Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RO
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Suku : Makassar
Alamat : Pinrang
No. RM : 613091
Tgl. Pemeriksaan : 06 Juli 2018
Tempat Pemeriksaan : Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sulsel
Pemeriksa : Syahrun Mubarak Aksar
Supervisor : dr. Purnamanita Syawal, Sp.M., MARS.

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Rasa berpasir pada mata kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien perempuan 36 tahun datang ke BKMM
dengan keluhan rasa berpasir di mata sejak 4 hari yang lalu, pasien sering
mengosok-gosok matanya. Pasien mengeluhkan matanya seperti melengket
pada saat bangun tidur. Mata kiri pasien juga merah disertai nyeri dan agak
membaik setelah menggunkan insto akan tetapi kemarin mata kiri pasien
kembali berwarna merah. Penglihatan kabur disangkal oleh pasien.Penglihatan
silau disangkal. Kemasukan benda asing disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Riw. HT (-), Riw. DM (-), alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial :
Tidak riwayat penyakit yang sama pada keluarga

1
Riwayat Pemakaian Kacamata : (-)
Riwayat Pengobatan:
Hanya membeli insto di apotek.

C. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

1. Pemeriksaan Inspeksi
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Skuama (-) Skuama (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)

Bola Mata Normal Normal


Mekanisme Muskular Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Kornea Kesan jernih Kesan jernih


Bilik Mata Depan Kesan Normal Kesan Normal
Iris Coklat Coklat
Pupil Kesan Bulat Kesan Bulat
Lensa jernih jernih
2. Pemeriksaan Palpasi
Palpasi OD OS
TIO Tn Tn
Nyeritekan (-) (-)

Massa Tumor (-) (-)

Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

2
3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan tonometri

4. PemeriksanVisus
 Visus jauh : VOD : 20/20 (tidak dikoreksi)
VOS : 20/20 (tidak dikoreksi)
 Visus dekat : tidak dilakukan pemeriksaan

5. Pemeriksaan Funduskopi
FOD : tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi
FOS : tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi

6. Pemeriksaan Slit Lamp


SLOD SLOS
Konjugtiva hiperemis (-), kornea Konjugtiva hiperemis (+) terdapat
jernih, BMD kesan normal, pupil gambaran cobble stone pada
bulat, lensa jernih. konjugtiva palpebra, kornea tampak
keruh, BMD kesan normal, pupil
bulat, lensa jernih.
Flurosence (+) tampak bintik-bintik
pada kornea.

D. RESUME
Pasien perempuan 36 tahun datang ke BKMM dengan keluhan rasa berpasir di
mata sejak 4 hari yang lalu, pasien sering mengosok-gosok matanya. Pasien
mengeluhkan matanya seperti melengket pada saat bangun tidur. Mata kiri pasien
juga merah disertai nyeri dan agak membaik setelah menggunkan insto akan tetapi
kemarin mata kiri pasien kembali berwarna merah. Penglihatan kabur disangkal
oleh pasien.Penglihatan silau disangkal. Kemasukan benda asing disangkal.

3
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-), riwayat penyakit terdahulu HT (-
), DM (-), alergi (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-). Riwayat
pengobatan sebelumnya menggunakan insto
Pada pemeriksaan ophtalmology didapatkan:
 ODS edema dan skuama pada palpebra superior dan inferior, konjungtiva
hiperemis (+), lensa kesan keruh (+).
 Visus jauh : VOD : 6/9 (tidak dikoreksi)
VOS : 6/7,5 (tidak dikoreksi)
 Visus dekat : tidak dilakukan pemeriksaan
Pada SLOD tidak tampak kelainan sedangkan Pada SLOS Konjugtiva
hiperemis (+) terdapat gambaran cobble stone pada konjugtiva palpebra, kornea
tampak keruh, BMD kesan normal, pupil bulat, lensa jernih.Flurosence (+) tampak
bitnik-bintik pada kornea.

E. DIAGNOSIS KERJA
OS Dry Eye + Keratokonjugtivitis

F. DIAGNOSIS BANDING
OS Keratitis Pungtata Superficialis

G. TERAPI
1. Non Medikamentosa
Bersihkan sekret atau kompres dengan air hangat, cuci tangan sebelum
menyentu barang-barang
2. Medikamentosa
 R/ Cendo Progenta ED 6 dd 1 gtt OS
 R/ Polygran ED 4 dd1 gtt OS

4
H. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad visam : dubia

Quo ad sanationam : dubia

Quo ad functionam : dubia

Quo ad cosmeticam : dubia

I. Pembahasan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dapat didiagnosis
dengan Blefaritis Skuamosa. Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh adanya
kotoran mata yang berlebihan berwarna kekuningan pada kedua kelopak mata,
terasa bengkak, agak gatal, dan mata agak merah. Kemudian pasien juga merasakan
adanya ketombe pada rambut dan telinga terasa berminyak. Keluhan ini sejalan
dengan teori Blefaritis skuamosa yaitu pada anamnesis akan didapatkan keluhan
adanya skuama atau sekret pada kelopak mata disertai peradangan dan rasa gatal.
Selain itu blefaritis dapat berjalan bersama dengan dermatitis seboroik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya skuama pada palpebra superior
dan inferior dan edema palpebra. Penemuan ini sesuai dengan teori bahwa pada
pasien dengan blefaritis skuamosa akan ditemukan sisik atau skuama berwarna
halus dan penebalan margo palpebra. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu
penglihatan kabur pada penglihatan dekat dan jauh. Dari pemeriksaan visus,
didapatkan visus pasien menurun dan pada iluminasi oblik didapatkan kekeruhan
pada lensa. Hal ini bisa didiagnosis dengan katarak senilis. Berdasarkan teori, gejala
awal yang dirasakan pada pasien katarak yaitu menurunnya ketajaman penglihatan
dan pada pemeriksaan opthalmologi ditemukan kekeruhan pada lensa. Selain itu,
umur pasien juga mendukung untuk didiagnosisnya katarak senilis. Sebanyak 90%
katarak pada usia >50 tahun termasuk katarak senilis.

5
Penatalaksanaan pada kasus ini diberikan terapi berupa non medikamentosa
dan medikamentosa. Terapi non medikamentosa berupa edukasi untuk
membersihkan sekret yang ada pada kelopak mata atau dengan kompres air hangat.
Untuk terapi medikamentosa diberikan antibiotic topical berupa tetes mata dan
salep mata. Salep mata cendo xitrol diberikan 2 tetes per hari, dan tetes mata
polidemisin diberikan 4 tetes per hari. Keduanya berfungsi untuk mengobati
kondisi radang mata yang disebabkan oleh infeksi bakteri tertentu. Cendo xitrol
mengandung zat aktif dexamethasone sodium phosphate 0,1%, neomycin sulphate
yang setara neomycin base 3,5 mg dan polymixin B sulphate 6.000 IU. Polidemisin
mengandung dexamethasone sodium phosphate 1 mg Neomycin sulphate setara
neomycin base 3.5 mg, polymixin B sulphate 6.000 IU.
Prognosis pada kasus ini baik jika ditangani dengan tepat dan adekuat, serta
kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan menjaga higinitas denganbaik. Jika
tidak demikian, maka akan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang merupakan selaput bening mata


yang tembus cahaya dan menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari 5
lapisan. lapisan tersebut antara lain lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan
endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea terdiri dari
3 lapisan yaitu epitel, substansi propria atau stroma dan endotel. Diantara epitel dan
stroma terdapat lapisan atau membran Bowman dan diantara stroma dan endotel
terdapat membran Descement.1.2

Gambar 1. Anatomi Mata

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:2

1. Epitel

 Tebalnya 50 µm, terdiri atas lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng.

 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel saya dan semakin maju ke depan menjadi sel

7
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.

 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.


Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membrana Bowman

 Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen


yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.

 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membrana Descement

 Membran aselular merupakan batas belakang sttroma kornea dihasilkan


sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

 Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

5. Endotel

8
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.2

Gambar 2. Lapisan kornea

Kornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembulu darah limbus, humor


aqueous dan air mata. Kornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah
limbus, humor aqueous, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
cabang pertama (ophthalmichus) dan nervus kranialis trigeminus Saraf trigeminus
ini memberikan sensitivitas tinggi terhadap nyeri bila kornea disentuh.2

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui


berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel
jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel
berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,
kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang
akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air
mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut.
Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea
superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.

9
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Agar
dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme


kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan
membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti
bakteri, virus, amuba, dan jamur 2

2. Konjugtiva

Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan


tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak
dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik .2

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan – bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikut i pola arterinya – membentuk
jaringjaringvaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva
tersusundalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan
pembuluhlimfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik)
nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan
kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi, dengan
mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitaslakrimasi,
dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupaekanisme

10
imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosatersebut
dan antibodi dalam bentuk IgA.
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua
grup besar yaitu :
1. Penghasil musina.
 Sel goblet, terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan
pada daerahinferonasal.
 Crypts of Henle, terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva
tarsalissuperior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva
tarsalis inferior.
 Kelenjar Manz, mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar
Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah
substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun
karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah
yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air
mata bukan merupakan medium yang baik.2

Gambar 3. Anatomi Konjungtiva

B. Definisi

11
Keratokongjugtivitis kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh disertai peradangan yang
mengenai lapisan tipis, transparan, mucus yang melapisi sklera dan palpebra bagian
dalam sehingga mengakibatkan terjadinya dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan
eksudasi.1.2

C. Klasifikasi
a. Keratokonjunctivitis sicca digunakan ketika peradangan karena
kekeringan. ("Sicca" berarti "kering" dalam konteks medis.) Hal ini terjadi
dengan 20% pasien RA.
b. Istilah "Vernal keratokonjunctivitis" (VKC) digunakan untuk merujuk
keratokonjungtivitis terjadi di musim semi, dan biasanya dianggap
karena alergen.
c. Atopik keratokonjunctivitis adalah salah satu manifestasi dari atopi.
d. Epidemi keratokonjunctivitis disebabkan oleh adenovirus infeksi.
e. Keratokonjungtivitis limbus superior diduga disebabkan oleh trauma
mekanik.

D. Etiologi
Konjungtivitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, fungal, parasit, toksik,
chlamydia, kimia dan agen alergik. Konjungtivitis viral lebih sering terjadi daripada
konjungtivitis bakterial. Insidensi konjungtivitis meningkat pada awal musim semi.
Etiologi konjungtivitis dapat diketahui berdasarkan klinis pasien. Pada tingkat
seluler terdapat infiltrat seluler dan eksudat pada konjungtiva. Etiologi keratitis
superfisial antara lain adalah infeksi (bakteri, viral, dan fungal), degeneratif (dry
eye, defek neurotropik atau berhubungan dengan penyakit sistemik), toksik dan
alergi. Morfologi dan distribusi lesi pada kornea dapat membantu mengetahui
penyebab keratitis. Ada beberapa penyebab potensial keratokonjungtivitis yaitu
kekeringan, infeksi virus, manifestasi dari atopi atau allergen maupun trauma
mekanik.

E. Patofisiologi

12
Konjungtivitis alergi disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.
Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi,
menyebabkan degranulasi dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari
peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator
lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin,
tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi
nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler,
vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.2,3
Konjungtivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu
dan kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat
yang berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa
konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari
peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah atau
putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan
berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang
berdilatasi dan tinggi permeabilitas.3
Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi.
Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan
lisozyme) yang merangsang lakrimasi.3
F. Manifestasi Klinis Dan Diagnosis
1. Keratokonjungtivitis Sicca
Keratokonjungtivitis sicca ditandai oleh hiperemia konjungtiva bulbaris
(terutama pada aperture palpebral) dan gejala-gejala iritasi yang jauh lebih
berat daripada tanda-tanda peradangannya yang ringan. Keadaan ini sering
berawal sebagai konjungtivitis ringan dengan secret mukoid. Lesi-lesi epitel
bebercak muncul di kornea, lebih banyak di belahan bawahnya, dan
mungkin tampak filament-filamen. 2
Nyeri makin terasa menjelang malam hari, tetapi hilang atau hanya ringan
di pagi hari. Air mata berkurang dan sering mengandung berkas mucus. 2
2. Keratokonjungtivitis Vernal

13
Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-
serat. Biasanya terdapat riwayat alergi di keluarganya (hay fever, asma, atau
eksim), dan terkadang disertai riwayat alergi pasien itu sendiri. Konjungtiva
tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva
tarsalis inferior. Konjungtiva palpebralis superior sering menampilkan
papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk polygonal,
dengan atap rata dan mengandung berkas kapiler. 2
Mungkin terdapat kotoran mata berserabut dan pseudomembran fibranosa
(tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus terutama pada orang negro
turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu
pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon (kabut
serupa-busur) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus. Bintik-bintik
Tranta adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa
pasien dengan fase aktif keratokonjungtivitis vernal. Mungkin terbentuk
ulkus kornea superfisial (perisai) (lonjong dan terletak di superior) yang
dapat berakibat parut ringan di kornea. Keratitis epithelial difus yang khas
sering kali terlihat. 2

Gambar 4. Ketaokonjugtivitis Veneral


3. Keratokonjungtivitis Atopik
Pasien dermatitis atopic (eksim) sering kali juga menderita
keratokonjungtivitis atopic. Tanda dan gejalanya adalah sensasi terbakar,
pemgeluaran secret mukoid, merah dan fotofobia. Tepian palpebranya
eritematosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla-

14
papila halus, tetapi papilla raksasa kurang nyata dibandingkan pada
keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior –
berbeda dengan papilla raksasa keratokonjungtivitis vernal yang berada di
tarsus superior. 2
Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit
setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulang kali. Timbul keratitis
perifer superfisial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus yang berat,
seluruh kornea tampak kabur dan mengalami vaskularisasi, ketajaman
penglihatan pun menurun. 2
Biasanya ada riwayat alergi (hay fever, asma, atau eksim) pada pasien atau
keluarganya. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung
berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif pada pasien
setelah berusia 50 tahun. 2

Gambar 5. Keartokonjugtivitis Atopik


4. Keratokonjungtivitas Epidemi
Keratokonjungtivitas epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada
satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya,
terdapat injeksi konjungtiva, nyeri sedang dan berair mata; dalam 5-14 hari
kan diikuti oleh fotofobia, keratitis epithelial dan kekeruhan subepitel yang
bulat. Sensasi kornea normal dan terdapat nodus preaurikular dengan nyeri
tekan khas. Edema palpebral, kemosis dan hyperemia konjungtiva
menandai fase akut, dengan folikel dan perdarahan konjungtiva yang sering
muncul dalam 48 jam. Dapat terbentuk pseudomembarn (sesekali

15
membrane sejati) dan mungkin disertai, atau diikuti, parut datar atau
pembentukan simblefaron. 2
Konjungtivitisnya berlangsung paling lama 3-4 minggu. kekeruhan
subepitel terutama terfokus di pusat kornea, biasanya tidak pernah ke tepian;
menetap berbulan-bulan, tetapi sembuh tanpa parut. 2
Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian
luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik
infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. 2

Gambar 4. Keratokonjugtivitis epidemi

5. Keratokonjungtivitas Limbus Superior


Keratkonjungtivitas limbus superior umumnya bilateral dan terbatas pada
tarsus superior dan limbus superior. Keluhan utamanya adalah iritasi dan
hyperemia. Tanda-tandanya adalah hipertrofi papilar tarsus superior,
kemerahan pada konjungtiva bulbari superior, penebalan dan kreatinisasi

16
limbus superior, keratitis epithelial, filament superior yang rekuren, dan
mikropannus superior.2

Gambar 5. Keratokonjungtivitis Limbus superior

Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus,


pemeriksaan eksternal dan slit-lamp biomikroskopi. Pemeriksaan eksternal harus
mencakup elemen berikut ini:2
1. Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
2. Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
3. Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna,
malposisi, kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
4. Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan
sikatrikal, simblepharon, massa, secret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap: 2


1. Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, sisa kulit
berwarna darah, keratinisasi
2. Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu
3. Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
4. Konjungtiva tarsal dan forniks: Adanya papila, folikel dan ukurannya;
perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon;
membran dan psudomembran, ulserasi, perdarahan, benda asing, massa,
kelemahan palpebra

17
5. Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila,
ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
6. Kornea: Defek epithelial, keratopati punctata dan keratitis dendritik, filament,
ulserasi, infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten, vaskularisasi,
keratik presipitat
7. Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
8. Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea

G. Diagnosis Banding

Gejala Glaukoma Uveitis Keratitis K.Bakteri K.Virus K.Alergi


subyektif dan akut akut
obyektif
PenurunanVisus +++ +/++ +++ - - -
Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -
Fotofobia + +++ +++ - - -
Halo ++ - - - - -
Eksudat - - -/++ +++ ++ +
Gatal - - - - - ++
Demam - - - - -/++ -
Injeksi siliar + ++ +++ - - -
Injeksi ++ ++ ++ +++ ++ +
konjungtiva
Kekeruhan +++ - +/++ - -/+ -
kornea

18
Kelainan pupil Midriasis Miosis Normal/ N N N
nonrekatif iregular miosis
Kedalaman Dangkal N N N N N
COA
Tekanan Tinggi Rendah N N N N
intraokular
Sekret - + + ++/+++ ++ +
Kelenjar - - - - + -
preaurikular

H. Tatalaksana
Masing-masing jenis konjungtiva memberikan gejala klinis yang berbeda.
Penatalaksanaan keratokonjungtivitis tergantung pada berat ringannya gejala
klinik. Pada kasus ringan sampai sedang, cukup diberikan obat tetes mata
tergantung jenis penyebabnya seperti pada keratokonjungtivitis akibat alergi dapat
diberikan anti histamin topikal dan dapat ditambahkan vasokontriktor, kemudian
dilanjutkan dengan stabilasator sel mast. Pada kasus yang berat dapat dikombinasi
dalam pengobatannya ataupun dilakukan pembedahan.1,8
Pada konjungtivitis virus yang merupakan “self limiting disease”
penanganan yang diberikan bersifat simtomatik serta dapat pula diberikan antibiotic
tetes mata (chloramfenikol) untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Steroid tetes
mata dapat diberikan jika terdapat lesi epithelial kornea, namun pemberian steroid
hanya berdasarkan pengawasan dokter spesialis mata karena bahaya efek
sampingnya cukup besar bila digunakan berkepanjangan, antara lain infeksi fungal
sekunder, katarak maupun glaucoma.9,10

19
Penanganan primer keratokonjungtivitis epidemika ialah dengan kompres
dingin dan menggunakan tetes mata astrigen. Agen antivirus tidak efektif.
Antibiotic topical bermanfaat untuk mencegah infeksi sekunder. Steroid topical 3
kali sehari akan menghambat terjadinya infiltrate kornea subepitel atau jika terdapat
kekeruhan pada kornea yang mengakibatkan penurunan visus yang berat, namun
pemakaian berkepanjangan akan mengakibatkan sakit mata yang berkelanjutan.
Pemakaian steroid harus di tapering off setelah pemakaian lebih dari 1 minggu.1,11,12
Penanganan konjungtivitis bakteri ialah dengan antibiotika topical tetes
mata (misalnya kloramfenikol) yang harus diberikan setiap 2 jam dalam 24 jam
pertama untuk mempercepat proses penyembuhan, kemudian dikurangi menjadi
setiap empat jam pada hari berikutnya. Penggunaan salep mata pada malam hari
akan mengurangi kekakuan pada kelopak mata di pagi hari. Antibiotik lainnya yang
dapat dipilih untuk gram negative ialah tobramisin, gentamisin dan polimiksin;
sedangkan untuk gram positif icefazolin, vancomysin dan basitrasin.10
Penanganan infeksi jamur ialah dengan natamisin 5 % setiap 1-2 jam saat
bangun, atau dapat pula diberikan pilihan antijamur lainnya yaitu mikonazol,
amfoterisin, nistatin dan lain-lain.1
I. Komplikasi

Kebanyakan konjungtivitis dapat sembuh sendiri, namun apabila konjungtivitis


tidak memperoleh penanganan yang adekuat maka dapat menyebabkan
komplikasi:1

a. Blefaritis marginal hingga krusta akibat konjungtivitis akibat


staphilococcus
b. Jaringan parut pada konjungtiva akibat konjungtivitis chlamidia pada orang
dewasa yang tidak diobati adekuat
c. Keratitis punctata akibat konjungtivitis viral
d. Keratokonus (perubahan bentuk kornea berupa penipisan kornea sehingga
bentuknya menyerupai kerucut) akibat konjungtivitis alergi.

20
e. Ulserasi kornea marginal, perforasi kornea hingga endoftalmitis dapat
terjadi pada infeksi N. gonorrhoeae, N. kochii, N. meningitidis, H.
aegypticus, S. aureus dan M. catarrhalis.
f. Pneumonia terjadi 10-20 % pada bayi yang mengalami konjungtivitis
chlamydia
g. Meningitis dan septikemia akibat konjungtivitis yang diakibatkan
meningococcus.

J. Prognosis

Prognosis pada kasus keratokonjungtivitis tergantung pada berat ringannya


gejala klinis yang dirasakan pasien, namun umumnya baik terutama pada kasus
yang tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea.8

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis keratokonjungtivitis ditegakkan berdasarkan anamnesa,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Konjungtivitis sebaiknya dibedakan
dengan keratitis dengan perbedaan sebagai berikut:
Tanda Konjungtivitis Keratitis
Tajam penglihatan Normal Turun nyata
Silai Tidak ada Nyata
Sakit Pedas, rasa kelilipan Sakit
Mata merah Injeksi konjungtiva Injeksi siliar
Sekret Serous, mukous, purulen Tidak ada
Lengket kelopak Terutama pagi hari Tidak ada
Edem kelopak Tidak ada/ringan, terutama Tidak ada/berat
mata pada konjungtivitis adenoviral
Pupil Normal Mengecil
Kornea Normal Keruh, defek epitel pada
pewarnaan fluoresein

21
Berdasarkan hasil anamnesis diperoleh kombinasi gejala dan tanda pada
konjugtivitis dan keratitis sehingga pasien ini didagnosis dengan
keratokonjugtivitis. Gejala konjugtivitis pada pasien ini antara lain rasa nyeri pada
mata dosertai hiperemis pada konjugtiva dan lengket pada kelompak mata terutama
pada pagi hari, selain itu terdapat gejala keterlibatan kornea antara lain nyeri,
sensasi benda asing dan keruh serta defek epitel pada perwarnaan fluorescein.

Pada literatur disebutkan bahwa pemeriksaan penunjang untuk kelainan


mata luar dengan pemeriksaan biomikroskop (slitlamp) dengan atau tanpa
pewarnaan fluoresein juga dapat dilakukan. Pemeriksaan dengan mata telanjang
tidak akan memperlihatkan kekeruhan kornea, namun penggunaan slitlamp akan
tampak adanya kekeruhan pada kornea baik berupa gambaran infiltrat seperti titik
putih kecil atau becabang, bentuk dan lokasi lainnya. Pada pasien ini ditemukan
adanya gambaran beberapa titik putih kecil di kornea namun halus dan sedikit
tersebar. Pada kornea terdapat gambaran cobblestone akibat pembentukan jaringan
ikat yang tidak terkendali diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada
konugtiva.
Penatalaksanaan keratokonjugtivitis disesuaikan dengan etiologinya. Pada
kasus ini diberikan medikamentosa meliputi cendo polygran (Neomycin sulphate,
Polymixin B sulfat, gramicidin) yang merupakan antibiotic secara kausatif untuk
eradikasi dari bakteri. Diberikan juga atrficial tears berupa Cendo Protogenta untuk
mengurangi gejala dan peningkatan diameter air mata.

Edukasi yang diberikan ialah menggunakan pelindung mata seperti


kacamata untuk menghindari mata dari pajanan luar. Jangan mengusap atau
menggaruk mata karena dapat memperburuk kondisi peradangan pada mata.
Membudayakan cuci tangan dan perbaikan higiene agar mencegah infeksi ulang
maupun sekunder serta mencegah penularan. Selain itu melakukan pengobatan
sesuai yang dianjurkan dan kembali kontrol 1 minggu kemudian untuk memantau
kemajuan maupun respon penyakit terhadap terapi yang diberikan serta mengontrol
efek samping obat yang mungkin timbul.

22
Prognosis keratokonjungtivitis ini tergantung pada luasnya jaringan parut
kornea yang terbentuk dimana penanganan dini dan tepat dapat mencegah
kerusakan mata permanen. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena
infiltrat yang ditemukan sebenarnya tidak banyak dan hanya berupa titik kecil yang
mana proses penyembuhan kembali lagi pada ketahanan dan kepatuhan pasien
sendiri.

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini dapat
disimpulkan pasien mengalami keratokonjugtivitis, oleh karena pada pasien ini juga
ditemukan tanda-tanda pada kering pada jenis penyakit berdasarkan tinjauan
pustaka bahwa pasien mengalam kertaokonjugtivitis sicca. Perjalanan penyakit
pada pasien ini tergantung dari terbentuknya jaringan parut, sehingga pada kasus
ini tidak ditemukan jaringan parut kemungkinan prognosis pasien dari kasus ini
baik.

23

Anda mungkin juga menyukai