Latar Belakang
Anamnesis
1
Kapan pasien merasa sesak napas : saat istirahat atau aktivitas ?
(gunakan skala sesak napas dan keluhan menurut aktivitas, dapat
dilihat pada Tabel 1)
Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas ?
Berapa jauh pasien dapat berjalan ?
Apakah pasien batuk ? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak, dan
apa warnanya?
Apakah terdapat mengi ? Jika ya, kapan ?
Berapa lama pasien mengalami keadaaan seburuk ini ?
Kira-kira apa pemicunya ?
Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat
berbaring?
Pernahkah pasien mendapat ventilasi ?
Pernahkah pasien di rawat di rumah sakit ? (Jika ya, berapa hasil
spirometri dan gas darah awal )
2
Tanyakan gejala apnoe saat tidur (mengantuk di siang hari,
mendengkur).
Adakah kemunduran dimusim dingin ?
Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? Jika ya, apakah
sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang
diberikan ?
Menanyakan :
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien ?
Adakah riwayat masalah pernapasan kronis di keluarga ?
Dimana kamar tidur/kamar mandi pasien, dan sebagainya ?
Siapa yang berbelanja, memasak, mencuci dan sebagainya ?
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Adakah riwayat merokok pasien, jika ada tanyakan berapa bungkus
perhari ?
Bagaimana keadaan lingkungan rumah maupun pekerjaannya? Apakah
sering terpapar dengan zat-zat yang bersifat allergen?
Bagaiman hygieni pribadi?
Bagaimana rumahnya? Apakah cukup ventilasi?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
4
b. Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada dapat
menggunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi
sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1
atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. 5-6
c. Pemeriksaan Radiologi (Foto Thorax)
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada
PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk
menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan
diagnosis banding dari keluhan pasien.Seperti : 5-6
a) Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju
apeks paru dan corakan paru yang bertambah. 5-6
b) Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah dan mendatar, penciutan pembuluh
darah pulmonal, serta gambaran jantung tampak lebih kecil (jantung
menggantung : Jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance.) 5-
6
5
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) ditujukkan untuk mengelompokkan penyakit-
penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara
pernapasan. Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut
bisa terletak pada saluran pernapasan maupun parenkim paru. Kelompok
penyakit yang dimaksud adalah bronkitis kronik (masalah pada saluran
pernapasan) dan emfisema (masalah pada parenkim). Ada beberapa ahli
yang menambahkan kedalam kelompok ini, yaitu asma bronkial dan
bronkiektasis. Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirai dapat digolongkan
sebagai PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung
progresif. Kedua penyakit tadi, bronkitis kronik dan emfisema hanya
dimasukkan kedalam PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut dan
obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal kdua penyakit ini belum dapat
digolongkan kedalamPPOK. Merokok masih menjadi kausa utama penyakit
pada hampir 90% pasien dengan bronkitis kronik dan emfisema. Namun,
hanya 10-15% perokok mengalami PPOK. PPOK mengenai lebih dari 10 juta
orang di Amerika Serikat; bronkitis kronik adalah diagnosisnya pada sekitar
75% kasus dan emfisema sisanya. Insidens, prevalensi, dan angka kematian
PPOK meningkat seiring pertambahan usia dan lebih tinggi pada pria, orang
berkulit putih, dan golongan social ekonomi lemah.1
Differential diagnosis
Bronkhitis kronik
Bronkhitis kronik adalah keadaan yang berkaitan dengan produksi
mukus trakeobronkiale yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan
batuk dengan ekspetorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari
2 tahun secara berturut-turut.Terdapat beberapa subklasifikasi, diantaranya
bronkitis kronik simpleks, bronkitis mukopurulen kronik, dan bronkitis kronik
dengan obstruksi.Bronkitis kronik simpleks menjelaskan suatu keadaan yang
6
ditandai dengan pembentukan sputum mukoil. Bronkitis mukopurulen kronik
ditandai dengan sputum purulent yang persisten maupun berulang pada
keadaan tidak ditemukannyapenyakit supuratif setempat seperti
bronkiektasis. Bronkitis kronik diduga terjadi karena kebiasaan merokok,
terpajan polusi udara, debu, infeksi, bahkan faktor genetik.1,7
Pada bronkitis kronis biasanya mempunyai riwayat batuk dan produksi
sputum yang banyak serta sudah berlangsung bertahun-tahun dengan
kebiasaan merokok yang cukup berat. Pada mulanya batuk hanya terjadi di
musim dingin dan pasiencenderung untuk minta pertolongan dokter paling
tidak pada saat sering terdapat relaps mukopurulen yang semakin berat.
Dalam beberapa tahun, gejala batuk berlanjut dari hibernal menjadi
perennial dan frekuensi, durasi serta intensitas relaps mukopurulen semakin
bertambah. Setelah mulai mengalami gejala dyspnea pengerahan tenaga,
pasien sering mencari pertolongan dokter dan derajat obstruksi paru yang
cukup berat akan ditemukan dalam keadaan ini. Kadang-kadang pasien
tersebut akan memeriksakan dirinya ke dokter sesudah timbulnya edema
perifer yang terjadi sekunder akibat gagal ventrikel kanan yang nyata. Lebih
jarang lagi, kontak medis yang pertama terjadi atas inisiatif keluarga yang
membawa pasien dengan gejala sianosis berat, edema dan dalam keadaan
stupor yang menyertai insufisiensi respirasi akut.Pasien ini seringkali
memiliki berat badan berlebih dan tampak sianotik. Biasanya pada saat
istirahat tidak terlihat gangguan, frekuensi pernapasan tampak normal atau
hanya sedikit meningkat dan juga tidak dijumpai penggunaan otot-otot
aksesorius. Perkusi dada akan memberikan suara sonor yang normal dan
dengan auskultasi, kita biasanya dapat mendengar suara ronki basah kasar
serta mengi yang lokasi dan intensitasnya berubah-ubah setelah batuk yang
dalam serta produktif.Penatalaksanaan dari bronkitis kronis antara lain
menghentikan kebiasaan merokok, penggunaan antibiotic terutama untuk H.
influenza dan S. pneumonia 7-10 hari, pemberian nutrisi yang adekuat dan
latihan, obat bronkodilator, serta kortikosteroid yang diberikan setelah
pemberian adekuat bronkodilator.1,7
7
Emfisema
Emfisema adalah keadaan paru yang ditandai oleh pembesaran
abnormal menetap ruang udara di sebelah distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding-dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.Berbeda dari
bronkitis kronik, emfisema adalah penyakit yang bukan terutama mengenai
saluran napas tetapi parenkim paru di sekitarnya. Konsekuensi fisiologis
adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik terminal dan hilangnya
jaringan kapiler alveolus, serta yang sangat penting, stuktur-struktur
penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastic.Hilangnya jaringan ikat elastic
menyebabkan paru kehilangan daya recoil elastic dan mengalami
peningkatan compliance.Tanpa recoil elastis yang normal, saluran napas
yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat topangan.
Saluran napas mengalami kolaps premature saat ekspirasi, disertai gejala
obstruktif dan temuan fisiologis yang khas.1,7
Gambaran patologis emfisema adalah gambaran kerusakan progresif
unit-unit respiratorik terminal atau parenkim paru di sebelah distal dari
bronkiolus terminal. Peradangan saluran napas, jika terjadi, akan minimal,
meskipun dapat terlihat hyperplasia kelenjar mukosa di saluran napas
penghubung yang besar. Interstisium unit-unit respiratorik mengandung
beberapa sel radang, tetapi temuan utama adalah hilangnya dinding
alveolus dan membesarnya ruang-ruang udara. Kapiler alveolus juga lenyap,
yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas difusi dan hipoksemia
progresif, terutama saat berolahraga.Kerusakan alveolus tidak merata di
semua kasis emfisema. Emfisema bermanifestasi sebagai penyakit non
peradangan berupa dispnea, obstruksi progresif saluran napas yang
irreversible, dan gangguan pertukaran gas, terutama saat berolahraga. 1,7
Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan infeksi kronik dengan nekrosis pada bronkus
dan bronkiolus yang menyebabkan dilatasi permanen yang abnormal pada
saluran napas ini. Bronkiektasis juga dapat dikatakan adalah kelainan
8
morfologis yang terdiri dari; pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap
disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus.
Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris, fusiform, dan
kistik atau sakular.Etiologi dari bronkiektasis secara umum adalah infeksi,
kelainan herediter atau kelainan kongenital, obstruksi bronkus.1,7
Patofisiologi dari bronkiektasis dimulai dari infeksi merusak dinding
bronkiale, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki.
Dinding bronkiale menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat,
infeksi melebar sampai ke peribronkiale, sehingga dalam kasus bronkiektasis
sekular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang
eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus.Tanda dan gejala dari penyakit
bronkiektasis sangat beragam, sebagian tanpa gejala atau tanda sama
sekali.Gambaran klinisnya secara umum meliputi batuk-batuk, demam dan
produksi sputum purulen yang berlebihan.Tujuan dari pengobatan adalah
mengendalikan infeksi dan pembentukan dahak, membebaskan
penyumbatan saluran napas serta mencegah terjadinya komplikasi.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan berupa pemberian antibiotik dengan
spekrum luas, drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernapasan.1,7
Asma Bronkiale
Asma bronkiale adalah satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea yang
mengakibatkan penyempitan saluran napas yang bersifat reversible. Asma
ini merupakan kelainan inflamasi kronik yang kambuhan ini ditandai oleh
serangan bronkospasme yang paroksismal tapi reversibel pada saluran
napas trakeobronkial; serangan ini disebabkan oleh hiper-reaktivitas otot
polos. Terjadinya serangan asma tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja,
terutama diperkirakan jika terkena alergen dan lingkungan
pemicu.Sebenarnya penyebab pasti asma bronkiale masih belum diketahui
secara pasti.Penyakit asma dapat dilihat menurut intensitas klinik, respon
9
terhadap terapi dan agen pemicunya. Secara patofisiologi dikenali 2 tipe
yang utama:8
a. Asma atopik (alergik; reagin-mediated). Merupakan tipe yang sering
ditemukan. Tipe asma ini dipicu oleh antigen lingkungan (misalnya debu,
serbuk sari, makanan), perubahan cuaca, aktivitas dan sering disertai
riwayat atopi dalam keluarga. Lenih sering terjadi pada anak-anak.
b. Asma nonatopik (nonreaginik, nonimun). Kerapkali dipicu oleh infeksi
saluran napas, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan, pengaruh isiologis
seperti stress dan biasanya tanpa riwayat keluarga dan tanpa keterlibatan
IgE yang nyata. Penyebab peningkatan reaktivitas saluran napas tidak
diketahui. Lenih sering mengenai orang dewasa di atas usia 40 tahun.
10
produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus,
menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau
gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis
metabolik dan kontriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan
shunting yaitu, peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang
baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian
penympitan saluran napas pada asma akan menimbulkan gangguan ventilasi
berupa hiperventilasi, ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi
ventilasi tidak setara dengan sirkukasi darah paru, serta gangguan difusi gas
di tingkat alveoli.Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan terjadinya
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang lanjut.Gejala-
gejala dari penyakit asma bronkiale, yaitu sesak napas yang diikuti suara
mengi, ada umumnya disertai batuk dengan dahak yang lengket dan kental,
gelisah dan cemas, serta napas terengah-engah dan rasa berat pada dada.1
Etiologi
11
muda, yaitu pada mereka yang tidak merokok (onsetnya sekitar usia 53
tahun) dan bagi mereka yang merokok sekitar 40 tahun.
d. Hipereaktivitas bronkus.
Adanya peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai stimulan.
Epidemiologi
Gejala klinis
1. Sesak Napas
2. Batuk Kronis
3. Wheezing
12
Kontraksi otot polos, bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus
menyebabkan pengurangan kaliper saluran napas dan tuberlensi aliran
darah yang berkepanjangan, yang menimbulkan mengi yang dapat
didengar langsung atau dengan stetoskop. Intesitas mengi tidak
berkolerasi baik dengan keparahan penyempitan saluran napas;
contohnya, pada obtruksi saluran napas ektrem, aliran udara dapat
sedemikian berkurang, sehingga mengi mungkin sama sekali tidak
terdengar. Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini
menunjukan komponen reversibel penyakitnya.
4. Batuk Darah
Patofisiologi
Pada PPOK terdapat dua kondisi yang menjadi dasar patologi, yaitu
bronkitis kronis dengan hipersekresi mukus dan emfisema paru yang
ditandai dengan pembesaran permanen di ruang udara yang ada, mulai dari
distal bronkiolis terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang
nyata. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar
dan yang kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal seluruh
nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang
dibentuk oleh sel skuamosus akan mengalami metaplasia, sel-sel silia
mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini direspon
13
dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses
remodeling ini justru merangsang dan mempertahankan inflamasi yang
terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran
nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran
nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada
mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.10,11
Gambar 1. Gambaran Epitel Saluran Nafas pada PPOK dan Orang Sehat. 10
14
neutrofil dan makrofag pada dinding saluran nafas. Selain itu memancing
ketidakseimbangan limfosit T CD4+/CD8+, dimana limfosit T sitotoksik
(CD8+) akan menginfiltrasi saluran nafas sentral dan perifer. Neutrofil juga
meningkat pada kelenjar bronkus pasien dengan PPOK memberikan peranan
pentng terhadap hipersekresi mukus, dimana hal ini kemudian memacu
ekspresi gen IL-4 yang mengekspresikan sejumlah besar sel-sel inflamasi
pada subepitel bronkus dan kelenjar submukosa penghasil sekret. TNF α
yang merupakan sitokin proinflamasi yang potensial akan berkoordinasi dan
menyebabkan peningkatan sitokin lainnya seperti IL-2dan IL-6 yang
kemudian menginduksi ngiogenesis. Peningkatan sitokin diatas selain berada
dalam saluran nafas, juga beredar di sirkulasi sistemik. Peningkatan sitokin
proinflamasi pada saluran nafas sebagai petanda inflamasi lokal, juga akan
memberikan gambaran pada peningkatan sel-sel inflamasi secara sistemik,
termasuk kedalamnya neutrofil dan limfosi pada gambaran darah tepi. 10,11
Komplikasi
15
Komplikasi yang dapat ditemukan pada pasien PPOK bila tidak tidak
ditangani secara lanjut antara lain:
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada
tahap lanjut timbul cyanosis. 8
2. Asidosis respiratorik
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO 2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines,
tachipnea.8
3. Infeksi pernapasan
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan
timbulnya dyspnea.8
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi
klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. 8
5. Cardiacdisritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.8
6. Status asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan
dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.8
16
Penatalaksanaan
17
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.4
5. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan
secara rutin merupakan kontraindikasi.4
Non-medikamentosa
1. Edukasi
Sangat penting dilakukannya edukasi kepada pasien untuk berhenti
merokok (jika perokok), serta edukasi mengenai dilakukannya latihan fisik
dan respirasi untuk memperingan keluhan pasien.4
2. Nutrisi
Pemberian nutrisi yang adekuat sangat penting untuk mengurangi
keluhan pasien. Berat badan yang kurang ataupun kegemukan dapat
mempengaruhi gejala, tingkat kecacatan dan prognosis PPOK. Orang-
orang dengan PPOK yang berat badannya dapat meningkatkan kekuatan
otot pernapasan mereka dengan meningkatkan asupan kalori
mereka. Ketika dikombinasikan dengan olahraga teratur atau program
rehabilitasi paru, hal ini dapat mengakibatkan peningkatan gejala PPOK.4
Terapi Oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka
panjang
atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati - hati dapat
menyebabkan
hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada
PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup.4
Ventilasi Mekanik
18
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat.
Ventilasi
mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai
perawatan
lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat.4
Operasi Paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi
paru
(masih dalam proses penelitian di negara maju).4
Prognosis
Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang terjadi karena
adanya sumbatan pada jalan napas yang berlangsung lama. PPOK terdiri dari 4 jenis, yaitu
bronkiektasis, asma bronkiale, bronchitis kronis, dan emfisema. Gejalanya terdiri dari sesak
napas dan batuk produktif yang cukup lama. Penyebab dari penyakit ini adalah terutama karena
terpajan asap rokok, polusi, dan faktor genetik. Penanganannya dapat diberikan obat
bronkodilator dan pemberian oksigen.
19
Daftar Pustaka
20