Anda di halaman 1dari 12

Bahasa Indonesia Keilmuan

Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Nama Anggota Kelompok 5:

Sri Marnela 165100200111008


Arfandi Hermawan 165100200111009
Hammam 165100200111024
Naurah Lulu 165100200111047
Zakiyul Fahmi 165100200111049

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

PRODI TEKNIK PERTANIAN

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa
Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu dengan pendukung yang
sangat kecil telah berkembang menjadi bahasa Indenesia yang besar. Bahasa ini telah
menjadi bahasa lebih dari 200 juta rakyat di Nusantara Indonesia. Sebagian besar di
antaranya juga telah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa
Indonesia yang tadinya berkembang dari bahasa Melayu itu telah “menggusur”
sejumlah bahasa local (etnis) yang kecil. Bahasa Indonesia yng semulanya berasal dari
bahasa Melayu itu bahkan juga menggeser dan menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang
cukup besar, seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi
bahasa dari masyarakat baru yang bernama masyarakat Indonesia. Di dalam
persaingannya untuk merebut pasar kerja, bahasa Indonesia telah mengalahkan bahasa-
bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah tumbuh dan
berkembang menjadi bahasa yang modern pula.
Perkembangan yang demikian akan terus berlanjut. Perkembangan tersebut akan
banyak ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat dan peran yang strategis dari
masyarakat dan kawasan ini di masa depan. Diramalkan bahwa masyarakat kawasn ini,
yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Brunai Darussalam, dan Filipina akan
menjadi salah satu global-tribe yang penting di dunia. Jika itu terjadi, bahasa Indonesia
(lebih jauh bahasa Melayu) juga akan menjadi bahasa yang lebih bersifat global. Proses
globalisasi bahasa Melayu (baru) untu kawasan Nusantara, dan bahasa-bahasa Melayu
untuk kawawsan Asia pasifik (mungkin termasuk Australia) menjadi tak terelakkan.
Peran kawasan ini (termasuk masyarakatnya, tentu saja) sebagai kekuatan ekonomi,
industri dan ilmu pengetahuan yang baru di dunia, akan menentukn pula bagaimana
perkembangan bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu) modern. Bahasa dan sastra
Indonesia sudah semenjak lama memiliki tradisi cosmopolitan. Sastra modern Indonesia
telah menggeser dan menggusur sastra tradisi yang ada diberbagai etnis yang ada d
Nusantara.
Perubahan yang terjadi itu tidak hanya menyangkut masalah struktur dan bahasa,
tetapi lebih jauh mengungkapkan permasalahan manusia baru (atau lebih tepat manusia
marginal dan tradisipnal) yang dialami manusia di dalam sebuah proses perubahan.
Lihatlah tokoh-tokoh dalam raoman dan novel Indonesia. Lihatlah tokoh Siti Nurbaya
di dalam roman Siti Nurbaya, tokoh Zainudin di dalam roman Tenggelamnya kapar Van
Der Wijck, tokoh Hanafi di dalam roman Salah Asuhan, tokh Tini, dan Tono di dalam
novel Belenggu, sampai kepada tokoh Lantip di dalam roman Priyayi. Mereka adalah
tokoh-tokoh yang berusaha masuk ke dunia yang baru, dunia yang global dengan
tertatih-tatih.
Dengan demikian, sastra Indonesia (dan Melayu) modern padahakikatnya adalah
sastra yang berada pada jalur yang mengglobal itu. Sebagaimana dengan perkembangan
bahasa Indonesia, sastra Indonesia tidak ada masalah dalam globalisasi karena ia
memangbersaa di dalamnya. Yang menjadi soal adalah bagaimana menjadikan bahasa
dan sastra itu memiliki posisi yang kuat di tengah-tengah masyarakatnya. Atau lebih
jauh, bagaimana langkah untuk menjadikan masyarakatnya memilikui posisi kuat di
tengah-tengah masyarakat dunia (lainnya).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia Keilmuan?
1.2.2 Bagaimana Karakteristik bahasa Indonesia Keilmuan?
1.2.3 Bagaimana penerapan bahasa Indonesia Keilmuan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan bahasa Indonesia keilmuan.
1.3.2 Menjelaskan karakteristik bahasa Indonesia Keilmuan.
1.3.3 Menjelaskan penerapan bahasa Indonesia Keilmuan dengan baik dan benar.

1.4 Manfaat
Kegunaan makalah ini bagi mahasiswa sendiri adalah sebagai sumber studi dalam
suatu pembelajaran bahasa Indonesia mengenai karakteristik bahasa indonesia keilmuan
dan contoh karakteristik bahasa indonesia keilmuan. Diharapkan mahasiswa akan lebih
memahami penjelasan tersebut dengan ruang lingkupnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahasa Indonesia Keilmuan


Bahasa Indonesia Keilmuan merupakan media pemapar berbagai gagasan
keilmuan baik berupa konsep, fakta, prinsip, prosedur, teori, atau yang lainnya.

A. Ciri-ciri ragam Bahasa Keilmuan


1. Cendekia
Bahasa yang cendekia menandakan bahwa penulis adalah seorang terpelajar
dan menguasai benar ketatabahasaan Bahasa Indonesia. Adapun arti lain dari
bahasa yang cendekia, menurut (Suparno, 1994) bahasa yang cendekia diartikan
sebagai bahasa yang mampu mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
Menurut, (Sugono, 1986) bahasa yang cendekia adalah bahasa yang mampu
membentuk pernyataan yang tepat dan saksama, serta abstrak. Contoh : Dengan
terus meningkatnya pertumbuhan investasi, tidak berdampak terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua sehingga ternyata keadaannya biasa-biasa
saja (kalimat tersebut tidak menunjukan bahasa yang cendekia), Investasi di
Papua terus tumbuh, tetapi pertumbuhan ekonominya rendah.

2. Lugas dan jelas


Bahasa Indonesia Keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan
ilmiah maka dari itu harus lugas dan tepat. Lugas artinya langsung
mengungkapkan apa yang dimaksudkan oleh penulis. Contoh : Buah merah baik
dikomsumsi karena tokcer untuk berbagai penyakit. Seharusnya, buah merah baik
dikomsumsi karena mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

3. Gagasan sebagai pangkal tolak


Bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu
berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak
pada penulis. Contohnyadalam penulisan karya ilmiah harus diawali dengan
pokok persoalan. Kata kerja dalam kalimat ini harus dalam bentuk pasif yakni
berawalan di-, ter- atau ke-. Kalimat seperti ini mengedepankan pokok persoalan.
Oleh karena itu, kata seperti penulis, saya atau kami harus dihilangkan. Dengan
gagasan sebagai pangkal tolak maka akan lahir kalimat pasif. Penggunaan kalimat
aktif dalam penulisan karya ilmiah hanya diperbolehkan jika dalam bentuk
kutipan baik langsung maupun tidak langsung. Penggunaan bentuk kalimat pasif
dalam karya ilmiah memang disyaratkan. Hal ini karena bentuk pasif bersifat
tidak menonjolkan penulis, tetapi atas dasar fakta. Persyaratan ini tidak hanya
dituntut untuk bahasa Indonesia, bahasa lain pun demikian. Termasuk bahasa
Inggris, Jepang, Perancis, bahasa Jawa dll.

4. Formal dan objektif


Komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini
berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia
keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau
resmi.Selain itu, ciri penanda sekaligus pembeda BIK dengan non BIK dapat
ditelusuri dalam tataran: bentukan kata, diksi, bentukan kalimat, dan pengembangan
paragraf.
B. Pola pengembangan kosakata keilmuan
Pola pengembangan kosakata keilmuan meliputi :
1. Pemberdayaan kosakata Bahasa Indonesia (BI)
KOSAKATA BI YANG PADANAN DALAM ACUAN MAKNA
LAZIM BAHASA INGGRIS BARU
baca, terbaca, keterbacaan readibility Menyatakan sifat dan
sedia, tersedia, ketersediaan avaibility syarat.
kikis, terkikis, keterkikisan aerodibility
oleh, perolehan, pemerolehan aquisition
ancang, ancangan approach
KOSAKATA BI LAMA MAKNA LAMA MAKNA BARU

liput, meliput Menutupi, Berita


menyelubungi,
melingkupi
rujuk Menikah lagi dengan referensi
istri yang telah
diceraikan

2. Menyerap kosakata Bahasa Daerah


Dalam penulisan karya ilmiah juga banyak memanfaatkan kosakata bahasa
daerah, misalnya kosakata (a) bahasa Jawa: anjlok, ambrol, ampuh, ajek, bejat,
bolong, bobrok, borok, cacat, cacah, cegat, cacat, dongkol, (b) bahasa Sunda;
anjangsana, becus, nyeri, gurat, (c) dialek Jakarta: usut, usil, telak, (e) bahasa
Minangkabau: acuh, asih, asuh, himbau, lambung, gigih, resah, dan senjang.
Dalam konteks keilmuan, sumbangan kosakata bahasa daerah lebih banyak
lebih banyak berkaitan dengan kosakata sosio-budaya. Kosakata yang dimaksud
antara lain: ama, adil, asah, asih, asuh, luhur, gotong-royong, telaten, luhur, rukun,
sabar, selaras, dsb. Untuk merawat dan mempertahankan kohesi sosial kata-kata
seperti itu sangat sering digunakan. Misalnya, untuk indikator kepedulian sosial
terhadap warga bencana alam di belahan wilayah kepulauan Indonesia.

3. Diksi Keilmuan
Diksi keilmuan terdiri dari kosakata yang diambil dari kosakata bahasa
Indonesia asli, penyerapan kosakata bahasa daerah, dan penyerapan kosakata bahasa
asing yang sesuai standar.
Diksi Keilmuan Diksi Nonkeilmuan
Pascasarjana pasca sarjana
pedayung pendayung
urin air seni (konotasi negatif)
oksigen zat asam (terjemahan terlalu panjang)
energy daya, gaya, tenaga, kekuatan (terjemahan lebih dari
satu)
analisis analisa
desain disain
dsb. dsb.
4. Kalimat keilmuan
Penggunaan kalimat dalam penulisan karya ilmiah perlu dilakukan secara
efektif. Keefektifan kalimat tersebut dapat diukur dari dua sisi, yaitu dari sisi
penulis dan pembaca. Dari sisi penulis, kalimat dikatakan efektif jika kalimat yang
digunakan dapat memahami gagasan keilmuan penulis secara tepat dan akurat. Dari
sisi pembaca, pesan kalimat ditafsirkan sama persis dengan yang dimaksudkan
penulisnya. Oleh sebab itu jika pembaca masih mengalami kebingungan, kesulitan
yang mengakibatkan salah menafsirkan pesan kalimat maka kalimat tersebut belum
dikatagorikan efektif. Kalimat dikatakan efektif jika memiliki ciri-ciri : gramatikal,
logis, lengkap, sejajar, hemat, dan ada penekanan.
a. Gramatikal
Kalimat memiliki ciri gramatikal jika kalimat tersebut disusun mengikuti
kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Untuk memperjelas pengertian tersebut,
perhatikan kalimat-kalimat berikut :
1) Pendapatmu tentang tafsiran karya sastra itu bersifat subjektif, tidak bisa
diterima olehku.
2) Mahasiwa Ekonomi akan ungkapkan perasaan mereka lewat unjuk karya
ilmiah.
Dua kalimat di atas tidak gramatikal. Contoh kalimat(a) tidak gramtikal
karena strukturnya tidak benar, kalimat(b) tidak gramtikal karena bentukan kata
transitifnya tidak benar.
b. Logis
Kalimat dikatakan logis jika jalan pikiran, atau gagasan keilmuan yang
dinyatakan dalam kalimat dapat diterima kebenarannya oleh akal sehat pembaca.
Perhatikan contoh kalimat berikut :
1) Masalah perencanaan karangan ini mau saya jelaskan pada pertemuan yang
akan datang.
2) Di pabrik rokok Gudang Garam banyak membutuhkan tenaga kerja wanita,
terutama yang belum menikah.
Kedua kalimat di atas tidak logis. Kalimat (a) tidak logis karena pilihan
katanya yang salah. Kata mau tidak tepat untuk konteks tersebut. Perencanaan
karangan tidak mungkin mempunyai kemauan yang mempunyai kemauan adalah
orangnya. Contoh kalimat (b) tidak logis karena di pabrik rokok Gudang Garam
tidak mungkin membutuhkan tenaga kerja wanita, yang membutuhkan itu
adalah pabrik rokok Gudang Garam. Penempatan kata depan (di) sebelum subjek
mengakibatkan kalimat itu tidak logis.
c. Lengkap
Dalam kalimat keilmuan diperlukan penggunaan unsur-unsur wajib, yakni
penggunaan subjek, predikat, objek, dan keterangan secara jelas. Perhatikan
contoh kalimat berikut ini :
1) Para guru SD sebenarnya sudah berusaha menerapkan, tetapi KTSP itu
memang rumit.
2) Bank-bang di Indonesia sudah mulai berani meminjami pengusaha kecil.
Dua contoh kalimat diatas tidak lengkap. Karena, contoh kalimat (a) dan (b)
tidak mempunyai objek.
d. Sejajar
Kesejajaran kalimat artinya kesamaan atau keserasian unsur kebahasaaan,
misalnya bentukan kata, atau pola struktur yang digunakan dalam suatu kalimat.
Gagasan atau informasi keilmuan yang sama hendaknya dinyatakan dalam
bentukan kata atau pola struktur kalimat yang sama, sepadan atau sejajar.
Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
1) Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini pimpinan lembaga peneliitian
belum merekomendasi usulan penelitian ini.
2) Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar keadaan menjadi sehat, di
antaranya adalah (i) berolahraga, (ii) istirahat secukupnya, dan (iii) minum
yang banyak.
Kedua kalimat di atas tidak sejajar. Contoh kalimat (a)tidak sejajar karena
pola struktur klausa pertama terbentuk pasif dan pola struktur klausa kedua
berbentuk aktif. Contoh kalimat (b) tidak sejajar karena rincian (i) berbentuk kata
kerja (ii) berbentuk kata benda, dan (iii) berbentuk kata sambung.
e. Hemat
Kalimat dikatakan hemat jika seluruh unsur yang digunakan dalam kalimat
misalnya, kata, istilah, dan frasa benar-benar mendukung gagasan keilmuan
penulisnya. Oleh sebab itu penggunaan kata, istilah, dan frasa secara mubazir,
boros, atau berlebih-lebihan sebaiknya dihindari.Perhatikan conton berikut ini:
1) Pembelajaran tentang sain saat ini perlu penanganan khusus karena banyak
para siswa yang mengeluhkan kesulitan materi pembelajaran tersebut.
2) Maksud daripada dicantumkannya subtopik latihan pada setiap modul adalah
untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi.
Kedua kalimat di atas tidak hemat karena menggunakan kata ‘tentang’ dan
‘daripada’ yang tidak mendukung gagasan penulisnya. Kedua kata dalam dua
kalimat tersebut seharusnya dihilangkan.
f. Penekanan
Gagasan atau informasi yang dipentingkan oleh penulis perlu diberi
penekanan. Hal ini dilakukan oleh penulis agar informasi yang dinyatakan
memperoleh perhatian dari pembaca. Penekanan unsur kalimat dilakukan dengan
cara meletakkan unsur yang ditekankan di awal pernyataan, atau membubuhi
partikel pementing, yakni ‘lah’, ‘kah’, dan ‘pun’. Perhatikan contoh berikut ini:
1) Wanita karyawan sepatutnya mendapatkan perhatikan khusus dari perusahaan
tempat mereka bekerja.
Dalam contoh kalimat (a), yang ditekankan dalam kalimat tersebut adalah
“karyawan wanita”. Karena itu, unsur tersebut diletakkan di awal kalimat.
Demikian juga frasa karyawan wanita, kata karyawan menempati inti frasa. Kata
tersebut berkedudukan sebagai kata yang diterangkan dan ditempatkan di awal
frasa, sehingga susunannya bukanlah wanita karyawan, tetapi karyawan wanita.

5. Paragraf keilmuan
Paragraf dalam penulisan karya ilmiah memiliki ciri hampir sama dengan
paragraf pada umumnya. Yang membedakan adalah keketatan dalam pengembangan
gagasan dan penyusunan kalimatnya. Gagasan dalam paragraf keilmuan dituntut
pengembangannya secara utuh, dan lengkap. Kalimat-kalimat dalam paragraf
keilmuan dituntut penyusunannya secara runtut atau memiliki kohesi dan koherensi.
Berikut ini dicontohkan paragraf keilmuan, yakni: kesatuan gagasan,
keutuhan/kebertalian (koheren), dan kecukupan isi/kelengkapan gagasan.
a. Kesatuan Gagasan
Paragraf dinyatakan memiliki kesatuan gagasan apabila seluruh uraian atau
detil pengembangannya, seluruh detil penunjang tidak boleh menyimpang dari
gagasan utama. Perhatikan contoh berikut :
Contoh:
(1) Sebuah Penelitian mengandung tiga unsure pokok, yakni apa yang diteliti,
bagaimana penelitian itu dilaksanakan, dan mengapa penelitian itu dilaksanakan.
(2) Pertanyaan pertama mengenai masalah penelitian, pertanyaan kedua mengenai
metodologi penelitian, dan pertanyaan ketiga mengenai pentingnya penelitian. (3)
Usaha untuk menjawab apa merupakan kegiatan pokok. (4) Oleh karena itu,
kegiatan tersebut merupakan inti dari pelakasanaan suatu penelitian.
Dalam contoh (1) di muka, kalimat (1) adalah kalimat utama, kalimat (2),
(3), dan (4) adalah kalimat penjelas. Kalimat penjelasannya sama-sama
mendukung gagasan utama (1) yakni masalah penelitian.
b. Kohesi / Koherensi
Paragraf dinyatakan memiliki kebertalian atau koherensi apabila hubungan
antar kalimat sebelum dan sesudahnya bersifat runtun atau tidak melompat-
lompat. Paragraf bukanlah kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-masing
berdiri sendiri. Paragraf dibentuk oleh beberapa kalimat yang mempunyai
hubungan timbale-balik secara fungsional.
Contoh:
(1) Dalam mengajarkan sesuatu, langkah pertama yang perlu dilakukan ialah
menentukan tujuan (2) Tanpa adanya tujuan yang sudah ditetapkan, materi yang
diberikan, metode yang digunakan, dan evaluasi yang dipilih, tidak akan
memberikan manfaat bagi anak didik dalam menerapkan hasil proses belajar
mengajar. (3) Dengan mengetahui tujuan, dapat ditentukan materi yang akan
diajarkan, metode yang digunakan, serta bentukevaluasinya.
c. Kecukupan Isi dan Gagasan
Paragraf dinyatakan memiliki kesatuan isi dan gagasan apabila diuraikan
sejumlah rincian atau detil penunjang sebagaimana dituntut oleh gagasan utama
paragraf. Paragraf yang rincian atau detil penunjangnya tidak cukup disebut
paragraf mini.
Contoh:
(1) Ilmu dan teknologi memberikan sumbangannya kepada perbaikan produksi
pertanian denngan berbagai cara yang penting. (2) Pupuk yang diracik secara
alamiah membuat tanah pertanian lebih produktif.

C. Fungsi Bahasa Indonesia Keilmuan


1. Bahasa Nasional
a. Sebagai lambang identitas nasional
b. Sebagai lambang kebangsaan nasional
a. Sebagai alat pemersatu bangsa
b. Sebagai alat perhubungan antar suku dan budaya
2. Bahasa Resmi
a. Sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
b. Sebagai sarana komunikasi resmi antar desa, daerah, provinsi dll
c. Sebagai bahasa iptek
d. Sebagai bahasa resmi kenegaraan
3. Fungsi Politis
a. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
b. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
4. Fungsi Hakiki
a. Fungsi komunikasi
b. Interpersonal
c. Kelompok

2.2 Karakteristik Bahasa Indonesia Keilmuan


BIK merupakan media pemapar berbagai gagasan keilmuan baik berupa konsep,
fakta, prinsip, prosedur, teori, atau yang lainnya. Dalam penulisan karya keilmuan perlu
diperhatikan 7 asas, yaitu: Keobjektifan, Kejelasan, Keringkasan, Kelogisan, Kepaduan,
Koherensi, Penekanan.
Mengacu pada tujuh asas diatas maka secara umum BIK mempunyai lima
karakteristik yaitu:
1. Objektif
Kata-kata yang digunakan harus netral/tidak memihak dan berorientasi pada
gagasan/objeknya.
2. Ringkas dan jelas
Komunikasi keilmuan adalah komunikasi lugas dan langsung pada inti informasi.
Oleh sebab itu unsur bahasa yang digunakan juga lugas dengan menghindari kata-
kata metaforis atau kata-kata konotatif. Komunikasi keilmuan harus langsung pada
inti informasi dengan cara menggunakan unsur bahasa.
3. Cendekia
Kecermatan dalam pemilihan kata. Penulis harus mampu memilih kata dengan
cermat sehingga pernyataannya terbentuk dengan tepat, cermat, logis, dan abstrak.
4. Formal
Bahasa Indonesia yang digunakan untuk kegiatan keilmuan harus bersifat formal.
5. Konsisten
Penggunaan unsur bahasa dalam karya keilmuan digunakan secara konsisten. Unsur
kebahasaan yang dimaksud adalah kosakata/istilah, bentukan kata, dan penggunaan
singkatan. Dalam karya keilmuan jika sebuah istilah atau kata digunakan maka
selanjutnya istilah/kata tersebut digunakan secara konsisten.

2.3 Penerapan Bahasa Indonesia Keilmuan


Penggunaan Bahasa Indonesia Keilmuan harus baik dan benar.Maksud
dari bahasa benar adalah mengikuti kaidah yang dibakukan danbahasa
baik adalah mengikuti pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan
penutur dan jenis pemakaian bahasa. BahasaIndonesia yang baik dan benar mengacu ke
ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Penggunaan unsur Bahasa Indonesia Keilmuan dalam karya ilmiah digunakan
secara konsisten. Unsur kebahasaan yang dimaksud adalah kosakata atau istilah,
bentukan kata, dan penggunaan singkatan. Hal itu berbeda dengan diksi dalam karya
non keilmuan yang lebih menekankan pada kevariasian penggunaan kata.
Dalam karya keilmuan jika sebuah istilah atau kata digunakan maka selanjutnya
istilah atau kata tersebut digunakan secara konsisten. Maksudnya adalah kosakata/
istilah, bentukan kata, dan penggunaan singakatan.
Bahasa merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa karena
bahasa merupakan sarana untuk membuka wawasan bangsa (khususnya pelajar dan
mahasiswa) terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Dengan kata
lain, bahasa merupakan sarana untuk menyerap dan mengembangkan pengetahuan.
Gagasan tersebut telah mendorong usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa keilmuan. Usaha pemodernan ini telah ditandai dengan dibentuknya
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan diterbitkannya buku Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan, dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Walaupun publikasi
tersebut belum secara tuntas menggambarkan aspek kebahasaan yang diharapkan,
publikasi tersebut memberi isyarat bahwa untuk memantapkan kedudukan bahasa
Indonesia perlu ada suatu pembakuan baik dalam bidang ejaan maupun tata bahasa.
Pembakuan ini merupakan suatu prasyarat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa keilmuan. Publikasi itu merupakan salah satu sarana untuk menuju ke status
tersebut.
Kita memaklumi bahwa bahasa Inggris yang kita kenal sekarang memang dapat
dikatakan mempunyai ejaan dan struktur bahasa yang baku. Karena itu, bahasa tersebut
telah mencapai status untuk digunakan sebagai bahasa keilmuan. Tentu saja kedudukan
semacam itu tidak bisa terjadi begitu saja. Bahasa tersebut telah mengalami
pengembangan dan perluasan dalam waktu hampir tiga abad untuk mencapai statusnya
seperti sekarang. Status yang demikian akhirnya juga menjadi sikap mental bagi
pemakai dan penuturnya. Artinya, kesalahan dalam penggunaan bahasa baik tata bahasa
maupun ejaan (spelling) merupakan suatu kesalahan yang dianggap tercela dan
memalukan apalagi di kalangan akademik. Sudah menjadi kebiasaan umum dalam
penilaian pekerjaan tulis pelajar dan mahasiswa di Amerika bahwa salah eja akan
mengurangi skor pekerjaan tulis tersebut. Hal seperti itu dapat terjadi karena pemilihan
ejaan didasarkan pada kaidah yang baku dan bukan didasarkan atas selera pemakai.
Bandingkan dengan keadaan di Indonesia khususnya di kalangan profesional dan
akademik.
Kesadaran akan adanya pedoman yang baku mencerminkan bahwa masyarakat
mempunyai mentalitas untuk mengikuti apa yang menjadi ketentuan atau kesepakatan
bersama. Memang dalam setiap ketentuan yang baku selalu ada penyimpangan. Akan
tetapi, penyimpangan tentu saja diharapkan sangat minimal. Bila penyimpangan lebih
banyak daripada ketentuan yang baku berarti ketentuan baku tersebut praktis tidak ada
manfaatnya sama sekali. Dalam kehidupan sehari-hari, bila kebijaksanaan lebih banyak
dari ketentuan yang telah digariskan, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Bila
dalam kehidupan bermasyarakat lebih banyak kebijaksanaan (yang berarti
penyimpangan) dari-pada ketentuan hukum yang berlaku maka kepercayaan masyarakat
terhadap hukum menjadi berkurang dan akhirnya masyarakat lebih mempercayai atau
menganut jalan simpang. Oleh karena itu, semboyan “bahasa menunjukkan
bangsa” sebenarnya bukan sekadar ungkapan klise melainkan semboyan yang
mempunyai makna filosofis yang sangat dalam. Sikap masyarakat terhadap bahasa
barangkali dapat dijadikan indikator mengenai sikap masyarakat dalam hidup bernegara.
Mungkinkah perilaku dalam penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini merupakan
refleksi sikap mental kita yang selalu mengharapkan kebijaksanaan daripada mengikuti
ketentuan yang berlaku.
Begitu juga dalam hal ragam bahasa dalam konsep ilmiah yang menuntut
kecermatan dalam penalaran dan bahasa. Dalam hal bahasa, seperti karya tulis dan
alporan penelitian harus memenuhi ragam bahasa formal atau terpelajar dan bukan
bahasa informal atau pergaulan. Ragam bahasa terdiri atas dasar media atau sarana,
penutur, dan pokok persoalan. Atas dasar media, ragam bahasa terdiri atas ragam bahasa
lisan dan tulis. Atas dasar penuturnya, terdapat beberapa ragam yaitu dialek, terpelajar,
resmi, dan takresmi. Dari segi pokok persoalan, ada berbagai ragam antara lain ilmu,
hukum, niaga, jurnalistik, dan sastra.
Ragam bahasa dalam konsep ilmiah hendaknya mengikuti ragam bahasa yang
penuturnya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti
kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau ambiguitas makna karena ragam
bahasa ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa dalam konsep
Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk
melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang
pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang
ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa
selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi
juga argumentasi, di ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya
kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tersebut
dapat tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat
karya tersebut diterbitkan. mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan
persyaratan utama.
Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau konseptual
yang sulit dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk
mengungkapkan hal semacam itu, diperlukan struktur bahasa dan kosakata yang
canggih. Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan
atau pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat.
Dengan karakteristik ini, suatu gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa
kesalahan makna bagi penerimanya. Berikut ini terdapat beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam karya tulis ilmiah berupa penelitian, yaitu:
1. Bermakna isinya
2. Jelas uraiannya
3. Singkat dan padat
4. Berkesatuan yang bulat
5. Memenuhi kaidah kebahasaan
6. Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
7. Komunikatif secara ilmiah
Aspek komunikatif hendaknya dicapai pada tingkat kecanggihan yang diharapkan
dalam komunikasi ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah tidak selayaknya membatasi
diri untuk menggunakan bahasa (struktur kalimat dan istilah) popular khususnya untuk
komunikasi antarilmuwan. Karena makna simbol bahasa harus diartikan atas dasar
kaidah baku, karya ilmiah tidak harus mengikuti apa yang nyatanya digunakan atau
popular dengan mengorbankan makna yang seharusnya. Bahasa keilmuan tidak
selayaknya mengikuti kesalahkaprahan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai