Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SI
No RM : 01.40.29
TTL : Trenggalek, 2 Januari 1978
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Jln. Mutiara, Rijali, Ambon
Pekerjaan : Pembuat tempe
Status pernikahan : Sudah menikah
Ruangan : Klinik jiwa
Tanggal periksa : 3 April 2018

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari :
 Autoanamnesis pada tanggal 3 April 2018 dilakukan secara langsung
dengan pasien di ruang klinik jiwa RSKD Provinsi Maluku Ambon.
 Alloanamnesis tidak dilakukan, keluarga pasien tidak kooperatif
A. Keluhan Utama
Gelisah dan tidak bisa tidur
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang perempuan usia 40 tahun datang ke klinik jiwa RSKD.
Pasien datang ke klinik untuk kontrol, pasien mengeluhkan kaki terasa
lemas dan tidur sudah mulai baik. Satu minggu sebelumnya (28 Maret
2018) pasien datang dengan keluhan gelisah, tidur malam kurang
dalam 2 hari terakhir, pasien mengatakan sudah lelah mau tidur namun
tidak bisa tidur, selalu merasa ketakutan, pasien merasa panas perih
dikulit seluruh badan, pasien juga mendengar suara-suara orang dari
jauh ditelinganya. Pasien diberikan obat Risperidon 2 mg 2x1 dan
Divalproat (Depakote) 250 mg 2x1.
Pasien juga mengaku melihat ular yang ditangkap terbang ke
laut dalam 2 bulan terakhir sebanyak 2x. Satu bulan yang lalu pasien
merasa cemas katanya ada yang mau menculik dan membunuhnya.
Pasien mengatakan ada bapak polisi yang menyuruhnya tidak boleh
lewat di depan kantor gubernur.

1
Kegiatan sebelum sakit pasien suka mengaji dan kaji Al-quran
namun dalam 7 bulan pasien merasa kepalanya sakit. Tidak ada
riwayat kejang, trauma atau penyakit fisik lain sebelumnya.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat penyakit fisik dan psikiatri: Pasien mengatakan awalnya
pada tahun 2004 saat anak perempuannya lahir umur 8 bulan,
pasien sering menangis, meraung-raung tanpa sebab dan tidak mau
melakukan apa-apa. Pasien merasa seperti jatuh dari ketinggian,
badan terasa patah-patah, otak pecah. Pasien juga sering mengalami
mimpi buruk. Pasien pernah dirawat di RSJ Semarang karena
marah-marah, suka jalan tanpa tujuan, dan tidak suka pulang ke
rumah. Pasien sudah rawat jalan di klinik jiwa RSKD dari tahun
2014. Terakhir pengobatan tahun 2015 putus obat. Pasien yang
menghentikan pengobatan sendiri karena sudah merasa tidak ada
keluhan. Riwayat kejang, trauma atau penyakit fisik lain
sebelumnya disangkal.
2. Riwayat penggunaan obat dan zat kimia: Riwayat merokok,
riwayat konsumsi alkohol, dan penggunaan NAPZA disangkal
oleh pasien.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal Dan Perinatal
Pasien lahir pada tanggal 2 Januari 1978. Pasien merupakan anak
tunggal.
2. Riwayat Masa Bayi
Riwayat pemberian ASI dan perkembangan pasien tidak diketahui.
3. Riwayat Masa Kanak
Pasien menamatkan pendidikan SD. Prestasi di sekolah cukup
berprestasi. Pasien masih suka ngompol sampai kelas 6 SD. Haid
pertama pasien juga saat kelas 6 SD.
4. Riwayat Masa Remaja
Pasien menempuh pendidikan selama masa remaja: SMP, SMA,
dan melanjutkan ke LPK IMBIA Yogyakarta jurusan komputer
akuntansi. Hubungan pasien dengan teman-teman sebayanya baik.
Pada saat pasien bersekolah, pasien tidak nakal, tidak merokok atau
konsumsi alkohol dan NAPZA.

2
5. Riwayat Dewasa
 Riwayat pekerjaan: Pasien saat ini bekerja sebagai pembuat tempe.
Pada tahun 1999 pasien pernah bekerja sebagai pemotong kayu.
 Riwayat pernikahan: Pasien sudah menikah. Pasien tidak
berpacaran, pasien dijodohkan dengan calon suami dan langsung
menikah. Pasien memiliki 1 orang anak perempuan yang dilahirkan
secara operasi sesar.
 Riwayat kehidupan beragama: Pasien memeluk agama Islam.
6. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien di LPK IMBIA Yogyakarta.
7. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak tunggal. Pasien dan keluarganya menganut
Suku Bangsa Jawa dan beragama Islam. Keluarga pasien
merupakan pengikut agama yang taat. Pasien suka mengaji dan kaji
Al-quran. Pasien dari kecil tinggal bersama neneknya. Pada tahun
2005-2006 pasien pindah ke Ambon tinggal dengan Ayah dan
Ibunya. Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal.

8. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan anak perempuannya. Pasien
mengatakan sudah pisah dengan suaminya dan akan mengurus
perceraian. Sekarang pasien menjadi pembuat tempe dan ibu pasien
yang menjualnya.
9. Persepsi pasien tentang diri dan Kehidupannya
Pasien ingin bisa membuka jualan bubur di depan rumahnya.
E. Evaluasi Keluarga/Genogram

Keterangan
= Laki-laki

3
= Perempuan

= Pasien

F. Riwayat Sosial Ekonomi Sekarang


Pasien saat ini bekerja sebagai pembuat tempe.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi umum
1. Penampilan
Seorang perempuan, perawakan sedang, perawatan diri cukup.

2. Kesadaran
Kompos mentis, kesan berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tampak cukup tenang dan dapat mempertahankan
posisinya. Postur biasa, kontak mata ada.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif menjawab semua pertanyaan yang diberikan
pemeriksa.
5. Pembicaraan
Spontan, lancar, kesan membanjir.
B. Mood dan Afek
1. Mood : Tampak hipertimia
2. Ekspresi Afektif : Afek meningkat
3. Keserasian : Serasi
4. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Kognitif
1. Taraf pendidikan, pengetahuan dan kecerdasan : cukup sesuai
dengan taraf pendidikan
2. Daya konsentrasi : cukup
3. Orientasi tempat, waktu dan orang : cukup
4. Daya ingat
 Daya ingat jangka panjang : Cukup
 Daya ingat jangka pendek : Cukup
 Daya ingat segera : Cukup
5. Pikiran abstrak : cukup
6. Bakat kreatif : cukup
7. Kemampuan menolong diri sendiri : cukup
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan Ilusi

4
Halusinasi auditorik (+) pasien mendengar suara orang dari jauh,
halusinasi visual (+) pasien mengaku melihat ular ditangkap
terbang ke laut, halusinasi taktil (+) rasa panas, perih, dan sakit
dikulit seluruh badan.
2. Depersonalisasi dan derealisasi
Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus pikiran
 Produktivitas: ide cepat
 Kontinuitas: pasien menjawab sesuai dengan pertanyaan yang
diberikan, cukup relevan, koheren.
 Hendaya berbahasa: tidak ada
2. Isi pikiran
 Preokupasi : tidak ada.
 Gangguan pikiran :
- Waham : Waham kejar (pasien mengatakan ada yang mau
menculik dan membunuhnya)
- Gagasan mirip waham : Tidak ada
F. Pengendalian impuls : cukup
G. Daya nilai :
1. Daya nilai sosial : cukup
2. Uji daya nilai : cukup
3. Daya Nilai Realistis : terganggu
H. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan
Pasien ingin bisa membuka jualan bubur di depan rumahnya.
I. Tilikan
Tilikan III. Pasien mengatakan dirinya sakit namun menyalahkan
pihak lain.
J. Taraf dapat dipercaya :
Dapat dipercaya

IV. RESUME
Seorang perempuan usia 40 tahun datang ke klinik jiwa RSKD. Pasien
datang ke klinik untuk kontrol, pasien mengeluhkan kaki terasa lemas dan
tidur sudah mulai baik. Satu minggu sebelumnya (28 Maret 2018) pasien
datang dengan keluhan gelisah, tidur malam kurang dalam 2 hari terakhir,
pasien mengatakan sudah lelah mau tidur namun tidak bisa tidur, selalu
merasa ketakutan, pasien merasa panas perih dikulit seluruh badan, pasien

5
juga mendengar suara-suara orang dari jauh ditelinganya. Pasien diberikan
obat Risperidon 2 mg 2x1 dan Divalproat (Depakote) 250 mg 2x1.
Pasien juga mengaku melihat ular yang ditangkap terbang ke laut
dalam 2 bulan terakhir sebanyak 2x. Satu bulan yang lalu pasien merasa
cemas katanya ada yang mau menculik dan membunuhnya. Pasien
mengatakan ada bapak polisi yang menyuruhnya tidak boleh lewat di depan
kantor gubernur. Kegiatan sebelum sakit pasien suka mengaji dan kaji Al-
quran namun dalam 7 bulan pasien merasa kepalanya sakit.
Awalnya pada tahun 2004 saat anak perempuannya lahir umur 8
bulan, pasien sering menangis, meraung-raung tanpa sebab dan tidak mau
melakukan apa-apa. Pasien merasa seperti jatuh dari ketinggian, badan
terasa patah-patah, otak pecah. Pasien juga sering mengalami mimpi buruk.
Pasien pernah dirawat di RSJ Semarang karena marah-marah, suka jalan
tanpa tujuan, dan tidak suka pulang ke rumah. Pasien sudah rawat jalan di
klinik jiwa RSKD dari tahun 2014. Terakhir pengobatan tahun 2015 putus
obat. Pasien yang menghentikan pengobatan sendiri karena sudah merasa
tidak ada keluhan.
Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal. Riwayat kejang,
trauma atau penyakit fisik lain sebelumnya disangkal. Riwayat merokok,
konsumsi alkohol, dan penggunaan NAPZA disangkal.
Status Mental yang bermakna: pasien cukup kooperatif, kesadaran
kompos mentis kesan berubah, pembicaraan kesan membanjir tampak
hipertimia, afek meningkat. Ada halusinasi auditorik, visual, dan taktil. Ada
waham kejar. Tilikan III yaitu pasien mengatakan dirinya sakit namun
menyalahkan pihak lain.

V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Internus : dalam batas normal
2. Status neurologis : tidak terdapat kelainan

VI. PEMERIKSAAN LAINNYA


1. Laboratorium :-
2. EEG :-
3. CT-Scan kepala :-

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK

6
Berdasarkan autoanamnesis, ditemukan adanya gelisah dan sulit tidur
dalam 2 hari pada seminggu yang lalu sebelum pasien datang ke klinik jiwa
RSKD. Pasien mengatakan sudah lelah mau tidur namun tidak bisa tidur,
selalu merasa ketakutan, pasien merasa panas perih dikulit seluruh badan,
pasien juga mendengar suara-suara orang dari jauh ditelinganya. Pasien juga
mengaku melihat ular yang ditangkap terbang ke laut dalam 2 bulan terakhir
sebanyak 2x. Satu bulan yang lalu pasien merasa cemas, mau diculik dan
dibunuh. Pasien mengatakan ada bapak polisi yang menyuruhnya tidak
boleh lewat di depan kantor gubernur. Pasien pernah dirawat di RSJ
Semarang karena marah-marah, suka jalan tanpa tujuan, dan tidak suka
pulang ke rumah. Pasien sudah rawat jalan di klinik jiwa RSKD dari tahun
2014. Terakhir pengobatan tahun 2015 putus obat. Pasien yang
menghentikan pengobatan sendiri karena sudah merasa tidak ada keluhan.
Pasien mengatakan awalnya pada tahun 2004 saat anak perempuannya lahir
umur 8 bulan, pasien sering menangis, meraung-raung tanpa sebab dan tidak
mau melakukan apa-apa. Pasien merasa seperti jatuh dari ketinggian, badan
terasa patah-patah, otak pecah. Pasien juga sering mengalami mimpi buruk.
Riwayat kejang, trauma atau penyakit fisik lain sebelumnya tidak ada.
Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga tidak ada. Riwayat merokok,
konsumsi alkohol, dan penggunaan NAPZA tidak ada.
Pada status mental didapatkan pasien cukup kooperatif, kesadaran
kompos mentis kesan berubah, pembicaraan kesan membanjir tampak
hipertimia, afek meningkat. Ada halusinasi auditorik, visual, dan taktil. Ada
waham kejar. Tilikan III yaitu pasien mengatakan dirinya sakit namun
menyalahkan pihak lain.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan fisik. Dari temuan
ini berdasarkan buku PPDGJ III dapat dipastikan bahwa pasien ini
didiagnosa sebagai gangguan skizoafektif.
Berdasarkan PPDGJ-III dapat disimpulkan pada aksis 1 berdasarkan
autoanamnesa dan pemeriksaan status mental didapatkan adanya gejala
klinis yang bermakna yaitu sulit tidur dan adanya halusinasi, keadaan ini
disabilitas dalam aktivitas kehidupan sehari-hari terutama hendaya sosial,

7
dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami Gangguan Jiwa.
Pada pemeriksaan status internus dan status neurologis tidak
ditemukan adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum
yang menimbulkan gangguan otak, sehingga penyebab organik dapat
disingkirkan, sehingga pasien di diagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik
non organik.
Dari hasil autoanamnesis dan pemeriksaan status didapatkan pasien
mempunyai halusinasi auditorik (+) pasien mendengar suara orang dari
jauh, halusinasi visual (+) pasien mengaku melihat ular ditangkap terbang
ke laut, halusinasi taktil (+) rasa panas, perih, dan sakit dikulit seluruh
badan, pembicaraan kesan membanjir, pasien tampak hipertimia, afek
meningkat, sehingga berdasarkan PPDGJ III, Pasien ini memenuhi kriteria
Gangguan Skizoafektif.
Pada aksis II, ciri kepribadian tidak khas karena tidak memenuhi
syarat ciri kepribadian tertentu.
Dengan demikian pada aksis III tidak ditemukan diagnosis klinis
karena tidak ditemukan manifestasi klinis yang mengarah ke gangguan
organik.
Pada aksis IV faktor stressor tidak jelas.
Pada aksis V, GAF scale 60-51 karena pasien mengalami gejala
sedang, disabilitas sedang.

VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL


Aksis I : F25. Gangguan Skizoafektif
Aksis II : Ciri kepribadian tidak khas
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV: Faktor stresor tidak jelas
Aksis V : GAF scale 60 – 51

IX. DIAGNOSIS BANDING


Skizofrenia YTT
Mania dengan gejala psikotik

X. PROGNOSIS
Faktor indikator
- Faktor pendukung:
Pasien masih bekerja sebagai pembuat tempe setiap harinya
Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya

8
- Faktor penghambat:
Kepatuhan minum obat pasien berkurang
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia

XI. PENATALAKSANAAN
A. Psikofarmaka
Diberikan obat anti psikotik dan mood stabilisator
1. Risperidon 2 mg 2x1
2. Triheksifenidil 2 mg 1x1
3. Depakote 250 mg 2x1
B. Psikoterapi
Psikoterapi individual, jarang dilakukan terapi kelompok
a. Psikoterapi suportif
b. Client-centered therapy
c. Terapi perilaku
d. Keterampilan sosial dan okupasional
C. Edukasi keluarga
a. Edukasi agar keluarga siap menghadapi deteriorasi yang
mungkin dapat terjadi.
b. Diskusi tentang problem sehari-hari, hubungan dalam
keluarga, dan hal-hal khusus lainnya seperti rencana
pendidikan atau pekerjaan pasien.
c. Psikoedukasi terhadap anggota keluarga pasien untuk
memperhatikan jadwal minum obat pasien secara teratur.
d. Memberi penjelasan tentang efek samping obat.

XII. FORMULASI PSIKODINAMIKA


Psikodinamika mencerminkan dinamika-dinamika psikis yang
menghasilkan gangguan jiwa. Freud membagi jiwa menjadi 3 bagian id, ego
dan superego yang mempunyai fungsi masing-masing. Apabila terjadi
konflik diantara ketiga komponen tersebut, seseorang akan mengalami
ketegangan, ketidak puasan, kecemasan, dan gejala-gejala psikologik
lainnya. Sebaliknya, apabila tidak pernah mengalami konflik dapat terjadi
pemanjaan atau overindulgence.
Kepribadian dalam psikoanalisis adalah pola adaptasi terhadap
dorongan instingtual dan dorongan dari lingkungan yang sudah menjadi ciri

9
khas atau kebiasaan individu dan yang langsung dapat diamati (dibedakan
dari ego), seperti perilaku dan cara pembelaan, bereaksi, berpikir dan
merasa. Predisposisi biologis, interaksi antara id dan ego dan lingkungan
serta identifikasi dan penuruan (imitasi) dengan orang lain memberi cap
yang tetap pada kepribadian seseorang. Bila sifat kepribadian tertentu
berkembang secara berlebihan dengan mengorbankan yang lain, maka dapat
terjadi gangguan kepribadian atau kelemahan atau terbentuk suatu
predisposisi untuk psikosis.
Menurut teori psikoanalisis Freud, psikosis ditandai secara khas
dengan ketidakmampuan individu untuk menunjukkan perhatian emosional
terhadap orang lain atau benda. Konflik yang terjadi pada psikosis adalah
terutama dalam individu itu sendiri, yaitu antara dorongan kekanak-kanakan
yang tidak disadari dan sikap kedewasaannya.

XIII. FOLLOW UP
-

XIV. DISKUSI

Menurut PPDGJ III


F25 Gangguan Skizoafektif
Pedoman Diagnostik
 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria skizofrenia
maupun episode manik atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (depresi
pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari

10
keduanya (F25.2). pasien lain mengalami satu atau dua episode skizoafektif
terselip diantara episode manik atau depresif (F30-F33).

F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik


Pedoman Diagnostik
 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
skizoafektif tipe manik.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik
lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20 pedoman diagnosis (a) sampai dengan (d)).

F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif


Pedoman Diagnostik
 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang
tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode
didominasi oleh skizoafektif tipe depresif.’

 Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik
depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian
untuk episode depresif (F32).

 Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya
ada dua, gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman
diagnostik skizofrenia, F20 (a) sampai dengan (d)).

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran


 Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20) berada secara bersama-
sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6).

F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya

11
F25.9 Gangguan Skizoafektif YTT

Kriteria Diagnosis Gangguan Skizoafektif menurut DSM-5-TR

A. Selama periode penyakit (tidak terputus-putus), pada suatu saat, episode


depresi mayor atau episode manik atau episode campuran terdapat
bersamaan dengan gejala-gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.

B. Selama periode penyakit, terdapat waham atau halusinasi paling sedikit 2


minggu tanpa adanya episode mood mayor (depresif atau manik) selama
penyakit.

C. Kehadiran gejala kriteria episode mood mayor dari total durasi periode aktif
dan residual penyakit.

D. Gangguan bukan akibat langsung pengaruh fisiologik zat (penyalahgunaan


zat atau medikasi) atau kondisi medik umum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan PPDGJ-III.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
2. Elvira S.D., Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
3. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi 3.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2007.
4. Maramis W. F., Maramis A.A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press; 2009.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/73/2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Jiwa. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2015.

12
6. World Health Organization. The ICD-10 Classification of Mental and
Behavioral Disorders. Clinical description and diagnostic guideline.
7. Tsuang M. T., Iguchi L., Stone W. S. Schizoaffective Disorder. John Wiley
& sons inc. 2015: -; 1-4.
8. Mameros A. Schizoaffective Disorder. Korean J Schizophr Res 2012: 15(1);
5-12.
9. Malaspina D., Owen M. J., Heckers S., Tandon R., Bustillo J.,Schultz S.,
et.al. Schizoaffective Disorder in the DSM-5, Schizophr. Res. 2013: -; 1-5.

13

Anda mungkin juga menyukai