EPILEPSI
Disusun Oleh :
Pendamping :
dr. Octavina
RSUD SIMEULUE
Kab. Simeulue
ACEH
2016
Nama Peserta:dr.Mirza Syahputra
Topik:Epilepsi
Obyektif Presentasi:
Deskripsi:
Seorang anak berusia 15 tahun dengan keluhan kejang yang dirasakan sejak ± 6 bulan . Bangkitan
kejang seluruh tubuh, terutama jika kelelahan dan jika sedang berpikir keras. Pernah berobat ke
Banda aceh dan diberikan obat sirup yang harus diminum setiap hari. Saat kejang pasien tidak
sadarkan diri. Setelah kejang pasien merasa lemas. Wajah tampak pucat
Tujuan:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
2. Seorang anak berusia 15 tahun dengan keluhan kejang yang dirasakan sejak ± 6 bulan. Bangkitan
kejang seluruh tubuh, terutama jika kelelahan dan jika sedang berpikir keras. Pernah berobat ke
Banda aceh dan diberikan obat sirup yang harus diminum setiap hari. Saat kejang pasien tidak
sadarkan diri. Setelah kejang pasien merasa lemas. Wajah tampak pucat. Pasien juga mengeluhkan
perut terasa sakit, dan terasa panas di ulu hati. Riwayat sakit lambung (+)
3. Riwayat Pengobatan:
Pernah mendapatkan obat depakene dari dokter spesialis saraf
3. Riwayat kesehatan/Penyakit:Alergi obat (-), Kejang (+), TBC (-), Penyakit jantung (-)
4. Riwayat keluarga:Dermatitis atopi (-), rhinitis alergi (-), asma (-), Kejang (-), Batuk lama (-), TBC
(-), Penyakit jantung (-)
R : Inspeksi: simetris,, tdk ada pernapasan tertinggal, retraksi interkosta (-), takipnea (-)
Palpasi: gerak napas simetris Dextra Sinistra
Perkusi: sonor Dextra Sinistra
Auskultasi: ves/ves, rhonki basah kasar-/-, wheezing expiratoar -/-, ekspirasi memanjang -
D : Bising usus normal, flat, kembung (-), BAB t.a.k.
U : BAK (+) Normal
I : kulit berwarna coklat, tidak ada kelainan pada kulit
M : kekuatan otot menurun (-), keterbatasan gerak (-) krepitasi (-)
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi Epilepsi
2. Etiologi Epilepsi
Catatan :
Subjektif
Seorang anak berusia 15 tahun dengan keluhan kejang yang dirasakan sejak
± 6 bulan. Bangkitan kejang seluruh tubuh, terutama jika kelelahan dan jika
sedang berpikir keras. Pernah berobat ke Banda aceh dan diberikan obat
sirup yang harus diminum setiap hari. Saat kejang pasien tidak sadarkan diri.
Setelah kejang pasien merasa lemas. Wajah tampak pucat . Wajah tampak
pucat. Pasien juga mengeluhkan perut terasa sakit, dan terasa panas di ulu
hati. Riwayat sakit lambung (+)
Objektif
Pada pemeriksaan fisik anak tampak lemah, vital sign (RR: 16x/menit, N:
64x/menit, T: 36,7 C, TD: 100/60 mmHg), Kepala: anemis (-), Ikterik (-), Cyanosis
(-), Dypsneu (-), Cor: retraksi interkosta (-), Pulmo: Sonor +/+, rhonki -/-,
Assesment(Penalaran Klinis)
Seorang anak berusia 15 tahun dengan keluhan kejang yang dirasakan sejak
± 6 bulan. Bangkitan kejang seluruh tubuh, terutama jika kelelahan dan jika
sedang berpikir keras. Pernah berobat ke Banda aceh dan diberikan obat
sirup yang harus diminum setiap hari. Saat kejang pasien tidak sadarkan diri.
Setelah kejang pasien merasa lemas. Wajah tampak pucat. Wajah tampak
pucat. Pasien juga mengeluhkan perut terasa sakit, dan terasa panas di ulu
hati. Riwayat sakit lambung (+). Dari gejala klinis yang didapatkan ditambah
dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan kasus ini sangat mengarah
ke Epilepsi. Gangguan ini akibat dari impuls saraf yang mengalami hiperaktivitas.
Kelainan ini bisa disebabkan karena penyakit saat pasien berusia kanak- kanak atau
kriptogenik simptomatik ataupun memang idiopatik. Pada pasien ini muncul tanpa
provokasi dari luar.
PLAN
Diagnosis : Epilepsi
Terapi
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Depakene syr 2 cth 1
- Tab. B-Complex 2x1
Edukasi
Konsultasi
Bagi orang-orang yang menderita epilepsi, realita sosial yang terus berlanjut mengenai
kondisi mereka yang memandang sebagai sebuah stigma. Stigma epilepsi memiliki tiga
tingkat yang berbeda, melalui internal, interpersonal, dan institusional, meskipun telah ada
perbaikan dalam sikap publik terhadap epilepsi, sisa-sisa ide "lama" tentang epilepsi terus
berlanjut di dalam masyarakat dan memberikan informasi konsep yang telah popular
sehingga dalam lingkungan sosial bermasyarakat akan memberikan kesulitan bagi mereka
yang menderita epilepsi. Permasalahan kualitas hidup dan kualitas sosial yang timbul dari
diagnosis epilepsi dapat mewakili sebagian besar tantangan menjalanakan hidup dan derajat
keparahan klinis dari penyakit tersebut. Hubungan antara stigma dan gangguan kualitas hidup
cukup banyak di dokumentasikan. Menanggulangi masalah stigma secara efektif
mensyaratkan bahwa semua tingkatan d mana ia beroperasi secara sistematis haruslah
ditangani secara benar (Jacoby & Austin, 2002).
Epilepsi adalah salah satu kondisi neurologis yang paling umum terjadi dan tidak
mengenal batasan usia, ras, kelas sosial, geografis, atau batas-batas nasional. Dampak
epilepsi terletak tidak hanya pada individu pasien, tetapi juga pada keluarga dan dampak
tidak langsung terhadap masyarakat. Beban epilepsi mungkin disebabkan oleh bahaya fisik
epilepsi akibat ketidakpastian akan timbulnya serangan kejang dan pengucilan sosial sebagai
akibat dari sikap negatif orang lain terhadap orang-orang dengan epilepsi, dan stigma dimana
terdapat pembatasan terhadap aktivitas sosial seperti anak-anak dengan epilepsi kemungkinan
besar dilarang untuk bersekolah, orang dewasa dilarang menikah, dan seringnya terjadi
penolakan pekerjaan. Selanjutnya, epilepsi adalah gangguan yang berhubungan dengan
konsekuensi psikologis yang signifikan, dengan peningkatan tingkat kecemasan, depresi,dan
harga diri yang rendah dibandingkan dengan orang tanpa kondisi ini (Epilepsy, 2003)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epilepsi
2.1.1 Definisi
Kata “epilepsi” berasal dari kata epilambanein dalam bahasa Yunani, yang berarti
“disita/dirampas, meluap-lupa oleh karena kejutan”. Epilepsi adalah gangguan otak serius
yang paling umum, tetapi sering dikelilingi oleh prasangka dan mitos, yang dapat diatasi
hanya dengan kesulitan yang besar. Beberapa garis besar sejarah dapat membantu dalam
memahami asal prasangka tersebut. (Epilepsy, 2003)
Epilepsi didefinisikan sebagai kondisi kejang berulang yang tak beralasan (unprovoked
seizures). Pada tahun 1870, Hughlings Jackson, ahli saraf terkemuka Inggris
mempostulasikan bahwa kejang disebabkan "pelepasan berlebihan dan tidak teratur dari
jaringan saraf otak pada otot”. Discharge tersebut dapat mengakibatkan kehilangan kesadaran
seketika, perubahan persepsi atau gangguan fungsi psikis, gerakan kejang, gangguan sensasi,
atau kombinasinya (Ropper & Samuels, 2009).
Epilepsi sering didokumentasikan di zaman kuno. Sepanjang zaman, di berbagai
belahan dunia dan dalam budaya yang berbeda, epilepsi telah dikaitkan dengan banyak
kesalahpahaman. Namun, tidak sulit untuk memahami mengapa epilepsi dengan kejang tiba-
tiba dan dramatis, telah begitu membingungkan. Orang-orang dengan epilepsi dianggap
"terpilih" atau "dirasuki," tergantung pada kepercayaan populer yang berlaku. Penanganan
epilepsi ini terkena dampak dari sikap masyarakat terhadap orang-orang dengan epilepsi
(Epilepsy, 2003)
2.1.2 Insidensi
Insidensi epilepsi di negara maju biasanya berkisar antara 40 sampai 70 orang tiap
100.000 penduduk. per tahun, dan biasanya lebih tinggi pada anak-anak dan orang tua. Di
negara maju, orang miskin juga tampaknya memiliki insiden yang lebih tinggi namun
mengapa hal ini bisa terjadi, masih belum begitu jelas. Insiden di negara-negara miskin
biasanya jauh lebih tinggi daripada di negara maju, sering di atas 120 orang tiap 100 000
penduduk tiap tahun. Sanitasi yang buruk, sistem pelayanan kesehatan yang tidak memadai,
dan risiko tinggi infeksi otak dapat berkontribusi dalam epilepsi meskipun isu-isu
metodologis juga dapat berkontribusi (de Boer, Mula, & Sander, 2008).
Angka kejadian epilepsy ini berubah sesuai dengan tingkatan usia, seperti yang terlihat pada
Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Jenis Epilepsi sesuai tingkatan usia yang sering terjadi
Sumber : (Ropper & Samuels, 2009)
Hal ini agak mengecewakan bahwa, meskipun semua upaya pendidikan dan
pencapaian beberapa kemajuan, kesalahpahaman tetap muncul dan orang-orang dengan
epilepsi terus menderita dari prasangka dan diskriminasi. Media sering membawa masalah ini
dengan menyebarkan informasi yang tidak akurat. Ada sedikit penyakit lain yang sangat
menderita namun kekeliruan ini masih terus terjadi. sepertiMeskipun kurangnya data tertentu
pada sejumlah daerah, ada sedikit keraguan bahwa epilepsi membebankan beban besar pada
individu yang terkena, keluarga mereka, dan masyarakat secara keseluruhan.
Peningkatan beban ini terwakili dalam banyak domain, termasuk kesehatan,
kesejahteraan psikososial, dan status ekonomi. Beban ini bahkan lebih dari sebuah isu di
negara-negara miskin sumber daya di mana pengobatan dan perawatan untuk orang dengan
epilepsi biasanya tidak tersedia. Masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi
masalah ini dan, akhirnya, untuk mengurangi epilepsi sedunia.
Daftar Pustaka
de Boer, H. M., Mula, M., & Sander, J. W. (2008). The Global Burden And Stigma of
Epilepsy. Epilepsy & Behavior, 540-546.
Foundation, E. (2009). Epilepsy : Just the Facts. Retrieved September 30, 2013, from
Epilepsy: www.epilepsyfoundation.org
Jacoby, A., & Austin, J. K. (2003). Social Stigma For Adults And Children With Epilepsy.
Liverpool: University of Liverpool.
Maynard, P. (2013). Epilepsy : Beating the Stigma. Westbrook: An Independent Supplement
by Media Planet.
Mittan, R. J. (2005). How to Raise a Kid with Epilepsy. Philadelphia: Exceptional Parents
Magazine, vol 35, issue 11.
Ropper, A. H., & Samuels, M. A. (2009). Adams and Victor's Principles of Neurology 9th
edition. Boston: The McGraw-Hill.