisiologi
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk
melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang
yang menyusun struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula.
Kemudian yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada
proses inspirasi dan ekspirasi. Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami
kerusakan, akan berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi. contoh kasusnya,
adanya fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa
terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan akibat trauma
tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti, paru-paru,
jantung, pembuluh darah dan organ lainnya 4 di abdominal bagian atas, baik itu
disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau gunshot. Tekanan
intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan dapat masuk
kedalam rongga pleura.
Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari udara pada kapiler pembuluh darah
rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke rongga
pleura, memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O) yang
sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan masuknya udara
pada rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek
pleura parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada
subpleura yang akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura.
Akibatnya dari trauma tersebut pasien pneumotorak akan merasakan sesak napas
akibat udara yang mulai masuk mengisi rongga pleura. Jika terus berlanjut penderita
akan terlihat gelisah akibat kesulitan bernapas. Usaha dari tubuh untuk
mengkompensasi akibat sesak napas yang terjadi adalah bernapas yang cepat
(takipneu) dan denyut nadi yang meningkat (takikardia). Udara yang masuk
kedalam rongga pleura ini akan menyebakan terjadi pendesakan pada parenkim
paru- paru hingga menjadi kolaps, jadi yang mengisi rongga dada yang mengalami
pneumotoraks adalah udara, pada saat diperiksa dengan mengetuk dinding dada
akan terdengar suara hipersonor, akibat akumulasi udara pada rongga pleura.
Kolapsnya paru-paru yang terdesak oleh udara yang berada di rongga pleura ini
menyebabkan proses ventilasi dan oksigenasi berkurang atau malah tidak terjadi,
sehingga jika didengarkan dengan stetoskop suara napas tidak terdengar
Pneumathoraks. Robekan pada percabangan trakeobronkial menyebabkan
kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit.
D. Manifestasi Klinis
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa
berupa :
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk.
3. Dada terasa sempit
4. Mudah lelah
5. Denyut jantung cepat
6. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
7. Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur.
8. Gejala lain yang mungkin ditemukan :
9. Hidung tampak kemerahan ,Cemas, stress, tegangTekanan darah rendah
(hipotensi)
10. Tension pneumotorak
- Hipoksemia (tanda awal)
- Ketakutan
- Gawat napas (takipneu berat)
- Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan merata, penurunan komplians, dan
auto-tekanan ekspirasi akhir positif (auto-PEEP) pada pasien yang terpasang
ventilasi mekanis.
- Kolaps kardiovaskuler (frekunsi jantung >140x/menit pada setiap hal berikut :
sianosis perifer, hipotensi, aktivitas lintrik tanpa denyut nadi). Morton, 2012
E. Komplikasi
1. Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat
juga dapat terkena dampaknya.
2. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian
menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat.
F. Pemeriksaanpenunjang
1. Analisa Gas Darah
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanisme pernapasan dan kemampuan mengkompesasi. P4 Co2 mungkin
normal atau menurun, saturasi O2 biasanya menurun.
2. Rontgen
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang
tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis
radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral. Pada foto terlihat bayangan
udara dari pneumothoraks
yang berbentuk cembung,
yang memisahkan pleura
parietalis dengan pleura
viseralis,Bila
penumothoraksnya tidak
begitu besar, foto dengan
pernafasan dalam (inspirasi
penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas.
Dalam hal ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi
penuh. Selama ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke
apeks, sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar.
3. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb :
mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
4. Pemeriksaan EKG
5. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
G. Penatalaksanaankegawatdaruratan
1. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan
dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Pembalut plastik
yang steril merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok
(selofan) dapat juga digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu
ujungnya dibiarkan tebuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat
dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah
kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan
mengembang.
2. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu
penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk
mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
3. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
4. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk
mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera
dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih lanjut dan
evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi
mekanik.
5. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan skernotomi
mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi.
Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery
(VATS).
H. Pencegahan
1. Untuk mencegah pneumotoraks, sebisa mungkin hindari benturan keras di
daerah dadadan factor yang beriko di lingkungansekitar.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu
keras
Departemen KeperawatanGawat Darurat
StikesPanakkukang Makassar
OLEH:
Arham, S.Kep
17.04.055
CI LAHAN CI INSTITUSI
Gangguanpadasalurannafas
Trauma tajam (tusukan)
(PPOK)TB
paru,infeksisalurannapas,inflamas dantrauma tumpul
iparuakutdankronik
Torak
Pneumotoraks
Udara masuk kedalam kavum Sucking chest wound Saat inspirasi rongga dada Pergeseran mediastinum
mengembang
Atelektasis koma
Nyeriakut Menurunkancardiac output
ketidakefektifPolanafas Kematian
Intoleranaktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Danu santoso, Halim, 2014, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates
Nurarif,Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Punarbawa, I Wayan,dkk. (Tanpa Tahun). Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar pada
Rahajoe Nastini, Supriyanto Bambang. 2012. Buku Ajar Respirologi anak Edisi 1. IDAI
PRIMARY SURVEY
Airway
1. Pengkajian jalan napas TRAUMA SCORE
Bebas Tersumbat
Trachea di tengah : Ya Tidak A. Frekuensi Pernafasan
Resusitasi : 10 – 25 4
Tidak dilakukan resusitasi 25 – 35 3
Re-evaluasi : > 35 2
Tidak dilakukan < 10 1
0 0
B. Usaha bernafas
Normal 1
Dangkal 0
Breathing C. Tekanan darah
1. Fungsi pernapasan > 89 mmHg 4
Dada simetris :Ya Tidak 70 – 89 mmHg 3
Sesak nafas : Ya Tidak 50 – 69 mmHg 2
Respirasi 32 x / mnt 1 – 49 mmHg 1
Krepitasi : YaTidak 0 0
Suara nafas :
- Kanan : Ada Jelas D. Pengisian kapiler
Menurun Ronchi < 2 dtk 2
WheezingTidakAda > 2 dtk 1
- Kiri : Ada Jelas Menurun Tidak ada 0
Ronchi Wheezing TidakAda
SaturasiO2 : 98 % E. Glasgow Coma Score (GCS)
O2 : 3 liter/menit 14 – 15 5
Pada : Suhu ruangan Nasal canule 11 – 13 4
NRBLainnya 8 – 10 3
Assesment : - 5 – 7 2
Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi 3 – 4 1
Re-evaluasi :
Tidak dilakukan TOTAL TRAUMA SCORE ( A + B + C + D + E)
Masalah keperawatan : ketidakefektifan = 3+0+4+2+5=14
pola napas
REAKSI PUPIL
Circulation
1. Keadaan sirkulasi Kanan Ukuran (mm) KiriUkuran (mm)
Tensi : 140 /90 mmHg Cepat 2 mm 2 mm
Nadi : 90 x / mnt
Konstriksi : isokor
Kuat Lemah Regular Irregular
Suhu Axilla : 36.8oC Lambat :-
Temperatur Kulit : Hangat Panas Dilatasi :-
Dingin
Tak bereaksi-
Gambaran Kulit : Normal Kering
Lembab/basah
Assesment : -
Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi
Re-evaluasi : Tidak dilakukan
Disability
Penilaian fungsi neurologis
Alert :
Verbal response :
Pain response :
Unresponsive : Tingkat kesadaran
Nilai GCS 15, (E 5 M 6 V 4)
composmentis 15
Exposure
Penilaian Hipothermia/hiperthermia
Hipothermia : Tidak ada
Hiperthermia :Tidak ada
TTV
TD: 140/90mmHg
N : 90 x/menit
P : 32 x/menit
S : 36,8oc
Pengkajian nyeri :
Nyeri terjadi karena adanya trauma pada dada,
dengan skala 4 Ringan NHS
- Ekspresi wajah : 2 (mengerutkan dahi)
Masalah keperawatan : Nyeri akut
PENILAIAN NYERI :
Nyeri : Tidak Ya, lokasi (dada) Intensitas (4)
Jenis : Akut Kronis
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
ANALISA DATA
di bagian dada dan nyeri b. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
seperti teriris/tajam dengan
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
skala 4 nyeri hilang timbul
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
selama 1-3 menit
menggunakan manajemen nyeri.
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 16 Pencegahan jatuh
Faktor Resiko : sampai 30 menit resiko jatuh dapat dapat diminimalisir Mengidentifikasi deficit kognitif atau fisik yang
- Keluarga pasien mengatakan dengan kriteria hasil : dapat meningkatkan potensi jatuh dalam
1. Keseimbangan : kemampuan untuk lingkungan tertentu
klien gelisah
mempertahankan ekuilibrium Mengidentifikasi perilaku dan factor yang
- Klien nampak gelisah
2. Gerakan terkoordinasi : kemampuan otot untuk mempengaruhi resiko jatuh
- Skor 10 resikojatuhsedang
bekerja sama secara volunteer untuk melakukan Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang
- TD 140/90mmhg
gerakan yang bertujuan dapat meningkatkan potensi untuk jatuh
N : 90x/menit
3. Perilaku pencegahan jatuh : tindakan individu atau
pemberi asuhan untuk meminimalkan factor resiko
yang dapat memicu jatuh dilingkungan individu
4. Kejadian jatuh : tidak ada kejadian jatuh
IMPLEMENTASI DAN EVELUASI
1) Riwayatkesehatan
SAMPLE
S : Ada luka pada dada sebelah kanan
A : Pasien tidak memiliki alergi
M : Tidak ada medikasi sebelumnya
P : Tidakada riwat penyakitsebelumnya
L : Terakhir makan dan minum pukul 17.20 WITA
E : Kejadian terjadi pada saat pasien berada di pertas pernikahan pada malam
jam 21:40 WITA kemudian sekelompok orang tak di kenal datang
menghadang pasien dan menusuk pasien dari arah depan dengan
menggunakan senjata tajam sehingga mengenai dada sebelah kanan pasien
dan senjata langsung di cabut oleh pelaku setalah mengenai pasien.
2) Riwayat dan mekanisme trauma
P :Provokatif (penyebab)
Q : Quality (kualitas)
“Tajam”
R :Radiation (paparan)
“ketika bergerak”
T :Timing (waktu)
“Hilang timbul”
3) TTV
TD: 140/90mmHg
N :90 x/menit
P : 32 x/menit
S :36,8oc
4) Pengkajian head to toe
a. Kepala
Inpeksi :Bentuk kepala normolsefal, wajah simetris, distribusi rambut
menyebar dan berubah, tidak ada lesi.
Palpasi : Tidak teraba massa
b. Mata
Inspeksi : Anemis, tidak ada perdarahan subkujungtiva/kelainan pada
mata
Palpasi : Tidak teraba adanya massa
c. Hidung
Inspeksi : Tidak terdapat rinorhea dan edema
Palpasi : Tidak teraba adanya massa
d. Telinga
Inpeksi :Telinga simetris kiri dan kanan,nampak, daun telinga lentur,
tidak ada penumpukan serumen
Palpasi : Tidak teraba massa
e. Mulut dan gigi
Inspeksi : Tidak terdapat stomatitis,mukosa bibir lembab, gigi lengkap
f. Leher
Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil
Palpasi : tidak terdapat lesi
g. Dada dan paru-paru
Inspeksi : Ada pengembangan dada, simetris antar kedua lapang paru,
ada penggunaan otot bantu nafas dada
Palpasi : Frekuensi nafas : 32x/i, cepat
Auskultasi : Tidak terdengar suara nafas tambahan ronchi
h. Jantung
Perkusi : Suara pekak, batas atas interkostal 3 kiri, batas kanan linea
paasteral kanan, batas kiri linea mid clavicularis kiri, batas
bawah intercostals 6 kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising tidak ada.
i. Abdomen
Inspeksi : tidak distensi abdomen
Palpasi : tidak ada benjolan pada abdomen
Perkusi : terdengar bunyi timpani
Auskultasi : peristaltic usus 16x/menit
j. Pelvis
Inspeksi : tidak terdapat cedera maupun luka
Palpasi : tidakadanyeripada pelvis
k. Genetalia
Tidak sempat di kaji
l. Integumen
Kulitelastis, CRT <2 detik.
m. Ekstremitas atas: Simetris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap, tidak tampak
clubbing finger, , terpasang infuse NaCl 0,9% 24 tetes/menit dibatasi. Nadi
kuat.
n. Ekstremitas bawah : Simetris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap.
Kekuatan otot
5 3
4 5
1) Pemeriksaan penunjang
1) Foto Toraks PA/AP
Klinis :Pneumotoraks
Kesan :
- Pneumotorax dextra
- Emfisema subkutis
- Terpasang chest tube
Hasilpemeriksaan :
- Terpasang chest tube pada pheumothorax dextra dengan tip pada midline
setinggi paravetebral CV Th2
- Tampak hiper lusena vaculardi sertai pleura white line padasisi lateral
hemithorax kanan
- Cor : bentuk dan kesan normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulangintak
- Tampak bayangan lusenpadasisi lateral Hemithorax dextra kesan pada
jaringan lunak
2) Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium klinik
2) Terapi medikasi
Umur Di bawah 3 4
thn
3-7 tahun 3
7-13 tahun 2
>13 tahun 1 1
Jenis Laki-laki 2 2
kelamin Perempuan 1
Kelainan 4
Neurologi
Perubahan
dalam
Diagnosa oksigenasi
(masalah
saluran 3 3
nafas,Dehidr
asi, Anemia,
Aneroksia/sa
kit kepala
Kelainan 2
psikis/perila
ku
Diagnosis 1
lain
Gangguan Tidak sadar 3
kognitif terhadap
keterbatasan
Lupa 2
keterbatasan
Mengetahui 1 1
kemampuan
diri
Riwayat 4
jatuh dari
tempat tidur
saat bayi-
Faktor anak
lingkungan Pasien 3
menggunaka
n alat bantu
atau box
atau mebel
Pasien 2 2
berada di
tempat tidur
Di luar 1
ruang rawat
Dalam 24 3
Respon jam
terhadap Dalam 48 2
observaso/ jam riwayat
obat/penan jatuh
gan efek 1
anastesi >48
Bermacam- 3
macam obat
yang di
gunakan
:obat
sedatif(kecu
Penggunaa ali pasien
n obat ICU yang
menggunaka
n sedasi dan
paralisis)hip
notik
Salah satuh 2
dari
pengobatan
di atas
Pengobatan 1 1
lain
Total 10
Nama & paraf yang
melaukan penelitian
Tingkat resiko dan tindakan :