Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama.


Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi
susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis
merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka
kecacatan 30-50%.

Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian


penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B
ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan
38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995
meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi,
dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis
yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per
100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per
tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%,
retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.

1.2 TUJUAN

Setelah dilakukan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis,


diharapkan mahasiswa mampu:

1. Memahami tentang pengertian dari meningitis.


2. Memahami tentang etiologi dari meningitis.
3. Memahami tentang patofisiologi/pathway dari meningitis.
4. Memahami tentang manifestasi klinis dari meningitis.
5. Memahami tentang pemerikaan diagnostik dari meningitis.
6. Memahami tentang penatalaksanaan medis dari meningitis.
7. Memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien anak dengan meningitis.
1.3 MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-
kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis
Menambah wawan penulis mengenai wacana nilai pendidikan,dan dapat
dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang ada,termasuk pada pendidik yang ada didalamnya,dan penentu
kebijakan dalam dalam pendidikan,serta pemerintas secara umum.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer,
2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah
satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus
influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis) (Nelson, 2010).

2.2 ANATOMI FISIOLOGI

Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri
dari tiga lapis, yaitu:
1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum
tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi
atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan
durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat
dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid
dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel
radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

2.3 EPIDEMIOLOGI
1. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat
lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-
anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna. Puncak insidensi
kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang adalah pada
anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-
12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus
influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan
terjadi pada umur < 5 tahun. Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per
100.000. Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per
100.000.9 Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun
sebesar 88 per 100.000.
2. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah,
lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), dan
penyakit ISPA. Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang
berkembang dibandingkan pada negara maju. Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang
disebut dengan the AfricanMeningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari
Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara
sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB
besar secara periodik. Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate
meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000
penduduk.
3. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasuskasus infeksi
saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi
Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah
Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. Meningitis karena virus
berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim panas karena
pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Di Amerika Serikat
pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk
dan sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.

2.4 ETIOLOGI

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit
dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal. Meningitis
juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS,
keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang dapat
melemahkan sistem imun (imunosupresif).
Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :
1. Virus :
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa
pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama
musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja
yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan
meningitis, yakni :
a. Virus Mumps
b. Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,
Measles, and Influenza
c. Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)
d. Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),
disebarkan melalui tikus.
2. Bakteri :
Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa
muda, di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningiditis. Meningitis
disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus.
Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur. Selama usia
bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal
merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B,
basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok
ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen lain
ditemukan pada penderita yang lebih tua.

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H. influenzae
tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang
disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali
terjadi sebelum usia 2 tahun.
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan
Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter
diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.
3. Jamur:
Jamur yang menginfeksi manusia terdiri dari 2 kelompok yaitu, jamur patogenik dan
opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang dapat
menginfeksi manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah,
manusia dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih
rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik
menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis, coccidiodomycosis dan
paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur apportunistik.
Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini adalah
aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan
nocardiosis.
Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis akut, subakut
dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama anak dengan
leukemia dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten. Cryptococcus
neoformans dan Coccidioides immitis adalah penyebab utama meningitis jamur
pada anak imunokompeten. Candida sering pada anak dengan imunosupresi dengan
penggunaan antibiotik multiple, penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan
neonatus kritis yang menggunakan kateter vaskular dalam waktu lama.

Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :


1. 0 – 3 bulan :
Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk bakteri,
virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab yang tersering seperti
Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella,
Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur, nontypeable H.influenza,
dan bakteri anaerob. Virus yang sering seperti Herpes simplekx virus (HSV),
enterovirus dan Cytomegalovirus.
2. 3 bulan – 5 tahun
Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat, penyakit
yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri penyebab tersering
meningitis pada grup usia ini belakangan seperti N.meningitidis dam S.Pneumoniae.
H. influenza tipe B masih dapat dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada
anak kurang dari 2 tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak
lengkap. Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus
dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan jika
didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang mendukung
diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini seperti enterovirus,
HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6).
3. 5 tahun – dewasa
Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti
N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkan
meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini. Meningitis virus
pada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus, herpes virus, dan arbovirus.
Virus lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic
choriomeningitis, HHV-6, virus rabies, dan virus influenza A dan B.
Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat disebabkan
oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh pathogen lain seperti
Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.

2.5 KLASIFIKASI

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada


cairan otak, yaitu :

1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya
lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.

(Ngastiyah,2005)

2.6 PATOFISIOLOGI

Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui


penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau
sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau
pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa
kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel
radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri
streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak,
hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang


dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan TIK.
Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edem dan
eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial. (Ngastiyah.
Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)

Penyebaran hematogen merupakan penyebab tersering, dan biasa terjadi pada


adanya fokus penyakit lain (misalnya, pneumonia, otitis media, selulitis) atau akibat
bakteremia spontan. Oleh karena patogen-lazim menyebar melalui jalur pernapasan ,
peristiwa awalnya adalah kolonisasi traktus respiratorius bagian atas.

Meningitis yang disebabkan oleh penyebaran nonhematogen mencakup penyebaran


infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan ( otitis media, mastoiditis, sinusitis,
osteomielitis vertebralis atau tulang kranialis) serta kerusakan anatomi (fraktur dasar
tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf, atau sinus dermal konginetal di sepanjang aksis
kraniospinalis). Gambaran lazim setiap penyebab infeksi adalah masuknya bakteri
patogen ke dalam ruang subaraknoid dan perbanyakan bakteri. (Jay Tureen. Buku Ajar
Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )

Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu
yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak
mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat
mengeluh nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai.

Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di
atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku,
seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi,
ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga
timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh
menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.

Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam,


pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur,
sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`.

Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga
stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan lainnya,
namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.
(Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada
anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin
tidak ditemui. Peruban tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90%
pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )

Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan


usia sebagai berikut:

Anak dan Remaja

1. Awitan biasanya tiba-tiba


2. Demam
3. Mengigil
4. Sakit kepala
5. Muntah
6. Perubahan pada sensorium
7. Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal )
8. Peka rangsang
9. Agitasi
10. Dapat terjadi:

a. Fotofobia
b. Delirium
c. Halusinasi
d. Perilaku agresif atau maniak
e. Mengantuk
f. Stupor
g. Koma

11. Kekakuan nukal : Dapat berlanjut menjadi opistotonus


12. Tanda Kernig dan Brudzinski positif
13. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi
14. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:

a. Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila berhubungan


dengan status seperti syok.
b. Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae)
c. Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal)

Bayi dan Anak Kecil

Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak antara usia 3 bulan - 2 tahun :

1. Muntah
2. Peka rangsangan yang nyata
3. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)
4. Fontanel menonjol
5. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak
6. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa
7. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
8. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)

Neonatus: Tanda-tanda Spesifik

1. Secara khusus sulit untuk didiagnosa


2. Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik
3. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihatmenyedihkan dan berperilaku buruk dalam
beberapa hari
4. Menolak untuk makan
5. Kemampuan menghisap buruk
6. Muntah atau diare
7. Tonus buruk
8. Kurang gerakan
9. Menangis buruk
10. Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit
11. Leher biasanya lemas
Tanda-tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus

1. Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi)


2. Ikterik
3. Peka rangsang
4. Mengantuk
5. Kejang
6. Ketidakteraturan pernapasan atau apnea
7. Sianosis
8. Penurunan berat badan

(Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 )

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :


a. Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa
jenis bakteri.
b. Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur
virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
2.9 PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang
dini dan pemilihan antimikroba empirik yang tepat untuk kemungkinan patogen.
Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi
intrakranium berat.

Pasien dengan Meningitis purulenta pada umumnya dalam keadaan kesadaran yang
menurun dan seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit, pasien perlu langsung dipasang cairan intavena. Jika
terdapat gejala asidosis harus dilakukan koreksi. Pengelolaan cairan merupakan hal yang
sangat penting pada pasien meningitis. Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak
tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada
sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan, harus dilakukan pembatasan cairan.
Meskipun demikian, sebuah studi klinis telah membuktikan pentingnya memelihara
tekanan perfusi otak yang adekuat pada penyakit ini. Pembatasan cairan secara tidak
tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrim, dapat menuju pada
ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi, sementara
menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan
cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai
kelebihan hormon antidiuretuk pulih; bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan
dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi
secara seksama.

Terapi peningkatan tekanan intrakranium harus diarahkan pada pemeliharaan derajat


tekanan perfusi otak yang adekuat, seperti pada kondisi lain yang dipersulit oleh
hipertensi intrakranium. Cara yang ada bisa termasuk hiperventilasi, pengambilan CSS
melalui kateter intraventrikel, atau mungkin pemakaian obat diuretikosmotik secara hati-
hati.

Pada kecurigaan meningitis, antibiotik intravena diberikan secara empiric sementara


menunggu hasil biakan. Pemilihan antibiotik awal didasarkan pada kemungkinan
pathogen menurut kelompok usia, pajanan yang diketahui, dan setiap faktor resiko yang
tidak lazim bagi pasien. Prinsip terapi antimikroba meningitis mencakup pemilihan
antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap pathogen yang dicurigai dan yang mampu
mencapai konsentrasi CSS setidaknya sepuluh konsentrasi bakterisid minimal untuk
organisme tersebut, karena inilah konsentrasi yang dalam penelitian hewan telah terbukti
berkolerasi dengan sterilisasi CSS paling efektif. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri
Rudolph,vol.1, 2006 )

Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg
BB/kali IV, dan dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang
belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis
sama tetapi diberikan secara IM. Setelah kejang dapat diatasi, diberikan fenobarbital
dosis awal untuk neonatus 30 mg; anak < 1 tahun 50 mg dan anak > 1 tahun 75 mg.
Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg
BB/hr dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian
dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2 dosis. Bila
tidak tersedia diazepam, fenobarbital dapat langsung diberikan dengan dosis awal dan
selanjutnya dosis rumat.

Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di Indonesia(Jakarta) ialah H.
influenzae dan pneumoccocus sedangkan meningococcus jarang sekali,maka diberikan
ampisilin IV sebanyak 400mg/kg BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol
100mg/kg BB/hr iv dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi
lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tesebut
dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan dengan obat
dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang sesuai dengan hasil
biakan dan uji resistensi kuman.

Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh baksil colifom
dan staphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai berikut:

Pilihan pertama: Sefalosporin 200mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi


dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hr IV,dilanjutkan dengan dosis 15
mg/kg BB/hr atau dengan gentamisin 6 mg/kg BB/hr masing-masing dibagi dalam 2
dosis.
Pilihan kedua : Amphisilin 300-400 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 6 dosis,dikombinasi
dengan kloramfenikol 50 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 4 dosis. Pada bayi kurang bulan
dosis kloramfenikol tidak boleh melebihi 30 mg/kg Bb/hr (dapat terjadi grey baby).

Pilihan selanjutnya kotrimoksazol 10 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis selama


3 hari dilanjutkan dengan dosis 6 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis. Lama
pengobatan neonatus adalah 2 hr.

Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur kurang 1
minggu.

Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10 pengobatan
sedang pada neunatus pada hari ke 21. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)

Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial dengan komplikasi
hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk pemasangan shunt
guna mengalirkan cerebrospinal fluid yang tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis
shunt antara lain (VP) ventrikulo peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt.

Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head up dan
pengawasan pemberian cairan yang adekuat.

2.10 KOMPLIKASI

1. Hidrosefalus obstruktif
2. Meningococcal Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
Komplikasi meningitis pada anak-anak :
1. Ketika baru lahir terpengaruh, ada risiko kerusakan otak. Hal ini menyebabkan
serangkaian gejala yang mempengaruhi gerakan dan koordinasi.
2. Karena meningitis umumnya mempengaruhi anak-anak di sana mungkin akan
kesulitan belajar yang mungkin sementara atau permanen.
3. Banyak anak-anak dengan meningitis dapat mengembangkan epilepsi yang
mengarah ke serangan berulang.
2.11 WOC

Penyakit Campak, Cacar Air, Herpes,


Bronchopneumonia

Virus/Bakteri/Jamur masuk jaringan otak

Meningoencephalitis

Pembentukan Reaksi kuman Iritasi korteks Kerusakan Kerusakan


transudat & patogen cerebral area saraf V saraf IX
eksudat fokal

Suhu tubuh Sulit Sulit makan


Edema meningkat MK : Resiko mengunyah
trauma
Resiko kejang
Gangguan berulang
MK : Defisit MK :
perfusi Nyeri akut
cairan Ketidakseimbangan
jaringan
cerebral nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Hipovolemik

Kesadaran Menurun
MK : Gangguan
mobilitas fisik

MK : Gangguan
Penumpukan sekret
persepsi

MK : Bersihan
jalan nafas tidak
efektif
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN MENINGITIS

3.1 PENGKAJIAN
3.2 ANALISA DATA
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
3.6 EVALUASI KEPERAWATAN
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

1. Pia meter, merupakan lapisan yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan
sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan
menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.
2. Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
3. Dura meter, merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat.

Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyerang susunan saraf pusat,
dimana angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit yang
mempunyai mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan
pada permulaan pengobatan. Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah
menular seperti penyakit flu, pasien meningitis tidak menularkan penyakit melalui
saluran pernapasan. Resiko terjadinya penularan sangat tinggi pada anggota keluarga
serumah, penitipan anak, kontak langsung cairan ludah seperti berciuman. Perlu
diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang menderita TBC sangat rentan terhadap
penyakit ini.

4.2 SARAN

Mengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting untuk menegakkan diagnosis
sedini mungkin. Diagnosis dan pengobatan dini mencegah terjadinya komplikasi yang
bersifat fatal. Mengetahui penyebab meningitis sangat penting untuk menentukan jenis
pengobatan yang diberikan. Vaksin untuk mencegah terjadinya meningitis bakterial telah
tersedia, dan sangat dianjurkan untuk diberikan jika berada atau akan berkunjung ke
daerah epidemik.

Anda mungkin juga menyukai