Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOTERAN MEI 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

OD TRAUMA OCULI

Disusun Oleh:

Gyztantika P. Patadungan

NIM. 2012-83-010

Konsulen

dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2017
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI BOLA MATA

Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24mm. bola


mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajan
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:1

1. Sklera

Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sclera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.

2. Jaringan Uvea

Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sklera dan uvea


dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.

Jaringan uvea ini terdiri dari iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilator
dipersarafi oleh simpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar dipersarafai oleh
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa
untuk kebutuhan akomodasi.

Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3. Retina

Lapisan bola mata yang ketiga adalah retina yang terletak paling dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapisan yang merupakan lapisan
membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara
retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi
retina.

Badan kaca mengisi rongga dan dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka
akan robek dan terjadi ablasi retina.

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerak equatornya pada


badan siliar melalui Zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah
makula lutea.

Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak di daerah temporal atas dalam rongga orbita.

Gambar 1. Anatomi Bola Mata


a. Sklera

Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea


merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berhubungan
erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran dan disebut limbus. Sklera
berjalan dari papil saraf optik sampai kornea.

Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera


mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran
tekanan bola mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1mm ia masih
tahan terhadap kontusi trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi
pada pasien diabetes mellitus, atau merendah pada eksoftalmus goiter,
miotika dan minum air banyak.

b. Kornea

Kornea (Latin: cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening


mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis :

1. Epitel

Tebalnya 550 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
mukala okluden; ikatan ini mneghambat pengaliran air elektrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane
basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan
mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman

Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan


kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunya daya regenerasi.

3. Stroma

Menyusun 90% ketebalan kornea. Terdiri atas lamel yang


merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaan terlihat anyaman yang teratus sedangkan di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

Gambar 2. Anatomi Kornea

4. Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang


stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran
basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastik dan berkembang terus
seumur hidup, dengan tebal 40µm.
5. Endotel

Berasal dari mesothelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar


20-40 µm. Endotel melekat pada membrane descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak sel saraf sensoris terutama berasal


dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V. Saraf siliar longus
berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membrane bowman melepaskkan selubung schwannya. Seluruh lapis
epitel dipersarafi sampi pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu
3 bulan.

3. Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan
siliar dan koroid. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang
terletak antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen
optik, yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior, yaitu : (1) Saraf
sensoris yang berasal dari saraf nasosiliar mengandung serabut sensoris
untuk kornea, iris dan badan siliar, (2) Saraf simpatis yang membuat pupil
berdilatasi; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil, (3)
Akar saraf motor akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan
pupil (miosis).

4. Pupil
Pupil pada anak-anak berukuran kecil akibat belum
berkembangnya saraf simpatis. Ukuran pupil orang dewasa sedang, dan
ukuran pupil untuk orang tua mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan
oleh sklera yang sklerosis. Pupil berukuran kecil pada saat tidur adalah
akibat dari :
` 1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurang rangsangan hambatan miosis.
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan untuk memperdalam focus seperti pada kamera foto yang
diafragmanya dikecilkan.

5. Lensa Mata
Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan yang berbentuk lensa
di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram
yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa
berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serta
lensa di dalam kapsul lensa.

6. Badan Kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak anatar lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam
bola mata. Mengandung air senbanyak 90% sehingga tidak dapat lagi
menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan
mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya
mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan
badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.

7. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya serta memiliki 10 lapisan.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia, merah pada hyperemia. Pembuluh darah di dalam retina
merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina
melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari
koroid.
8. Saraf Optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2
jenis serabut saraf, yakni saraf penglihat dan saraf dan serabut pupilomotor.
Kelainan saraf optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan
langsung atau tidak langsung terhadap saraf optik ataupun perubahan toksik
dan anoksik yang mempengaruhi penyaluran aliran listrik.

B. TRAUMA OKULI
1. Definisi
Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan rongga orbita.
Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihat. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.2

2. Etiologi
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Macam-macam bentuk trauma pada mata adalah sebagai berikut:3
1). Mekanik :
a. Trauma tumpul, misalnyaterpukul, terkena bola, penutup botol.
b. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan
pertukangan.
2). Kimia :
a. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih
lantai, kapur, atau lem.
b. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.
3). Radiasi :
a. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.
3. Tanda dan Gejala
Gejala pada trauma okuli bergantung pada jenis trauma serta berat dan
ringan trauma, yaitu :3
1. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai
tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal
dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam
besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan
tidak beracun seperti pasir, kaca. Namun bahan tidak beracun dapat pula
menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
2. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau hingga terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
3. Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat dari pada
trauma kimia asam. Mata Nampak merah, bengkak, keluar air mata
berlebihan dan penderita Nampak sangat kesakitan, trauma basa akan
berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata atau kornea
secara perlahan.
4. Trauma Radiasi
a. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan
menyebabkan kromatolisis sel.
b. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa
sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar
dari pembuluh darah maka terjadi edema.
c. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada
kornea, sklera dan sebagainya.

Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada kejadian trauma okuli
adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya trauma mata.
Perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata atau
perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian humor
akueus dapat keluar dari mata.
2. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.
Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami
fraktur basis kranii.
3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang
pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di
segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat
terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena
robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak
bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
5. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan
pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah
sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan
subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada
palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri
pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga
menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat
menyebabkan sakit kepala.
8. Mata terasa gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun
segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan
mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan
peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan
pada mata.
9. Fotopobia
Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama
adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea,
benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang
masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau
pada pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma mata adalah
lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil
dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.

4. Patofisiologi
Berdasarkan mekanismenya, trauma oculi dapat dibagi menjadi tiga,
yakni trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi. Trauma dapat disebabkan
karena adanya benda asing yang masuk atau mengenai mata. Trauma tumpul
dapat menyebabkan kompresi jaringan secara langsung (coup) dan efek yang
ditimbulkan pada bagian berlawanan dari bagian yang terkena trauma
(conter-coup). Coup dan conter-coup ini mengakibatkan perpindahan
diafragma lensa dan iris, makular edema, ruptur koroid, fraktur orbita,
laserasi, dan hematoma. Perpindahan diafragma lensa dan iris menyebabkan
struktur dan pembuluh darah yang berada di iris memisah sehingga darah
masuk ke camera oculi anterior. Masuknya darah ke camera oculi anterior ini
menyebabkan terjadinya hifema dan penurunan tajam penglihatan. Ruptur
koroid menyebabkan adanya perdarahan subretina yang akan menstimulasi
terjadinya neovaskularisasi sehingga dapat mengakibatkan pemisahan retina
dan penurunan tajam penglihatan. Laserasi kelopak mata dapat menyebabkan
kerusakan pada muskulus levator palpebra. Adanya kelemahan pada
muskulus inilah yang dapat menyebabkan ptosis. Laserasi konjungtiva
menyebabkan perdarahan subkonjungtiva yang pada akhirnya juga akan
menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan.2,4
Trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi dapat menyebabkan
kerusakan lensa sehingga integritas lensa terganggu. Hal ini merangsang
pengeluaran aqueous humor dan mediator inflamasi yang nantinya
mengakibatkan adanya edema dan opaksifikasi. Protein lalu keluar ke camera
oculi posterior. Proses inflamasi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya
glaukoma dan katarak sehingga penglihatan dapat menurun.2,4

5. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma okuli jarang
mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma lain
yang lebih mengancam nyawa.5

1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus
setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah
terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya
benda asing apabila ada riwayat pemakaian palu, pahat, ataupun ledakan, dan
harus dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian palu dan
pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola
mata, dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang
mengindikasikan adanya penetrasi sklera dan benda asing yang tertinggal.
Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma,
namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing intraokular yang
berpotensi membutakan.5

Anamnesis tentang ketajaman visus sebelum trauma dan riwayat


penyakit mata atau operasi mata amat membantu dalam mendiagnosis suatu
trauma okuli. Riwayat penyakit sistemik, pengambilan obat-obatan, riwayat
alergi, suntikan imunisasi tetanus dan pengambilan oral terakhir perlu
ditanyakan sebagai kemungkinan persediaan operasi.6

2. Pemeriksaan fisis
Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk
pemeriksaan visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot
ekstraokular, tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan lain-
lain.3

Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis


hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi
sehingga terbukti tidak. Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap
kemungkinan terjadinya fraktur harus dilakukan. Ruptur bola mata adalah
segera ditentukan pada pemeriksaan fisis. Namun, biasanya ini tersembunyi.
Pemeriksaan mata yang mengalami trauma harus diperiksa dengan sistematis
dan hati-hati agar penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan
mengurangi trauma yang lebih lanjut.3

3. Pemeriksaan penunjang7
a. Foto polos
Foto polos orbita kurang membantu dalam menentukan kelainan
berbanding CT-scan. Tetapi foto polos masih dapat dilakukan.
Antaranya foto polos 3 posisi, proyeksi Water’s, posisi Caldwelldan
proyeksi lateral. Posisi-posisi ini berfungsi untuk melihat dasar orbita,
atap orbita dan sinus paranasalis.
b. Ultrasonografi
USG membantu dalam melihat ada tidaknya benda asing di dalam bola
mata dan menentukan lokasi ruptur.
c. CT-scan
CT-scan adalah metode pencitraan paling sensitif untuk mendeteksi
ruptur yang tersembunyi, hal-hal yang terkait dengan kerusakan saraf
optic, adanya benda asing serta menampilkan anatomi dari bola mata
dan orbita.
d. MRI
MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi jaringan lunak bola
mata dan orbita.

6. Rencana Terapi
1. Trauma Mata Benda Tumpul
Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian
terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan
tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata.8
Pemberian pertolongan pertama berupa:
a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk
pemeriksaan mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau
tetracain 0,5% - 1,0 %.
b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan
c. Memberikan moral support agar pasien tenang
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena
trauma
e. Dalam hal hifema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan)
tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1) Tutup kedua bola mata
2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
3) Evaluasi ketajaman penglihatan
4) Evaluasi tekanan bola mata
f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai
mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.

2. Trauma mata benda tajam


Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus
karena dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan
atlalmia dan simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan untuk
mempertahankan bola mata dan mempertahankan penglihatan. Bila
terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha
untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada penderita dapat diberikan:
a. Antibiotik spectrum luas
b. Analgetik dan sedativa
c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka.
3. Trauma mata benda asing
a. Ekstra Okular
1) Tetes mata
2) Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.
3) Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat
4) Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat
dengan jarum
5) Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati
dan dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik,
angkat dengan jarum.
6) Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic
local selama beberapa hari.
7) Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan
jarum, bisa juga dengan menggunakan magnet.
b. Intra okuler
1) Pemberian antitetanus
2) Antibiotic
3) Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi.

4. Trauma Kimia (Non Mekanik)


Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat
tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki
penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan
anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia
merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa
dan pemeriksaan secara teliti.
Tatalaksana trauma kimia mencakup: 9
a. Penatalaksanaan Emergency
1) Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi
kontak mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada
saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan
normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi
mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3).
Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling
sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu
dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan
antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan
irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah
kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
2) Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan
material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
3) Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik
sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya
diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kntak lembek dan artificial
tear (air mata buatan).
b. Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan
pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, dan antibiotik profilaksis
selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-
obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi
epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10(Sachdeva, 2005).
1) Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.
Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma
dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi
fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di
tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan
Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat
diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
2) Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali
sehari.
3) Asam askorbat untuk mengembalikan keadaan jaringan scorbutik
dan meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu
pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat
10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sistemik dapat
diberikan sampai dosis 2 gr.
4) Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan
intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder.
Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
5) Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat
aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat
diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100
mg).
6) Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis.
7) Asam Sitrat untuk menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi
respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam
selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua
yang terjadi 7 hari setelah trauma.
c. Pembedahan
1) Pembedahan segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk
revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan
mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat
digunakan untuk pembedahan:10
a) Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan
untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah
perkembangan ulkus kornea.
b) Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain
(autograft) atau dari donor (allograft) bertujuan untuk
mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
c) Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan
fibrosis
2) Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode
berikut:10
a) Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival
bands dan simblefaron.
b) Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
c) Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
d) Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin
baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
e) Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat
berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.
5. Trauma Kimia Basa
Dengan secepat mungkin melakukan irigasi dengan garam fisiologik.
Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin irigasi
dilakukan paling sedikit 60 menit segera setelah trauma.Penderita diberi
sikloplegia, antibiotika, EDTA (ethylene Diamine Tetracetic Acid) untuk
mengikat basa. EDTA di berikan setelah satu minggu trauma basa
diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke
tujuh.9

8. Prognosis
Prognosis asam baik apabila konsentrasi asam tidak terlalu tinggi
sehingga hanya terjadi kerusakan pada superficial. Prognosis trauma karena
zat basa ditentukan berdasarkan klasifikasi Hughes atau klasifikasi Thoft dan
tergantung derajat kerusakan.
1. Klasifikasi Huges
a. Ringan :
1) Prognosis baik
2) Terdapat erosi epitel kornea
3) Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan
4) Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
b. Sedang :
1) Prognosis baik
2) Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil
secara terperinci
3) Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva
c. Sangat berat :
1) Prognosis buruk
2) Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat
3) Konjungtiva dan sclera pucat

2. Klasifikasi Thoft
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:1
a. Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis
pungtata
b. Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
c. Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea
d. Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Prognosis trauma tembus okuli bergantung pada banyak faktor, yaitu:1


1. Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik
2. Tempat luka pada bola mata
3. Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing
4. Benda asing megnetik atau non megnetik
5. Dalamnya luka tembus, apakah tumpul atau luka ganda
6. Sudah/belum terdapat penyulit akibat luka tembus
Prognosis trauma tumpul okuli adalah mata akan sembuh dengan baik
setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka panjang, jarang
dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan butuh pembedahan
ekstensif.1

9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1.
Komplikasi Trauma Tembus Okuli:11
a. Infeksi
b. Iritis
c. Katarak
2. Komplikasi Trauma Tumpul okuli:11
a. Midriasis
b. Glaukoma
c. Katarak
d. Dislokasi lensa
e. Vitreous haemorrhage
f.Atrofi N. Opticus
3. Komplikasi Trauma Okuli karena Zat Kimia
a. Zat Kimia Asam:12
1) Jaringan parut pada konjungtiva dan kornea
2) Vaskularisasi kornea
3) Glaucoma
4) uveitis
b. Zat Kimia Basa:8
1) Simblefaron
2) Kornea keruh, edema, neovaskular
3) Mata kering
4) Katarak traumatik
5) Glaucoma sudut tertutup
6) Entropion
7) Phtisis bulbi
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama Pasien : An. La Rifki
Umur : 11 Tahun
Alamat : Wayesel (Seram)
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Nomor Register :-
Tanggal Masuk : 3 Mei 2017
Tanggal Operasi : 4 Mei 2017
Ahli bedah : dr. Carmila Tamtelahitu, Sp.M

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata kanan terasa sakit
Keluhan Tambahan : Mata merah, hifema (+), prolaps iris (+).
Anamnesis terpimpin :
Pasien datang ke UGD RSUD DR. M Haulussy Ambon atas rujukan dari
dr. Carmila Tamtelahitu, Sp.M untuk di dilakukan operasi dengan keluhan
oculi dextra (OD) terasa sakit akibat trauma benda tajam tertusuk besi sejak
kemarin saat pasien sedang bermain kira2 pukul 12.30 waktu setempat.
Keluhan lain yang di rasakan pasien adalah mata merah, adanya perdarahan
pada konjungtiva, hifema (+) serta robeknya bilik mata depan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,5˚C

Status Ophtalmologi
OD Segmen Anterior OS
Bola Mata
Palpebra Superior Palpebra Palpebra Superior
Edema(-), blefarospasme (-), Edema (-), blefarospasme(-),
eritema(-), ektropion (-), eritema(-), ektropion (-), entropion
entropion (-), hematom (-) (-), hematom (-)

Palpebra inferior Palpebra inferior


Edema (-), eritema (-), Edema (-), eritema (-),
blefarospasma (-), ektropion blefarospasma (-),ektropion (-),
(-), entropion (-), hematom (-) entropion (-), hematom (-)
Kemosis (-), anemis (+), Konjungtiva Kemosis (-), anemis (-), pterigium
pterigium (-), injeksi (-), injeksi konjungtiva (-)
konjungtiva (-)
Perdarahan (+), infiltrat (-), Kornea Jernih, infiltrat (-), arcus senilis (-),
arcus senilis (-), edema (-), edema (-), ulkus (-)
ulkus (+)
Dalam, hipopion (-), Bilik Mata Dalam, hipopion (-), hifema (-)
hifema (+) depan
Prolaps iris (+) Iris Radier, sinekia (-)
Bulat, 3 mm Pupil Bulat, 3 mm
Perdarahan (+) Lensa Jernih

Gambar Skematik :
Gambar 1. Hari ke-1

Gambar 2. Hari ke-2 (Pre-operasi)

Gambar 3. Post operasi


Gambar 4. Hari ke-6 post operasi

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Rontgen
- Darah Rutin
- Darah Kimia
- CT/PT

E. DIAGNOSIS KERJA
OD Trauma oculi dengan komplikasi OD laserasi kornea full thickness.

F. DIAGNOSIS BANDING
OD Rupture Cornea

G. PERENCANAAN
- IVFD RL 18 tpm
- ATS
- Bebat mata
- Persiapan operasi jahit kornea
- Injeksi Ceftriaxone 2x1,5g (IV) hari ke-3
- Polydex mini dose 6 dd gtt 1 OD
- Metilprednisolon 3x2mg
H. PROGNOSIS
- Dubia

I. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
05/05/2017 S : Kontrol post op, nyeri (+)
(Hari ke-1) O : VOD LP (+)
VOS >2/60 berbaring
A : OD post jahit kornea dan sklera hari ke-1
P : IVFD RL 18 tpm.
06/05/2017 S : Kontrol post op, nyeri (-)
(Hari ke-2) O : VOD LP (+)
VOS >2/60 berbaring
A : OD post jahit kornea dan sklera hari ke-2
P : IVFD RL 18 tpm, inj. Ceftriaxone 2x1,5g (iv) hari ke-3,
Polydex mini dose 6 dd gtt 1 OD, puyer metilprednisolon
3x2mg.
07/05/2017 S : Kontrol post op, nyeri (-)
(Hari ke-3) O : VOD LP (+),
VOS >2/60 berbaring
A : OD post jahit kornea dan sklera hari ke-3
P : IVFD RL 18 tpm, inj. Ceftriaxone 2x1,5g (iv), Polydex
mini dose 6 dd gtt 1 OD, puyer metilprednisolon 3x2mg.

08/05/2017 S : Kontrol post op, nyeri (-), aff infuse, pasien pulang.
(Hari ke-4) O : VOD LP (+), RG (+)
VOS 6/6
A : OD post jahit kornea dan sklera hari ke-4
P : Cefixim oral 2x100g, cendomycetin 3 dd OD, Polydex 4
dd gtt 1 OD, puyer metilprednisolon 3x2g.
BAB III
DISKUSI

Pasien anak laki-laki datang ke UGD RSUD DR. M. Haulussy Ambon


atas rujukan dari praktek dr. Carmila Tamtelahitu, Sp.M dengan keluhan nyeri
pada mata kanan disertai adanya darahpada bilik mata depan. Berdasarkan hasil
anamnesis yang dilakukan kepada keluarga diketahui bahwa anak tersebut
mengalami trauma tusukan pada mata sebelah kanan saat sedang bermain di
sekitar rumahnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya hifema, serta laserasi
kornea.
Pada pemeriksaan visus tidak dapat dilakukan pada hari pertama pasien
masuk ke UGD karena mata pasien sedang dibebat dan baru bisa dibuka pada saat
akan dioperasi. Sedangkan untuk VOS = >2/60. Setelah dilakukan operasi jahit
kornea, jahit sklera dan jahit konjungtiva dan dilakukan follow up selama pasien
dirawat di rumah sakit didapatkan VOD = LP (+), RG (+) dan VOS = >2/60.
Penanganan pada kasus ini adalah dengan tujuan utama
mempertahankan bola mata, memperbaiki penglihatan, mengurangi rasa nyeri
serta mencegah terjadinya infeksi pada bola mata. Sehingga pada proses operasi
tidak hanya dilakukan penjahitan kornea, sklera maupun konjungtiva namun juga
dilakuka irigasi aspirasi. Operasi dilakukan selama 144 menit dengan
menggunakan general anatesi. Selain itu juga pasien diberi antibiotik, antitetanus
profilaktik dan analgesik serta dilakukan konsultasi dengan spesialis anak.
Prognosis dari pasien ini adalah dubia. Karena tujuan utama
dilakukannya pembedahan adalah untuk menyelamatkan bola mata dengan
kemungkinan perbaikan penglihatan pasien sekitar 50%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI; 2012.

2. Othman, Ihab Saad. Ophthalmic Pathology: Interactive with Clinical


Correlation. Amsterdam: Kugler Publications; 2009.

3. Lang GK. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart. New York:
Thieme; 2006.

4. Olitsky, Scott E. dan Leonard B. Nelson. Pediatric Clinical Ophthalmology.


UK: Manson Publishing; 2012.

5. James B, Chew C, Bron A. Trauma. In: Lecture Notes on Ophthalmology. 9th


Edition. Oxford: Blackwell Publishing; 2005.

6. Aronson AA, Corneal Laceration [online] 2008 [cited 2017 May 16th]
Available from : http://www.emedicine.com/emerg/topic114.htm

7. Robson J, Globe Rupture [online] 2007 [cited 16 May 2017] Available from :
http://www.emedicine.com/emerg/topic218.htm

8. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Philadelphia: Elseiver


Limited; 2000.

9. Sachdeva D. 2005. Chemical Eye Burns, Available from URL:


http://www.emedicine.com/aaem/eye/topic102.htm

10. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Philadelphia: Elseiver


Limited; 2000.

11.Sandford, John. 2001. Eye Surgery in Hot Climates. Available at


http://www.cehjournal.org/files/eshc/eysurhc_ch11.pdf

12. Eva, Paul Riordan. 2012. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai