A.A. Navis - Bayang-Bayang
A.A. Navis - Bayang-Bayang
A. A. Navis
"Maksudmu?"
"Terus"´
"Oh, tidak. Sampai mati pun aku tidak mau. Aku cuma mau
menyamar jadi kamu. Selama satu hari saja. Oke?"
"Oke."
***
Ketika Si Dali yang lagi menyamar dalam bentuk bayang-
bayang raja memasuki Ruang Sidang Kabinet, kabinet lagi
bersidang dibawah pimpinan perdana menteri. Persis di waktu
perdana menteri sedang berkata: "Nah, Tuan-Tuan sudah tahu,
macam apa tokoh yang bernama Si Dali. Dia krempeng
seperti Nashar. slebor seperti Affandi. Matanya melotot
seperti.....seperti.....siapa, ya?" Sejenak dia terdiam ketika ingat
pada seorang presiden, yang dirasanya tidak etis kalau
diucapkan. Selanjutnya katanya lagi: "Ya, seperti Picasso bila
mengambil contoh maka pelukis. Dia jadi tokoh karena sering,
sangat sering, dipublikasi oleh pers dan televisi. Pidato atau
khotbah atau ucapannya se- ring dikutip, puisinya dinyanyikan
dalam berbagai pertunjukan sastra dan musik. Apa tidak
begitu?"
"Dia tidak akan jadi apa-apa kalau tidak ada pers dan televisi.
Makanya tidak bisa dibandingkan dengan raja. Raja tetap jadi
raja,meski tidak ada publikasi." kata seorang menteri.
"Kalau begitu raja tidak akan pernah mati, ya?" bisik seorang
menteri kepada rekannya di sebelah kiri.
Tapi anggota kabinet itu tidak ada yang acuh. Mereka masih
terus berbicara dengan sesamanya. Padahal menurut Si Dali,
dia telah bicara setengah berteriak sambil mengedari ruang di
tengah-tengah persidangan itu. Tiba-tiba dia sadar pada dirinya
yang tengah menjelma jadi bayang-bayang raja. Dengan berlari
kencang dia kembali ke rumahnya untuk membebaskan
dirinya dari bayang-bayang raja. Untuk kembali menjelma ke
jati dirinya sendiri.
***
Sampai di rumah ternyata pintu rumah ternganga. Di dalam
semuanya hitam. Tidak satupun lampu yang nyala atau cahaya
yang masuk. Tapi dia tahu persis letak sesuatu benda atau
ruang demi ruang. Meski berlari tidak satu benda pun
tersenggol. Meski tersenggol, oleh karena bayang-bayang tidak
akan menggeser,apalagi merusak. Maka dia langsung
menghambur ke kamar tidurnya, yang ketika pergi dulu
sebagai bayang-bayang raja.dirinya lagi mengalai di ranjang.
"Terlambat sudah."
"Terlambat?"
"Ayo, kita berganti jadi jati diri kita sendiri lagi." kata Si Dali.
"Aku mau. Tapi tak mungkin aku kembali jadi bayang- bayang
raja karena raja sudah wafat."
"Artinya?"
"Sekarang aku ini jadi apa?" tanya Si Dali yang bayang- bayang.
10 November 1999.
****