LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RO
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Suku : Makassar
Alamat : Pinrang
No. RM : 613091
Tgl. Pemeriksaan : 06 Juli 2018
Tempat Pemeriksaan : Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sulsel
Pemeriksa : Syahrun Mubarak Aksar
Supervisor : dr. Purnamanita Syawal, Sp.M., MARS.
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Rasa berpasir pada mata kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien perempuan 36 tahun datang ke BKMM
dengan keluhan rasa berpasir di mata sejak 4 hari yang lalu, pasien sering
mengosok-gosok matanya. Pasien mengeluhkan matanya seperti melengket
pada saat bangun tidur. Mata kiri pasien juga merah disertai nyeri dan agak
membaik setelah menggunkan insto akan tetapi kemarin mata kiri pasien
kembali berwarna merah. Penglihatan kabur disangkal oleh pasien.Penglihatan
silau disangkal. Kemasukan benda asing disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Riw. HT (-), Riw. DM (-), alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial :
Tidak riwayat penyakit yang sama pada keluarga
1
Riwayat Pemakaian Kacamata : (-)
Riwayat Pengobatan:
Hanya membeli insto di apotek.
C. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Pemeriksaan Inspeksi
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Skuama (-) Skuama (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)
2
3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan tonometri
4. PemeriksanVisus
Visus jauh : VOD : 20/20 (tidak dikoreksi)
VOS : 20/20 (tidak dikoreksi)
Visus dekat : tidak dilakukan pemeriksaan
5. Pemeriksaan Funduskopi
FOD : tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi
FOS : tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi
D. RESUME
Pasien perempuan 36 tahun datang ke BKMM dengan keluhan rasa berpasir di
mata sejak 4 hari yang lalu, pasien sering mengosok-gosok matanya. Pasien
mengeluhkan matanya seperti melengket pada saat bangun tidur. Mata kiri pasien
juga merah disertai nyeri dan agak membaik setelah menggunkan insto akan tetapi
kemarin mata kiri pasien kembali berwarna merah. Penglihatan kabur disangkal
oleh pasien.Penglihatan silau disangkal. Kemasukan benda asing disangkal.
3
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-), riwayat penyakit terdahulu HT (-
), DM (-), alergi (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-). Riwayat
pengobatan sebelumnya menggunakan insto
Pada pemeriksaan ophtalmology didapatkan:
ODS edema dan skuama pada palpebra superior dan inferior, konjungtiva
hiperemis (+), lensa kesan keruh (+).
Visus jauh : VOD : 6/9 (tidak dikoreksi)
VOS : 6/7,5 (tidak dikoreksi)
Visus dekat : tidak dilakukan pemeriksaan
Pada SLOD tidak tampak kelainan sedangkan Pada SLOS Konjugtiva
hiperemis (+) terdapat gambaran cobble stone pada konjugtiva palpebra, kornea
tampak keruh, BMD kesan normal, pupil bulat, lensa jernih.Flurosence (+) tampak
bitnik-bintik pada kornea.
E. DIAGNOSIS KERJA
OS Dry Eye + Keratokonjugtivitis
F. DIAGNOSIS BANDING
OS Keratitis Pungtata Superficialis
G. TERAPI
1. Non Medikamentosa
Bersihkan sekret atau kompres dengan air hangat, cuci tangan sebelum
menyentu barang-barang
2. Medikamentosa
R/ Cendo Progenta ED 6 dd 1 gtt OS
R/ Polygran ED 4 dd1 gtt OS
4
H. PROGNOSIS
I. Pembahasan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dapat didiagnosis
dengan Blefaritis Skuamosa. Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh adanya
kotoran mata yang berlebihan berwarna kekuningan pada kedua kelopak mata,
terasa bengkak, agak gatal, dan mata agak merah. Kemudian pasien juga merasakan
adanya ketombe pada rambut dan telinga terasa berminyak. Keluhan ini sejalan
dengan teori Blefaritis skuamosa yaitu pada anamnesis akan didapatkan keluhan
adanya skuama atau sekret pada kelopak mata disertai peradangan dan rasa gatal.
Selain itu blefaritis dapat berjalan bersama dengan dermatitis seboroik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya skuama pada palpebra superior
dan inferior dan edema palpebra. Penemuan ini sesuai dengan teori bahwa pada
pasien dengan blefaritis skuamosa akan ditemukan sisik atau skuama berwarna
halus dan penebalan margo palpebra. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu
penglihatan kabur pada penglihatan dekat dan jauh. Dari pemeriksaan visus,
didapatkan visus pasien menurun dan pada iluminasi oblik didapatkan kekeruhan
pada lensa. Hal ini bisa didiagnosis dengan katarak senilis. Berdasarkan teori, gejala
awal yang dirasakan pada pasien katarak yaitu menurunnya ketajaman penglihatan
dan pada pemeriksaan opthalmologi ditemukan kekeruhan pada lensa. Selain itu,
umur pasien juga mendukung untuk didiagnosisnya katarak senilis. Sebanyak 90%
katarak pada usia >50 tahun termasuk katarak senilis.
5
Penatalaksanaan pada kasus ini diberikan terapi berupa non medikamentosa
dan medikamentosa. Terapi non medikamentosa berupa edukasi untuk
membersihkan sekret yang ada pada kelopak mata atau dengan kompres air hangat.
Untuk terapi medikamentosa diberikan antibiotic topical berupa tetes mata dan
salep mata. Salep mata cendo xitrol diberikan 2 tetes per hari, dan tetes mata
polidemisin diberikan 4 tetes per hari. Keduanya berfungsi untuk mengobati
kondisi radang mata yang disebabkan oleh infeksi bakteri tertentu. Cendo xitrol
mengandung zat aktif dexamethasone sodium phosphate 0,1%, neomycin sulphate
yang setara neomycin base 3,5 mg dan polymixin B sulphate 6.000 IU. Polidemisin
mengandung dexamethasone sodium phosphate 1 mg Neomycin sulphate setara
neomycin base 3.5 mg, polymixin B sulphate 6.000 IU.
Prognosis pada kasus ini baik jika ditangani dengan tepat dan adekuat, serta
kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan menjaga higinitas denganbaik. Jika
tidak demikian, maka akan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:2
1. Epitel
Tebalnya 50 µm, terdiri atas lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel saya dan semakin maju ke depan menjadi sel
7
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
2. Membrana Bowman
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrana Descement
Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotel
8
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.2
9
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Agar
dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.
2. Konjugtiva
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan – bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikut i pola arterinya – membentuk
jaringjaringvaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva
tersusundalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan
pembuluhlimfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik)
nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan
kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi, dengan
mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitaslakrimasi,
dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupaekanisme
10
imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosatersebut
dan antibodi dalam bentuk IgA.
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua
grup besar yaitu :
1. Penghasil musina.
Sel goblet, terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan
pada daerahinferonasal.
Crypts of Henle, terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva
tarsalissuperior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva
tarsalis inferior.
Kelenjar Manz, mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar
Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah
substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun
karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah
yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air
mata bukan merupakan medium yang baik.2
B. Definisi
11
Keratokongjugtivitis kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh disertai peradangan yang
mengenai lapisan tipis, transparan, mucus yang melapisi sklera dan palpebra bagian
dalam sehingga mengakibatkan terjadinya dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan
eksudasi.1.2
C. Klasifikasi
a. Keratokonjunctivitis sicca digunakan ketika peradangan karena
kekeringan. ("Sicca" berarti "kering" dalam konteks medis.) Hal ini terjadi
dengan 20% pasien RA.
b. Istilah "Vernal keratokonjunctivitis" (VKC) digunakan untuk merujuk
keratokonjungtivitis terjadi di musim semi, dan biasanya dianggap
karena alergen.
c. Atopik keratokonjunctivitis adalah salah satu manifestasi dari atopi.
d. Epidemi keratokonjunctivitis disebabkan oleh adenovirus infeksi.
e. Keratokonjungtivitis limbus superior diduga disebabkan oleh trauma
mekanik.
D. Etiologi
Konjungtivitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, fungal, parasit, toksik,
chlamydia, kimia dan agen alergik. Konjungtivitis viral lebih sering terjadi daripada
konjungtivitis bakterial. Insidensi konjungtivitis meningkat pada awal musim semi.
Etiologi konjungtivitis dapat diketahui berdasarkan klinis pasien. Pada tingkat
seluler terdapat infiltrat seluler dan eksudat pada konjungtiva. Etiologi keratitis
superfisial antara lain adalah infeksi (bakteri, viral, dan fungal), degeneratif (dry
eye, defek neurotropik atau berhubungan dengan penyakit sistemik), toksik dan
alergi. Morfologi dan distribusi lesi pada kornea dapat membantu mengetahui
penyebab keratitis. Ada beberapa penyebab potensial keratokonjungtivitis yaitu
kekeringan, infeksi virus, manifestasi dari atopi atau allergen maupun trauma
mekanik.
E. Patofisiologi
12
Konjungtivitis alergi disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.
Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi,
menyebabkan degranulasi dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari
peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator
lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin,
tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi
nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler,
vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.2,3
Konjungtivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu
dan kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat
yang berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa
konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari
peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah atau
putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan
berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang
berdilatasi dan tinggi permeabilitas.3
Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi.
Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan
lisozyme) yang merangsang lakrimasi.3
F. Manifestasi Klinis Dan Diagnosis
1. Keratokonjungtivitis Sicca
Keratokonjungtivitis sicca ditandai oleh hiperemia konjungtiva bulbaris
(terutama pada aperture palpebral) dan gejala-gejala iritasi yang jauh lebih
berat daripada tanda-tanda peradangannya yang ringan. Keadaan ini sering
berawal sebagai konjungtivitis ringan dengan secret mukoid. Lesi-lesi epitel
bebercak muncul di kornea, lebih banyak di belahan bawahnya, dan
mungkin tampak filament-filamen. 2
Nyeri makin terasa menjelang malam hari, tetapi hilang atau hanya ringan
di pagi hari. Air mata berkurang dan sering mengandung berkas mucus. 2
2. Keratokonjungtivitis Vernal
13
Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-
serat. Biasanya terdapat riwayat alergi di keluarganya (hay fever, asma, atau
eksim), dan terkadang disertai riwayat alergi pasien itu sendiri. Konjungtiva
tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva
tarsalis inferior. Konjungtiva palpebralis superior sering menampilkan
papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk polygonal,
dengan atap rata dan mengandung berkas kapiler. 2
Mungkin terdapat kotoran mata berserabut dan pseudomembran fibranosa
(tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus terutama pada orang negro
turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu
pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon (kabut
serupa-busur) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus. Bintik-bintik
Tranta adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa
pasien dengan fase aktif keratokonjungtivitis vernal. Mungkin terbentuk
ulkus kornea superfisial (perisai) (lonjong dan terletak di superior) yang
dapat berakibat parut ringan di kornea. Keratitis epithelial difus yang khas
sering kali terlihat. 2
14
papila halus, tetapi papilla raksasa kurang nyata dibandingkan pada
keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior –
berbeda dengan papilla raksasa keratokonjungtivitis vernal yang berada di
tarsus superior. 2
Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit
setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulang kali. Timbul keratitis
perifer superfisial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus yang berat,
seluruh kornea tampak kabur dan mengalami vaskularisasi, ketajaman
penglihatan pun menurun. 2
Biasanya ada riwayat alergi (hay fever, asma, atau eksim) pada pasien atau
keluarganya. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung
berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif pada pasien
setelah berusia 50 tahun. 2
15
membrane sejati) dan mungkin disertai, atau diikuti, parut datar atau
pembentukan simblefaron. 2
Konjungtivitisnya berlangsung paling lama 3-4 minggu. kekeruhan
subepitel terutama terfokus di pusat kornea, biasanya tidak pernah ke tepian;
menetap berbulan-bulan, tetapi sembuh tanpa parut. 2
Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian
luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik
infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. 2
16
limbus superior, keratitis epithelial, filament superior yang rekuren, dan
mikropannus superior.2
17
5. Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila,
ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
6. Kornea: Defek epithelial, keratopati punctata dan keratitis dendritik, filament,
ulserasi, infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten, vaskularisasi,
keratik presipitat
7. Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
8. Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea
G. Diagnosis Banding
18
Kelainan pupil Midriasis Miosis Normal/ N N N
nonrekatif iregular miosis
Kedalaman Dangkal N N N N N
COA
Tekanan Tinggi Rendah N N N N
intraokular
Sekret - + + ++/+++ ++ +
Kelenjar - - - - + -
preaurikular
H. Tatalaksana
Masing-masing jenis konjungtiva memberikan gejala klinis yang berbeda.
Penatalaksanaan keratokonjungtivitis tergantung pada berat ringannya gejala
klinik. Pada kasus ringan sampai sedang, cukup diberikan obat tetes mata
tergantung jenis penyebabnya seperti pada keratokonjungtivitis akibat alergi dapat
diberikan anti histamin topikal dan dapat ditambahkan vasokontriktor, kemudian
dilanjutkan dengan stabilasator sel mast. Pada kasus yang berat dapat dikombinasi
dalam pengobatannya ataupun dilakukan pembedahan.1,8
Pada konjungtivitis virus yang merupakan “self limiting disease”
penanganan yang diberikan bersifat simtomatik serta dapat pula diberikan antibiotic
tetes mata (chloramfenikol) untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Steroid tetes
mata dapat diberikan jika terdapat lesi epithelial kornea, namun pemberian steroid
hanya berdasarkan pengawasan dokter spesialis mata karena bahaya efek
sampingnya cukup besar bila digunakan berkepanjangan, antara lain infeksi fungal
sekunder, katarak maupun glaucoma.9,10
19
Penanganan primer keratokonjungtivitis epidemika ialah dengan kompres
dingin dan menggunakan tetes mata astrigen. Agen antivirus tidak efektif.
Antibiotic topical bermanfaat untuk mencegah infeksi sekunder. Steroid topical 3
kali sehari akan menghambat terjadinya infiltrate kornea subepitel atau jika terdapat
kekeruhan pada kornea yang mengakibatkan penurunan visus yang berat, namun
pemakaian berkepanjangan akan mengakibatkan sakit mata yang berkelanjutan.
Pemakaian steroid harus di tapering off setelah pemakaian lebih dari 1 minggu.1,11,12
Penanganan konjungtivitis bakteri ialah dengan antibiotika topical tetes
mata (misalnya kloramfenikol) yang harus diberikan setiap 2 jam dalam 24 jam
pertama untuk mempercepat proses penyembuhan, kemudian dikurangi menjadi
setiap empat jam pada hari berikutnya. Penggunaan salep mata pada malam hari
akan mengurangi kekakuan pada kelopak mata di pagi hari. Antibiotik lainnya yang
dapat dipilih untuk gram negative ialah tobramisin, gentamisin dan polimiksin;
sedangkan untuk gram positif icefazolin, vancomysin dan basitrasin.10
Penanganan infeksi jamur ialah dengan natamisin 5 % setiap 1-2 jam saat
bangun, atau dapat pula diberikan pilihan antijamur lainnya yaitu mikonazol,
amfoterisin, nistatin dan lain-lain.1
I. Komplikasi
20
e. Ulserasi kornea marginal, perforasi kornea hingga endoftalmitis dapat
terjadi pada infeksi N. gonorrhoeae, N. kochii, N. meningitidis, H.
aegypticus, S. aureus dan M. catarrhalis.
f. Pneumonia terjadi 10-20 % pada bayi yang mengalami konjungtivitis
chlamydia
g. Meningitis dan septikemia akibat konjungtivitis yang diakibatkan
meningococcus.
J. Prognosis
BAB IV
PEMBAHASAN
21
Berdasarkan hasil anamnesis diperoleh kombinasi gejala dan tanda pada
konjugtivitis dan keratitis sehingga pasien ini didagnosis dengan
keratokonjugtivitis. Gejala konjugtivitis pada pasien ini antara lain rasa nyeri pada
mata dosertai hiperemis pada konjugtiva dan lengket pada kelompak mata terutama
pada pagi hari, selain itu terdapat gejala keterlibatan kornea antara lain nyeri,
sensasi benda asing dan keruh serta defek epitel pada perwarnaan fluorescein.
22
Prognosis keratokonjungtivitis ini tergantung pada luasnya jaringan parut
kornea yang terbentuk dimana penanganan dini dan tepat dapat mencegah
kerusakan mata permanen. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena
infiltrat yang ditemukan sebenarnya tidak banyak dan hanya berupa titik kecil yang
mana proses penyembuhan kembali lagi pada ketahanan dan kepatuhan pasien
sendiri.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini dapat
disimpulkan pasien mengalami keratokonjugtivitis, oleh karena pada pasien ini juga
ditemukan tanda-tanda pada kering pada jenis penyakit berdasarkan tinjauan
pustaka bahwa pasien mengalam kertaokonjugtivitis sicca. Perjalanan penyakit
pada pasien ini tergantung dari terbentuknya jaringan parut, sehingga pada kasus
ini tidak ditemukan jaringan parut kemungkinan prognosis pasien dari kasus ini
baik.
23