oleh:
Preseptor:
PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis adalah disfungsi organ akibat kegagalan regulasi respon imun tubuh
terhadap infeksi yang mengancam nyawa.1 Sepsis telah menjadi fokus masalah
intensive care unit (ICU) yang dilakukan oleh The Intensive Care Over Nations
(ICON), sebanyak 2.973 pasien (25,9%) mengalami sepsis saat masuk rumah
sakit atau selama rawatan.2 Data insiden sepsis di Indonesia masih belum lengkap,
dilakukan seperti penelitian yang dilakukan Irawan dkk yang mendapatkan hasil
kematian akibat sepsis sebesar 16,7% dengan rerata kejadian sebesar 47,27 kasus
per tahunnya.3 Selain itu, dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa sebanyak
27,0% kasus adalah sepsis berat, 14,58% syok septik dan 53,33% adalah kasus
bahwa terjadi peningkatan kejadian tiap tahunnya sejak 200 hingga 2013 yaitu
sepsis dan syok septik. Sepsis dapat berkembang menjadi syok septik yaitu suatu
kondisi lanjut dari sepsis yang ditandai abnormalitas sirkulasi dan metabolik atau
membutuhkan vasopressor untuk mencapai MAP ≥65 mmHg dan serum laktat >2
mmol/L (18mg/dL) dengan resusitasi cairan yang adekuat. Syok septik dapat
meningkatkan mortalitas lebih dari 40%. Pasien sepsis harus dapat diidentifikasi
pada awal rawatan karena keterlambatan penilaian derajat sepsis dan pemberian
uraian diatas, dapat disimpulkan perlunya pengetahuan tentang sepsis dan syok
putih, dan demam/ hipotermia serta gangguan metabolik lainnya atau disfungsi
dini, pemberian antibiotik awal, dan resusitasi cairan yang cukup merupakan
serangan jantung atau stroke karena ada gangguan dalam pemasukkan oksigen
epidemiologinya sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap
yang meningkat lebih dari 100 kali lipat berdasarkan umur (0,2/1.000 pada anak-
Dalam makalah ini akan disajikan beberapa aspek penting dari sepsis dan
tentang sepsis dan syok septik serta sebagai salah satu syarat dalam menjalani
TINJAUAN PUSTAKA
ditambah dengan disfungsi organ akibat sepsis atau hipoperfusi jaringan. Syok
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) <90 mmHg atau tekanan arteri
rata–rata (MAP)<70mmHg atau penurunan SBP>40 mmHg atau kurang dari dua
standar deviasi di bawah normal untuk usia tanpa adanya penyebab lain dari
hipotensi.3
masuk ke peredaran darah tidak esensial, sampai terjadi inflamasi lokal dan juga
adanya kerusakan organ yang jauh serta hipotensi. Pada kenyataannya kultur
darah terdapat bakteri atau jamur hanya sekitar 20-40% dari kasus severe sepsis
2.2 Etiologi
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif dengan
dasar predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau
sepsis 10
pada sepsis 3
2.3 Patogenesis
berat. Hal ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan
berlangsung terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena
dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari
peradangan biasa.6
antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau
represi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini
bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi
proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi
immunosupressan. Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga
antibody (LPSab). LPSab yang beredar didalam darah akan bereaksi dengan
mengekspresikan imunomodulator.6
Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka
dapat berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag
sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida
yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai
immodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony
Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-
10, IFN-g, IFN 1β dan TNF α yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1β
yang merupakan sebagai imunoregulator utama juga memiliki efek pada sel
endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler.
Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α, IL-8, IL-
6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi
pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil
asam amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya
bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan,
membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun
bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia
akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan
bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi,
dia juga menggangu proses fibrinolisis melalui pengaktifan IL-1 dan TNFα dan
tetapi karena adanya thrombin dan trombomodulin, dia berubah menjadi enzyme-
oleh tanda-tanda non spesifik seperti demam, menggigil dan gejala konstitutif
seperti lelah, malaise, gelisah dan tampak kebingungan. Tempat infeksi yang
paling sering adalah paru-paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan
lunak dan sistem saraf pusat. Gejala sepsis tersebut akan semakin berat pada
penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama yang sering
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase
60-70% dari kasus, yang menghasilkan berbagai macam produk yang dapat
menstimulasi sel imun. Sel tersebut kemudian dipacu untuk melepaskan mediator
(LPS). LPS berfungsi merangsang peradangan pada jaringan, demam dan syok
pada pasien yang terinfeksi. Bakteri gram positif lebih jarang menyebabkan sepsis
jika dibandingkan bakteri gram negatif. Angka kejadiannya hanya berkisar 20-
Eksotoksin berbagai kuman juga dapat menjadi faktor penyebab karena dapat
merusak integritas membran sel imun secara langsung. Dari semua faktor tersebut
yang terpenting adalah LPS endotoksin gram negatif yang dinyatakan sebagai
penyebab sepsis terbanyak. LPS tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang
(TNF) dan interleukin (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan
sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise yang
mengalami sepsis.
Variabel General
Heart Rate > 90/ menit atau lebih besar 2 kali dari nilai normal dalam kategori umur
Takipnea
Edema yang signifikan atau balans cairan yang positif (> 20 ml/kg dalam 24 jam)
Hiperglikemia (glukosa plasma > 140 mg/dL atau 7,7 mmol/L) tanpa adanya kehadiran
Diabetes
Variabe Inflamatori
Hitungan sel darah putih dalam batas normal dengan bentuk imatur> 10%
Variabel Hemodinamik
Hipotensi arterial (tekanan darah sistolik< 90mmHg, tekanan rata-rata arteri < 70 mmHg,
atau tekanan darah sistolik menurun > 40 mmHg pada orang dewasa atau kurang dari dua
WBC = white blood cell; SBP = systolic blood pressure; MAP = mean arterial
thromboplastin Time.
Kriteria diagnosis sepsis pada populasi pediatric adalah tanda dan gejala inflamasi
ditambah dengan infeksi dengan hiper atau hipotermia (suhu rektal>38,5 ° atau <
35°C), takikardia (mungkin tidak ada pada pasien dengan hipotermi), dan
setidaknya terdapat satu dari indikasi fungsi organ yang berubah: perubahan status
mental, hipoksemia, peningkatan laktat dalam serum, atau denyut nadi pols yang
bounding.
Diadaptasi dari Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al: 2001
Definisi sepsis berat + sepsis yang diinduksi oleh hipoperfusi jaringan atau disfungsi organ
Pengeluaran urin < 0,5 mL/kg/jam setelah lebih dari 2 jam pemberian resusitasi cairan
yang adekuat
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 < 250 dengan ketiadaan pneumonia sebagai sumber
infeksi
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 < 200 dengan adanya pneumonia sebagai sumber
infeksi
Diadaptasi dari Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al: 2001
untuk skrining pasien-pasien dengan infeksi. Penggunaan skoring ini lebih mudah
dilakukan dibandingkan menggunakan Sepsis-related Organ Failure Assessment
ditegakkan apabila hasil yang didapatkan dari qSOFA positif pada 2 dari 3 kriteria
antara lain laju pernapasan ≥ 22 kali per menit, perubahan kesadaran (skor
Glasgow Coma Scale ≤13) dan tekanan darah sistolik ≤100 mmHg. Sepsis dapat
berlanjut menjadi syok septik apabila terdapat kondisi klinis sepsis dengan
MAP ≥65 mmHg dan kadar laktat serum >2 mmol/L atau 18 mg/dL walaupun
Hal yang sangat perlu diperhatikan pada pasien dengan sepsis dan syok
septik adalah sirkulasi yang terganggu akibat respon imun tubuh terhadap infeksi.
Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan adalah dengan resusitasi cairan.
penyebab.
Resusitasi cairan awal pada sepsis dan syok septik sebaiknya segera
pertama. Saat pemberian cairan dilaksanakan, perlu juga dipantau oksigenasi dan
responsivitas cairan untuk melihat apakah terapi yang diberikan berhasil atau
tidak. Penilaian respon resusitasi cairan yang klinisi berikan merupakan evaluasi
dari tindakan yang diberikan dan mendapatkan informasi apakah dapat dilanjutkan
tatalaksana sehingga kondisi pasien menjadi lebih baik. Teknik yang umum
Teknik ini dapat diaplikasikan pada pasien yang bernapas spontan maupun
dengan ventilator serta cukup efektif pada pasien aritmia. Evaluasi yang dilakukan
pada teknik ini adalah adanya peningkatan curah jantung sebesar 10-15% dari
nilai awal untuk menilai respon terapi. Apabila monitoring curah jantung tidak
tersedia, maka dapat dilakukan penilaian pulse pressure dengan nilai responsif
Teknik ini digunakan untuk menilai perubahan isi sekuncup (stroke volume)
atau tekanan sistolik atau pulse pressure. Perubahan nilai CVP juga dapat
adalah mean arterial pressure (MAP). MAP digunakan sebagai penilaian perfusi
jaringan, terutama pada pasien dengan gangguan sirkulasi termasuk sepsis dan
syok septik. Rekomendasi target MAP pada pasien syok septik adalah 65 mmHg.
Hipotensi arterial yang lama dapat mengakibatkan syok yang ireversibel serta
hanya digunakan pada pasien yang berisiko rendah mengalami takiaritmia dan
bradikardi.
Indikator lain yang dapat digunakan adalah pemantauan kadar laktat serum.
Peningkatan kadar laktat memiliki korelasi dengan prognosis yang lebih buruk.
Laktat digunakan sebagai indikator yang lebih baku karena pengukuran yang
sudah terstandarisasi dan penanda perfusi jaringan yang lebih objektif. Selain
Tekanan darah
Denyut nadi
Mottling score
Frekuensi pernapasan
Suhu
Produksi urin
2.6 Diagnosis
menyeluruh.7
Tabel 4. Sepsis menurut Society of Critical Care Medicine 7
2.8 Penatalaksanaan
infeksi dan resusitasi serta terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi organ.7
o Terapi cairan
o Terapi vasopresor
dan phenylephrine8
o Terapi inotropik
o Antibiotik
dll.3
2.9 Komplikasi
perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan gangguan
fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup besar dalam
pathogenesis ini.10
disebabkan oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah
o ARDS
o Gastrointestinal :
Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan terpasang
intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam saluran
pada barier normal dari usus, yang akan menyebabkan bakteri dalam usus
vaskular dan sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi yang
hipovelemia relatif.
bundle ini dibuat telah banyak dilakukan pembaharuan berdasarkan bukti klinis
dan hasil penelitian terbaru. Pada sepsis bundle edisi sebelumnya dikenal bundle-3
dan bundle-6 yang artinya kumpulan tatalaksana awal pasien sepsis yang harus
dilakukan dalam 3 jam pertama dan 6 jam pertama sejak pasien masuk rumah
sakit. Tahun 2018, sepsis bundle direvisi menjadi bundle-1 dimana semua
pada 1 jam pertama sejak time zero yaitu waktu pasien masuk triase pada instalasi
gawat darurat ataupun masuk ke bagian lain sebagai rujukan dari rumah sakit lain
keadaan sepsis dan syok sepsis tergolong kepada kondisi gawat darurat yang
pada pasien sepsis dan syok sepsis dapat terjadi melebihi 1 jam, tetapi inisiasi
untuk tatalaksana harus dimulai dalam 1 jam ini. Tindakan resusitasi awal yang
biasanya dilakukan adalah berupa pemberian cairan kristaloid dengan target untuk
pada tabel 1.
Gambar 1.Hour-1 Surviving Sepsis Campaign Bundle of Care
Pada pasien sepsis dan syok sepsis akan terjadi gangguan hemodinamik
sirkulasi akut yang dapat berujung pada kerusakan organ-organ vital, seperti
jantung, ginjal dan otak. Evaluasi terhadap perfusi jaringan dapat dilakukan secara
jaringan.14
maka proses pembentukan energi di tingkat seluler akan terjadi secara aerobik
suatu produk umum yaitu asetil-KoA yang kemudian akan dioksidasi dalam siklus
asam sitrat untuk membentuk energi. Tetapi pada kasus tidak cukupnya sirkulasi
Jumlah ATP yang dihasilkan pada reaksi anaerob pun lebih sedikit
seluruh jairngan, yaitu otot lurik, otak, sel darah merah dan ginjal. Pada kondisi
normal, pembentukan laktat juga terjadi dalam derajat ringan dengan proses
laktat darah pada kondisi normal dipertahankan dalam kadar <1 mmol/L.15
anaerobik yang dapat meningkatkan kadar laktat dalam darah sehingga dipakai
ataupun sebab lainnya. Pada lima percobaan terkontrol acak pada 647 pasien
berguna sebagai skrining pada pasien yang secara hemodinamis stabil. Pada studi
yang dilakukan oleh Shapiro dkk terhadap 1278 pasien dengan infeksi
memperlihatkan bahwa kadar laktat <2,5mmol/L dihubungkan dengan tingkat
Diagram 1. Hubungan kadarlaktat dan tingkat Mortalitas (Shapiro et al. Ann Emerg
Med. 2005; 45:524-28)
infeksi dari sumber manapun yang mungkin, seperti seluruh rongga tubuh pasien,
adanya luka terbuka ataupun hal lainnya. Pengambilan sampel kuman untuk
dilakukan kultur agar dapat diketahui jenis patogen penyebab harus dilakukan
seluruh sampel infeksius dari pasien yang diduga kuat menjadi sumber infeksi.23
Pada pasien sepsis dapat dijumpai manifestasi klinis infeksi yang kentara
dari satu sistem organ tertentu, tetapi dapat juga tidak, sehingga membutuhkan
menjadi sumber infeksi.Tetapi rekomendasi ini sekali lagi bukan untuk diartikan
Pemeriksaan kultur mikrobiologis rutin yang baik idealnya terdiri atas dua
set sampel kultur darah yang aerobik dan anaerobik. Pengambilan darah sebisa
signifikan pada kultur kuman apabila dilakukan pengambilan darah serial ataupun
pada saat pasien sedang demam tinggi. Teknik pengambilan dan transport sampel
berguna karena sterilisasi kultur dapat terjadi dalam hitungan menit hingga jam
menunjukkan bahwa adanya jeda yang panjang pada pemberian antibiotik dengan
25
saat pasien diketahui sepsis dapat meningkatkan angka mortalitas pasien
begitupun dengan gejala penyerta akibat kerusakan organ target yaitu ginjal26,
kepada pasien sepsis ataupun syok sepsis dimana pilihan antibiotik tersebut
Contohnya adalah kurangnya perhatian dalam deteksi kondisi sepsis atau syok
intra dan interpersonal staf rumah sakit, baik dokter, perawat dan pegawainya.
Hal yang juga perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah akses
juga mengenai akses vena yang cukup baik untuk diberikannya antibiotik.Apabila
pada saat itu, akses vena belum ditemukan maka akses intraoseus dapat menjadi
alternative. Bila hal ini sulit dilakukan maka pemberian dosis inisial antibiotik
5. Umur dan penyakit komorbid pada pasien yang tergolong kronis dan
6. Ada atau tidaknya alat-alat invasif seperti kateter vena sentral atau kateter
sensitifitas keluar maka harus diganti ke antibiotik yang jauh lebih sensitif. Tetapi
bila hasil kultur negative dan antibiotik empiris menunjukkan perbaikan maka
sepsis atau syok septik. Mengingat keadaan darurat medis ini, resusitasi cairan
awal harus dimulai segera setelah mengenali pasien dengan sepsis dan / atau
hipotensi dan peningkatan laktat, dan selesai dalam 3 jam dari awal diagnosis.
cairan kristaloid. Meskipun sedikit literatur dan data untuk mendukung volume
ini, studi intervensi baru-baru ini menggambarkan ini sebagai praktik biasa pada
tahap awal resusitasi, dan didukung bukti observasional. Tidak adanya manfaat
yang jelas setelah pemberian koloid dibandingkan dengan larutan kristaloid pada
rekomendasi yang kuat untuk penggunaan larutan kristaloid dalam resusitasi awal
pasien dengan sepsis dan septik.syok. Karena beberapa bukti menunjukkan bahwa
bagian penting dari resusitasi. Ini tidak seharusnya terlambat. Jika tekanan darah
tidak pulih setelah cairan awal resusitasi, maka vasopressor harus dimulai dalam
jam pertama untuk mencapai tekanan arteri rata-rata (MAP) dari ≥ 65mm Hg.13
norepinefrin.
dengan takiaritmia resiko rendah dan bradikardi absolut atau relatif) (weak
evidence).
of evidence). Jika diinisiasi, dosis harus dititrasi hingga titik akhir yang
memiliki kateter arteri yang sudah terpasang segera bila tersedia (weak
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Seluruh pasien yang ditemukan mengalami sepsis atau syok sepsis harus
lainnya.
2. Pada pedoman penatalaksanaan sepsis dan syok sepsis yang dibuat oleh
3. Terdapat lima langkah yang tercakup dalam bundle-1 yaitu penghitungan kadar
ml/kgBB untuk resusitasi cairan dan berikan vasopressor dengan target inisial
2. PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit
http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview#a0156.Diunduh
Oktober 2018.
4. Besten, Andrew D. et al. 2009. Oh’s Intensive Care Manual Sixth Edition.
British Library
multiple organ dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds.
Textbook of critical care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co. p: 1249-57
randomized trial of protocol-based care for early septic shock. N Engl J Med
2014; 370(18):1683-1693
10. A.Guntur.H. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi
http://www.atsu.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/lecture/sepsis.htm.
Dalam Edisi I. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010. 123-5.
13. Mitchell ML, Laura EE dan Andrew R. The Surviving Sepsis Campaign
Bundle : 2018 Update. Society of Critical Care Medicine and the European
:10.1097/cccm.0000000000003119
15. Andra LB. Lactate-A Marker for Sepsis and Trauma. 2007. EMCREG-
International.
http://emcreg.org/publications/monographs/acep/2006/alb_acep2006.pdf.
17. Jansen TC, van Bommel J, Schoonderbeek FJ, et al; LACTATE studygroup.
182:752–761
18. Jones AE, Shapiro NI, Trzeciak S, et al. Emergency Medicine Shock Research
clearance rate and central venous oxygen saturation inpatients with septic
20. Tian HH, Han SS, Lv CJ, et al. The effect of early goal lactate clearance rate
21. Yu B, Tian HY, Hu ZJ, et al. Comparison of the effect of fluid resuscitation
saturation in patients with sepsis. Zhonghua Wei Zhong Bing JiJiu Yi Xue
2013; 25:578–58
22. Shapiro NI, Howell MD, Talmor D, et al. Serum lactate as a predictor of
2005;45(5):524-528
Sepsis and Septic Shock : 2016. Society of Critical Care Medicine and
24. Baron EJ, Miller JM, Weinstein MP, et al. A guide to utilization of the
the American Society for Microbiology (ASM). ClinInfect Dis 2013; 57:e22–
e121
reduces mortality in severe sepsis and septic shock from the first hour: results
2014; 42:1749–1755
27. Iscimen R, Cartin-Ceba R, Yilmaz M, et al. Risk factors for the development
and IL-10 polymorphisms in patients with sepsis. Crit Care 2006; 10:R111