JVK
JURNAL VOKASI KESEHATAN
http://ejournal.poltekkes-pontianak.ac.id/index.php/JVK
1
Uliyanti dkk, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
68
2
JVK 3 (2) (2017) hlm. 67 - 77
69
3
Uliyanti dkk, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
dan yang masuk kategori rendah sebesar 19,6% atau sebesar 7,8 % dikategorikan memiliki PHBS yang
20 orang. kurang baik. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat diamati
Distribusi frekuensi ditinjau dari perilaku ka- dari 10 perilaku, yaitu pertolongan persalinan dengan
darzi yaitu 60,8% atau sebanyak 62 orang dinilai tenaga kesehatan, ASI eksklusif, menimbang badan,
kategori baik, 33 orang atau sebesar 32,4% memili- fasilitas air bersih, kebiasaan cuci tangan, fasilitas
ki kategori sedang dan sebanyak 7 orang atau sebe- jamban, pemberantasan jentik nyamuk, mengkon-
sar 6,9% diketegorikan rendah. Kadarzi diamati dari sumsi sayur dan buah, melakukan aktifitas fisik, dan
lima perilaku, yaitu mengkonsumsi beraneka ragam kebiasaan merokok. Sebaran PHBS bedasarkan in-
makanan, menimbang berat badan secara rutin setiap dikator PHBS dapat dilihat pada Tabel 3 disamping.
bulan terutama balita, ibu hamil dan ibu menyusui, Berdasarkan Tabel 1. Gambaran karakteri-
mengkonsusmi garam beryodium, memberikan ASI tik responden berdasarkan riwayat penyakit infek-
eksklusif selama enam bulan, serta mendapatkan dan si menunjukan bahwa balita yang pernah mender-
memberikan suplementasi pada balita. Sebaran peri- ita penyakit infeksi sebanyak 52 orang atau sebesar
laku Kadarzi bedasarkan indikator Kadarzi dapat dil- 51,0%, sedangkan balita yang tidak pernah mengala-
ihat pada Tabel 2. mi penyakit infeksi sebanyak 50 orang atau sebesar
49,0%. Sedangkan bila diitinjau dari jumlah asupan
Tabel 2. Sebaran Perilaku Kadarzi Keluarga Berdasarkan
gizi, sebagian besar responden memiliki asupan gizi
Indikator Kadarzi
normal yaitu sebesar 95,1% atau sebanyak 97 orang,
Kriteria
sedangkan balita yang memiliki asupan gizi dalam
kategori kekurangan ringan sebanyak 2 orang atau
Tidak
Indikator Kadarzi Memenuhi
Memenuhi sebesar 2,0%, kemudian balita yang masuk dalam
n % n %
kategori kekurangan sedang sebanyak 2,0 orang atau
2,0% dan yang termasuk dalam ketegori kekurangan
Menimbang badan secara 84 82,4 18 17,6
teratur berat sebayak 1 orang atau 1,0%. Selanjutnya jika dit-
injau dari status gizinya, maka distribusi frekuensinya
Memberikan ASI Eksklusif 67 65,7 35 34,3
adalah 44,1% balita usia 25-59 bulan di kecamatan
Makan aneka ragam 66 64,7 36 35,3
makanan
matan hilir selatan memiliki status gizi sangat pendek
(<-3SD), 5,89% pendek (-3 s.d -2 SD) dan sisanya
Menggunakan garam yodium 101 99,0 1,0 1,0
yaitu sebanyak 50 % normal (-2 s.d 2 SD).
Memberikan suplemen gizi 73 71,6 29 28,4
Sumber: Analisis data primer (2017) Pengujian secara individual dilakukan dengan
membandingkan p-value dengan nilai α pada tingkat
Kemudian bila ditinjau dari Perilaku Hidup signifikasi 95% (0,05). Jika nilai p-value lebih kec-
Bersih dan Sehat sebanyak 31 orang atau sebesar il dari nilai α artinya signifikan. Nilai koefisien jalur
30,4% dikategorikan memiliki perilaku hidup bersih yang diperoleh dari hasil analisis jalur sebelum Trim-
dan sehat yang baik, sebanyak 63 orang atau sebe- ming dapat dilihat pada Tabel 4 dan Diagram jalur
sar 61,8% kategori sedang dan sebanyak 8 orang atau dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 3. Sebaran PHBS Keluarga Berdasarkan Indikator Tabel 4. Nilai Koefisen Jalur Sebelum Trimming
PHBS
Koefisien
Variabel t p-Value Simpulan
Jalur (Pij) hitung
Kriteria
Asupan Kadarzi 0,260 3,060 0,003 Signifikan
Tidak Asupan Pengetahuan 0,458 5,393 0,000 Signifikan
Indikator PHBS Memenuhi
Memenuhi Gizi
Infeksi Pengetahuan 0,136 1,351 0,180 Tidak
n % n %
Gizi Signifikan
Persalinan dengan tenaga kesehatan 85 83,3 17 16,7 Infeksi PHBS 0,207 2,049 0,043 Signifikan
Memberikan ASI Eksklusif 69 67,6 33 32,4 Stunting PHBS 0,114 1,148 0,254 Tidak
Signifikan
Menimbang badan secara teratur 88 79,4 21 20,6 Stunting Infeksi 0,208 2,483 0,015 Signifikan
Air Bersih 68 66,7 34 33,3 Stunting Pengetahuan 0,206 2,195 0,031 Signifikan
Gizi
Mencuci Tangan 81 79,4 21 20,6 Stunting Asupan 0,213 2,096 0,039 Signifikan
Fasilitas Jamban 69 67,6 33 32,4 Stunting Kadarzi 0,196 2,014 0,047 Signifikan
Sumber: Analisis Data Primer (2017)
Pemberantasan Jentik Nyamuk 71 69,6 31 30,4
Makan Sayur dan Buah 64 62,7 38 37,3
Pada Tabel 4. terlihat bahwa p-value pada vari-
Aktifitas Fisik 101 99,0 1,0 1,00
abel PHBS terhadap status gizi dan variabel pengeta-
Merokok 78 76,5 24 76,5 huan gizi terhadap penyakit infeksi lebih besar dari
Sumber: Analisis Data Primer ( 2017)
70
4
JVK 3 (2) (2017) hlm. 67 - 77
0,05 berarti tidak signifikan. Hal tersebut menun- Perilaku KADARSI (X1)
R2=0,377
32
jukkan bahwa variabel tersebut tidak memberikan
0,789
pengaruh positif terhadap variabel kejadian stunt-
ing, sedangkan untuk variabel lainnya memiliki nilai 0,255
0,248
p-value lebih kecil dari 0,05 berarti signifikan. Itu art-
31 R2=0,397
inya bahwa variabel tersebut memberikan pengaruh Asupan Gizi 0,234 0,776
positif terhadap variabel kejadian stunting. 0,425 (X5)
0,178
nya digambarkan pada Gambar 1.
0,225
Perilaku KADARSI (X1)
Riwayat Penyakit
Infeksi (X4)
Pengetahuan Gizi Ibu (X2) 0,206 Stunting Gambar 2. Diagram Hasil Model Persamaan Sesudah Trimming
(Y)
0,178
0,136 Perilaku kadarzi terhadap kejadian stunting erat
Riwayat Penyakit
Infeksi (X4) 0,208
kaitannya dengan peran orang tua balita terutama
Ibu. Kesadaran Ibu terhadap gizi keluarga memberi-
0,207 0,114
kan andil yang besar dalam mempengaruhi kejadian
stunting. Hal ini dikarenakan Ibu memiliki peran yang
Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (X3)
besar terutama dalam memilih dan mempersiapkan
bahan makanan untuk di konsumsi balita, sebab bal-
Gambar 1. Diagram Hasil Model Persamaan sebelum Trimming ita belum mampu untuk mengurus dirinya sendiri
Pada model persamaan tersebut masih terdapat dengan baik, sehingga peran orang tua terutama Ibu
variabel yang tidak signifikan yaitu variabel PHBS sangatlah penting. Menurut Sediaoetama (2008) Ibu
terhadap kejadian stunting, sehingga perlu diperbaiki mempunyai peran dominan dalam penerapan perila-
dengan mengeluarkan variabel yang tidak signifikan ku gizi keluarga karena ibu bertanggung jawab penuh
tersebut dengan metode trimming. Hasil analisis jalur dalam penyediaan makanan bagi keluarga dan pola
setelah dilakukan trimming, dapat dilihat pada Tabel pengasuhan anak, sehingga masing-masing individu
5. dalam keluarga mengikuti perilaku gizi yang diterap-
kan oleh Ibu terutama dalam konsumsi makanan dan
Tabel 5. Nilai Koefisen Jalur Setelah Trimming pengasuhan anak.
Berdasarkan hasil analisis univariat 60,8%
Koefisien
Variabel t
Jalur (Pij) hitung
p-value Simpulan memiliki kadarzi yang baik, 32,4% memiliki perila-
Asupan Kadarzi
0,255 3,055 0,003 Signifikan ku yang sedang dan 6,9% memiliki perilaku kadarzi
Pengetahuan
Asupan
Gizi
0,425 5,009 0,000 Signifikan yang kurang baik. Data tersebut menunjukkan bahwa
Asupan
Penyakit
0,178 2,183 0,031 Signifikan perilaku kadarzi di kecamatan matan hilir masih rela-
Infeksi
Infeksi PHBS 0,207 2,548 0,012 Signifikan tif rendah. Pernyataan tersebut didasari oleh data hasil
Stunting Infeksi 0,225 2,727 0,008 Signifikan pengamatan terhadap perilaku kadarzi responden ter-
Pengetahuan
Stunting 0,210 2,231 0,028 Signifikan
Gizi utama ditinjau dari aspek penerapan pemberian ASI
Stunting Asupan 0,234 2,343 0,008 Signifikan
Stunting Kadarzi 0,248 2,867 0,005 Signifikan dan pola makan beragam. Data hasil pengamatan un-
Sumber: Analisis Data Primer ( 2017) tuk kedua indikator tersebut yaitu 65,7% responden
memberikan ASI eksklusif dan 64,7% responden
Koefisien residu (ε1) = = 0,776, sedangkan memiliki pola makan beragam. Persentase pembe-
koefisien determinan (R2) 0,397. Hasil model persa- riaan ASI eksklusif ini termasuk rendah jika diband-
maan setelah trimming, digambarkan pada Gambar 2. ingkan dengan data BPS Ketapang (2016) yang men-
Berdasarkan Gambar 2 maka dapat diketahui yatakan bahwa secara umum di kabupaten ketapang
pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel pada tahun 2015 terdapat 96,67% anak kurang dari 2
eksogen terhadap variabel endogen. Hasil perhitun- tahun yang pernah diberi ASI. Rendahnya persentase
gan pengaruh langsung dan tidak langsung dapat dil- praktek pemberian ASI di kecamatan matan hilir se-
ihat pada Tabel 6. latan mengindikasikan bahwa Ibu balita di kecamatan
71
5
Uliyanti dkk, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
Tabel 6. Besar Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh total variabel X1, X2, X3, X4, X5 terhadap Y
Pengaruh
Pengaruh Total Besar
Variabel Tidak
Langsung Pengaruh Pengaruh
Langsung
Asupan Gizi
ß Kadarzi (X1) 0,260 - 0,260 6,76%
(X5)
Asupan Gizi Pengetahuan Gizi
ß 0,425 - 0,425 18,06%
(X5) (X2)
Asupan Gizi Penyakit
ß 0,178 - 0,178 3,17%
(X5) Infeksi (X4)
Penyakit
PHBS (X3) 0,247 - 0,247 6,10%
Infeksi (X4)
Stunting (Y) Kadarzi (X1) 0,248 0,06 0,308 9,49%
Pengetahuan Gizi
Stunting (Y) ß 0,210 0,1 0,31 9,61%
(X2)
Stunting (Y) PHBS (X3) - 0,056 0,056 0,31%
Penyakit Infeksi
Stunting (Y) ß 0,225 0,041 0,266 7,08%
(X4)
Stunting (Y) Asupan Gizi (X5) 0,234 - 0,234 5,48%
Stunting (Y) X1, X2, X4, X5 - - - 39,70%
Asupan Gizi
ß X1, X2, X4 - - - 37,70%
(X5)
Penyakit
ß X3 0,247 - 0,247 6,10%
Infeksi (X4)
Stunting (Y) ß ε1 0,776 - 0,776 60,30%
Asupan Gizi
ß ε2 0,789 - 0,789 62,20%
(X5)
Penyakit Infeksi
ß ε3 0,969 - 0,969 94,00%
(X4)
Sumber: Analisis Data Primer ( 2017)
matan hilir selatan masih belum menyadari pentingn- Berdasarkan analisis jalur, diperoleh informasi
ya ASI bagi anaknya. Rendahnya kesadaran Ibu akan bahwa perilaku kadarzi memberikan kontribusi baik
pentingnya memberikan ASI pada balitanya dipen- secara langsung maupun tidak langsung terhadap ke-
garuhi oleh pengetahuan ibu tentang kesehatan dan jadian stunting. Pengaruh langsung kadarzi terhadap
sosio-kultural, terbatasnya petugas kesehatan dalam kejadian stunting diperoleh nilai koefisien jalur yaitu
memberikan penyuluhan, tradisi daerah berpengaruh 0,248, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui
terhadap pemberian makanan pendamping ASI yang asupan gizi yaitu 0,06 sehingga total pengaruh yaitu
terlalu dini, dan tidak lancarnya ASI setelah melahir- 0,308 atau 9,49%. Hasil ini mempunyai makna bah-
kan (BPS Ketapang, 2016). Selain indikator pembe- wa kejadian stunting di kecamatan Matan hilir selatan
rian ASI yang rendah, indikator pemberian makan sebesar 9,49% dipengaruhi oleh variabel kadarzi baik
beragam juga masih tergolong rendah yaitu 64,7%. secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
Rendahnya konsumsi makan makan aneka ragam ter- tersebut terkait dengan rendahnya perilaku kadarzi
kait dengan pengetahuan gizi ibu dan tingkat ekonomi keluarga terutama pada indikator ASI eksklusif dan
keluarga. Menurut Adianti, dkk. (2016), Rendahnya makanan yang beragam. Pramashanti., B.A., Hamam
perilaku keluarga untuk mengkonsumsi makanan be- Hadi dan Gunawan, I.M.A., (2015) menjelaskan bah-
ragam dikarenakan rendahnya daya beli dan kurang- wa faktor-faktor yang berkontribusi pada siklus mal-
nya pengetahuan Ibu sebagai penentu menu makanan nutrisi intergenerasi antara lain status gizi ibu yang
keluarga. Hasil ini memperkuat hasil penelitian terda- buruk, penyakit infeksi, pemberian air susu ibu (ASI)
hulu yang menyatakan bahwa rumah tangga dengan yang tidak adekuat, makanan pendamping ASI (MPA-
perilaku kesadaran gizi (KADARZI) yang kurang SI) yang buruk baik kualitas maupun kuantitasnya,
baik berpeluang untuk meningkatkan risiko kejadian pola asuh yang tidak optimal dan faktor-faktor lain
stunting pada anak balita 1.22 kali lebih besar dar- seperti kondisi ekonomi, ketahanan pangan keluarga
ipada rumah tangga dengan perilaku kesadaran gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
(KADARZI) yang baik (Hariyadi, D,. dan Ekayanti, Tinggi rendahnya pengetahuan gizi Ibu akan
I. 2011). memberikan perubahan pada status gizi. Semakin
tinggi pengetahuan gizi Ibu maka status gizi akan se-
72
6
JVK 3 (2) (2017) hlm. 67 - 77
makin baik. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian tidak langsung melalui asupan gizi yaitu 0,10 sehing-
Adianti, dkk., (2016), menyatakan bahwa tingkat ga koefisen total yaitu 0,310. Nilai tersebut memi-
pengetahuan seseorang terhadap gizi berpengaruh liki makna bahwa setiap kenaikan pengetahuan gizi
terhadap sikap dan perilaku dalam menentukan jenis satu satuan maka variabel status gizi akan meningkat
dan variasi makanan dan selanjutnya akan berpen- sebesar 0,310 satuan. Pengetahuan gizi secara tidak
garuh terhadap status gizi individu yang bersangku- langsung mempengaruhi kejadian stunting melalui
tan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa rendahnya tingkat asupan gizi, artinya pengetahuan gizi berpengaruh
pengetahuan gizi atau kurangnya penerapan peng- terhadap asupan gizi baru kemudian mempengaruhi
etahuan gizi dalam praktek pemilihan jenis dan vari- kejadian stunting. Besar pengaruh pengetahuan gizi
asi makanan tiap hari dapat menyebabkan timbulnya terhadap asupan gizi berdasarkan Tabel 3 yaitu sebe-
masalah gizi. Oleh karena itu, pengetahuan atau kog- sar 18,06%. Hasil itu memiliki makna bahwa asupan
nitif merupakan aspek yang sangat penting dan ber- gizi balita dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu
pengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang terutama dalam hal pemilihan makanan dan variasi
dalam hal ini adalah pengetahuan gizi Ibu, sehingga makanan yang akan diberikan kepada balitanya, ka-
pemahaman dan pengetahuan ibu tentang gizi men- rena ibu bertanggung jawab penuh dalam penyediaan
jadi salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya makanan bagi keluarga dan pola pengasuhan anak
prevalensi stunting pada balita. Menurut Alamsyah. sehingga masing-masing individu dalam keluarga
D., dkk. (2015), mengungkapkan bahwa persoalan mengikuti perilaku gizi yang diterapkan oleh ibu teru-
gizi kurang dan gizi buruk pada balita dapat disebab- tama dalam konsumsi makanan dan pengasuhan anak
kan sikap atau perilaku ibu yang menjadi faktor da- (Sediaoetama, 2008). Oleh karena itu, pengetahuan
lam pemilihan makanan yang tidak benar. Pemilahan atau kognitif merupakan aspek yang sangat penting
bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang dan berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku ses-
cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaru- eorang dalam hal ini adalah pengetahuan gizi Ibu, se-
hi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan hingga pemahaman dan pengetahuan ibu tentang gizi
gizinya. menjadi salah satu faktor penyebab kejadian stunting.
Hasil analisis sebaran tingkat pengetahuan gizi Hasil analisis univariat diperoleh informasi
Ibu diperoleh informasi bahwa Ibu yang memiliki bahwa 30,4% memiliki PHBS yang baik, 61,8% kat-
pengetahuan gizi tinggi hanya sebesar 27,5%, sel- egori sedang dan 7,8% kurang baik. Data tersebut
ebihnya memiliki pengetahuan gizi sedang sebesar menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih dan sehat
56,9% dan 15,7% memiliki pengetahuan gizi rendah. di kecamatan Matan hilir masih relatif rendah. Pern-
Rendahnya pengetahuan gizi ibu diduga berkaitan yataan tersebut didasari oleh data hasil pengamatan
erat dengan tingkat pendidikan Ibu dan masih terdapat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat responden
masyarakat yang buta huruf, sehingga akses dan kes- terutama ditinjau dari aspek fasilitas air bersih yai-
empatan untuk mendapatkan pengetahuan gizi sangat tu baru 66,7% yang dapat memenuhi kebutuhan air
terbatas. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten bersih, aspek lainnya yaitu fasilitas jamban 69% yang
Ketapang, (2016) Tingkat pendidikan penduduk ke- memenuhi atau memiliki fasilitas jamban yang baik,
camatan Matan hilir selatan masih tergolong rendah kemudian terdapat anggota keluarga yang merokok
yaitu sebanyak 61,03 persen penduduk usia 10 tahun sebesar 78%, untuk aspek makan sayur dan buah yang
ke atas yang hanya tamat SD ke bawah, bahkan masih memenuhi baru 64% sedangkan sisanya yaitu 30,4%
terdapat 7,6 persen penduduk yang buta huruf. Selain tidak makan satur dan buah.
itu, hasil temuan Torlesse, H., et al. (2016) menyata- Berdasarkan indikator-indikator tersebut diket-
kan bahwa ibu yang tidak tamat sekolah dasar berpen- ahui bahwa kesadaran untuk hidup bersih dan sehat
garuh siginifikan terhadap kejadian stunting (OR3.30, keluarga balita masing kurang dan belum paham akan
95 % CI 1.70-6.40), artinya bahwa ibu yang tidak ta- pentingnya hidup bersih dan sehat. Ditinjau dari as-
mat sekolah dasar berpeluang meningkatkan kejadian pek fasilitas air bersih dan fasilitas jamban di keca-
stunting 3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang matan Matan hilir selatan masih rendah terutama air
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. bersih. Hasil pengamatan dilapangan bahwa untuk
Hasil analisis jalur analisis jalur diperoleh in- keperluan sehari-hari masyarkat memperoleh air be-
formasi bahwa variabel pengetahuan gizi memiliki rasal dari sumur, sungai dan air hujan. Di kecamatan
pengaruh paling besar diantara variabel lain yang Matan hilir selatan belum teralir air ledeng, begitu
diteliti pada penelitian ini yaitu sebesar 9,61%. Bila di juga dengan fasilitas jamban yang kurang. Masih ada
telaah lebih detail, pengetahuan gizi mempengaruhi masyarakat yang membuang air besar tidak dijma-
kejadian stunting baik secara langsung maupun tidak ban seperti di badan air atau di hutan. Hasil obser-
langsung. Berdasarkan nilai koefisien jalur untuk vasi tersebut dikuatkan dengan data data BPS Keta-
pengaruh langsung yaitu 0,210, sedangkan pengaruh pang (2015) persentase rumah tangga yang memiliki
73
7
Uliyanti dkk, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
fasilitas tempat pembuangan air besar sendiri yaitu selatan proporsinya hampir sama antara yang infeksi
67,45%, bersama 4,22, MCK Komunal 2,07 dan tidak dan tidak infeksi 51% dan 49%. Hasil ini menunjuk-
ada 26,26%. Data tersebut menggambarkan masih kan kecendrungan kejadian infeksi pada anak 24-59
tingginya masyarakat belum memiliki fasilitas tempat bulan, rentan mengalami penyakit infeksi. Hasil pe-
pembuangan air besar, sedangkan untuk fasilitas air nelitian Kusumawati, E., (2015) mengungkapkan
bersih berdasarkan sumber air utama yang digunakan bahwa pada usia bayi ditemukan tingginya risiko
rumah tangga untuk minum berasal dari mata air ter- menderita penyakit infeksi yang disebabkan oleh san-
lindungi, mata air tak terlindung sebanyak 22,39%, itasi lingkungan yang kurang baik, kepadatan pen-
yang menggunakan air kemasan atau air isi ulang duduk, kurangnya sarana pencegahan dan pengobatan
sebesar 19,98%, leding 0,69% air hujan 12,91%, su- penyakit, masalah sosial ekonomi yang rendah serta
mur terlindung sebesar 20,50%, sumur tak terlindung kultur masyarakat. Akibatnya penyakit infeksi mer-
14,47% dan sumur bor 5,13%. Data tersebut men- upakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan
erangkan bahwa sumber air utama yang digunakan pertumbuhan.
oleh masyarakat ketapang didominasi berasal dari Hasil penelitian menjelaskan bahwa jenis pen-
mata air terlindung, mata air tak terlindung dan sumur yakit yang paling dominan diderita responden adalah
terlindung, namun demikian masyarakat yang meng- penyakit diare dengan 18,6% atau sebanyak 19 orang
gunakan sumber air yang berasal dari sumber sumur dari jumlah sampel 102 orang, selanjutnya adalah pen-
tak terlindung juga masih tergolong tinggi (BPS Ket- yakit muntaber dan cacar sebanyak 8,8 % dan 3,9%.
apang, 2015). Menurut Kusumawati, Rahardjo dan Sari, (2015)
Hasil analisis jalur menjelaskan bahwa PHBS se- menunjukkan tiga faktor yang secara bersama-sama
cara tidak langsung mempengaruhi kejadian stunting mempengaruhi stunting anak usia enam sampai 36
melalui variabel riwayat penyakit infeksi yaitu dengan bulan, yaitu penyakit infeksi, ketersediaan pangan
nilai koefisien 0,056 dengan besar pengaruh 0,31%, dan sanitasi lingkungan dan yang paling dominan
sedangkan pengaruh langsung PHBS terhadap varia- adalah penyakit infeksi paling sering dialami adalah
bel riwayat penyakit infeksi yaitu 0,247 dengan besar ISPA dan diare. Hal serupa juga diungkapkan oleh
pengaruh 6,10%, artinya PHBS berpengaruh terhadap Todaro & Smith (2009) dalam Hariyadi, D., (2011)
penyakit infeksi pada balita di kecamatan Matan hilir yang menyatakan bahwa WHO telah menemukan
selatan. Hubungan keterkaitan antara sanitasi lingkun- lima kondisi yang menyebabkan 70% kematian bali-
gan terhadap kejadian stunting juga diperkuat dengan ta, yaitu infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare,
hasil penelitian Schmidt, C.W., (2014) yang menya- cacar air, malaria dan kurang gizi. Kejadian penyakit
takan bahwa rendahnya kualitas sanitasi dan kebersi- infeksi berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan se-
han lingkungan dapat memicu terjadinyapenyakit hat keluarga. Berdasarkan analisis jalur PHBS mem-
gangguan saluran pencernaan yang mengakibatkan pengaruhi terjadinya penyakit infeksi dengan nilai
energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dialihkan koefisien 0,247 atau 6,10%. Temuan ini dikuatkan
dan digunakan untuk perlawanan tubuh menghadapi pernyataan Notoatmojo (2007) yang mengungkapkan
infeksi. Hasil ini memperkuat penelitian yang dilaku- bahwa perilaku kesehatan merupakan suatu respon
kan Astari, L.D., Nasoetion, A., dan Dwiriani, C.M., seseorang terhadap stimulus atau objek yang ber-
(2005) bahwa praktek sanitasi pangan mempengaru- kaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
hi kejadian stunting melalui peningkatan kerawatan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkun-
terhadap penyakit diare, sementara praktek sanitasi gan. Hasil temuan ini juga didukung oleh pernyataan
lingkungan mempengaruhi kejadian stunting melalui Schmidt, C.W., (2014) yang menyatakan bahwa ren-
peningkatan kerawanan terhadap penyakit ISPA. Pe- dahnya kualitas sanitasi dan kebersihan lingkungan
nelitian lainnya yang juga menunjukkan adanya pen- dapat memicu terjadinya penyakit gangguan saluran
garuh PHBS terhadap kejadian stunting yaitu hasil pencernaan yang mengakibatkan energi yang dibu-
penelitian Sulifana, A., (2014) menyatakan adanya tuhkan untuk pertumbuhan dialihkan dan digunakan
pengaruh perilaku hidup bersih dan sehat keluarga untuk perlawanan tubuh menghadapi infeksi. Artinya
terhadap penyakit diare balita yang mempengaruhi semakin sering terjadinya penyakit infeksi pada bal-
status gizi (BB/U) dan status gizi (TB/U). Selain itu, ita akan cenderung mengalami masalah gizi, karena
perilaku hidup bersih dan sehat keluarga secara nya- energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dialihkan
ta berpengaruh terhadap peningkatan resiko penyakit untuk perlawanan tubuh menghadap infeksi.
ISPA pada balita dan tidak berpengaruh nyata terh- Cukup tidaknya asupan gizi akan memberikan
adap status gizi (BB/U) dan status gizi (TB/U) balita. perubahan pada status gizi. Semakin tercukupnya
Data sebaran riwayat penyakit infeksi dengan asupan gizi maka status gizi akan semakin baik, art-
pendekatan pernah atau tidak menderita penyakit in- inya semakin baik asupan gizi maka kejadian stunt-
feksi dari 102 sampel balita di kecamatan Matan hilir ing akan semakin kecil. Sedangkan pengaruh asupan
748
JVK 3 (2) (2017) hlm. 67 - 77
gizi terhadap status gizi tinggi badan menurut umur ti. Temuan ini mempertegas penelitian terdahulu yang
dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien jalur yaitu menyimpulkan bahwa kejadian stunting dipengaruhi
sebesar 0,213, artinya dimana setiap kenaikan asupan oleh multifaktor. Penelitian yang dilakukan Siahaan,
gizi satu satuan maka variabel status gizi tinggi badan N., dkk. (2014) menyatakan bahwa pekerjaan orang
menurut umur akan meningkat sebesar 0,213 satuan. tua, praktek menyusui, pendidikan orangtua, status
Asupan gizi yang kurang berkaitan dengan peng- ekonomi merupakan faktor yang berhubungan den-
etahuan gizi ibu dan perilaku kadarzi terutama pola gan stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
makan yang beragam. Menurut Hariyadi. D,. (2016) Tanjung Tiram Kabupaten Batu. Begitu juga hasil pe-
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan nelitian yang dilakukan Kusumawati, Rahardjo dan
dan perkembangan anak adalah asupan gizi. Kekuran- Sari, (2015) yang menyatakan bahwa tiga faktor yang
gan gizi dalam makanan menyebabkan pertumbuhan secara bersama-sama mempengaruhi stunting anak
anak terganggu yang akan mempengaruhi perkem- usia enam sampai 36 bulan, yaitu penyakit infek-
bangan seluruh tubuh. Kekurangan gizi dapat dikare- si, ketersediaan pangan dan sanitasi lingkungan dan
nakan jumlah asupan gizi yang kurang, dikarenakan yang paling dominan adalah penyakit infeksi paling
ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan sering dialami adalah ISPA dan diare. Begitu juga
zat gizi yang diperlukan. Oleh sebabnya, diperlukan hasil penelitian yang dilakukan Fitri (2012) terdapat 4
konsumsi makanan yang beranekaragam. Makin be- faktor yang berhubungan dengan terjadinya stunting
ragam pola hidangan makanan, makin mudah terpe- yaitu berat lahir, jenis kelamin, wilayah tempat ting-
nuhi kebutuhan akan berbagai zat gizi. Dalam hal ini gal, dan status ekonomi. Sedangkan yang merupakan
sikap dan perilaku dalam menentukan jenis dan vari- faktor risiko determinan terhadap kejadian stunting
asi makanan berkaitan dengan pengetahuan gizi Ibu. adalah pendapatan, jumlah anggota rumah tangga,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tinggi badan ayah, tinggi badan ibu dan pemberian
gizi ibu di kecamatan Matan hilir selatan didominasi ASI eksklusif (Wahdah, 2012).
tingkat pengetahun sedang yaitu sebesar 56,7% dan Hasil penelitian ini juga memberikan makna bah-
15,7% tergolong rendah. Masih rendahnya pengeta- wa kejadian stunting di kecamatan Matan hilir selatan
huan gizi Ibu ini mempengaruhi asupan gizi balita da- disebabkan oleh banyak faktor, tidak hanya asupan
lam menentukan jenis dan variasi makanan. Menurut gizi, riwayat infeksi, PHBS, pengetahuan gizi ibu dan
Adianti, dkk., (2016) menyatakan bahwa tingkat kadarzi. Tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang
pengetahuan seseorang terhadap gizi berpengaruh secara bersamaan maupun secara parsial memberikan
terhadap sikap dan perilaku dalam menentukan jenis kontribusi terhadap kejadian stunting. Hasil analisis
dan variasi makanan dan selanjutnya akan berpen- jalur juga menunjukkan bahwa pengaruh yang paling
garuh terhadap status gizi individu yang bersangku- dominan terhadap kejadian stunting adalah pengeta-
tan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa rendahnya tingkat huan gizi Ibu dengan besar pengaruh yaitu 9,61%.
pengetahuan gizi atau kurangnya penerapan peng- Sedangkan yang terendah adalah varibel perilaku
etahuan gizi dalam praktek pemilihan jenis dan va- hidup bersih dan sehat (PHBS) yaitu sebesar 0,3%.
riasi makanan tiap hari dapat menyebabkan timbul- Temuan ini mempunyai makna bahwa pengetahuan
nya masalah gizi. Variasi atau aneka ragam makanan gizi Ibu memiliki andil yang cukup dominan. Ren-
diperlukan, sebab tidak ada satu jenis makanan yang dahnya pengetahuan gizi Ibu terkait dengan rendahn-
mengandung semua zat gizi dan kesehatan yang dibu- ya tingkat pendidikan dan masih banyaknya masyar-
tuhkan, kecuali ASI (Adianti, dkk, 2016). akat yang buta huruf, sehingga akses dan kesempatan
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa asupan untuk mendapatkan pengetahuan gizi sangat terbatas
gizi, riwayat infeksi, pengetahuan gizi ibu, PHBS di kecamatan Matan hilir selatan. Data Badan Pusat
dan kadarzi memiliki pengaruh positif dan siginifi- Statistik (BPS) Kabupaten Ketapang, (2016) Tingkat
kan terhadap kejadian stunting baik secara langsung pendidikan penduduk kecamatan Matan hilir selatan
maupun tidak langsung. Berdasarkan nilai koefisen masih tergolong rendah yaitu sebanyak 61,03 persen
determinasi (R2 ) diketahui bahwa variabel asupan penduduk usia 10 tahun ke atas yang hanya tamat SD
gizi, riwayat infeksi, pengetahuan gizi ibu dan kadar- ke bawah, bahkan masih terdapat 7,6 persen penduduk
zi mempengaruhi secara simultan terhadap varibel yang buta huruf. Oleh karena itu, untuk menanggulan-
kejadian stunting dengan besar pengaruh yaitu 0,397 gi masalah stunting di kecamatan Matan hilir selatan
(39,70%), sedangkan pengaruh lainnya sebesar 0,603 diperlukan program yang terpadu dan berkelanjutan
atau 60,3%. Temuan ini bermakna bahwa kejadian yang mampu meminimalkan faktor-faktor penyebab
stunting sebesar 39,70% dapat dijelaskan oleh vari- stunting tersebut terutama yang bertujuan meningkat-
abel asupan gizi, riwayat penyakit, perilaku kadarzi kan pengetahuan gizi masyarakat.
dan pengetahuan gizi serta PHBS, sedangakn sebesar
60,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diama-
75
9
Uliyanti dkk, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
76
10
JVK 3 (2) (2017) hlm. 67 - 77
77
11