Anda di halaman 1dari 10

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan menambah semakin banyaknya tingkat


transportasi yang ada. Transportasi merupakan sektor pendukung dalam setiap aktivitas manusia
baik kegiatan pekerjaan rutin, bisnis, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Sebagai prasarana
pendukung,transportasi harus mendapatkan pelayanan yang baik sehingga diperoleh sistem
pergerakan yang efektif dan efisien bagi pengguna transportasi. Meningkatnya perpindahan
tersebut dituntut penyediaan fasilitas penunjang laju perpindahan manusia dan barang yang
memenuhi ketentuan keselamatan bagi pejalan kaki dimana pejalan kaki merupakan salah satu
komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.

Salah satu faktor yang menimbulkan permasalahan lalu lintas yaitu pejalan kaki. Pejalan
kaki sering dianggap hanya sebagai hambatan samping saja. Pergerakan pejalan kaki meliputi
pergerakan-pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan dan persimpangan. karena letak gedung
satu dengan gedung yang lain menyebar ke seluruh kawasan.Banyak kasus sering terjadi ketika
pejalan kaki menyeberangi suatu ruas jalan yang arus lalu lintas di jalan tersebut ramai, dapat
menimbulkan suatu konflik tersendiri antara pejalan kaki dan kendaraan yang melintas.
Keberadaan pejalan kaki tersebut memerlukan fasilitas bagi pejalan kaki, termasuk fasilitas
penyeberangan jalan seperti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang dapat mengakomodasi
pejalan kaki untuk menyeberangi ruas jalan, sehingga dapat mengurangi konflik antara pejalan
kaki dan kendaraan yang melintas. Agar pejalan kaki mau untuk menggunakan JPO tentunya
harus dijamin keamanan dan jarak berjalan tidak terlalu bertambah jauh. Penyediaan Jembatan
Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk mempermudah pejalan kaki untuk
menyeberang jalan dengan aman.

Tingkat penggunaan JPO di Kota Bandar Lampung masih sangat rendah sehingga
menunjukkan bahwa keselamatan bukanlah satu- satunya indikator yang berpengaruh dalam
penggunaan jembatan penyeberangan dalam pemilihan fasilitas. Masih ada faktor-faktor lain
yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakan jembatan penyeberangan, sehingga
diperlukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pejalan kaki untuk menggunakan
JPO. Sehingga dengan adanya analisis efektifitas penggunaan JPO dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakannya, diharapkan faktor-faktor tersebut
dapat dijadikan masukan dalam penyediaan JPO yang lebih diminati dan difungsikan.

Berdasarkan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 melihat bahwa lalu lintas dan
angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi
nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam
batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :

1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib,
lancar, dan terpadu dengan roda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional,
memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta
mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Undang- undang no 22 tahun 2009 salah satunya menjelaskan bahwa adanya harapan untuk
mewujudkan etika berlalu lintas dan budaya bangsa. Dalam hal ini tentunya juga mengarah pada
etika bagi pejalan kaki. Dalam UU ini juga mengatur tentang hak dan kewajiban pejalan kaki.
Pasal 131 ayat 1 sudah menjelaskan bahwa pejalan kaki berhak atas fasilitas penyeberangan.
Untuk memenuhi aturan tersebut, maka pemerintah menyediakan berbagai sarana, di antaranya
zebra cross, trotoar dan jembatan penyeberangan orang (JPO). Namun dalam praktiknya, UU ini
justru dirasakan tidak efektif, karena masyarakat cenderung tidak menggunakan sarana yang ada,
terlebih JPO.

Maka dari itu, tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab kurangnya
minat masyarakat dalam penggunaan jembatan penyeberangan orang (JPO), dengan studi kasus
JPO di Jln. R. Intan, Pasar Bawah. Hasil dari analisis akan di dapatkan solusi yang tepat dalam
mengatasi konflik lalu lintas antara pejalan kaki dan kendaraan yang sering terjadi di derah
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah
mengenai :
1. Apakah JPO di Jln R. Intan telah memberikan pelayanan yang baik terhadap pejalan kaki
?
2. Faktor- faktor apa saja yang menyebabkan beberapa masyarakat enggan menggunakan
JPO ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kurang efektifnya jembatan penyeberangan
dalam melayani penyeberang jalan ?

1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek
penelitian dimana kebenarannya perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah tersebut diatas
maka hipotesis yang dibuat penulis pada penelitian ini adalah:
1. Konstruksi bangunan JPO sudah tidak layak pakai
2. Jarak JPO dengan lokasi yang akan dituju terlalau jauh
3. Banyaknya copet dan pengemis yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi para
pengguna JPO.
4. Kondisi lingkungan JPO yang kotor sehingga menimbulkan bau tidak sedap

1.4 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik pejalan kaki/ pedestrian di daerah Jln R. Inten Bandar
Lampung.
2. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi hasil dari kinerja JPO di Jln R. Inten
kota Bandar Lampung.
3. Memberikan masukan atau informasi bagi pengambil kebijakan dalam mengatasi
permasalahan lalu lintas seperti membuat peraturan perencanaan dan penggunaan fasilitas
pejalan kaki berupa JPO yang ada di Kota Bandar Lampung.
4. Menambah wawasan bagi para pembaca dalam hal efektifitas jembatan penyeberangan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut John J. Fruin (1971) dalam perencanaan fasilitas bagi pejalan kaki, termasuk
fasilitas penyeberangan harus memperhatikan tujuh sasaran utama yaitu: keselamatan (safety),
keamanan (security), kemudahan (convenience), kelancaran (continuity), kenyamanan (comfort),
keterpaduan sistem (system coherence), dan daya tarik (attractiveness). Ketujuh faktor tersebut
saling berhubungan (inter-related) dan saling tumpang tindih (overlapping). Berubahnya salah
satu faktor akan mempengaruhi perubahan faktor yang lain. O’Flaherty (1997) mengelompokkan
fasilitas penyeberangan jalan menjadi dua jenis yaitu:

a. Penyeberangan sebidang (at-grade crossing).


b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing).

Penyeberangan sebidang merupakan tipe fasilitas penyeberangan yang paling banyak


digunakan karena biaya pengadaan dan operasionalnya relatif murah. Bentuk paling umum
adalah berupa uncontrolled crossing (penyeberangan tanpa pengaturan), lightcontrolled crossing
(penyeberangan dengan lampu sinyal), dan person-controlled crossing (penyeberangan yang
diatur oleh manusia) (TRRL, 1991). Penyeberangan tidak sebidang berupa pemisahan ketinggian
antara pejalan kaki dan kendaraan; pertama kali diperkenalkan oleh Leonardo da Vinci yang
merencanakan kota dengan sistem jalan raya berganda (double network streets) dimana para
pejalan kaki berada di level atas dan kendaraan berada di level bawah (Fruin, 1974)

2.1.Pengertian Efektifitas

Efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang
terlebih dahulu ditentukan sebelumnya. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana efektifitas
kegunaan JPO di Jl. R. Intan Bandar Lampung. Oleh karena itu, efektivitas yang dimaksud disini
adalah mengkaji bagaimana pemanfaatan JPO oleh masyarakat. Parameter penulis dikatakan
efektif apabila JPO lebih dipilih oleh sebagian besar masyarakat sebagai tempat untuk
menyeberang, walau mereka harus mengambil resiko lebih lelah dan lebih lama sampai daripada
menyebrang langsung dijalanan dengan tingkat keselamatan yang rendah.

2.2. Pentingnya Jembatan Penyebrangan Orang

Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung lalu lintas
yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal,
selat, lembah serta jalan. Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan
yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua
objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan
raya atau jalur kereta api.

Jembatan Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas pejalan kaki untuk
menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan tol, atau jalur kereta api dengan
menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah
secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi. Keberadaan fasilitas jembatan
penyeberangan orang di suatu daerah yang di bangun akan menimbulkan dampak untuk
memulainya sebuah pembangunan kesadaran masyarakat untuk mau menggunakan dan
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan fasilitas tersebut. Apabila
setiapmasyarakat dan para pengguna fasilitas mempunyai kesadaran yang tinggi, maka
kehidupan masyarakatpun akan menjadi sejahtera dan angka kecelakaan serta kemacetan lalu
lintas akan dapat dikurangi.

2.3. Fasilitas Pejalan Kaki

Fasilitas Pejalan kaki Berdasarkan “Pasal 1 Angka 26 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan” Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu
Lintas Jalan. Menurut “Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan kaki di Perkotaan” yang
diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Semua bangunan yang disediakan untuk pejalan
kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran,
keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki adalah jalur yang disediakan untuk
pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan
kelancaran, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki tersebut.

Didalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bagian
Keenam disebutkan mengenai Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas. Pasal 131
:

1. Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat
penyeberangan, dan fasilitas lain.
2. Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan ditempat
penyeberangan.
3. Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki
berhak menyeberang di tempat yang dipilih.

2.4.Syarat-syarat Khusus Jembatan Penyeberangan


 Lebar minimum jalur pejalan kaki dan tangga adalah 2,00 m.
 Pada kedua sisi jalur pejalan kaki dan tangga harus dipasang sandaran dengan tinggi
minimum 1,35 m.
 Ketinggian jembatan penyeberangan dengan jalan raya adalah 4,60 m (tidak dilalui
bus tingkat) dan 5,10 m (dilalui bus tingkat).
 Tinggi tanjakan minimum 15 cm dan maksimum 21,5 cm.
 Lebar injakan minimum 21,5 cm dan maksimum 30,5 cm.
 Jumlah tanjakan dan injakan disesuaikan dan ditetapkan berdasarkan tinggi lantai
jembatan yang direncanakan.

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan JPO

Menurut O’Flaherty (1997) dalam Setyawan (2006) faktor yang mempengaruhi penggunaan
fasilitas penyeberangan tidak sebidang, diurutkan berdasarkan yang terpenting menurut pejalan
kaki adalah :

1. Jarak (directness of route)


2. Kemudahan (ease of negotiation)
3. Estetik (interest of specific features)
4. Pertimbangan lingkungan (general enviromentl appeal)
5. Keselamatan(safety)

Menurut Hartarto (1986) dalam Setyawan (2006), pejalan kaki enggan menggunakan
jembatan karena malas, capai serta kondisi jembatan yang tidak menyenangkan seperti
ketinggian jembatan, sempt dan terjal, kondisi kotor. Pejalan kaki lebih memilih mengambil
resiko untuk menyebrang jalan karena merasa lebih praktis. Hal ini menyebabkan penyeberangan
sebidang adalah median jalan yang digunakan sebagai penyeberangan. Hal ini diperkuat dengan
penjelasan dari Bruce (1965), Hartanto (1986), TRRL (1991) dan O’Flaherty (1997) dimana
untuk meningkatkan penggunaan jembatan penyeberangan perlu di aplikasikan pagar pembatas
di tepi jalan dan atau di tengah jalan sehingga jika memilih menggunakan penyeberangan
sebidang harus menempuh rute yang lebih panjang atau malah sama sekali tidak mungkin
dilakukan (Setyawan, 2006

3. METODOLOGI PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jl. R. Intan Pasar Bawah Bandar Lampung.

Sumber : Google Map 2018


Gambar 3.1 Lokasi JPO R.Intan

2. Peralatan

Dalam melakukan penelitian ini digunakan alat untuk melaksanakan survey lapangan
sebagai berikut :

1. Alat tulis
2. Daftar pertanyaan (kuisioner)
3. Kamera

3. Teknik Pengumpulan Data


1) Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena atau
kejadian yang dilakukan secara sistematis.

2) Kuisioner
Kuisioner merupakan suatu alat pengumpulan data yang merupakan komunikasi
dengan para responden berupa suatu pertanyaan yang diberikan oleh peneliti untuk diisi
oleh para responden. Kemudian hasil dari data responden tersebut di ubah dalam bentuk
angka, analisa, uraian serta kesimpulan hasil penelitian.
3) Data primer .
Data Primer Data Primer yaitu data yang langsung diperoleh dari objek penelitian.
(Sugiyono, 2010:14)
4) Data Sekunder
Data skunder yaitu data yang penulis peroleh dan sumber data yang ada kaitannya
dengan penelitian. (Sugiyono, 2010:14)

4. Kajian Teori
1) Teori Persepsi
Menurut Kartono (1986:151) ia mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan
untuk melihat dan menanggapirealitas yang nyata. Sebagai mahluk sosial manusia
sekaligus juga mahluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu yang satu
dengan yang lainnya.

2) UU. LLUAJ No 22 Tahun 2009

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 melihat bahwa lalu lintas dan angkutan
jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional
sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam batang
tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :

1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib,
lancar, dan terpadu dengan roda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional,
memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta
mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat
5. Jumlah Penduduk

Data per Kecamatan Di Kota Bandar Lampung Tahun 2011-2015

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung


Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai