OD TRAUMA OCULI
Disusun Oleh:
Gyztantika P. Patadungan
NIM. 2012-83-010
Konsulen
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sklera
Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sclera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.
2. Jaringan Uvea
Jaringan uvea ini terdiri dari iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilator
dipersarafi oleh simpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar dipersarafai oleh
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa
untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3. Retina
Lapisan bola mata yang ketiga adalah retina yang terletak paling dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapisan yang merupakan lapisan
membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara
retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi
retina.
Badan kaca mengisi rongga dan dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka
akan robek dan terjadi ablasi retina.
Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak di daerah temporal atas dalam rongga orbita.
b. Kornea
1. Epitel
Tebalnya 550 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
mukala okluden; ikatan ini mneghambat pengaliran air elektrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane
basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan
mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
3. Stroma
4. Membran Descement
3. Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan
siliar dan koroid. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang
terletak antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen
optik, yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior, yaitu : (1) Saraf
sensoris yang berasal dari saraf nasosiliar mengandung serabut sensoris
untuk kornea, iris dan badan siliar, (2) Saraf simpatis yang membuat pupil
berdilatasi; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil, (3)
Akar saraf motor akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan
pupil (miosis).
4. Pupil
Pupil pada anak-anak berukuran kecil akibat belum
berkembangnya saraf simpatis. Ukuran pupil orang dewasa sedang, dan
ukuran pupil untuk orang tua mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan
oleh sklera yang sklerosis. Pupil berukuran kecil pada saat tidur adalah
akibat dari :
` 1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurang rangsangan hambatan miosis.
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan untuk memperdalam focus seperti pada kamera foto yang
diafragmanya dikecilkan.
5. Lensa Mata
Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan yang berbentuk lensa
di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram
yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa
berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serta
lensa di dalam kapsul lensa.
6. Badan Kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak anatar lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam
bola mata. Mengandung air senbanyak 90% sehingga tidak dapat lagi
menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan
mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya
mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan
badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
7. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya serta memiliki 10 lapisan.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia, merah pada hyperemia. Pembuluh darah di dalam retina
merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina
melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari
koroid.
8. Saraf Optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2
jenis serabut saraf, yakni saraf penglihat dan saraf dan serabut pupilomotor.
Kelainan saraf optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan
langsung atau tidak langsung terhadap saraf optik ataupun perubahan toksik
dan anoksik yang mempengaruhi penyaluran aliran listrik.
B. TRAUMA OKULI
1. Definisi
Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan rongga orbita.
Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihat. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.2
2. Etiologi
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Macam-macam bentuk trauma pada mata adalah sebagai berikut:3
1). Mekanik :
a. Trauma tumpul, misalnyaterpukul, terkena bola, penutup botol.
b. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan
pertukangan.
2). Kimia :
a. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih
lantai, kapur, atau lem.
b. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.
3). Radiasi :
a. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.
3. Tanda dan Gejala
Gejala pada trauma okuli bergantung pada jenis trauma serta berat dan
ringan trauma, yaitu :3
1. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai
tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal
dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam
besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan
tidak beracun seperti pasir, kaca. Namun bahan tidak beracun dapat pula
menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
2. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau hingga terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
3. Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat dari pada
trauma kimia asam. Mata Nampak merah, bengkak, keluar air mata
berlebihan dan penderita Nampak sangat kesakitan, trauma basa akan
berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata atau kornea
secara perlahan.
4. Trauma Radiasi
a. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan
menyebabkan kromatolisis sel.
b. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa
sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar
dari pembuluh darah maka terjadi edema.
c. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada
kornea, sklera dan sebagainya.
Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada kejadian trauma okuli
adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya trauma mata.
Perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata atau
perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian humor
akueus dapat keluar dari mata.
2. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.
Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami
fraktur basis kranii.
3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang
pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di
segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat
terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena
robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak
bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
5. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan
pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah
sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan
subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada
palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri
pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga
menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat
menyebabkan sakit kepala.
8. Mata terasa gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun
segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan
mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan
peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan
pada mata.
9. Fotopobia
Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama
adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea,
benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang
masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau
pada pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma mata adalah
lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil
dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.
4. Patofisiologi
Berdasarkan mekanismenya, trauma oculi dapat dibagi menjadi tiga,
yakni trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi. Trauma dapat disebabkan
karena adanya benda asing yang masuk atau mengenai mata. Trauma tumpul
dapat menyebabkan kompresi jaringan secara langsung (coup) dan efek yang
ditimbulkan pada bagian berlawanan dari bagian yang terkena trauma
(conter-coup). Coup dan conter-coup ini mengakibatkan perpindahan
diafragma lensa dan iris, makular edema, ruptur koroid, fraktur orbita,
laserasi, dan hematoma. Perpindahan diafragma lensa dan iris menyebabkan
struktur dan pembuluh darah yang berada di iris memisah sehingga darah
masuk ke camera oculi anterior. Masuknya darah ke camera oculi anterior ini
menyebabkan terjadinya hifema dan penurunan tajam penglihatan. Ruptur
koroid menyebabkan adanya perdarahan subretina yang akan menstimulasi
terjadinya neovaskularisasi sehingga dapat mengakibatkan pemisahan retina
dan penurunan tajam penglihatan. Laserasi kelopak mata dapat menyebabkan
kerusakan pada muskulus levator palpebra. Adanya kelemahan pada
muskulus inilah yang dapat menyebabkan ptosis. Laserasi konjungtiva
menyebabkan perdarahan subkonjungtiva yang pada akhirnya juga akan
menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan.2,4
Trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi dapat menyebabkan
kerusakan lensa sehingga integritas lensa terganggu. Hal ini merangsang
pengeluaran aqueous humor dan mediator inflamasi yang nantinya
mengakibatkan adanya edema dan opaksifikasi. Protein lalu keluar ke camera
oculi posterior. Proses inflamasi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya
glaukoma dan katarak sehingga penglihatan dapat menurun.2,4
5. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma okuli jarang
mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma lain
yang lebih mengancam nyawa.5
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus
setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah
terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya
benda asing apabila ada riwayat pemakaian palu, pahat, ataupun ledakan, dan
harus dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian palu dan
pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola
mata, dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang
mengindikasikan adanya penetrasi sklera dan benda asing yang tertinggal.
Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma,
namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing intraokular yang
berpotensi membutakan.5
2. Pemeriksaan fisis
Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk
pemeriksaan visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot
ekstraokular, tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan lain-
lain.3
3. Pemeriksaan penunjang7
a. Foto polos
Foto polos orbita kurang membantu dalam menentukan kelainan
berbanding CT-scan. Tetapi foto polos masih dapat dilakukan.
Antaranya foto polos 3 posisi, proyeksi Water’s, posisi Caldwelldan
proyeksi lateral. Posisi-posisi ini berfungsi untuk melihat dasar orbita,
atap orbita dan sinus paranasalis.
b. Ultrasonografi
USG membantu dalam melihat ada tidaknya benda asing di dalam bola
mata dan menentukan lokasi ruptur.
c. CT-scan
CT-scan adalah metode pencitraan paling sensitif untuk mendeteksi
ruptur yang tersembunyi, hal-hal yang terkait dengan kerusakan saraf
optic, adanya benda asing serta menampilkan anatomi dari bola mata
dan orbita.
d. MRI
MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi jaringan lunak bola
mata dan orbita.
6. Rencana Terapi
1. Trauma Mata Benda Tumpul
Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian
terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan
tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata.8
Pemberian pertolongan pertama berupa:
a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk
pemeriksaan mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau
tetracain 0,5% - 1,0 %.
b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan
c. Memberikan moral support agar pasien tenang
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena
trauma
e. Dalam hal hifema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan)
tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1) Tutup kedua bola mata
2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
3) Evaluasi ketajaman penglihatan
4) Evaluasi tekanan bola mata
f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai
mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.
8. Prognosis
Prognosis asam baik apabila konsentrasi asam tidak terlalu tinggi
sehingga hanya terjadi kerusakan pada superficial. Prognosis trauma karena
zat basa ditentukan berdasarkan klasifikasi Hughes atau klasifikasi Thoft dan
tergantung derajat kerusakan.
1. Klasifikasi Huges
a. Ringan :
1) Prognosis baik
2) Terdapat erosi epitel kornea
3) Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan
4) Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
b. Sedang :
1) Prognosis baik
2) Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil
secara terperinci
3) Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva
c. Sangat berat :
1) Prognosis buruk
2) Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat
3) Konjungtiva dan sclera pucat
2. Klasifikasi Thoft
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:1
a. Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis
pungtata
b. Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
c. Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea
d. Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1.
Komplikasi Trauma Tembus Okuli:11
a. Infeksi
b. Iritis
c. Katarak
2. Komplikasi Trauma Tumpul okuli:11
a. Midriasis
b. Glaukoma
c. Katarak
d. Dislokasi lensa
e. Vitreous haemorrhage
f.Atrofi N. Opticus
3. Komplikasi Trauma Okuli karena Zat Kimia
a. Zat Kimia Asam:12
1) Jaringan parut pada konjungtiva dan kornea
2) Vaskularisasi kornea
3) Glaucoma
4) uveitis
b. Zat Kimia Basa:8
1) Simblefaron
2) Kornea keruh, edema, neovaskular
3) Mata kering
4) Katarak traumatik
5) Glaucoma sudut tertutup
6) Entropion
7) Phtisis bulbi
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama Pasien : An. La Rifki
Umur : 11 Tahun
Alamat : Wayesel (Seram)
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Nomor Register :-
Tanggal Masuk : 3 Mei 2017
Tanggal Operasi : 4 Mei 2017
Ahli bedah : dr. Carmila Tamtelahitu, Sp.M
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata kanan terasa sakit
Keluhan Tambahan : Mata merah, hifema (+), prolaps iris (+).
Anamnesis terpimpin :
Pasien datang ke UGD RSUD DR. M Haulussy Ambon atas rujukan dari
dr. Carmila Tamtelahitu, Sp.M untuk di dilakukan operasi dengan keluhan
oculi dextra (OD) terasa sakit akibat trauma benda tajam tertusuk besi sejak
kemarin saat pasien sedang bermain kira2 pukul 12.30 waktu setempat.
Keluhan lain yang di rasakan pasien adalah mata merah, adanya perdarahan
pada konjungtiva, hifema (+) serta robeknya bilik mata depan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,5˚C
Status Ophtalmologi
OD Segmen Anterior OS
Bola Mata
Palpebra Superior Palpebra Palpebra Superior
Edema(-), blefarospasme (-), Edema (-), blefarospasme(-),
eritema(-), ektropion (-), eritema(-), ektropion (-), entropion
entropion (-), hematom (-) (-), hematom (-)
Gambar Skematik :
Gambar 1. Hari ke-1
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Rontgen
- Darah Rutin
- Darah Kimia
- CT/PT
E. DIAGNOSIS KERJA
OD Trauma oculi dengan komplikasi OD laserasi kornea full thickness.
F. DIAGNOSIS BANDING
OD Rupture Cornea
G. PERENCANAAN
- IVFD RL 18 tpm
- ATS
- Bebat mata
- Persiapan operasi jahit kornea
- Injeksi Ceftriaxone 2x1,5g (IV) hari ke-3
- Polydex mini dose 6 dd gtt 1 OD
- Metilprednisolon 3x2mg
H. PROGNOSIS
- Dubia
I. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
05/05/2017 S : Kontrol post op, nyeri (+)
(Hari ke-1) O : VOD LP (+)
VOS >2/60 berbaring
A : OD post jahit kornea dan sklera hari ke-1
P : IVFD RL 18 tpm.
06/05/2017 S : Kontrol post op, nyeri (-)
(Hari ke-2) O : VOD LP (+)
VOS >2/60 berbaring
A : OD post jahit kornea dan sklera hari ke-2
P : IVFD RL 18 tpm, inj. Ceftriaxone 2x1,5g (iv) hari ke-3,
Polydex mini dose 6 dd gtt 1 OD, puyer metilprednisolon
3x2mg.
07/05/2017 S : Kontrol post op, nyeri (-)
(Hari ke-3) O : VOD LP (+),
VOS >2/60 berbaring
A : OD post jahit kornea dan sklera hari ke-3
P : IVFD RL 18 tpm, inj. Ceftriaxone 2x1,5g (iv), Polydex
mini dose 6 dd gtt 1 OD, puyer metilprednisolon 3x2mg.
08/05/2017 S : Kontrol post op, nyeri (-), aff infuse, pasien pulang.
(Hari ke-4) O : VOD LP (+), RG (+)
VOS 6/6
A : OD post jahit kornea dan sklera hari ke-4
P : Cefixim oral 2x100g, cendomycetin 3 dd OD, Polydex 4
dd gtt 1 OD, puyer metilprednisolon 3x2g.
BAB III
DISKUSI
1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI; 2012.
3. Lang GK. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart. New York:
Thieme; 2006.
6. Aronson AA, Corneal Laceration [online] 2008 [cited 2017 May 16th]
Available from : http://www.emedicine.com/emerg/topic114.htm
7. Robson J, Globe Rupture [online] 2007 [cited 16 May 2017] Available from :
http://www.emedicine.com/emerg/topic218.htm
12. Eva, Paul Riordan. 2012. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta:
EGC