Anda di halaman 1dari 17

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Migren


Menurut International Headache Society, 2013, migren adalah nyeri
kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya
unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan
diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan
fonofobia.
Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak
dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau
mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep tersebut
telah diperluas oleh The Research Group On Migraine and Headache of The
World Federation Of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat familial
dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas,
frekuensi dan lamanya bervariasi.Nyeri kepala umumnya unilateral, disertai
anoreksia, mual, dan muntah.Dalam beberapa kasus migren ini didahului oleh
gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati.
Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai
nyeri kepala (Ad Hoc Comittee on Classification of Headache) adalah serangan
nyeri kepala unilateral berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa
nyeri yang beraneka ragam dan biasanya berhubungan dengan tidak suka makan
dan terkadang dengan mual dan muntah. Terkadang didahului oleh gangguan
sensorik, motorik, dan kejiwaan.Sering dengan faktor keturunan.
Harsono (2011) mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala
berulang-ulang berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri
kepala, harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointerstinal atau
keduanya.Gejala visual timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri
kepala.Bila tidak ada gangguan visual hanya berupa gangguan gastrointestinal,
maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan.

Universitas Sumatera Utara


6

2.2. Etiologi dan Faktor Resiko Migren


Menurut Harsono (2011), sampai saat ini belum diketahui dengan pasti
faktor penyebab migren, diduga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan
sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal vaskular, sehingga migren
termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa faktor resiko
timbulnya serangan migren yaitu :
1. Perubahan hormonal
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan
akan meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya
merasakan serangan migren saat menstruasi. Istilah ‘menstrual migraine’
sering digunakan untuk menyebut migren yang terjadi pada wanita saat
dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Ini terjadi disebabkan
penurunan kadar estrogen.
2. Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman
ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan
meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam dosis
yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas dan
sakit kepala.
3. Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi
pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan penurunan kadar
gula darah.
4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat
dari ketegangan.
5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu
tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme
ini juga berlaku untuk penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya
yang lebih tinggi daripada manusia normal.

Universitas Sumatera Utara


7

6. Makanan
Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit
kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika
dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena
ini disebut ‘Chinese Restaurant Syndrome’.Aspartam atau pemanis buatan
pada minuman diet dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren
bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu yang lama.
7. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering
terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit
kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan
membantu mengurangi frekuensi timbulnya migren.
8. Faktor herediter
9. Faktor kepribadian
10. Faktor cuaca
Polusi udara, temperatur, suhu ruang yang tidak stabil dipercaya
mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap insidensi terjadinya
migren.

Universitas Sumatera Utara


8

Tabel 2.1. Potential Migraine Triggers


Behavioral • Fasting
• Emotions
• Sleep disturbances
• Stress
• Exercise

Environmental • Bright light/visual stimuli


• Odors
• Weather changes
• Cigarette smoke

Infectious • Upper respiratory infections

Dietary • Caffeinated beverages


• Alcoholic beverages
• Aged cheeses
• Chocolate
• Ice cream

Chemical • Monosodium glutamate


• Tyramine
• Nitrates
• Aspartame

Hormonal • Menstruation

Dikutip dari : (Martin and Behbehani, 2007).

Gambar 2.1. Frequency of individual triggers occurring at least occasionally


(%)
dikutip dari : (Kelman, 2007).
2.3 Klasifikasi Migren
Menurut The International Headache Society (2013), klasifikasi migren
adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


9

1. Migren tanpa aura


2. Migren dengan aura
• Migren dengan aura yang khas
• Migren dengan aura yang diperpanjang
• Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)
• Migren dengan basilaris
• Migren aura tanpa nyeri kepala
• Migren dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal
5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6. Migren dengan komplikasi
Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)
• Tanpa lebihan penggunaan obat
• Kelebihan penggunaaan obat untuk migren Infark migren
7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan
Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine.Classic
migraine didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal,
misalnya gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara.Sedangkan common
migraine tidak didahului atau disertai dengan fenomena defisit
neurologikfokal. Oleh Ad Hoc Comittee of the International Headache
Society diajukan perubahan nama atau sebutan untuk keduanya menjadi
migren dengan aura untuk classic migraine dan migren tanpa aura untuk
common migraine.

2.4 Patofisiologi migren


Patofisiologi migren masih belum jelas, namun ada tiga teori yang dapat
menjelaskan mekanisme terjadinya migren. Teori pertama adalah teori vaskular

Universitas Sumatera Utara


10

yang menyebutkan bahwa pada serangan migren terjadi vasodilatasi arteri ekstra
kranial. Teori kedua adalah teori neurologi yang menyebutkan bahwa migren
adalah akibat perubahan neuronal yang terjadi di area otak yang berbeda dan
dimediasi perubahan sistem neurotransmisi. Teori ini fokus pada fenomena
depolarisasi kortikal yang menyebar yang menyebabkan munculnya aura. Teori
ketiga menyebutkan tentang perubahan vaskular akibat disfungsi neuronal
sehingga terjadi vasodilatasi meningeal (Charles and Brennan, 2011).
Berdasarkan gejala klinis migren, terdapat tiga fase terjadinya migren
yaitu pencetus, aura dan nyeri kepala. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
pencetus melibatkan batang otak sebagai pembangkit migren dan mungkin
berhubungan dengan channelopathy familial. Setelah itu, aliran darah otak
regional berkurang yang diikuti depresi gelombang penyebaran kortikal. Pada
penderita dengan aliran darah otak yang menurun, maka aura akan muncul. Aliran
darah otak yang berkurang ini akan diikuti oleh vasodilatasi selama munculnya
nyeri kepala, yang mungkin akibat dari perubahan aktivitas neuron yang
mensarafi arteri kranial. Penelitian imunohisto kimiawi mendapatkan adanya
neurotransmiter selain noradrenalin dan asetilkolin yang bersifat vasodilator yaitu
5-HT, vasoactive intestinal peptide (VIP), nitric oxide (NO), substansi P,
neurokinin A dan CGRP. Vasodilatasi kranial menyebabkan aliran darah yang
meningkat setiap kali jantung berdetak sehingga terjadi pulsasi pada pembuluh
darah yang terlibat. Pulsasi tersebut akan dirasakan oleh reseptor regangan pada
dinding vaskular dan menyebabkan peningkatan sensorik saraf perivaskular
(trigeminus) sehingga terjadi nyeri kepala dan gejala lain (Noseda and Burstein,
2013). Rangsangan trigeminal ini akan mengeluarkan neuropeptida sehingga
vasodilatasi dan aktivitas saraf perivaskular bertambah.

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 2.2. Mekanisme Migren


dikutip dari : (Charles and Brennan, 2011).

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar 2.3. Patofisiologi migren


dikutip dari : (Shankar, 2009)

2.5 Manifestasi Klinis Migren


Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada
setiap individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi
semuanya tidak harus dialami oleh setiap individu.Fase-fase tersebut antara lain
(Aminoff, MJ et al, 2015) :
1. Fase Prodromal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya
berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah,

Universitas Sumatera Utara


13

letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti


cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari
sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada penderita
atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.
2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang
mendahului atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap
selama 5-20 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik,
motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada
64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi.
Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-
bintik kecil yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah
satu sisi lapangan pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang
bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya
scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua
mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-
zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan
kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala,
walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten.
3. Fase nyeri kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan
awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian
setelah 1-2 jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan
berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-
anak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang
sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam
menjalani aktivitas sehari-hari.
4. Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi
menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa
“segar” atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya
merasa deperesi dan lemas.

Universitas Sumatera Utara


14

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada
penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase
nyeri kepala, dan fase postdromal.

Gambar 2.4. Fase Migren


dikutip dari : (Dodick and Gargus, 2008)

2.6 Kriteria Diagnosis (Aminoff, MJ et al, 2015)


2.6.1 Kriteria Diagnosis Migren Tanpa Aura
A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau
pengobatan yang tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri
kepala
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua karakteristik sebagai

Universitas Sumatera Utara


15

berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat dengan kegiatan fisik
D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah
ini:
1. Mual atau dengan muntah
2. Fotofobia atau dengan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya
kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik tetapi pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan tambahan
lainnya tidak menunjukkan kelaianan

2.6.2 Kriteria Diagnosis Migren dengan Aura


A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan
disfungsi hemisfer dan/atau batang otak
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit,
atau 2 atau gejala aura terjadi bersama-sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih
dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala
mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60
menit, tetapi kadang kadang dapat terjadi sebelum aura.
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya
kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan

Universitas Sumatera Utara


16

organik, tetapi pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan


lainnya tidak menunjukkan kelainan.

2.6.3 Kriteria Diagnosis Migren Retinal


Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut dibawah
ini:
A. Scotoma monocular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60
menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita
menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama
serangan tersebut.
B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri
tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri
kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lain
atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.
C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan
jantung dan darah.

2.6.4 Kriteria Diagnosis Migren Dengan Gangguan Intrakranial


A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren
B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro
imaging
C. Terdapat satu atau keduanya dari :
1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial
2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial
D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan hilang
dengan sendirinya.

Universitas Sumatera Utara


17

2.7 Komplikasi Migren


a. Status Migrenosus
Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat
pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak
termasuk tidur) (Headache Classification Comittee of International
Headache Society ,2013).
b. Infark Migrenosus
Dahulu disebut migren komplikata. Migren komplikata adalah keadaan
satu atau lebih gejala aura yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7
hari dan atau didapatkan infark iskemik pada konfirmasi pemeriksaan
neuroimaging. Insidensi sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi
setelah lama menderita migren dengan aura. Patogenesis belum diketahui,
tetapi faktor hiperaglutinasi dan hiperviskositas mempunyai peranan
penting.

Perbedaan antara Migren Tanpa Aura dengan Migren Aura


Dalam klasifikasi nyeri kepala menurut International Headache
Association, definisi migren tanpa aura (MTA) dan migren aura (MA) dibedakan
oleh kriteria diagnostik. Secara klinisnya keduanya dapat dibedakan dari ada dan
tidak adanya gejala aura, gejala aura terjadi secara simultan dengan penurunan
aliran darah otak, sedangkan pada MTA aliran darah otak normal. Selanjutnya
pada fase nyeri terjadi dilatasi dari arteri serebri media baik pada MTA maupun
MA.Hal tersebut menunjukkan bahwa patogenesis MA dan MTA pasa fase awal
berbeda tetapi hampir serupa pada fase nyeri. Beberapa perbedaan lain antara MA
dan MTA

Universitas Sumatera Utara


18

Tabel 2.2. Perbedaan migren tanpa aura dengan migren aura


Migren tanpa aura Migren aura
prevalensi 14.7% 7.9%
Rasio laki-laki : perempuan 1:2,2 1:1,5

Usia saat onset Sesuai kurva normal Kurva dengan dua


(unimodal) puncak
(bimodal)
Sensitivitas terhadap hormon
wanita
-migren menstruasi 24,8% 8,1%
-onset migren dan menarche 64,3% 0
sama
-migren ovulasi 3,6% 6,6%

Sensitifitas terhadap sinar (-) >>


terang

Pola keluarga < >


Frekuensi serangan Sering Jarang
Lama serangan Panjang Pendek
Penurunan CBF (-) (+)
dikutip dari : (Harsono, 2011).

2.8 Diagnosis Migren


Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri kepala
merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan
neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan.

2.8.1 Anamnesis
Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas, gejala
premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor peringan/perberat dan
riwayat keluarga. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ketepatan
diagnosis migren mencapai 95%. Apabila didapatkan kelainan neurologis saat
serangan migren, untuk membedakan dengan kelainan neurologis lain perlu
dilakukan pemeriksaan ulang saat bebas serangan, sebelum dilakukan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara


19

2.8.2 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis


Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan
neurologis yang meliputi: Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang, gerakan
bola mata, funduskopi untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan pembuluh darah
retina, kekuatan otot, tonus dan koordinasi,reflex fisiologis dan patologis, sensorik
terutama sensorik kortikal (stereognosis), gait, bising orbita, palpasi arteri
superfisialis temporalis.

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai adanya kelainan
struktural yang mempunyai gejala seperti migren (Sprenger, 2012).
a. EEG. Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan
aktifitas listrik, peningkatan gelombang teta dan delta di daerah kepala
belakang, pada sisi nyeri kepala kadang-kadang didapatkan gelombang
tajam yang tidak spesifik.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pemeriksaan MRI pada 91
penderita migren dan 98 kontrol, didapatkan lesi kecil di substansia alba
pada 15 dari 51 penderita (29,4%), sedangkan pada kontrol 11 dari 98
orang (11,2%) dan ini mempunyai perbedaan bermakna.
c. PET (Positron Emission Tomography). Sachs membangkitkan serangan
migren pada 5 penderita dengan injeksi reserpin subkutan, kemudian
dilakukan pemeriksaan PET 1,5 jam setelah pemberian, terjadi penurunan
yang bermakna pada metabolisme glukosa pada penderita migren.

Universitas Sumatera Utara


20

2.9 Penatalaksanaan Migren


2.9.1 Mencegah atau menghindari faktor pencetus.
2.9.2 Pengobatan non-medik.
Karena faktor pencetus tidak selalu bisa dihindari, maka dianjurkan
pengobatan non- medik, oleh karena hal ini dapat mengurangi banyaknya obat
migren sehingga efek samping dari obat-obatan dapat dikurangi.Termasuk dalam
pengobatan non-medik adalah latihan relaksasi otot (Emma, 2012).

2.9.3 Pengobatan simptomatik


Harsono (2011), menganjurkan pada waktu serangan migren sebagai
berikut :
a. Mencegah pemberian obat-obat yang mengganggu tidur
b. Obat-obat anti mual seperti metoklopramid. Obat anti mual dapat memicu
aktivitas normal pencernaan (gastrointestinal) yang terganggu saat
serangan migren.
c. Analgetika sederhana. Misalnya aspirin atau parasetamol dapat
menghilangkan nyeri kepala bila sebelumnya diberi yang memicu aktivitas
gastrointestinal.
d. Ergotamin tartrat. Cara kerja obat ini bifasik, bergantung pada tahanan
darah yang telah ada sebelumnya.

2.9.4 Pengobatan abortif


Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya saat timbul nyeri kepala.
Obat yang dapat digunakan (Kelley and Tepper, 2012) :
a. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat
antiemetik, analgesik, atau sedatif.
b. Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang aman
dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek samping
mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor.
c. Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5- Hidroksi
triptamin (5-HT1D) yang efektif dan cepat menghilangkan serangan nyeri.

Universitas Sumatera Utara


21

2.9.5 Pengobatan pencegahan


Pengobatan pencegahan diberikan bila terdapat lebih dari 2 kali serangan
dalam sebulan. Obat pencegah migren adalah (Kelley, 2012) :
a. Beta-blocker
b. Antagonis Ca
c. Antiserotonin dan antihistamin
d. Antidepresan trisiklik
e. NSAID

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai