Anda di halaman 1dari 55

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di negara sedang berkembang, kota mengalami pertambahan jumlah
penduduk dengan sangat pesat, hal ini diakibatkan oleh adanya migrasi atau
berpindahnya penduduk dari desa ke kota yang tidak terkendali. Alasan utama
perpindahan ini adalah faktor ekonomi, mereka menganggap bahwa prospek
ekonomi diperkotaan lebih baik dibandingkan di desa. Adapun dampak yang
ditimbulkan dari migrasi itu antara lain kemiskinan, terjadinya kesenjangan sosial
ekonomi antara kaum miskin kota dengan kaum kaya kota yang memiliki
kemewahan, dan dampak yang bisa kita lihat dan sering kita temui di kota-kota
besar adalah munculnya perkampungan kumuh yang merupakan tempat tinggal
bagi kaum miskin kota.
Banyak cara telah dilakukan baik oleh lembaga pemerintah maupun non
pemerintah dan juga individu-individu pemerhati kemiskinan dan permasalahan
untuk mengatasinya seperti transmigrasi penduduk dari daerah padat ke daerah
yang masih jarang penduduknya, penanggulangan bertambahnya penduduk
dengan program keluarga berencana, dan lain-lain. Semua itu ternyata belum
berhasil, dan bahkan pemerintah terkesan tidak serius dalam menghadapi
fenomena tersebut. Hal itu terbukti berdasarkan pada kenyataan di lapangan.
Dimana, mereka yang datang ke kota tanpa memiliki bekal keterampilan yang
memadai sedangkan persaingan dalam memperoleh pekerjaan sangat ketat
akibatnya, akan memunculkan pengangguran yang pada gilirannya melahirkan
pekerjaan tidak terhormat. Salah satu permasalahan sosial yang ada di Indonesia
yaitu semakin meningkatnya jumlah masyarakat miskin di negara ini. Hal ini
dapat dilihat dengan semakin banyaknya jumlah pengemis atau pengamen jalanan,
terutama di kota Palembang. Pengamen jalanan timbul akibat adanya kemiskinan
dan kesenjangan pendapatan di kota ini. Pengamen jalanan adalah fenomena
yang mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin
banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Hidup
di Kota metropolitan tentu tidak mudah dengan karakteristik masyarakat
perkotaan yang bersifat individualistik menyebabkan adanya persaingan satu sama

Universitas Sriwijaya
2

lain dalam memperoleh suatu pekerjaan, sedangkan lapangan kerja yang tersedia
tentunya harus disesuaikan dengan keahlian dan keterampilan pendidikan yang
cukup. Oleh karena itu, membutuhkan referensi untuk meningkatkan kinerja yang
memadai supaya memaksimalkan kualitas maupun kuantitas yang bagus dalam
dunia industri, guna mendapatkan suatu pekerjaan yang layak.
Timbul pekerjaan
sektor informal sebagai akibat dari kesulitan menghadapi kehidupan perkotaan.
Adanya pekerjaan sektor informal dikarenakan kesulitan dalam memperoleh
kehidupan di perkotaan, hal itu berimplikasi pada munculnya kegiatan yang
marginal maupun terbentuknya sekumpulan komunitas pengamen anak yang
terjun ke jalan untuk mencari rezeki dikarenakan faktor ekonomi yang lemah tidak
memadai, tidak adanya perlindungan terhadap anak dalam aspek pendidikan,
adanya eksploitasi pekerja anak dan kurangnya perlindungan anak dalam
menjalankan kehidupan sosial di kota. (Damsar, 2002:149).
Anak adalah harapan masa depan suatu bangsa, tunas yang berpotensi
membawa bangsa ke arah yang lebih baik atau bisa juga lebih buruk. Maka dari
itu, amat miris rasanya melihat anak-anak yang hidup mengamen di jalanan,
bukannya bersekolah. Rasanya lebih menyedihkan dari pada melihat orang
dewasa yang melakukan pekerjaan serupa. Banyaknya para pengamen anak di
pinggiran Ibu kota untuk bisa bertahan hidup. Hal ini sangat terasa kalau hidup ini
adalah penuh dengan perjuangan namun bagaimana dengan tanggung jawab
Pemerintah. Hal ini terus akan berjalan sesuai dengan kodrat yang di jalani oleh
setiap manusia, jika kita bernasib sama dengan mereka.
Saat ini permasalahan terkait anak semakin
banyak dan beragam. Indikasinya adalah semakin banyaknya anak-anak terlantar
dan yatim-piatu yang tidak terurus, pemberdayaan anak-anak yang tidak pada
tempatnya, kita semua mengetahui bahwa kehidupan anak-anak seharusnya diisi
dengan bermain, belajar, dan bersukaria. Begitu juga dengan permasalahan
pengamen jalanan anak di perkotaan merupakan suatu hal yang dianggap wajar
oleh masyarakat, hal ini merupakan suatu hal yang tidak wajar terjadi.
Permasalahan pengamen anak
merupakan salah satu dampak dari kurangnya kesadaran dan kepedulian sosial di

Universitas Sriwijaya
3

masyarakat terhadap kondisi anak-anak. Terbentuknya pengamen jalanan


bervariasi maka kehidupan yang dijalani pun menjadi beragam, faktor utama
pengamen jalanan tumbuh dan berkembang adalah latar belakang kehidupan yang
akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya rasa kasih sayang,
sehingga memberatkan jiwa dan membuat berperilaku negatif. Sebagai contoh
pengamen jalanan latar belakang ekonomi keluarganya kurang mampu
menyebabkan mereka turun ke jalan untuk mencari tambahan penghasilan
keluarganya. Dengan kata lain mereka berusaha menafkahi diri mereka sendiri,
bahwa pengamen jalanan yang lepas dari bimbingan orang tua dan keluarganya
pada umumnya, mereka tinggal di luar lingkungan keluarganya dan tinggal
bersama-sama dengan teman sebayanya, kemudian membentuk suatu kelompok.
Banyak orang tua yang mempekerjakan anak-anaknya menjadi pengamen anak
jalanan.
Data UNICEF (2016) sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat
menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar
(SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Begitupula data
statistik yang dikeluarkan oleh BPS, bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten
menunjukkan terdapat kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling
rentan yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak mampu
melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. dikarenakan dengan alasan faktor
ekonomi keluarga yang tidak mampu, sehngga mereka menjadi pengamen anak di
jalanan. Kekhawatiran akan perkembangan anak yang bekerja di jalanan
dilontarkan oleh praktisi pemberdayaan perempuan dan anak nasional Wardah
Hafidz pada diskusi antara Jaringan Fenomena Anak Jalanan yang
diselenggarakan oleh Media Konsultan Almadina bersama Forum Komunikasi.
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (FKP3A), bahwa Indonesia 15
tahun mendatang akan menjadi bangsa pengemis, karena banyak orang tua yang
mengeksploitasi anaknya dengan bekerja sebagai pengamen atau Pengemis.
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada,
mengumumkan hasil penelitian Hasil Bantuan Siswa Miskin Endline di Sumatera
Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan
Sulawesi Selatan. Ada temuan menarik. Sebanyak 47,3 persen responden

Universitas Sriwijaya
4

menjawab tidak bersekolah lagi karena masalah biaya, kemudian 31 persen karena
ingin membantu orang tua dengan bekerja, serta 9,4 persen karena ingin
melanjutkan pendidikan nonformal seperti pesantren atau mengambil kursus
keterampilan lainnya. Mereka yang tidak dapat melanjutkan sekolah ini sebagian
besar berijazah terakhir sekolah dasar (42,1 persen) maupun tidak memiliki ijazah
(30,7 persen). Meski demikian, rencana untuk menyekolahkan anak ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi ternyata cukup besar, yakni 93,9 persen. Hanya 6,1
persen yan menyatakan tidak memiliki rencana untuk itu.

Tabel 1.1
Data Pengamen Jalanan Kota Palembang
No. Wilayah Jumlah Pengamen
1. Veteran 12
2. Benteng Kuto Besak 9
3. Ogan Permata Indah 7
4. Angkatan 45 (kampus) 4
Sumber data: Berdasarkan data obeservasi pada tanggal 11 Maret 2018

Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwasanya persoalan pengamen anak


jalanan di Kota Palembang, terutama pengamen jalanan di kawasan jalan veteran
sangat serius sehingga perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari
semua pihak-pihak yang terkait, baik itu pemerintah pusat maupun daerah dalam
menangani pengamen anak dan eksploitasi anak menjadi mengamen, persoalan ini
menjadi daya tarik sendiri bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut,
dengan judul “Potret Komunitas Pengamen Jalanan di Kawasan Jalan Veteran
Kota Palembang”. Penelitian ini membahas tentang potret kehidupan pengamen
jalanan di kawasan veteran kota Palembang. fenomena keberadaan pengamen
jalanan di kawasan jalan veteran kota Palembang. Secara spesifik skripsi ini
mencoba menjelaskan fakor apa yang menyebabkan mereka mengamen di
kawasan jalan veteran, serta melihat bagaimana gambaran kehidupan perilaku
sosial pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran Kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
5

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diketahui bahwa masalah
utama pada penelitian ini adalah bagaimana potret komunitas pengamen jalanan di
kawasan jalan veteran kota Palembang?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian merupakan gambaran atas hasil yang ingin dicapai oleh
peneliti dalam proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah :

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran kehidupan
pengamen jalanan yang terdapat pada masyarakat perkotaan khususnya di
Kawasan jalan veteran.

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk menganalisis dan melihat gejala sosial yang terjadi di masyarakat kota
Palembang yang muncul yaitu pengamen jalanan. Ternyata pengamen jalanan
tidak selamanya atau seluruhnya berkaitan dengan kebutuhan finansial akan tetapi
sebuah bentuk ekspresi yang terbatas, artinya bahwa mereka membutuhkan lahan
atau tempat untuk berekspresi. Walaupun mungkin di tahun-tahun sekarang ini
sebenernya ada banyak peluang seiring kemajuan zaman tapi tidak semudah yang
kita pikirkan. Jadi, dengan kondisi inilah, sehingga penelitian dilakukan dan
ditujukan untuk lebih memahami antara realitas sosial dengan dampak sosial yang
timbul terhadap pengamen jalanan.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian merupakan gambaran kegunaan suatu penelitian baik bagi
kepentingan ilmu pengetahuan (akademik), maupun dalam kehidupan masyarakat
secara luas. Manfaat penelitian ini berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan
penelitian di atas, penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

Universitas Sriwijaya
6

1.4.1 Manfaat Teoritis


Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
maupun kontribusi terhadap pengembangan ilmu Sosiologi, baik yang bersifat
teoritis maupun praktis khususnya terkait dengan potret komunitas pengamen
jalanan di perkotaan.

1.4.2 Manfaat Praktis


Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
ataupun pengetahuan sebagai sarana referensi atau literatur bagi setiap elemen
masyarakat maupun pemerintah dalam mengetahui potret komunitas pengamen
jalanan yang berlaku pada masyarakat perkotaan khususnya di kawasan jalan
veteran kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan


Dalam tahap awal penelitian ini telah ditemukan berbagai macam penelitian
yang terkait dengan pengamen jalanan, di antaranya sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Sumarni (2017), meneliti perilaku sosial
kelompok pengamen jalanan dalam menyediakan sarana pendidikan di Kota
Pangkep. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui. 1) Bentuk perilaku sosial
kelompok pengamen jalanan dalam menyediakan sarana Pendidikan di Kota
Pangkep. 2) Faktor yang mempengaruhi perilaku sosial kelompok pengamen
jalanan dalam menyediakan sarana Pendidikan di Kota Pangkep. 3) Proses
Pendidikan yang dilakukan kelompok pengamen jalanan dalam mendidik anak
jalanan di Kota Pangkep.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
penentuan informan melalui teknik purposive sampling dengan kriteria yaitu
anggota kelompok pengamen jalanan yang berstatus Pendidikan S1 dan S2,
jumlah informan sebanyak 9 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan
tahapan mereduksi data, mendisiplaykan data dan penarikan kesimpulan. Teknik
pengabsahan data yaitu membercheck.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Bentuk perilaku sosial kelompok
pengamen jalanan dalam menyediakan sarana Pendidikan di Kota Pangkep yaitu
mengajar dan membimbing anak jalanan yang putus sekolah, melakukan
kerjasama, meningkatkan eksistensi kelompok. 2) Faktor yang mempengaruhi
kelompok pengamen jalanan dalam menyediakan sarana Pendidikan di Kota
Pangkep meliputi adanya rasa prihatin dan kepedulian sebagai faktor internalnya.
Sedangkan faktor eksternal terdiri atas kurangnya support dan perhatian
pemerintah terhadap kondisi anak jalanan, cara (pola) pikir orang tua anak didik
yang masih tradisional, kurangnya dana, partisipasi masyarakat masih kurang,
sarana dan prasarana sekolah masih kurang serta sulitnya penyatuan waktu. 3)

Universitas Sriwijaya
8

Proses Pendidikan yang dilakukan kelompok pengamen jalanan dalam mendidik


anak jalanan di Kota Pangkep yaitu pendidikan berbasis non-formal terpadu.
Adapun penelitian kedua oleh Sarjanti, dkk (2015) meneliti kajian
pengamen anak usia sekolah dan tingkat kesejahteraan orang tua di alun-alun
Purwokerto. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi anak-anak usia sekolah menjadi pengamen serta untuk mengetahui
tingkat kesejahteraan orang tua pengamen anak usia sekolah di alun-alun
Purwokerto. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan teknik
wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah pengamen anak usia sekolah
yang ada di alun-alun Purwokerto sejumlah lima orang sebagai sampel, yang
diperoleh menggunakan Teknik snowball sampling. Usia pengamen 7 sampai 18
tahun, lama ngamen minimal 2 bulan, asal pengamen dari Purwokerto, tidak
memakai anting dan bukan anak punk. Analisis data dilakukan dengan analisis
deskriptif kualitatif menggunakan tabel frekuensi dan presentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
anak-anak usia sekolah menjadi pengamen adalah untuk mencari tambahan biaya
sekolah, mudah mendapatkan uang, dan untuk menambah pendapatan orang tua.
Tingkat kesejahteraan orang tua pengamen anak usia sekolah di alun-alun
Purwokerto termasuk dalam pra sejarah sebanyak 60% merupakan kedua
pengamen anak yang masih sekolah di bangku SMP, satu anak sudah tidak
sekolah tamat SD. Dua orang tua pengamen termasuk dalam sejahtera I yakni
40% merupakan pengamen yang sudah tidak sekolah lagi, keduanya tamat SD.
Kemudian, penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yuniarti (2012), meneliti
tentang eksploitasi anak jalanan sebagai pengamen dan pengemis di terminal tidar
oleh keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana profil
anak jalanan di terminal tidar kota Magelang, bagaimana eksploitasi keluarga
terhadap anak jalanan tersebut dan bagaimana kebijakan Pemerintah Kota
Magelang untuk mengatasi masalah anak jalanan. Metode penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan
observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
anak jalanan di Terminal Tidar berasal dari keluarga miskin dan Pendidikan
rendah, bentuk eksploitasi keluarga terhadap anak jalanan tersebut adalah

Universitas Sriwijaya
9

menjadikan mereka sebagai pengemis dan pengamen. Pemerintah telah


melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan anak jalanan, tetapi
hasilnya belum maksimal.
Selanjutnya penelitian oleh Wisaksono, dkk (2017), meneliti mengenai
praktek tindakan premanisme yang dilakukan oleh pengamen di simpang lima
Kota Semarang dan upaya penanggulangannya. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode sosio-legal. Hasil dari data yang
diperoleh dikumpulkan dalam bentuk uraian, dan dianalisis dengan metode
deskriptif. Dalam menganalisis data digunakan metode kualitatif, sehingga
memudahkan implementasi data dan pemahaman hasil analisis. Data yang sudah
dianalisis kemudian disimpulkan selanjutnya secara sistematis ke dalam penulisan
hukum. Berdasarkan hasil penelitian, tindakan premanisme yang sering
dilakukan oleh pengamen di Simpang Lima Kota Semarang yaitu tindakan
pemerasan dan tindakan mabuk di muka umum pada saat beraktivitas. Terdapat
juga berbagai macam alasan dan tujuan terhadap tindakan premanisme yang
dilakukan oleh pengamen tersebut, salah satunya karenakan memiliki tanggung
jawab untuk membagikan hasil kepada salah satu pemimpin mereka. Kedua
tindakan premanisme yang dilakukan oleh pengamen tersebut diatur dalam Pasal
368 ayat (1) dan Pasal 492 ayat (1) KUHP, serta diatur dalam Peraturan Daerah
No. 5 Tahun 2014 Kota Semarang.
Adapun penelitian selanjutnya yaitu oleh Apriani, dkk (2002), meneliti
tentang model pemberdayaan pengamen (solusi alternatif mewujudkan Jogja:
Never Ending Asia). Penelitiannya bertujuan untuk 1) Mendeskripsikan potensi
yang dimiliki oleh pengamen Yogyakarta yang dapat dikembangkan menjadi
produk wisata. 2) Uji coba model pemberdayaan pengamen sebagai upaya
mewujudkan Jogja: Never Ending Asia. 3) Dihasilkannya Model pemberdayaan
pengamen yang berwawasan sosial, ekonomi dan budaya bagi masyarakat.
Metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode kualitatif dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pemberdayaan yang dilakukan adalah invasi kelembagaan. Inovasi kelembagaan
tersebut didefinisikan sebagai perwujudan sistematis pengetahuan teori dan

Universitas Sriwijaya
10

pranata sosial dalam kerangka perubahan transformasi manuasia dan pranata


sosial.
Kemudian penelitian selanjutnya yaitu oleh Habibullah (2008) meneliti
tentang identifikasi pengamen sebagai upaya mencari strategi pemberdayaan.
Penelitiannya bertujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai
tipe pengamen di Malioboro Yogyakarta. Dengan adanya kategori ini diharapkan
berbagai penanganan pengamen lebih tepat sasaran dan tidak menciptakan
ketergantungan pengamen kepada pihak yang melakukan pemberdayaan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan data kualitatif,
informan dalam penelitian ini ditentukan secara purposive (italic?) sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa commonsense masyarakat
menyatakan pengamen merupakan pengganggu ketertiban umum, pencuri dan
pencopet akan tetapi hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak selamanya
commonsense itu benar khususnya untuk kasus pengamen Malioboro Yogyakarta.
Hasil penelitian ini adalah kategorisasi pengamen di Malioboro menjadi, l) Tipe
Idealis Ekspresionisme. 2) Tipe Profesional (Survival Oriented). 3)Tipe Fatalistik.
Pengamen tipe profesional dan Jatalistik cenderung melakukan tindak kriminal
dan cenderung masuk kategori PMKS, sedangkan tipe idealis-ekspresionisme
memiliki potensi antara lain: memiliki bakat seni, kreativitas, alat musik yang
bervariatif, wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua tipe lainnya.
Penelitian ini merekomendasikan apabila akan melakukan pemberdayaan
pengamen maka tiga tipologi pengamen efektif membantu dalam pembuatan
kebijakan. Dengan kata lain, kebijakan yang diambil harus disesuaikan dengan
permasalahan yang berkembang di kalangan pengamen itu sendiri.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu dalam
penelitian terdahulu adanya membahas pengamen jalanan berlatar belakang sarana
Pendidikan, kesejahteraan orangtua, eksploitasi anak jalanan, premanisme,
pemberdayaan pengamen, identifikasi pengamen sebagai upaya mencari strategi
pemberdayaan. Oleh karena itu, peneliti tertarik membahas potret komunitas
pengamen jalanan yang lokasinya berada di Kawasan jalan veteran kota
Palembang.

Universitas Sriwijaya
11

Penelitian terdahulu yang dijelaskan dalam mengkaji isu penelitian


menggunakan metode kualitatif dan teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan untuk
mengkaji isu penelitian tersebut juga berbeda-beda, seperti teori faktor-faktor
perilaku sosial kelompok pengamen, teori faktor-faktor tingkat kesejahteraan,
teori komunitas, teori kriminologi dan teori pemberdayaan. Pada penelitian ini
penulis akan melengkapi penelitian terdahulu dengan mengkaji potret komunitas
pengamen jalanan. Penelitian terdahulu tersebut berfungsi sebagai pendukung
untuk penulis melakukan penelitian lebih lanjut agar dapat memperkaya khasanah
kajian tentang potret komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota
Palembang.

Universitas Sriwijaya
12

No Nama Peneliti Judul Teori / Konsep Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian


Penelitian

Tabel 1.2

Universitas Sriwijaya
13

1. Sumarni Perilaku sosial Teori faktor- Hasil penelitian menunjukkan Penulis dalam
kelompok faktor perilaku bahwa bentuk perilaku sosial penelitian ini
(2017) pengamen jalanan sosial kelompok kelompok pengamen jalanan dalam menggunakan Teori
dalam pengamen menyediakan sarana Pendidikan di faktor-faktor perilaku
menyediakan kota Pangkep yaitu mengajar dan sosial kelompok
sarana Pendidikan membimbing anak jalanan yang pengamenn
di kota Pangkep putus sekolah, melakukan sedangkan peneliti
kerjasama dan meningkatkan menggunakan Teori
eksistensi kelompok fenomenalogi

2. Rindi Windari, Kajian pengamen Teori faktor- Hasil penelitian menunjukkan Penulis dalam
Suwarsito dan anak usia sekolah faktor tingkat bahwa faktor-faktor yang penelitian ini
Esti Sarjanti dan tingkat kesejahteraan mempengaruhi anak-anak usia menggunakan Teori
kesejahteraan sekolah menjadi pengamen adalah faktor-faktor tingkat
(2015) orang tua di Alun- untuk mencari tambahan biaya kesejahteraan
alun Purwokerto sekolah, mudah mendapatkan uang, sedangkan peneliti
dan untuk menambah pendapatan menggunakan Teori
orang tua fenomenalogi

3. Ninik Yuniarti Eksploitas anak Teori komunitas Hasil penelitian menunjukkan Penulis dalam
jalanan sebagai bahwa anak jalanan di Terminal penelitian ini
(2012) pengamen dan Tidar berasal dari keluarga miskin menggunakan Teori
pengemis di dan Pendidikan rendah, bentuk komunitas sedangkan
Terminal Tidar eksploitasi keluarga terhadap anak peneliti
oleh keluarga jalanan tersebut adalah menjadikan menggunakan Teori
mereka sebagai pengemis dan fenomenalogi
pengamen

4. Agung Satrio Tinjauan Teori Tindakan premanisme yang sering Penulis dalam
Nugroho, R.B. kriminologis kriminologi dilakukan oleh pengamen di penelitian ini
Sularto, Budhi tindak Simpang Lima Kota Semarang menggunakan Teori
Wisaksono premanisme oleh yaitu tindakan pemerasan dan kriminologi
pengamen di tindakan mabuk di muka umum sedangkan peneliti
(2017) simpang lima pada saat beraktivitas menggunakan Teori
Kota Semarang fenomenalogi

5. Habibullah, Model Teori Hasil penelitian menunjukkan Penulis dalam


Lasarus Jehamat, Pemberdayaan Pemberdayaan bahwa program pemerintah penelitian ini
Ratna Dewi dan Pengamen Propinsi D.I.Yogyakarta yaitu menggunakan Teori
F. Apriani Dwi S Jogja: Never Ending Asia, maka Pemberdayaan
potensi yang dimiliki tipe idealis- sedangkan peneliti
(2002) ekspresi-onisme itu dapat menggunakan Teori
dikembangkan atau diberdayakan fenomenalogi
untuk mendukung program
pemerintah tersebut

6. Habibullah Identifikasi Teori Hasil penelitian menunjukkan Penulis dalam


Pengamen Pemberdayaan bahwa commonsense masyarakat penelitian ini
(2008) Sebagai Upaya menyatakan pengamen merupakan menggunakan Teori
Mencari Strategi pengganggu ketertiban umum, Pemberdayaan
Pemberdayaan pencuri dan pencopet akan tetapi sedangkan peneliti
hasil penelitian ini jmenunjukkan menggunakan Teori
tidak selamanya commonsense itu fenomenalogi
benar khususnya untuk kasus
pengamen Malioboro Yogyakarta

Perbandingan Penelitian Terdahulu

Universitas Sriwijaya
14

2.2 Definisi Konsep

2.2.1 Potret
Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (2005: 891) potret diartikan gambar
yang dibuat dengan kamera, foto. Selain ini juga potret adalah gambaran atau
lukisan (dalam bentuk paparan). Sosiologi menyoroti situasi-situasi mental,
situasi-situasi tersebut tak dapat dianalisi secara tersendiri, akan tetapi merupakan
hasil perilaku yang timbul sebagai akibat interaksi atau individu-individu dan
kelompok-kelompok pada masyarakat. Dengan demikian tugas sosiologi adalah
untuk menganalisis dan mengadakan sistematika terhadap gejala sosial dengan
jalan menguraikannya ke dalam bentuk-bentuk kehidupan mental. Hal itu dapat
ditemukan dalam gejala-gejala seperti harga diri, perjuangan, simpati, imitasi dan
lain sebagainya. Itulah prekondisi suatu masyarakat yang hanya dapat
berkembang penuh dalam kehidupan kelompok atau dalam masyarakat setempat
(community). Oleh karena itu sosiologi harus memutuskan perhatian terhadap
kelompok-kelompok sosial (Alfred Vierkandt: 1867-1953).
Potret adalah sebuah lukisan, foto, patung, atau representasi seni dari
seseorang, yang mana wajah atau ekspresinya adalah hal yang utama.
Menampilkan, personalitas, dan juga perasaan seseorang. Potret pada umumnya
bukanlah foto spontan, namun komposisi seseorang dalam kondisi diam dan
dipersiapkan. Sebuah potret seringkali menampilkan seseorang yang melihat
langsung, dengan tujuan yang berkaitan antara subyek dengan yang melihat potret
tersebut. Potret yang dimaksud dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk
kondisi kehidupan yang menggambarkan keadaan dan aktifitas dari komunitas
pengamen jalanan yang berada di Kawasan jalan veteran kota Palembang.

2.2.2 Komunitas Pengamen Jalanan


Menurut Sonarno, komunitas merupakan sebuah identifikasi & interaksi
sosial yang dibentuk dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional. Lalu,
Menurut Hendro Puspito, pengertian komunitas adalah suatu kumpulan nyata,
teratur, dan tetap dari sekelompok individu yang menjalankan perannya masing-
masing secara berkaitan demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Universitas Sriwijaya
15

Sedangkan, Menurut Paul B. Horton dan Chaster L. Hunt, komunitas merupakan


kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saling
berinteraksi satu sama lainnya.
Manfaat komunitas seperti halnya berbagai macam bentuk kelompok
lainnya, pembentukan komunitas juga memiliki beberapa manfaat kepada para
anggotanya, seperti media penyebaran informasi. Di komunitas, setiap anggota
yang tergabung dapat saling bertukar informasi baik membagikan atau pun
menerima yang terkait dengan tema komunitas yang terbentuk. Terbentuk Jalinan
atau hubungan selain sebagai media penyebaran informasi, komunitas juga
bermanfaat sebagai media untuk menjalin relasi atau hubungan antar sesama
anggota komunitas yang memiliki hobi ataupun berasal dari bidang yang sama.
Saling membantu dan mendukung karena berasal dari bidang yang sama,
komunitas dapat dijadikan sebagai media untuk kegiatan saling bantu antar
sesama anggota komunitas atau pun ke luar anggota komunitas.
Pengamen sering pula diarikan sebagai penyanyi jalanan (Inggris:
street singers), sementara musik-musik yang dimainkan umumnya disebut sebagai
musik jalanan. Pengertian antara musik jalanan dengan penyanyi jalanan secara
terminologi tidaklah sederhana, karena musik jalanan dan penyanyi jalanan
masing-masing mempunyai disiplin dan pengertian yang spesifik bahkan dapat
dikatakan suatu bentuk dari sebuah warna musik yang berkembang di dunia
kesenian. Dalam sejarahnya, pengamen telah ada sejak abad pertengahan terutama
di Eropa bahkan di kota lama London terdapat jalan bersejarah bagi pengamen
yang berada di Islington, London. Pada saat itu musik di Eropa berkembang
sejalan dengan penyebaran musik keagamaan yang kemudian dalam
perkembangannya beberapa pengamen merupakan sebagai salah-satu landasan
kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan umat manusia.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia “ngamen” terdiri dari dua
pengertian, pertama sebagai kegiatan keliling bermain musik dengan
mengharapkan bayaran, kedua sebagai kegiatan pergi melaut mencari ikan. Dalam
kamus online pengamen ditulis sebagai “beg while singing playing musical
instruments or reciting prayers, atau be persistent” (memaksa). Pengertian-
pengertian yang diberikan dalam beberapa kamus pengertiannya hampir sama.

Universitas Sriwijaya
16

Kegiatan bermain musik dari satu tempat ke tempat lain dengan mengharapkan
imbalan sukarela atas pertunjukan yang mereka suguhkan. Namun karya yang
mereka suguhkan berbeda-beda, baik dari segi bentuk dan kualitas maupun
performanya. Perbedaan ngamen dengan pengamen,
ngamen jika kita lihat dari sisi yang aktif dapat diartikan menjual “keahlian”,
khususnya dalam bidang musik yang dapat berpindah-pindah tempat atau
berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain misal ada di warung, depan toko
atau rumah, dijalanan, lampu merah yang mempunyai simpang-simpang jalan,
sedangkan pengamen itu adalah orang-orang yang melakukan kegiatan ngamen
tersebut. Menjual keahlian karena dilihat dari sejarahnya banyak pengamen di
kota-kota memang berlatar belakang sebagai pemain yang mempunyai musik-
musik yang tinggi. Maka dengan teman-temannya (pengamen) dia
menggantungkan hidup dari kegiatan bermain musik keliling dengan menjual jasa
secara suka rela, namun dengan harapan ada balasan berupa materi (uang).
Kegiatan ini sudah ada yang melakukannya sebelum pengamen-pengamen baru
yang timbul dijaman sekarang ini. Mengamen bisa di katakan sebagai meminta
sesuatu (uang) dengan usaha yg seminimal mungkin. Jadi pengamen merupakan
sesuatu yang sering bahkan sangat sering sekali kita lihat dalam kehidupan kita
sehari-hari, khususnya bagi masyarakat perkotaan. Pengamen merupakan hal
yang tidak asing, karena hampir di setiap tempat pengamen hadir membawakan
lagu-lagu mulai dari lagu-lagu yang beranekaragam seperti lagu band, dangdut,
kroncong, pop, dan seterusnya. Juga ada yang menggunakan bahasa daerah,
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, lalu pengamen yang hanya sendiri, sampai-
sampai berkelompok dengan membawa alat-alat yang ada pada mereka. Bahkan
banyak juga yang ada pengamen yang sama sekali tidak menggunakan istrumen
musik sampai menggunakan beragam alat musik lainya. Karakteristik
Pengamen melakukan pekerjaan dengan cara melihat jika di sebuah tempat itu
rame(ramai) atau sunyi, bahkan pengamen ingin didampingi dengan cara yang
sesuai, maksudnya tukang kutup duit (kalimat rancu) nantinya sambil
mengulurkan sebuah topi atau kaleng-kaleng yang merupakan tempat untuk
menampung uang (aku edit kalimatnyo) yang diberi oleh pendengar musik,
sebagian pengamen lainnya berputar-putar untuk saling mendapatkan

Universitas Sriwijaya
17

pendengaran (rancu) dari seseorang lainnya. Hasil yang di peroleh(no spasi) dari
pengamen yang telah berkumpul(terkumpul) kemudian dipisah-pisahkan menurut
jenisnya (uang kertas dan uang logam), sebelum akhirnya di bagi rata para
pengamen yang mempunyai kelompok pengamen(rancu).
Jadi hasil dari seseoarang pengamen adalah orang yang
mempunyai modal atau dukungan modal untuk membeli beberapa yang pengamen
butuhkan (kebutuhan bae dak?), kadang-kadang pengamen membeli rokok dan di
lengketkan (diletakkan) di tengah jari-jari (disela jari) sambil memainkan gitar,
sehingga para pegamen yang menjadi anak buahnya tidak perlu mengganggu
temannya yang sedang bermain, cukup untuk menepuk tangan(bertepuk tangan)
sebelum mengulurkan topi untuk mengambil uang dari pendengar. Para pengamen
tentu mengunakan alat bantu yang sederhana seperti guitar (gitar), gendang,
seruling, topi atau kaleng, semua alat ini sangat berfungsi sekali (hapus be kalimat
ini) untuk meringankan tehadap pengamen(rancu), biasanya alat ini
dipakai(digunakan) supaya lebih praktis, karena dengan memakai alat-alat yang
ada diatas(yang disebutkan diatas) memudahkan seiring dengan apa yang
pengamen lakukan.

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Teori Fenomenologi Alfred Schutz


Fenomenologi berasal dari bahasa yunani, phainoai, yang berarti
“menampak” dan phainomenon merujuk pada, “yang menampak”. Jika dikaji lagi
fenomenalogi itu berasal dari phenomenon yang berarti realitas yang tampak, dan
logos yang berarti ilmu. Jadi fenomenalogi adalah ilmu yang berorientasi untuk
mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak. Fenomena bukanlah dirinya
seperti tampak secara kasat mata, melainkan justru ada di depan kesadaran, dan
disajikan dengan kesadaran pula (Kuswarno,2009:1).
Saat ini Schutz dikenal sebagi ahli teori fenomenalogi yang paling
menonjol. Oleh karena itu ia mampu membuat ide–ide Husserl yang masih
dirasakan sangat abstrak, menjadi lebih mudah dipahami. Dia jugalah yang
membawa ilmu fenomenalogi ke dalam ilmu sosial, membuat fenomenalogi
menjadi ciri khas bagi ilmu sosial hingga saat ini. Baginya tugas fenomenalogi

Universitas Sriwijaya
18

adalah menghubungkan antara pengetahuan ilmiah dengan pengalaman sehari-


hari, dan dari kegiatan dimana pengalaman dan pengetahuan itu berasal. Dengan
kata lain mendasarkan tindakan sosial pada pengalaman, makna, dan kesadaran.
Tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena
dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana
fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomanalogi mencoba
mencari pemahaman bagaimana manusia menkonstruksi makna dan konsep –
konsep penting, dalam kerangka intersubjektivitas (pemahaman kita mengenai
dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain). Intersubjektif yang
dimaksud dengan dunia intersubjektif ini adalah kehidupan dunia atau dunia
kehidupan sehari-hari. Walaupun makna yang kita ciptakan dapat ditelusuri dalam
tindakan, karya, dan aktivitas yang kita lakukan, tetap saja ada peran orang lain di
dalamnya (Kuswarno,2009:2).
Intersubjektif adalah ketentuan dunia nyata dan tidak memerlukan
eksplikasi fundamental. Bahwa kita menanggapi interaksi sosial dan hidup dalam
dunia nyata yang sudah terbentuk dalam komunitas. Maka secara konkret kita
berhadapan dengan duniawi yang terkungkung dalam realitas
transcendental(italic?). Baik konsep ilmiah dan pengalaman sehari-hari terbentuk
lewat kategori-kategori yang terpisah dari segala sesuatu yang menyertai dan
ditentukan dalam kesadaran manusia. Schutz mendefinisikan realitas “diterima
apa adanya” dalam hubungan kognitif, sebagai suatu dunia pemikiran spesifik dan
komunitas perceptual(italic?)., tempat, gudang pengetahuan yang menjadi pondasi
kehidupan sosial secara umum. Relasi sosial autentik menyatakan timbal balik
langsung secara kontak fisik dan kontak pengalaman. Gudang pengetahuan
manusia ialah bahwa distribusi pengetahuan melalui kelompok-kelompok luar
didefinisikan dalam hubungan yang macam-macam, yakni tipikasi, bahwa tipikasi
ialah dunia fisik dan dunia sosio-budaya yang dialami sejak awal dan
hubungannya dengan tipe-tipe tertentu.
Alfred Schutz merupakan orang pertama yang mencoba menjelaskan
bagaimana fenomenalogi dapat diterapkan untuk mengembangkan wawasan ke
dalam dunia sosial. Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami
kesadaran orang lain, akan tetapi ia hidup dalam aliran kesadaran diri sendiri.

Universitas Sriwijaya
19

Perspektif yang digunakan oleh schutz untuk memahami kesadaran itu dengan
konsep intersubjektif. Yang dimaksud dengan dunia intersubjektif ini adalah
kehidupan dunia (Life-World) atau kehidupan dunia sehari-hari.
Dalam pandangan schutz, manusia adalah makhluk sosial sehigga kesadaran
akan dunia kehidupan sehari – hari adalah sebuah kesadaran sosial. Dunia
individu merupakan dunia intersubjektif dengan makna beragam, dan sebagai
bagian dari kelompok. Manusia ditunutut untuk saling memahami satu sama lain,
dan bertindak dalam kenyataan yang sama.  (koma dak?) dengan demikian ada
penerimaan timbal balik, pemahaman atas dasar pengalaman bersama, dan tipikasi
atas dunia bersama, melalui tipikasi inilah manusia belajar menyesuaikan diri ke
dalam dunia yang lebih luas, dengan juga melihat diri kita sendiri sebagai orang
yang memainkan peran dalam situasi yang tipikal (Kuswarno,2009:18).
Hubungan–hubungan sosial antarmanusia ini kemudian membentuk totalitas
masyarakat. Jadi dalam kehidupan totalitas masyarakat, setiap individu
menggunakan simbol–simbol yang telah diwariskan padanya, untuk memberi
makna pada tingkah laku diri sendiri. Singkatnya pada deskriptif atau interpratif
mengenai tindakan sosial, dapat diterima hanya jika tampak masuk akal bagi
pelaku sosial yang relevan.
Inti pemikiran schutz adalah bagaimana memahami tindakan sosial melalui
penafsiran. Proses penafsiran dapat digunakan untuk memperjelas atau memeriksa
makna yang sesungguhnya, sehingga dapat memberikan konsep kepekaan yang
implisit. Schutz meletakkan hakikat manusia dalam pengalaman subjektif,
terutama ketika mengambil tindakan dan mengambil sikap terhadap dunia
kehidupan sehari-hari. Ide-ide schutz ini mengasumsikan dunia kehidupan sebgai
dunia yang tidak problematis (Kuswarno,2009:18).
Bagi schutz pengetahuan sosial mengandung formula yang merupakan cara-
cara yang sudah dikenal untuk melakukan sesuatu. Memungkinkan seseorang
untuk mengelompokkan sesuatu menurut logika yang sama-sama dipahami dalam
menyelesaikan masalah, melakukan peranan, berkomunikasi dan untuk
menyesuaikan perilaku dalam perilaku yang berbeda. Sebagai fenomenologi
sosial, filsafat schutz memberikan dukungan bagi aliran pemikiran konstruksi

Universitas Sriwijaya
20

sosial yang mengarahkan pengamatan pada makna-makna yang dibawa oleh orang
yang berbeda dalam suatu komunikasi.
Scutz setuju dengan argumentasi Weber bahwa fenomena sosial dalam
bentuknya yang ideal harus dipahami secara tepat. Schutz juga bukan hanya
menerima pandangan Weber, bahkan menekankan bahwa ilmu sosial secara
esensial tertarik pada tingkat sosial (social action). Konsep “sosial” didefinisikan
sebagai hubungan antara dua atau lebih orang dan konsep “tindakan”
didefinisikan sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif (subjective
meaning). Akan tetapi menurut schutz makna subjektif yang terbentuk dalam
dunia sosial oleh aktor berupa sebuah kesamaan dan kebersamaan (common and
shared) di antara aktor. Oleh karenanya sebuah makna subjektif disebut sebagai
intersujektif. Selain makna “intersubjektif. dunia sosial menurut schutz, harus
melihat historis. Oleh karenanya schutz menyimpulkan bahwa tindakan sosial
adalah tindakan yang berorientasi pada perilaku orang atau orang lainpada masa
lalu, sekarang dan yang akan datang.
Schutz tidak menjelaskan adanya suatu kesamaan dalam semua kehidupan
manusia yang melewati umur penciptanya. dalam setiap situasi fenomenalogis
yakni konteks, ruang, waktu, dan historis secara unik menempatkan individu
memiliki dan menerapkan persedian pengetahuan (stock of knowledge) yang
terdiri dari semua fakta, kepercayaan, keinginan, prasangka, dan aturan, yang kita
pelajari dari pengalaman pribadi dan pengetahuan siap pakai yang tersedia bagi
kita di tempat kita dilahirkan dan eksis. Sehingga konsep intersubjektifitas dalam
fenomenologi schutz merupakan konsep yang memungkinkan kita melakukan
interaksi dalam komunikasi. Dengan bakal karakteristik persedian pengetahuan
yang dimiliki, maka dapat saling berbagi persepektif dengan orang lain, dapat
melakukan berbagai macam hubungan dengan orang lain.
Pandangan schutz, kategori pengetahuan, derajat pertama bersifat pribadi
dan unik bagi setiap individu dalam interaksi tatap muka dengan orang lain.
Kemudian berbagai pengkhasan (typication) yang telah terbentuk dan dianut
semua anggota suatu budaya, terdiri dari mitos, pengetahuan, budaya, dan akal
sehat (common sense). Maka tujuan utama analisis fenomenologis adalah
mengkonstruksi dunia kehidupan manusia “sebenarnya” dalam bentuk yang

Universitas Sriwijaya
21

mereka alami sendiri. Realitas dunia tersebut bersifat intersubjektif, dalam arti
bahwa anggota masyarakat berbagai persepsi dasar mengenai dunia yang mereka
internalisasikan melalui sosialisasi dan memungkinkan melakukan interaksi.
Derajat kedua bagi schutz, yaitu mengkonseptualisasi pengamatan yang berhasil
diamati oleh panca indera atas sebuah realitas yang ada, kemudian
dikonfirmasikan realitas pengamatan tersebut kepada pelaku dalam realitas
tersebut. Schutz menyetujui pemikiran weber tentang penggalan dari perilaku
manusia (human being) dalam dunia sosial keseharian sebagai realitas yang
bermakna secara sosial (social meaningfull reality).
Kemudian menurut Schutz, bahwa orang-orang begitu saja menerima dunia
keseharian itu eksis dan orang lain berbagai macam pemahaman atas ciri-ciri
penting dunia ini. Selain makna “intersubjektif”, dunia sosial menurut schutz
harus dilihat secara historis. Karenanya schutz menyimpulkan bahwa tindakan
sosial adalah tindakan yang berorientasi pada perilaku orang atau orang lain pada
masa lalu baik sekarang ataupun masa yang akan datang.
Untuk menggambarkan keseleuruhan tindakan seseorang, schutz
mengemukakan ada dua fase tindakan (Kuswarno,2009:111) yaitu:
1. Tindakan in-order-to-motive yang merujuk pada masa yang akan datang.
Tindakan ini mengarah pada suatu tindakan bermotif demi tujuan yang
hendak dicapai.
2. Tindakan because motive yang merujuk pada masa lalu. Tindakan ini
merujuk pada alasan yang kuat pada seseorang dalam melaksanakan apa
yang ia lakukan.

Schutz membedakan antara makna dan motif. Makna berkaitan dengan


bagaimana aktor menentukan aspek apa yang penting dari kehidupan sosialnya.
Sementara, motif menunjuk pada alasan seseorang melakukan sesuatu. Makna
mempunyai dua macam tipe, yakni makna subjektif dan makna objektif. Makna
subjektif merupakan konstruksi realitas tempat seseorang mendefinisikan
komponen realitas tertentu yang bermakna baginya. Makna objektif adalah
seperangkat makna yang ada dan hidup dalam kerangka budaya secara
keseluruhan yang dipahami bersama lebih dari sekadar idiosinkratik.

Universitas Sriwijaya
22

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan perspektif fenomenologi dari


Alfred Schutz. Fenomenologi Alfred Schutz dijelaskan bahwa tindakan manusia
dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, because motive (motif sebab) yaitu yang
melatarbelakangi manusia melakukan suatu tindakan. Kedua, in order to motive
(motif tujuan) yaitu tujuan yang ingin dicapai manusia terkait dengan tindakan
yang mereka kerjakan.
Skema Kerangka Pemikiran

Potret Komunitas Pengamen Jalanan Di Kawasan


Jalan Veteran Kota Palembang

Teori Fenomenologi
Alfred Schutz : Fenomenologi menjelaskan bahwa tindakan manusia
dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, because motive (motif sebab)
yaitu yang melatarbelakangi manusia melakukan suatu tindakan.
Kedua, in order to motive (motif tujuan) yaitu tujuan yang ingin
dicapai manusia terkait dengan tindakan yang mereka kerjakan.

Motif sebab yang Motif tujuan yang ingin


melatarbelakangi anggota dicapai oleh individu atau
komunitas pengamen jalanan di anggota komunitas pengamen
Kawasan Jalan Veteran Kota jalanan di Kawasan Jalan
Palembang. Veteran Kota Palembang.

Output Penelitian
Gambaran potret kehidupan komunitas pengamen jalanan di Kawasan
jalan veteran kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
23

(Sumber: Diolah oleh peneliti, 2018)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Peneliti menentukan desain penelitian yang tepat yaitu deskriptif kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan metode yang dapat digunakan untuk menemukan
dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala sulit
dipahami secara memuaskan. Pendekatan kualitatif inilah yang digunakan untuk
mengkaji isu mengenai potret komunitas pengamen jalanan tersebut, dengan
menggunakan pendekatan kualitatif maka dapat mengungkapkan makna dari
gambaran kehidupan komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota
Palembang, karena pada hakikatnya keunggulan dari penelitian kualitatif, yaitu
berupaya untuk mengungkapkan makna yang ada dibalik data yang tampak untuk
mencapai pemahaman mendalam mengenai suatu fenomena (Bungin, 2014: 68).
Desain ini mampu mendeskripsikan data secara detail dan menyeluruh
terutama mengenai potret komunitas pengamen jalanan di kawasan jalan Veteran
kota Palembang. Penelitian sosial menggunakan format deskriptif kualitatif
bertujuan untuk mengkritik kelemahan penelitian kuantitatif, serta bertujuan untuk
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai
fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian
dan upaya untuk menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter,
sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi ataupun fenomena tertentu
(Bungin, 2007:68). Oleh karena itu, peneliti menggunakan desain penelitian
kualitatif deskriptif untuk dapat mendeskripsikan secara detail mengenai
gambaran kehidupan komunitas pengamen jalanan di kawasan jalan veteran kota
Palembang.

3.2 Lokasi Penelitian


Peneliti mengambil lokasi di Kawasan jalan veteran kota Palembang,
pengambilan lokasi ini dikarenakan tempat dimana peneliti menggambarkan
kejadian yang sebenarnya dari objek yang akan diteliti. Alasan peneliti
mengambil lokasi penelitian di Kawasan jalan veteran kota Palembang,

Universitas Sriwijaya
24

dikarenakan karena secara kuantitas jumlah anggota pengamen jalanan di


Kawasan dijalan(spasi) veteran lebih banyak, yaitu total keseluruhan ada dua
belas anggota, sedangkan di Kawasan benteng kuto besak berjumlah Sembilan
anggota, lalu di Kawasan ogan permata indah tujuh anggota dan dikawasan
belakang gedung DPRD berjumlah empat anggota. Berdasarkan jumlah anggota
komunitas pengamen jalanan tersebut peneliti memilih di Kawasan jalan veteran
kota Palembang agar bisa mendapatkan data yang variatif untuk menjawab
masalah penelitian. Selain itu pula, lokasinya yang berdekatan dengan Simpang
lampu merah RS. Charitas menjadi ketertarikan peneliti untuk melihat gambaran
kehidupan pengamen jalanan secara langsung.

3.3 Strategi Penelitian


Strategi penelitian merupakan bentuk atau cara seorang peneliti dalam
melakukan penelitian dilapangan. Strategi penelitian menghubungkan peneliti
dengan aneka pendekatan dan metode khusus untuk mengumpulkan dan meng
analisis data empiris (Denzin dan Lincoln, 2011: 411). Strategi penelitian dalam
penelitian ini adalah studi kasus (case studies)italic?. Studi kasus adalah uraian
dan penjelasan kompherensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu
kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial.
Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek
yang diteliti (Mulyana, 2013: 201). Lebih lanjut, studi kasus merupakan strategi
penelitian dimana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program,
peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh
waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan
menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah
ditentukan (Stake, dalam Creswell, 2010: 20). Strategi penelitian studi kasus ini
mampu mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau
natural. Selain itu juga, strategi studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang
spesifik, unik, dan hal-hal yang amat mendetail (Kusmarni, 2013: 3).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi studi
kasus yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memahami dan
menjelaskan secara mendalam dan rinci mengenai isu penelitian yaitu gambaran
kehidupan pengamen jalanan dengan menggunakan strategi studi kasus peneliti

Universitas Sriwijaya
25

dapat menyelidiki secara cermat anggota komunitas pengamen jalanan tersebut,


sehingga dapat diperoleh data secara mendalam. Pengumpulan data dalam studi
kasus ini dapat diambil dari berbagai informasi, karena studi kasus melibatkan
pengumpulan data yang “kaya” untuk mengetahui bagaimana potret gambaran
kehidupan komunitas pengamen jalanan di kawasan jalan veteran kota
Palembang.

3.4 Fokus Penelitian


Masalah penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun maksud
dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu
Pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi. Kedua, penetapan fokus
berfungsi untuk memenuhi inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar
(inclusionexlusion criteria) atau informasi baru yang diperoleh di lapangan
(Moleong, dalam Rizkiyah, 2012 : 36). Fokus penelitian berguna untuk
memahami bidang inquiry(italic?) (penyelidikan). Ketika peneliti turun
kelapangan, maka peneliti akan memperoleh banyak data. Fokus penelitian akan
berperan dalam memandang dan mengarahkan penelitian. Pada penelitian
mengenai potret komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota
Palembang. Fokus penelitian ini juga merupakan pemusatan konsentrasi pada
tujuan dari penelitian yang dilakukan. Fokus penelitian harus dinyatakan secara
eksplisit untuk memudahkan peneliti sebelum melakukan observasi. Karena fokus
penelitian merupakan garis besar dari pengamatan penelitian, sehingga observasi
dan analisa hasil penelitian lebih terarah. Fokus dalam penelitian ini adalah
bertujuan untuk mengetahui gambaran kehidupan individu-individu para
komunitas pengamen jalanan yang ada di Kawasan jalan veteran kota Palembang.

3.5 Jenis dan Sumber Data


Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati.
Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Lofland dan
Lofland, dalam Moleong, 2015 : 157). Ini artinya, jenis data kualitatif merupakan
informasi yang berupa kalimat verbal untuk menggambarkan dan menjelaskan
fenomena yang diamati, sedangkan sumber data merupakan segala sesuatu yang

Universitas Sriwijaya
26

dapat memberikan informasi dengan menggunakan metode-metode tertentu.


Sumber data dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh sendiri
oleh peneliti langsung dari sumber data pertama atau objek penelitian yang
dilakukan. Data primer dapat berupa hasil wawancara dengan informan yang
berpotensi dalam memberikan informasi dan hasil observasi peneliti di lapangan.
Pada penelitian ini sumber data primer diperoleh dari kegiatan wawancara
mendalam dengan anggota komunitas pengamen jalanan kota Palembang.
Data sekunder merupakan data pendukung atau pelengkap
data primer guna mendapatkan informasi yang relevan dan akurat untuk
menjawab masalah penelitian. Data sekunder juga dapat diartikan sebagai data
yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan dari sumber-sumber
yang telah ada. Data sekunder dalam penelitian ini adalah majalah, surat kabar,
internet, foto-foto, dan dokumen tentang potret komunitas pengamen jalanan
dikota Palembang. Sumber data sekunder tersebut dapat memudahkan peneliti
dalam proses menganalisis data yang telah dikumpulkan.

3.6 Kriteria dan Penentuan Informan


Penelitian kualitatif menempatkan informan sebagai bagian yang penting
karena berhubungan dengan data dan kevalidan data tersebut, sehingga
dibutuhkan ketepatan dalam pemilihan informan. Informan penelitian adalah
seseorang yang memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang
diteliti maupun dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut. Dalam hal
ini, informan merupakan sumber data penelitian yang utama untuk memberikan
informasi dan gambaran mengenai kehidupan pengamen jalanan dari setiap
individu-individu. (Kuswarno, 2008 : 162).

Agar peneliti mendapatkan informasi yang tepat mengenai potret komunitas


pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota Palembang, maka dari itu,
orang-orang yang dijadikan subyek penelitian sebaiknya memenuhi kriteria-
kriteria sebagai berikut:
1. Anggota-anggota yang telah satu tahun lebih bergabung dengan komunitas

Universitas Sriwijaya
27

pengamen jalanan kota Palembang.


2. Anggota-anggota yang menempati struktur kepengurusan komunitas pengamen
jalanan kota Palembang, mulai dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan
bendahara.
3. Anggota-anggota komunitas pengamen jalanan kota Palembang yang aktif dan
intensif dalam kegiatan-kegiatan atau acara-acara.
4. Anggota masyarakat yang mengetahui tentang keberadaan komunitas
pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota Palembang.
Dalam menentukan informan penelitian, peneliti menggunakan teknik
purposive. Peneliti memilih informan menurut kriteria tertentu yang telah
ditetapkan. Kriteria ini disesuaikan dengan topik penelitian yaitu mengenai potret
komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota Palembang . Mereka
yang dipilihpun dianggap kredibel untuk menjawab masalah penelitian.
Petimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu
tentang apa yang diharapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan
memudahkan peneliti menejelajahi objek/situasi sosial yang diteliti (Lawrence,
2007).
Peneliti menentukan informan penelitian sebagai sumber data terutama
mengenai gambaran kehidupan pengamen jalanan di perkotaan. Informan yang
ditentukan oleh peneliti ialah anak-anak remaja, serta orang dewasa, Penentuan
informan yang dilakukan oleh peneliti ialah melalui key person. Key person
digunakan apabila peneliti sudah memahami informasi awal tentang objek
penelitian maupun informan penelitian, sehingga membutuhkan key person untuk
memulai melakukan wawancara atau observasi.

1) Informan kunci, yaitu anggota komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan


veteran kota Palembang.
2) Informan pendukung, yaitu masyarakat sekitar yang telah lama tinggal di
Kawasan veteran kota Palembang.

Penentuan informan diambil beberapa informan. Hal ini dilakukan untuk


memperoleh kelengkapan data sehingga mempermudah proses penelitian.
Informan dalam penelitian yaitu anggota-anggota pengamen jalanan. Di mana

Universitas Sriwijaya
28

mereka lebih mengetahui mekanismenya. terutama di Kawasan jalan veteran kota


Palembang. Selain itu, informan penelitian juga diperankan oleh masyarakat.
Masyarakat yang menjadi informan dalam penelitian tersebut ialah mereka yang
telah lama tinggal di Kawasan Jalan veteran.

3.7 Peranan Peneliti


Peran peneliti di dalam penelitian ini hanya sebagai instrumen. Peneliti
dalam hal ini bersifat netral dan peneliti tidak bertempat tinggal di tempat
penelitian. Peneliti hanya berusaha menggali informasi-informasi yang ada di
dalam masyarakat, berusaha mencari informasi-informasi dan berupaya
memahami dan memaknai informasi tersebut. Peneliti datang langsung ke lokasi
penelitian, dengan cara seperti itu maka akan lebih diketahui hal-hal apa saja yang
terjadi di lapangan. Pada penelitian ini, peneliti melakukan komunikasi secara
langsung terhadap anggota komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran
baik yang berperan langsung terhadap objek penelitian maupun masyarakat yang
telah lama tinggal di sana.

3.8 Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini, menggunakan beberapa teknik pengumpulan data kualitatif,
yaitu: 1) Wawancara, 2) Observasi, 3) Dokumentasi.

3.8.1 Wawancara
Peneliti melakukan pengumpulan data melalui beberapa metode terutama
wawancara (interview) yang berguna untuk mempermudah dalam memperoleh
data. Hal ini dilakukan menggunakan prosedur wawancara yang telah ditentukan
yaitu wawancara berstruktur. Wawancara berstruktur (structured interview)
adalah wawancara yang menggunakan pedoman wawancara. Supaya hasil
wawancara dapat terekam dengan baik, peneliti memiliki bukti telah melakukan
wawancara kepada informan atau sumber data, maka diperlukan bantuan alat-alat
sebagai berikut: 1) Buku catatan : Berfungsi untuk mencatat semua percakapan
dengan sumber data, misalnya notebook. 2) Tape recorder : Berfungsi untuk
merekam semua percakapan atau pembicaraan dengan sumber data. 3) Camera :
untuk memotret dan merekam video saat peneliti sedang melakukan pembicaraan
dengan informan atau sumber data. Wawancara atau interview ditujukan kepada

Universitas Sriwijaya
29

pengamen jalanan sekitar lokasi tempat penelitian. Hal ini dilakukan untuk
mengumpulkan data-data mengenai gambaran kehidupan pengamen jalanan
dikawasan jalan veteran kota Palembang.

3.8.2 Observasi
Proses pengumpulan data mengenai potret komunitas pengamen jalanan di
Kawasan jalan veteran kota Palembang tidak cukup hanya dengan melalui
wawancara. Namun untuk hasil yang lebih maksimal dalam penelitian, peneliti
harus menggunakan teknik pengumpulan data lebih dari satu. Selain teknik
wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam proses pengumpulan data, peneliti
juga menggunakan teknik observasi. Teknik pengumpulan data ini dapat
memberikan data nyata dan sebenarnya yang terjadi di lapangan untuk menjawab
masalah penelitian. Melalui observasi data yang didapat bersifat mendalam karena
mampu menyingkap fakta dibalik fenomena yang terjadi. Agar data yang didapat
bersifat mendalam, maka pada penelitian ini menggunakan jenis observasi
partisipan. Pada observasi partisipan, peneliti terlibat dengan kegiatan orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian, dengan
observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan
sampai mengetahui pada tingkatan makna dari setiap perilaku yang tampak.
Observasi partisipan, menuntun peneliti untuk mengamati apa yang
dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi
dalam aktivitas mereka, dalam konteks penelitian mengenai potret komunitas
pengamen jalanan Kawasan jalan veteran kota palembang, maka untuk
mendapatkan data peneliti ikut serta dalam kegiatan atau acara kelompok tersebut,
mengamati kondisi dan situasi saat kelompok tersebut berkumpul, serta
membangun keakraban dengan anggota-anggota komunitas pengamen jalanan
agar peneliti diterima masuk kedalam kelompok mereka, sehingga peneliti
mendapatkan data yang tajam, terinci, dan akurat. Peneliti mengadakan
pengamatan terhadap anggota komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan
veteran kota Palembang. Melalui observasi, peneliti juga memperhatikan dan
mengamati orang-orang atau pihak-pihak yang terlibat terkait kehidupan
pengamen jalanan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pengamatan

Universitas Sriwijaya
30

yang dilakukan oleh peneliti. Pengamatan tersebut dilakukan secara langsung atau
tatap muka (face to face) antara peneliti dan informan.

3.8.3 Dokumentasi
Selain teknik wawancara dan observasi, peneliti juga menggunakan metode
dokumentasi untuk melengkapi data yang telah diperoleh. Metode dokumentasi
yang digunakan ialah berupa laporan hasil penelitian awal, foto, jurnal, catatan-
catatan dan petunjuk lainnya terkait potret komunitas pengamen jalanan di
Kawasan jalan veteran kota Palembang. Sebab, penting bagi peneliti teknik
dokumentasi menjadi data pendukung dalam meneliti gambaran kehidupan
pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota Palembang.

3.9 Unit Analisis Data


Unit analisis adalah satuan yang diteliti bisa berupa individu, kelompok,
benda atau suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas individu atau
kelompok sebagai subjek penelitian Hamidi (2005:75-76). Unit analisis yang
digunakan dalam penelitian adalah komunitas, yaitu informan yang terkait
gambaran kehidupan pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran di kota
Palembang. Yaitu anggota dari komunitas pengamen jalanan.

3.10 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Teknik pemeriksaan dan keabsahan data atau triangulasi bertujuan untuk
keperluan pengecakan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh.
Proses ini dalam penelitian bermaksud untuk menguji kredibilitas data yang
diperoleh. Untuk menguji kredibilitas data yang didapat peneliti, maka peneliti
menggunakan tiga sudut pandang, yaitu: triangulasi sumber, triangulasi metode,
dan triangulasi data. Triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan mengecek
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang
berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan dengan: pertama, membanding-
kan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
Kedua, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakan pribadi. Ketiga, membandingkan apa yang dikatakan orang-
orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
Keempat, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

Universitas Sriwijaya
31

pendapat dan pandangan orang lain. Kelima, membandingkan hasil wawancara


dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari perbandingan yang
diharapkan adalah berupa kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.
Triangulasi metode, yaitu usaha untuk mengecek keabsahan data
dengan cara: pertama, menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data
untuk mendapatkan data yang sama. Kedua, pengecekan beberapa sumber data
dengan metode yang sama. Tujuan triangulasi ini untuk mencari kesamaan data
dengan metode yang berbeda, sedangkan triangulasi data, yaitu mencakup
penggunaan berbeda sumber data atau informasi (Patton, dalam Ariesta, 2014:
39). Penelitian mengenai potret komunitas pengamen jalanan Kawasan jalan
veteran kota Palembang menggunakan triangulasi sumber agar peneliti yakin
dengan informasi yang diberikan oleh informan. Artinya, ketika peneliti
mendapatkan informasi dari salah satu anggota komunitas pengamen jalanan
Kawasan veteran kota palembang peneliti tidak mudah percaya begitu saja, tetapi
untuk membuktikannya peneliti mengecek ulang atau membandingkan informasi
tersebut dengan mencari informan lain untuk dimintai keterangan terkait sumber
data yang telah didapat dilapangan sebelumnya.
Triangulasi metode, menuntun peneliti untuk menguji kebenaran hasil
temuan dari potret komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota
Palembang dengan teknik pengumpulan data yang berbeda, artinya ketika peneliti
mendapatkan data dari hasil wawancara dengan anggota komunitas pengamen
jalanan, maka peneliti akan mengecek data tersebut dengan menggunakan metode
yang berbeda, seperti menggunakan metode observasi secara langsung, sedangkan
penggunaan triangulasi data pada penelitian ini agar dapat memperoleh data yang
akurat untuk menjawab masalah pada penelitian penulis.

3.11 Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan suatu langkah yang menentukan hasil penelitian,
karena analisis data berfungsi untuk menyimpulkan hasil penelitian. Proses dari
analisis data secara keseluruhan tersebut melibatkan usaha untuk memaknai data.
Maka dari itu, didalam proses analisis data terdapat proses mencari dan menyusun
data yang diperoleh saat melakukan wawancara, observasi, serta dokumentasi
secara sistematis sehingga data mudah dipahami ketika melakukan analisis dan

Universitas Sriwijaya
32

hasil temuan tersebut dapat diinformasikan kepada orang lain. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis data dari Creswell. Pada penjelasannya Creswell
(2013: 276) mengajak peneliti untuk melihat analisis data kualitatif sebagai suatu
proses penerapan langkah-langkah dari yang spesifik hingga yang umum dengan
berbagai level analisis yang berbeda. Lebih lanjut, Cresswell (2013, 276-284)
menjelaskan langkah-langkah analisis data sebagai berikut ini:
1). Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini melibat- kan
transkrip wawancara, men-scanning materi, mengetik data lapangan, atau
memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda
tergantung pada sumber informasi.
2). Membaca keseluruhan data. Langkah pertama adalah membangun general
sense atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya secara
keseluruhan. Pada tahap ini, peneliti kualitatif menulis catatan-catatan khusus atau
gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh.
3). Menganalisis lebih detail dengan meng-coding(italic) data. Coding merupakan
proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum
memaknainya (Rossman dan Rallins, dalam Cresswell, 2013: 276). Langkah ini
melibatkan beberapa tahapan, yaitu : mengambil data tulisan atau gambar yang
telah dikumpulkan selama proses pengumpulan, mensegmentasi kalimat-kalimat
atau gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian melabeli
kategori-kategori ini dengan istilah-istilah khusus yang sering kali didasarkan
pada istilah atau bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan (in vivo).
4). Terapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-
kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi ini melibatkan usaha
penyampaian informasi secara detail mengenai orang-orang, lokasi-lokasi, atau
peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu.
5). Tunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema tersebut akan disajikan
kembali dalam narasi atau laporan kualitatif. Pendekatan yang paling populer
adalah menerapkan pendekatan naratif dalam menyampaikan hasil analisis.
Pendekatan ini bisa meliputi pembahasan tentang kronologi peristiwa, tema-tema
tertentu (lengkap dengan subtema-subtema, ilustrasi-ilustrasi khusus, perspektif-
perspektif, dan kutipan-kutipan), atau tentang keterhubungan antartema.

Universitas Sriwijaya
33

6). Langkah terakhir dalam analisis data adalah interprestasi data


(memaknai data). Tahapan dalam menganalisis data yang dikemukakan oleh
Creswell (2013) inilah yang peneliti gunakan untuk mencari jawaban atas masalah
penelitian mengenai potret komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran
kota Palembang. Tahapan analisis data dari Creswell tersebut apabila
dioperasionalkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Langkah pertama,
yaitu peneliti mempersiapkan dan mengolah data untuk dianalisis. Data tersebut
ialah data primer, yaitu hasil observasi dan wawancara dengan anggota komunitas
pengamen jalanan, dan data sekunder, yaitu dokumen atau foto-foto kegiatan
komunitas pengamen jalanan tersebut. Langkah kedua, yaitu peneliti membaca
data tersebut secara keseluruhan. Pada tahap ini peneliti akan membuat catatan
tentang data yang diperoleh.
Langkah ketiga, yaitu setelah peneliti membaca hasil temuan secara
keseluruhan, peneliti mencoding(mengcoding) atau mengklasifikasikan jawaban
informan menurut kriteria-kriteria tertentu. Langkah keempat, yaitu peneliti
menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan data mengenai potret
komunitas pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota Palembang. Langkah
kelima, yaitu peneliti menyajikan data yang telah dideskripsikan dalam bentuk
uraian untuk menyampaikan analisa peneliti mengenai potret komunitas
pengamen jalanan. Setelah itu, langkah terakhir yaitu memaknai atau melakukan
interprestasi data ketika kegiatan analisis, sehingga dapat diketahui jawaban dari
pertanyaan penelitian mengenai bagaimana potret komunitaas pengamen jalanan
di Kawasan jalan veteran kota Palembang.

3.11.1 Kondensasi Data

Kondensasi data merujuk pada proses memilih, memfokuskan,


menyederhanakan, mengabstraksikan, dan atau mentransformasikan data yang
diperoleh selama penelitian berlangsung. Makna dari kondensasi mengacu pada
penguatan data. Dalam model sebelumnya menggunakan istilah reduksi yang
berarti mengurangi data. Sedangkan dalam kondensasi data tidak dihilangkan
melainkan dirangkum, diparafrase, maupun digabungkan dengan data lainnya.
Kondensasi data dalam penelitian ini dilakukan melalui merangkum hasil

Universitas Sriwijaya
34

wawancara, observasi, dan dokumentasi sesuai dengan masing-masing aspek.


Data hasil rangkuman kemudian dipakai sebagai data penelitian. Data yang
disajikan tersebut berdasarkan masalah penelitian mengenai potret kehidupan
pengamen jalanan di Kawasan jalan veteran kota Palembang.

3.11.2 Penyajian Data


Setelah kondensasi data, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.
Penyajian data yaitu sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui
data yang disajikan, akan dapat dilihat dan memahami apa yang sedang terjadi
dan apa yang harus dilakukan. Penyajian data yang paling sering digunakan untuk
data kualitatif pada masa yang lalu adalah dalam bentuk teks naratif. Setelah
melalui proses pengumpulan data dengan beberapa metode tersebut, selanjutnya
data yang diperoleh disajikan dalam bentuk teks naratif yang dilengkapi dengan
berbagai jenis tabel, bagan dan sejenisnya. Data yang disajikan tersebut
berdasarkan masalah penelitian mengenai potret komunitas pengamen jalanan di
kota Palembang.

3.11.3 Penarikan Kesimpulan


Kegiatan analisis yang ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.
Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interprestasi, yaitu menemukan makna
data yang telah disajikan. Sehingga dapat dilihat gambaran kehidupan pengamen
jalanan di Kawasan jalan veteran kota Palembang. Dengan demikian dari data
tersebut menghasilkan kesimpulan awal yang masih bersifat sementara dan akan
berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Namun kesimpulan tersebut perlu diverifikasi
dengan cara memikirkan ulang selama penelitian dan melihat kembali kondensasi
data maupun penyajian data sehingga kesimpulan yang diambil tidak
menyimpang.

Universitas Sriwijaya
35

BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penelitian mengenai potret komunitas pengamen jalanan berlokasi di


Kawasan jalan veteran Kota Palembang yang berada di Provinsi Sumatera
Selatan. Pemilihan lokasi karena Kota Palembang menjadi salah satu kota besar di
Indonesia dengan dibuktikan bahwa penduduk kota Palembang berujumlah
1.580.517 orang, dengan luas wilayah 4000,61 Km2 atau 40,061 Ha. Dengan
potensi demikian sangat memungkinkan bahwa kota Palembang menjadi kota
yang diminati oleh semua orang, yang tidak hanya diminati masyarakat Sumatera
Selatan saja akan tetapi diluar provinsi Sumatera Selatan, Indonesia secara
umumnya. Dilihat dari lokasi dan tempat yang menjadi tumbuhnya tingkat
ekonomi dengan ditandai bermunculnya tempat-tempat usaha dengan ciri khas
kuliner kota Palembang dan memberikan angin segar bagi pengamen untuk
memanfaatkan kesempatan dan potensi yang ada. Dengan demikian maka
komunitas pengamen jalanan di kota Palembang sangat memungkinkan untuk
tumbuh dan berkembang. Sehingga tidak heran jika di setiap sudut kota
palembang terdapat komunitas pengamen jalanan.
Pemahaman terhadap lokasi penelitian menjadi salah satu hal yang penting
sebagai bahan penunjang untuk memahami dan menganalisis permasalahan pada
penelitian ini, maka dari itu deskripsi wilayah penelitian ini menyajikan mengenai
pertama gambaran umum lokasi penelitian, yaitu letak geografis Kota Palembang,
keadaan penduduk Kota Palembang, tingkat pendidikan, dan agama. Kedua profil
komunitas pengamen jalanan kota Palembang, sejarah berdirinya, visi dan misi
komunitas pengamen jalanan, Aggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
(AD/ART), struktur kepengurusan kelompok, dan mekanisme penerimaan
anggota, dan yang ketiga gambaran informan penelitian.

Universitas Sriwijaya
36

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Letak Geografis Kota Palembang
Kota Palembang merupakan salah satu kota metropolitan yang menjadi ibu
kota Provinsi Sumatera Selatan dan memiliki visi untuk mewujudkan Palembang
sebagai kota EMAS (Elok, Mandani, Aman, dan Sejahterah). Kota Palembang
terletak pada posisi antara 2o52’ sampai 3o5’ Lintang Selatan dan antara 140o 37’
sampai 104o 52’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8meter dari permukaan
laut. Luas wilayah Kota Palembang berdasarkan PP No. 23 Tahun 1988 adalah
4000,61 Km2 atau 40,061 Ha. Kota Palembang diapit oleh tiga kabupaten, yaitu
Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Muara Enim, dan Kabupaten Ogan Ilir.
Wilayah administrasi Kota Palembang terdiri dari 16 kecamatan dan 107
kelurahan. Luas wilayah masing-masing kecamatan, yaitu : Ilir Barat II (6, 220
km2), Gandus (68,780 km2), Seberang Ulu I (17,440 km2), Kertapati (42,560
km2), Seberang Ulu II (10,690 km2), Plaju (15,170 km2), Ilir Barat I (19,770
km2), Bukit Kecil (9,920 km2), Ilir Timur I (6,500 km2), Kemuning (9,000 km2),
Ilir Timur II (25,580 km2), Kalidoni (27,920 km2), Sako (18,040 km2), Sematang
Borang (36,980 km2), Sukarami (51,459 km2), dan Alang-Alang Lebar (34,581
km2). Secara administrasi wilayah kota Palembang berbatasan dengan:
 Sebelah Utara : Kabupaten Banyuasin (berbatasan dengan Desa Pangkalan
Benteng, Desa Gasing dan Desa Kenten kecamatan Talang
Kelapa Kabupaten).
 Sebelah Timur : Kabupaten Banyuasin (berbatasan dengan Balai Makmur
Kecamatan Banyuasin Kabupaten Banyuasin).
 Sebelah Barat : Kabupaten Banyuasin (berbatasan dengan Desa
Kecamatan Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa
Kabupaten
Banyuasin).
 Sebelah Selatan : Kabupaten Ogan Ilir dan Muara Enim (berbatasan dengan
Desa Bakung Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan
Komering Ilir dan Kecamatan Gelumbang Kabupaten
Muara Enim).

Universitas Sriwijaya
37

4.1.2 Kependudukan Kota Palembang


Jumlah penduduk Kota Palembang berdasarkan data BPS (Badan Pusat
Statistik) sebanyak 1.580.157 jiwa di tahun 2015 atau naik 1,4 persen dibanding
tahun 2014 yang sebesar 1.558.494, sedangkan kepadatan penduduk di Palembang
tahun 2015 mencapai 3.945 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tertinggi terletak di
Kecamatan Ilir Timur I (10.987 jiwa/km2) dan terendah di Kecamatan Gandus
(904 jiwa/km2). Jumlah penduduk yang semakin meningkat tersebut menandakan
bahwa Kota Palembang memiliki sumber daya manusia yang jika dikelola dengan
baik menjadi faktor pendorong pembangunan untuk mencapai tujuan. Berikut ini
tabel jumlah penduduk menurut kecamatan Kota Palembang:

Tabel 1.4
Jumlah Penduduk dan Laju Penduduk Menurut
Kecamatan di Kota Palembang
No Kecamatan Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan
Penduduk Per Tahun (%)
2010 2014 2015 2010-2015 2014-2015

1 Ilir Barat II 64.440 65.555 65.991 0,48 0,67


2 Gandus 57.887 61.813 62.146 1,43 0,54
3 Seberang Ulu I 265.236 174.945 176.749 1,36 1,03
4 Kertapati 81.014 83.784 84.698 0,89 1,09
5 Seberang Ulu II 94.227 97.898 99.222 1,04 1,35
6 Plaju 79.809 81.282 81.891 0,52 0,75
7 Ilir Barat I 125.325 135.080 135.385 1,56 0,23
8 Bukit Kecil 43.892 43.929 43.967 0,03 0,09
9 Ilir Timur I 69.716 68.506 71.428 0,48 4,25
10 Kemuning 82.495 84.562 85.002 0,60 0,52
11 Ilir Timur II 160.037 163.934 165.238 0,64 0,80
12 Kalidoni 100.394 109.644 110.982 2,03 1,22
13 Sako 82.964 89.990 91.087 1,89 1,22
14 Sematang Borang 32.290 36.983 37.434 3,00 1,22
15 Sukarami 140.686 159.339 164.139 3,13 3,01
16 Alang-alang Lebar 87.605 101.251 105.168 3,72 3,87
Palembang 1.468.007 1.558.494 1.580.517 1,49 1,41

Sumber: Data Sekunder Badan Pusat Statistik, 2010-2015

Universitas Sriwijaya
38

Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk


Kota Palembang tahun 2015 sebanyak 1.580.517 jiwa yang terdiri atas 791.943
jiwa penduduk laki-laki dan 788.574 jiwa penduduk perempuan. Jumlah tersebut
mengalami peningkatan dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Palembang
ditahun 2010 dan tahun 2014, yaitu sebesar 1.468.007 juta jiwa dan 1.558.494 juta
jiwa. Jumlah penduduk Kota Palembang yang lebih dari 1.000.000 juta jiwa
menjadikan Kota Palembang sebagai salah satu kawasan kota metropolitan. Kota
Palembang yang mengalami peningkatan jumlah penduduk menandakan adanya
perkembangan penduduk. Perkembangan penduduk dapat berdampak positif jika
jumlah penduduk tersebut berperan sebagai modal bagi penggerak pembangunan
sosial dan fisik dan akan berdampak negatif jika penduduk membebani kota.

4.1.3 Tingkat Pendidikan


Pendidikan menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan pembangunan
manusia atau human development(italic) karena pendidikan berperan dalam
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan responsif terhadap
kemajuan teknologi dan informasi yang menjadi karateristik dari peradaban
masyarakat modern. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut sebagai aset
untuk mendorong perubahan kearah yang progresif. Pendidikan juga menjadi
salah satu saluran bagi seseorang untuk menempati kelas sosial tertentu dalam
lapisan masyarakat yang secara tidak langsung menjadi representasi gaya hidup
yang dipilih. Berikut data mengenai tingkat pendidikan masyarakat Kota
Palembang:

Tabel 2.4
Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK)
Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Palembang
No Jenjang APM (Angka Partisipasi APK (Angka
Pendidikan Murni) Partisipasi Kasar)
1 SD/MI 92,70 112,05
2 SMP/MTS 75,00 97,08
3 SMA/SMK/MA 67,44 84,31
Sumber: Data Sekunder Badan Pusat Statistik, 2016

Universitas Sriwijaya
39

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa masyarakat Kota


Palembang memiliki tingkat partisipasi pendidikan terendah dijenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA) baik dilihat dari partisipasi penduduk usia sekolah (APM),
yaitu sebesar 67,44 maupun berdasarkan partisipasi penduduk yang mengenyam
pendidikan sesuia dengan jenjang pendidikan (APK) 84,31.

4.1.4 Agama
Agama memiliki hubungan yang erat sekali kaitannya dengan kehidupan
manusia karena agama menyangkut adanya kepercayaan adanya Tuhan. Agama
yang dianut masing-masing pemeluknya menjadi identitas dan menjadi pedoman
dalam menjalani kehidupan. Kota Palembang sebagai kota metropolitan yang
memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 juta jiwa menjadi indikator
adanya heterogenitas pada masyarakat Kota Palembang. Salah satu wujud dari
heterogenitas masyarakat Kota Palembang adalah menganut agama yang berbeda.
Jumlah Agama yag ada di Kota Palembang meliputi 5 agama yaitu Islam, Katolik,
Protestan, Budha, dan Hindu, sedangkan total tempat ibadah didominasi oleh
tempat peribadatan agama Islam sebesar 1.629. Berikut dapat dilihat pada tabel :

Tabel 3.4
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Agama yang
Dianut di Kota Palembang
No Kecamatan Islam Protestan Katolik Hindu Buddha
1 Ilir Barat II 69.722 992 806 25 2.877
2 Gandus 67.304 89 155 3 117
3 Seberang Ulu I 184.811 690 501 75 2.433
4 Kertapati 98.315 359 112 28 561
5 Seberang Ulu II 100.631 688 341 31 839
6 Plaju 94.103 728 380 47 692
7 Ilir Barat I 137.109 20.220 1.555 106 17.229
8 Bukit Kecil 46.676 836 671 62 1.578
9 Ilir Timur I 60.381 4.686 5.934 106 17.229
10 Kemuning 84.767 2.337 1.304 17 5.042
11 Ilir Timur II 170.086 5.257 3.811 131 1.158
12 Kalidoni 114.790 3.086 1652 63 3.081

Universitas Sriwijaya
40

13 Sako 86.291 3.860 2.117 72 2.764


14 Sematang Borang 36.104 286 999 6 207
15 Sukarami 145.383 4.812 2.556 112 3.130
16 Alang-alang Lebar 88.702 2.788 945 77 3.130
Palembang 1.585.176 35.714 23.849 965 62.698
Sumber: Data Sekunder Badan Pusat Statistik, 2016

Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui bahwa masyarakat Kota


Palembang menganut berbagai macam agama, yaitu agama Islam, Hindu, Buddha,
Katolik, dan Protestan. Data di atas menunjukkan bahwa pemeluk agama Islam di
Kota Palembang menempati posisi tertinggi yaitu sebanyak 1.585.176, disusul
oleh pemeluk agama agama Buddha 62.698 jiwa, Protestan 35.714 jiwa, dan
Katolik 23.849 jiwa. Sementara agama Hindu menempati posisi terendah yaitu
965. Agama Islam paling tinggi di dominasi oleh Kecamatan Seberang Ulu I,
yaitu sebesar 184.811 jiwa dan yang terendah adalah Kecamatan Bukit Kecil yaitu
46.676 jiwa. Sementara untuk agama Hindu paling rendah pemeluknya adalah
Kecamatan Gandus, yaitu hanya 3 jiwa dan disusul oleh Kecamatan Sematang
Borang sebanyak 6 jiwa. Masyarakat Kota Palembang yang terdiri dari berbagai
macam pemeluk agama mempertegas ciri masyarakat kota adalah heterogenitas.
Tempat peribadatan merupakan tempat bagi setiap pemeluk agama untuk
melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Adapun tempat
peribadatan agama yang terdapat di Kota Palembang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4
Jumlah Tempat Peribadatan Menurut Kecamatan di Kota Palembang
No Kecamatan Masjid Mushola Langgar Gereja Gereja Pura Vihara
Protestan Khatolik
1 Ilir Barat II 17 31 11 2191 - - 18
2 Gandus 36 13 22 - - - -
3 Seberang Ulu I 54 39 126 2 2 - 8
4 Kertapati 55 4 44 - - - -
5 Seberang Ulu II 40 7 71 - - - 3
6 Plaju 34 4 53 2 - - 1
7 Ilir Barat I 76 3 30 1 1 1 4
8 Bukit Kecil 21 17 6 1 2 - 2
9 Ilir Timur I 29 10 37 12 15 - 3
10 Kemuning 56 9 13 2 - - 2
11 Ilir Timur II 71 14 111 12 12 - 12
12 Kalidoni 62 11 47 3 6 - 3
13 Sako 42 8 24 1 2 - -
14 Sematang Borang 23 1 14 2 3 - -

Universitas Sriwijaya
41

15 Sukarami 103 32 12 15 - - -
16 Alang-alang 62 9 15 3 2 - 9
Lebar
Palembang 781 212 636 57 45 1 63
Sumber: Data Sekunder Badan Pusat Statisti, 2016

Berdasarkan data pada tabel diatas maka dapat diketahui bahwa tempat
peribadatan yang dominan di Kota Palembang adalah tempat peribadatan umat
agam Islam dan Buddha. Tempat peribadatan umat agama Islam yang terbanyak
terdapat di Kecamatan Seberang Ulu 1 yaitu 219 tempat ibadah dan posisi kedua
ditempati oleh kecamatan Ilir Timur 1 yaitu sebanyak 196 tempat ibadah. Secara
keseluruhan jumlah tempat peribadatan yang paling dominan adalah agama Islam
mulai dari Masjid, Mushola, dan Langgar adalah 1.629 sedangkan agama Buddha
memiliki tempat peribadatan sebanyak 63 Vihara. Tempat peribadatan yang
paling sedikit di Kota Palembang yaitu agama Hindu hanya ada satu tempat yang
terdapat di kecamatan Ilir Barat 1.

4.2 Profil Komunitas Pengamen Jalanan Kota Palembang

4.2.1 Sejarah Komunitas Pengamen Jalanan Kota Palembang

Pengamen atau biasa disebut sebagai penyanyi jalanan (Inggris: street


singers), adalah sekelompok orang yang identik sebagai penyanyi jalanan yang
ada di perkotaan atau setempat. Sementara musik-musik yang dimainkan pada
umumnya disebut sebagai musik jalanan. Musik jalanan dan penyanyi
jalanan memiliki pengertian yang berbeda, karena musik jalanan dan penyanyi
jalanan mempunyai disiplin dan pengertian yang spesifik dan dapat dikatakan
suatu bentuk dari sebuah warna musik yang berkembang di dunia kesenian.
Perkembangan pengamen sudah ada sejak abad pertengahan terutama di
Eropa, bahkan di kota lama London terdapat jalan bersejarah bagi pengamen yang
berada di Islington, London. Pada saat yang sama musik di Eropa berkembang
sejalan dengan penyebaran musik keagamaan yang kemudian dalam
perkembangannya beberapa pengamen sebagai salah-satu landasan kebudayaan
yang berpengaruh dalam kehidupan umat manusia.
Sedangkan di Indonesia sendiri pengamen telah ada sekitar abad ketiga
belas. Saat itu sudah dikenal rombongan musik yang berjalan dari satu tempat ke

Universitas Sriwijaya
42

tempat lain dan menghibur lewat syair atau pantun yang berisi dongeng panji.
Para penyanyi jalanan akrab disebut sebagai Dalang Kentrung karena keberadaan
mereka terkadang berarti sakral bagi masyarakat yang dilewatinya karena
lantunan mereka tidak hanya untuk menghibur melainkan terkadang merupakan
nasehat, isyarat bahkan ramalan masa depan dari situasi. Seiring dengan
perkembangan zaman, budaya ngamen ini juga ikut berkembang menjadi salah
satu peluang untuk mencari nafkah bagi beberapa orang. Seperti banyaknya
pengamen yang saat ini terlihat di beberapa tempat juga menyimpan bermacam-
macam motif. Ada yang melakukannya untuk mencari identitas, ada yang
melakukannya karena iseng, dan ada pula yang jadi pengamen karena memang
harus mengejar nafkah. Dari karakter musik jalanan ini, terkadang muncul sebuah
bentuk musik baru yang menarik untuk disimak dan pada umumnya memiliki
karakter diri yang kuat. Walau harus diakui banyak dari musisi jalanan yang
memiliki keterbatasan di sisi akademik, namun mereka memiliki keberanian dan
karakter diri yang kuat. Terkadang lagu yang dibawakan,
secara teori akademik mengalami pendangkalan. Selain dimainkan menggunakan
peralatan ala kadarnya atau terbatas, tetapi optimisme yang dimiliki membuat
lagu-lagu tersebut mampu terdengar dalam bentuk yang berbeda dari aslinya.
Lagu-lagu tersebut mampu muncul dalam bentuk yang mandiri dan spesifik.
Mereka memang jarang meniru seniman-seniman yang sudah ada sebelumnya.
Dan ini dapat dilihat dari nama-nama besar yang asalnya juga menyerap dan
membentuk karakter dirinya lewat jalanan seperti, Leo Kristi, Iwan Fals, Kuntet
Mangkulangit, Kelompok Slank dan banyak lagi lainnya. Kebanyakan para
pengamen atau penyanyi jalanan selalu tampil sebagai dirinya sendiri. Hingga tak
jarang lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi versi lain yang tak kalah menarik
dari komposisi versi aslinya. Contohnya lagu-lagu popular dari kelompok Koes
Ploes misalnya, hampir setiap pengamen pernah membawakannya. Namun sulit
mencari yang membawakan dalam bentuk yang sama. Hampir semua mempunyai
versi atau gaya berbeda dalam membawakannya
Tokoh penting dalam dunia pengamen di Indonesia
antara lain adalah Harry Roesli. Harry Roesli dikenal melahirkan budaya musik
kontemporer yang berbeda, komunikatif dan konsisten memancarkan kritikan

Universitas Sriwijaya
43

sosial. Karyanya memunculkan kritik sosial apa adanya dalam watak musik teater
lenong. Harry Roesli mendirikan Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB)
dirumahnya dengan bertujuan untuk membina para seniman jalanan dan kaum
pemulung dalam karya-karyanya.

Komunitas Pengamen Jalanan (KPJ) sendiri lahir dua tahun yang lalu,
berawal dari kegetiran para pengamen yang khawatir melihat maraknya
pengamen Kota Palembang yang tidak terorganisir. Beberapa pengamen yang ada
di Kota Palembang berinisiatif untuk membuat sebuah komunitas pengamen
dengan tujuan agar tercipta satu kesatuan di antara para pengamen Kota
Palembang. Diketuai oleh Rachmad Hidayat, akhirnya lahirlah sebuah komunitas
pengamen jalanan Kota Palembang yang di berinama KPJ. Tidak hanya
mengamen, KPJ juga memiliki program-program yang sering mereka lakukan di
setiap minggunya, seperti kegiatan "Ruang Apresiasi" yang dimulai pukul 19.00-
21.00 WIB, kegiatan tersebut meliputi konser musik yang digelar di beberapa
sudut Kota Palembang. Selain itu mereka juga memiliki program
"Bakti Sosial", program tersebut merupakan salah satu kegiatan wujud dari rasa
kemanusiaan antar sesama manusia dan dengan adanya kegiatan ini, anggota KPJ
sendiri berharap dapat merapatkan kekerabatan antar anggota. Kegiatan tersebut
terbuka bagi siapa saja yang ingin membantu antar sesama.

4.2.2 Visi dan Misi Komunitas Pengamen Jalanan Kota Palembang

Kelompok pengamen jalanan Palembang merupakan salah satu kelompok


informal yang diorganisir oleh anggota kelompok tersebut sendiri. KPJ
Palembang yang tersebar di beberapa sudut kota Palembang ini memiliki visi dan
misi sebagai acuan untuk memelihara agar kelompok tersebut terus berkembang
dan bergerak kearah yang progresif.

Visi komunitas pengamen jalanan, yaitu menjadi ruang ekspresi, berkarya


dan berbudaya melalui musik bagi anggota kelompok tersebut. Misi dari
kelompok tersebut adalah: pertama, KPJ mengajarkan pada masyarakat agar lebih
menghargai karya seni khususnya musik dengan mengapresiasi hasil karya
seniman yang ada di Indonesia, terutama di Kota Palembang. Kedua, mengajarkan

Universitas Sriwijaya
44

kepada Musisi / Pengamen jalanan untuk kreatif dalam berkarya. Ketiga,


membentuk karakter musisi dan pengamen jalanan yang lebih berkelas dengan
cara melakukan pertunjukan atau ruang bermusik di beberapa sudut Kota tanpa
memaksa untuk meminta sumbangan. Dan yang keempat, merangsang talenta
bermusik demi menciptakan karya yang imajinatif, edukatif dan kreatif.

Berdasarkan visi dan misi tersebut maka dapat diketahui bahwa komunitas
pengamen jalanan adalah sebagai wadah untuk menyatuhkan para pengamen
jalanan untuk membangun suatu ikatan sosial. Selain itu juga nilai-nilai yang
terkandung dalam visi dan misi tersebut menjadi suatu arah bagi berjalannya
komunitas pengamen jalanan Palembang dalam menentukan setiap aktivitas atau
kegiatan dan keputusan yang ditetapkan. Visi dan misi tersebut juga menjadi suatu
warna tersendiri bagi komunitas tersebut karena mempengaruhi struktur, kultur,
dan proses sosial yang berlangsung di dalam komunitas yang dapat
membedakannya dengan komunitas lainnya.

4.2.3 Struktur Komunitas Pengamen Jalanan Kota Palembang

Kelompok pengamen jalanan Palembang ialah sebagai wadah untuk


menampung aspirasi serta keinginan para anggotanya berdasarkan kesepakatan
bersama, oleh karena itu agar kelompok tersebut berjalan dengan baik,
dibentuklah struktur yang berfungsi untuk mengatur keberlangsungan kelompok.
Struktur kelompok yang dibentuk tersebut juga sebagai wujud kepengurusan yang
bertanggungjawab atas apa yang dikerjakan dan sebagai acuan data administrasi
guna melihat perkembangan dan kemajuan baik secara eksternal maupun internal
KPJ Palembang. Berikut ini adalah struktur kepengurusan kelompok pengamen
jalanan Kota Palembang;

Bagan 1.4
Struktur Kepengurusan Komunitas Pengamen Jalanan Kota Palembang

KETUA
Rachmad Hidayat

WAKIL KETUA
Budyman
BENDAHARA SEKRETARIS
Aditya Alvareza Kiki Kidiw
Universitas Sriwijaya
45

HUMAS
Arief Budiman

ADMIN
Iqbal Pratama

Sumber: Data Primer, 2017

4.2.4 Mekanisme Penerimaan Anggota

Kelompok pengamen jalanan Palembang memiliki beberapa hal untuk


merekrut calon anggota yang ingin bergabung. Dalam mekanisme penerimaan
anggota ini, yang menjadi titik tekannya adalah: pertama¸mengakomodir potensi
potensi yang dimiliki oleh teman-teman sehingga dapat tersalur dengan baik.
Kedua, membina dan mengarahkan semangat tiap-tiap individu untuk selalu
berada dalam koridor yang benar, sehingga tidak tergelincir pada hal-hal yang
merugikan, seperti narkoba, pergaulan bebas, tawuran dan lain sebagainya.
Ketiga, membangun silaturahmi sesama pengamen jalanan, dalam mewujudkan
karakteristik yang unggul. Keempat, memberikan perlindungan hukum secara
terorganisir dan mengokohkan nilai-nilai sosial yang tumbuh di dalam jiwa
sebagai anak bangsa. Dan yang kelima, menyalurkan bakat dan kemampuan yang
dimiliki dalam keikutsertaan kompetisi-kompetisi yang terselenggara dengan baik,
sehingga terbangun motivasi untuk hidup yang lebih baik dan bermanfaat.

Berdasarkan mekanisme penerimaan calon anggota diatas, maka dapat


diketahui bahwa setiap anggota kelompok dapat saling mengenal, berinteraksi dan
bertukan informasi terkait masalah kegiatan-kegiatan atau acara yang akan
dilakukan dan diikuti.

4.3 Gambaran Informan Penelitian

Informan atau subyek penelitian merupakan sumber data primer untuk


menjawab masalah pada penelitian, maka dari itu profil dari informan penting

Universitas Sriwijaya
46

untuk dijelaskan. Informasi mengenai profil informan ini diperoleh melalui hasil
wawancara secara langsung. Informan yang ditetapkan pada penelitian ini adalah
informan yang telah memenuhi kriteria untuk memecahkan masalah penelitian.
Adapun informan yang telah ditetapkan, yaitu anggota yang telah satu tahun atau
lebih bergabung dengan Kelompok Pengamen Jalanan (KPJ) Palembang, Anggota
yang menempati struktur kepengurusan, Anggota-anggota yang aktif dan intensif
dalam kegiatan atau acara kelompok sebagai informan utama, dan anggota
masyarakat yang mengetahui tentang keberadaan kelompok pengamen jalanan
Palembang sebagai informan pendukung. Proses mendapatkan informan tersebut,
yaitu peneliti sudah mengenal satu informan lebih dulu, dimana informan tersebut
sudah satu tahun lebih menjadi bagian dari kelompok pengamen jalanan
Palembang. Untuk mendapatkan informan selanjutnya peneliti melakukan proses
snowball sampling(italic), yaitu peneliti meminta informan yang telah
diwawancarai untuk merekomendasikan anggota kelompoknya yang memenuhi
kriteria informan. Sebelumnya, peneliti memang mencoba melakukan pendekatan
dengan salah anggota dari kelompok pengamen jalanan Palembang, sampai pada
akhirnya peneliti dapat melakukan perkenalan dengan salah satu anggota
kelompok tersebut dengan pertemuan secara langsung. Dari sinilah, akhirnya
salah satu anggota kelompok tersebut bersedia menjadi informan peneliti, dan dari
informan tersebut peneliti mendapatkan jaringan untuk masuk kedalam
kelompoknya. Melalui informan tersebutlah peneliti meminta agar informan
merekomendasikan anggota kelompok yang sesuai dengan kriteria informan.
Identitas informan yang diungkapkan pada bagian ini meliputi nama informan,
jenis kelamin, umur, agama, pendidikan, dan pekerjaan. Jumlah keseluruhan
informan pada penelitian ini sebanyak 12 orang. Untuk mempermudah penulisan,
maka dalam penelitian ini menggunakan nama singkatan. Berikut akan dijelaskan
mengenai identitas yang menjadi informan pada penelitian ini, yang dimulai dari
informan utama dan berikutnya informan pendukung:

4.3.1 Informan Utama

Universitas Sriwijaya
47

Informan utama dalam penelitian ini berjumlah 8 informan yang terdiri


dari enam informan laki-laki dan dua informan perempuan. Tabel di bawah ini
menyajikan identitas informan utama, sebagai berikut:

Tabel 5.4
Daftar Informan Utama yang Menjadi Subyek Penelitian Identitas
Komunitas Pengamen Jalanan Kota Palembang
No Nama Jenis Tahun Agama Pendidikan Pekerjaan
Informan Kelamin (Umur)
1 RH Laki-laki 26 Islam SMA Wiraswasta
2 BM Laki-laki 24 Islam SMA Wiraswasta
3 KK Laki-laki 28 Islam SMA Wiraswasta
4 AA Laki-laki 26 Islam SMA Wiraswasta
5 AB Laki-laki 23 Islam SMA Mahasiswa
6 IP Laki-laki 23 Islam S-1 Swasta
7 KA Perempuan 23 Islam S-1 Mahasiswa
8 RD Perempuan 24 Islam S-1 Mahasiswa
Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan table 5.4 karakteristik demografi subyek penelitian ini didapatkan


hasil bahwa:
Rerata usia pengamen jalanan adalah 23 tahun sebanyak 3 orang, usia termuda
adalah 23 tahun, sedangkan usia tertua pengamen jalanan adalah 28 tahun.
Rerata jenjang pendidikan terakhir pengamen jalanan adalah Sekolah
Menengah Atas (SMA) sebanyak 5 orang, sedangkan Strata 1 (S1) sebanyak 3
orang.
Rerata pekerjaan utama pengamen jalanan adalah wiraswasta sebanyak 4
orang, sedangkan swasta 1 orang, dan mahasiswa sebanyak 3 orang.

1. Informan RH
Informan pertama RH berjenis kelamin laki-laki beragama Islam dan
berumur 26 Tahun. Informan pertama ini lulusan SMA Negeri 11 Palembang dan
saat ini bekerja di salah satu EO (Event Organizer) yang ada di Kota Palembang.
Informan ini bertempat tinggal di sekitaran kecamatan Ilir Barat 1 kota
Palembang. Informan RH menjadi ketua kelompok pengamen jalanan Palembang

Universitas Sriwijaya
48

sejak bulan Juni 2016. Proses wawancara serta pertemuan pertama kali dengan
informan RH dilakukan pada tanggal 07 Juli 2018 pukul 20:15 WIB di Café South
Station. Peneliti tidak kesulitan untuk menghubungi informan karena informan
bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai. Berdasarkan pengamatan
peneliti informan RH ini bersikap ramah dan memberikan respon yang baik
kepada peneliti. Selama proses wawancara informan sering terlihat bingung,
sehingga pertanyaan harus dipertegas kembali. Secara keseluruhan proses
wawancara berlangsung cukup lancar. Selanjutnya, untuk mendapatkan data yang
lebih mendalam lagi terkait masalah penelitian, peneliti melakukan proses
wawancara yang kedua dengan informan RH yang berlangsung pada tanggal 12
Juli 2018 pukul 19:30 WIB di Bandrek 555. Proses wawancara yang kedua ini
juga berlangsung dengan lancar dan peneliti mendapatkan informasi yang lebih
mendalam terkait masalah penelitian. Dari informan RH inilah peneliti akhirnya
memiliki akses untuk dapat bergabung dengan kelompok pengamen jalanan
Palembang saat mereka melakukan suatu kegiatan dan dari informan ini juga
peneliti dapat bertemu secara langsung dengan anggota Komunitas Pengamen
Jalanan (KPJ) Palembang.
Berdasarkan hasil tanya jawab yang telah dilakukan, tujuan utama RH
menjadi seorang pengamen jalanan adalah untuk menambah penghasilan
disamping pekerjaanya sebagai salah satu karyawan di suatu Event Organizer
(EO). Menjadi salah satu karyawan di suatu EO yang memiliki kegiatan yang
evently dan tidak kontinyu membuat ia terpaksa mencari pekerjaan lain untuk
menambah penghasilan dan mengisi waktu luang yang dapat menghasilkan uang.
Disamping itu, RH mengaku bahwa ia senang menjadi seorang pengamen jalanan
karena dapat menyalurkan hobi bermain musiknya dan juga bisa mendapat banyak
teman denga.

2. Informan BM
Informan kedua yaitu BM berjenis kelamin laik-laki beragama Islam dan
berumur 24 tahun. Informan SS lulusan SMA Negeri 11 Palembang dn saat ini
bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebagai salah satu pengemudi ojek online yang
berada di Kota Palembang. Informan ini bertempat tinggal di Jalan Inspektur

Universitas Sriwijaya
49

Marzuki Lorong Bakti, Kota Palembang. Informan BM bergabung dengan


kelompok pengamen jalanan Palembang sejak awal berdirinya kelompok tersebut,
yaitu Juni 2016. Informan BM memang menjadi salah satu pionir dari berdirinya
komunitas pengamen jalanan Palembang karena posisi yang dimilikinya sebagai
wakil ketua komunitas pengamen jalanan Palembang.
Proses perkenalan dan wawancara pertama kali dimulai dari media telepon
dan setelah itu akhirnya wakil ketua kelompok pengamen jalanan Palembang
bersedia untuk meluangkan waktunya untuk diwawancarai secara langsung.
Peneliti memang sedikit kesulitan untuk mengatur pertemuan dengan wakil ketua
KPJ Palembang karena informan memang sedang sibuk mencari nafkah.
Pada akhirnya, tanggal 17 Juli 2018 Pukul 19:00 WIB peneliti bersama
informan RH dapat berkunjung ke kediaman wakil ketua komunitas pengamen
jalanan Palembang untuk melakukan proses wawancara. Berdasarkan pengamatan
peneliti informan bersikap baik serta menerima kedatangan peneliti dengan
ramah. Proses wawancara berlangsung dengan lancar, informan mampu
memberikan informasi-informasi yang sesuai dengan kebutuhan peneliti untuk
menjawab masalah penelitian. Selama proses wawancara informan informan (beri
tanda (-) ) nampak lancar dalam menjelaskan profil kelompok yang dirintisnya.

3. Informan KK

Informan ketiga yaitu KK berjenis kelamin laki-laki beragama Islam dan


berumur 28 tahun. Informan ketiga ini lulusan SMA Arinda Palembang dan
pekerjaannya sebagai pengusaha wiraswasta. Informan bertempat tinggal di Jalan
Mawar Lorong Kembang, Talang Ratu. Informan KK bergabung dengan
komunitas pengamen jalanan Palembang sejak Februari 2017 dan memiliki posisi
sebagai sekretaris komunitas pengamen jalanan Palembang. Proses perkenalan
dan wawancara dengan informan KK ini berlangsung pada tanggal 15 Juli 2018
pukul 21:00 WIB bertempat di Studio Musik Venus, Jalan Seduduk Putih, kota
Palembang. Ketika proses wawancara berlangsung informan memberikan respon
dan bersikap baik dengan peneliti. Informan ketiga ini mampu menjawab setiap

Universitas Sriwijaya
50

pertanyaan peneliti dengan baik, sehingga peneliti mendapatkan informasi-


informasi sesuai dengan pertanyaan penelitian.

4. Informan AA

Informan keempat yaitu AA berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam,


berumur 26 tahun dan status informan telah belum menikah. Informan ketiga ini
memiliki pekerjaan sebagai karyawan distro dan bertempat tinggal di jalan Mandi
Api Lorong Mangga. Informan AA bergabung dengan komunitas pengamen
jalanan Palembang sejak 7 April Juli 2017. Informan AA menempati struktur
kepengurusan sebagai Bendahara kelompok. Perkenalan dan wawancara dengan
informan AA pertama kali berlangsung pada tanggal 20 Juli 2018 Pukul 20:00
WIB di Alfamart Jln. Sei Hitam. Proses wawancara berlangsung dengan baik dan
lancar, informan mampu menjawab setiap pertanyaan penelitian, meskipun
peneliti sedikit kesulitan untuk bertemu karena kesibukan informan.

5. Informan AB

Informan kelima yaitu AB berjenis kelamin laki-laki beragama Islam dan


berusia 23 tahun. Informan AB merupakan mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi
di Universitas Sriwijaya. Informan tersebut beralamat di jalan macan kumbang
demang lebar daun. Informan AB bergabung dengan komunitas pengamen jalanan
sejak bulan Oktober 2017. Wawancara dengan informan AB berlangsung pada
tanggal 7 Agustus 2018 saat nonton bareng sepak bola di kedai rusun pukul 21:00
WIB. Proses wawancara dengan informan AB berlangsung dengan lancar dan
informan mampu menjawab setiap pertanyaan peneliti dengan baik. Saat
wawancara berlangsung informan bersikap ramah dan humoris terhadap peneliti.
Dari hasil tanya jawab yang telah dilakukan, AB menuturkan jika tujuan
utama menjadi seorang pengamen jalanan adalah untuk menambah uang saku.
Ayahnya yang bekerja sebagai satpam di salah satu bimbingan belajar di kota
Palembang dan ibunya yang hanya seorang ibu rumah tangga hanya mempu
memberikan uang saku sebesar Rp15.000,- setiap harinya, keadaan itulah yang
memaksa AB untuk menjadi seorang pengamen jalanan guna memenuhi
kebutuhannya yang lain. Setiap harinya ia mengamen mulai pukul 16:00 WIB

Universitas Sriwijaya
51

atau setelah kegiataan perkuliahan selesai sampai dengan waktu yang tidak
menentu tergantung dengan banyaknya uang yang ia peroleh.

6. Informan IP

Informan keenam yaitu IP berjenis kelamin laki-laki beragama Islam dan


berumur 23 tahun. Informan IP lulusan Universitas Sriwijaya dan saat ini bekerja
disalah satu (Dealer) Daihatsu veteran. Informan tersebut bertempat tinggal di Jl.
Irigasi kota Palembang. Informan IP menjadi bagian dari komunitas pengamen
jalanan sejak Juni 2017, saat ini informan IP menempati struktur kepengurusan
sebagai admin. Wawancara dengan informan IP bersamaan dengan informan KK
yaitu berlangsung pada tanggal 15 Juli 2018 pukul 21:00 WIB berlokasi di di
Studio Musik Venus, Jalan Seduduk Putih, kota Palembang. Proses wawancara
berlangsung dengan baik, meskipun informan tidak terlalu fokus saat wawancara
karena informan beberapa kali mengangkat telepon masuk. Informan IP dapat
menjawab pertanyaan penelitian dengan lancar dan informan juga memahami
tentang sejarah dan kegiatan-kegiatan komunitas pengamen jalanan kota
Palembang.

4.3.2 Informan Pendukung


Informan pendukung pada penelitian ini berjumlah empat informan yang
berjenis kelamin laki-laki semuanya. Untuk mempermudah mengetahui identitas
informan pendukung peneliti menyajikan dalam bentuk tabel, sebagai berikut:

Tabel 6.4
Daftar Informan Pendukung yang Menjadi Subyek Penelitian Identitas
Komunitas Pengamen Jalanan Kota Palembang
No Nama Jenis Umur Agama Pendidikan Pekerjaan
Informan Kelamin (Tahun)
1 DS Laki-laki 25 Islam SI
2 TR Laki-laki 23 Islam SI
3 AG Laki-laki 24 Islam SI
4 AR Laki-laki 23 Islam SI
Sumber: Data Primer, 2016

Universitas Sriwijaya
52

1. Informan DS
Informan pendukung yang pertama yaitu DS berjenis kelamin laki-laki,
berusia 25 tahun, dan beragama Islam. Informan lulusan Universitas
Muhammadiyah Palembang. Informan saat ini bekerja sebagai pegawai Bank
Mandiri. Informan berasal dari Kabupaten Muara Enim tepatnya di daerah putak
dan saat ini informan tinggal di kota Palembang tepatnya di jalan Ariodillah
lorong perburuhan. Peneliti dapat mengenal dan melakukan proses wawancara
dengan informan DS berdasarkan rekomendasi dari informan utama yaitu RH.
Informan DS memang orang terdekat RH yaitu teman sejak Sekolah Menengah
Atas (SMA). Perkenalan dan wawancara dengan informan DS berlangsung pada
tanggal 24 Juli 2018 pukul 20.30 di Dunkin Donuts Demang Palembang. Proses
wawancara dengan informan berjalan dengan lancar, informan merespon
pertanyaan peneliti dengan baik dan informan bersikap ramah dengan peneliti.

2. Informan TR
Informan pendukung yang kedua yaitu TR berjenis kelamin laki-laki,
beragama Islam, dan berusia 23 tahun. Informan beralamat di jalan gotong royong
Lorong serasi. Informan lulusan Universitas Muhammadiyah Palembang. Peneliti
dapat mengenal dan melakukan proses wawancara dengan informan TR
berdasarkan rekomendasi dari BM. Informan TR mengetahui tentang komunitas
pengamen jalanan Palembang karena informan memang menjadi salah satu
anggota komunitas pengamen jalanan. Informan juga menyatahkan(dak pake H)
bahwa bergabung dengan komunitas pengamen jalanan sudah menjadi gaya
hidupnya sejak usia 18 tahun. Kegemaran kepada komunitas pengamen jalanan
inilah yang membuat informan mengetahui beberapa komunitas yang ada di kota
Palembang, salah satunya komunitas pengamen jalanan Palembang. Perkenalan
dan wawancara dengan informan TR berlangsung pada tanggal 4
Agustus2018(spasi) di Kedai Rusun pukul 21.10 WIB. Proses wawancara dengan

Universitas Sriwijaya
53

informan TR berlangsung dengan baik dan lancar, informan merespon peneliti


dengan baik. Informan juga mampu menjawab setiap pertanyaan peneliti dengan
baik dan bersikap terbuka memberikan informasi.

3. Informan AG
Informan pendukung yang ketiga yaitu AG berjenis kelamin laki-laki,
beragama Islam dan berusia 24 tahun. Informan lulusan Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang. Informan bertempat tinggal di jalan Irigasi. Peneliti
dapat mengenal dan melakukan proses wawancara dengan informan AG
berdasarkan rekomendasi dari informan utama yaitu IP yang merupakan teman
dari AG. Dari informan IP inilah peneliti mendapatkan kontak untuk
menghubungi AG. Perkenalan dan wawancara dengan informan AG berlangsung
pada tanggal 26 Juli 2018 di Bingen Café Palembang pukul 21.00 WIB.
Pengetahuan informan tentang komunitas pengamen jalanan kota Palembang
berdasarkan cerita dari temannya IP yang merupakan anggota komunitas
pengamen jalanan Palembang, melihat kelompok tersebut dari sosial media dan
juga informan AG pernah mengikuti acara yang ada di pendestrian jalan
sudriman.

4. Informan AR
Informan pendukung yang keempat yaitu AR berjenis kelamin laki-laki,
beragama Islam, dan berusia 23 tahun. Informan lulusan Universitas Sekolah
tinggi ilmu ekonomi multi data Palembang (STIE MDP) dan bertempat tinggal di
jalan Anyelir. Saat ini informan AR sebagai karyawan di perusahaan swasta yang
ada di Palembang. Peneliti dapat mengenal dan melakukan wawancara dengan
informan AR berawal dari informan TR yang merupakan teman dekat AR sejak
SMP. Dari informan TR inilah peneliti dapat menghubungi informan AR dan
melakukan proses wawancara yang berlangsung pada tanggal 12 Agustus 2018
pukul 19.30 WIB di KFC Demang Palembang yang berdekatan dengan rumah
informan. Informan mengetahui tentang komunitas pengamen jalanan berdasarkan
cerita dari temannya yaitu TR dan BM, informan juga mengetahui komunitas

Universitas Sriwijaya
54

pengamen jalanan palembang saat komunitas tersebut berkumpul di kawasan


Jalan Veteran.

Universitas Sriwijaya
55

5. Kesamaan Hobi terhadap Musik


Komunitas sebagai sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang
umumnya memiliki ketertarikan pada suatu hal yang sama. Soekanto
(1990:143) menjelaskan bahwa komunitas sebagai suatu masyarakat yang
bertempat tinggal di suatu wilayah (geografis) dengan batas-batas tertentu,
dimana faktor utama yang jadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar
diantara anggota, dibandingkan dengan interaksi dengan penduduk di luar
batas wilayahnya. Interaksi yang tercipta dalam kurun waktu lama pada
suatu komunitas itulah yang menjadi salah satu penyebab memiliki
persamaan dalam pemikiran ataupun kegemaran.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai