Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENELITIAN

PERBANDINGAN METODE RANDOM SAMPLING DAN METODE


TRANSEK DALAM ANALISIS EKOSISTEM PADANG LAMUN SEBAGAI
DAERAH ASUHAN BIOTA LAUT DI PANTAI BAMA-TAMAN
NASIONAL BALURAN
Diajukan untuk Balai Taman Nasional Baluran
Dosen Pengampu :
Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Citra Chairunnisa (11140161000005)


2. Novia Nurhayati (11140161000006)
3. Siti Munfarikha Sari (11140161000007)
4. Stifani Martha (11140161000018)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
JAKARTA

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 2
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 2
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah .......................................................................................................................... 4
D. Perumusan Masalah ........................................................................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian................................................................................................................................ 4
F. Manfaat Penelitian.............................................................................................................................. 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................................... 6
A. Landasan Teori .................................................................................................................................. 6
B. Penelitian Relevan .............................................................................................................................. 8
BAB III ....................................................................................................................................... 9
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................................................... 9
B. Alat dan Bahan ................................................................................................................................... 9
C. Metode Penelitian ............................................................................................................................... 9
D. Prosedur Penelitian .......................................................................................................................... 10
E. Populasi dan Sampel ........................................................................................................................ 11
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................................... 11
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................................... 13
A. Deskripsi Data ................................................................................................................................... 13
B. Pembahasan Hasil Penelitian............................................................................................................ 14
C. Keterbatasan Penelitian .................................................................................................................... 15
BAB V PENUTUP ................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 16
B. Implikasi .......................................................................................................................................... 16
C. Rekomendasi ................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 18

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lamun atau secara internasional dikenal dengan seagrass, merupakan tumbuhan
tingkat tinggi yang termasuk dalam Angiospermae yang sudah sepenuhnya menyesuaikan
diri hidup terbenam di dalam laut dangkal. Lamun tidak sama dengan rumput laut.
Rumput laut yang sering disebut oleh masyarakat umum sebenarnya adalah makroalga,
sedangkan tumbuhan lamun tergolong Angiospermae (Septi, 2015). Lamun merupakan
satu-satunya tumbuhan berbiji terbuka (Angiospermae) yang memiliki akar tinggal, daun
dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut serta dapat beradaptasi di perairan
yang salinitasnya cukup tinggi. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 52 jenis lamun,
dimana di Indonesia terdapat 13 jenis (Faizal, 2016). Di Indonesia, salah satu padang
lamun terdapat di pantai Bama Taman Nasional Baluran. Vegetasi lamun yang berada di
perairan Pantai Bama Taman Nasional Baluran cukup luas dan beragam. Secara ekologis
ekosistem lamun di Taman Nasional Baluran merupakan habitat, tempat mencari makan,
sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat berlindung, tempat pemijahan,
tempat bermain dan tempat berkembang biak banyak biota laut seperti ikan, udang,
teripang, dan lainnya (Sugara, 2014)
Ekosistem lamun memiliki berbagai fungsi penting di laut dangkal yang masih
belum banyak dikenal dan diperhatikan bila dibandingkan dengan ekosistem pesisir
lainnya seperti mangrove dan terumbu karang. Menurut Tomascik menyatakan bahwa
ekosistem padang lamun di daerah pesisir memiliki fungsi sebagai produsen primer,
pendaur zat hara, stabilisator dasar perairan, perangkap sedimen, serta penahan erosi, bagi
kehidupan ikan sebagai tempat berlindung, tempat mencari makan dan ruang hidup.
Fungsi lain dari lamun yang sangat penting bagi kehidupan di bumi yaitu lamun berfungsi
sebagai penyerap karbon yang kurang lebih sama seperti tumbuhan di darat pada
umumnya (Septi, 2015).
Keberadaan lamun dapat menjadi indikator tingkat kesuburan dan produktivitas di
suatu perairan mengingat peran lamun sebagai habitat beberapa jenis biota laut. Tingkat
kesuburan lamun menentukan dominansi dan keanekaragaman biota laut yang berasosiasi
di dalamnya. Dalam mempelajari sumber daya lamun dan biota yang berasosiasi
didalamnya, diperlukan telaah tentang distribusi, komposisi dan kerapatan yang
digunakan sebagai dasar penelitian awal (Faizal, 2016). Sebagai ekosistem pesisir,
2
3

keberadaan ekosistem lamun ini memiliki ancaman kerusakan yang dapat mengurangi
jumlah populasinya. Kerusakan ekosistem lamun disebabkan dari kegiatan manusia dan
juga aktivitas alam (Septi, 2015).
Menurut Fortes aktivitas manusia yang dapat merusak ekosistem padang lamun
diantaranya adalah pengerukan dan penimbunan/ reklamasi di wilayah pesisir sehingga
menenggelamkan ekosistem tersebut. Adanya dermaga dan tempat pendaratan
kapal/perahu, penggunaan jaring pantai (beach seine) yang ditarik melalui ekosistem
padang lamun, perburuan ikan duyung (dugong), adanya limbah pertanian dan
pertambakan juga ikut berperan dalam merusak ekosistem padang lamun di Asia
Tenggara (Arifin, 2005). Apabila aktivitas manusia ini meningkat maka kualitas
lingkungan perairan akan menurun dan juga akan menurunkan fungsi ekosistem lamun
tersebut. (Septi, 2015).
Mengingat besarnya peranan ekosistem padang lamun dan banyaknya ancaman-
ancaman dari berbagai aktivitas manusia, industri dan pembangunan terhadap rusaknya
dan menurunnya peranan ekologis dari ekosistem tersebut, maka usaha perlindungan dan
pelestariannya melalui program manajemen dan konservasi padang lamun menjadi
mutlak dilakukan. Menurut Fortes untuk keperluan manajemen dan konservasi diperlukan
pemahaman yang baik mengenai ekologi mereka menyangkut sebaran jenis, kerapatan,
persen penutupan dan jenis-jenis yang berassosiasi dengan padang lamun (Arifin, 2005).
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode transek dan random
sampling. Metode random sampling digunakan untuk memilih sampel dengan cara
sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sangat besar
untuk diambil sebagai sampel (Sarah,2015).
Metode transek kuadrat terdiri dari transek dan frame berbentuk kuadrat. Transek
adalah garis lurus yang ditarik di atas padang lamun, sedangkan kuadrat adalah frame/
bingkai berbentuk segi empat sama sisi yang diletakan pada garis tersebut(Rahmawati,
2014). Tujuan transek adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan
perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan
secara cepat (Dian, 2017).
Berdasarkan pemaparan tersebut maka perlu dilakukan kajian mengenai
perbandingan metode random sampling dan metode transek dalam analisis ekosistem
padang lamun sebagai daerah asuhan biota laut di Pantai Bama-Taman Nasional Baluran
agar kelestarian dari ekosistem ini dapat terjaga.
4

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Metode transek kuadrat dapat mengetahui jenis-jenis lamun yang berada di pantai
Bama
2. Metode random sampling dapat mengambil peluang lamun yang sangat besar untuk
dijadikan sebagai sampel
3. Ekosistem lamun memiliki berbagai fungsi penting di laut dangkal yang masih
belum banyak dikenal dan diperhatikan.
4. Sebagai ekosistem pesisir, keberadaan ekosistem lamun ini memiliki ancaman
kerusakan yang dapat mengurangi jumlah populasinya.
5. Kerusakan ekosistem lamun disebabkan dari kegiatan manusia dan juga aktivitas
alam.
6. Meningkatnya aktivitas manusia ini menyebabkan kualitas lingkungan perairan
akan menurun dan juga akan menurunkan fungsi ekosistem lamun tersebut.

C. Pembatasan Masalah
Masalah–masalah yang ditetapkan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini
dibatasi hal-hal berikut:
1. Pengamatan dan pengambilan data hanya dilakukan di Pantai Bama.
2. Pengamatan hanya dilakukan selama 3 hari.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana perbandingan metode random sampling dan metode transek dalam
analisis ekosistem padang lamun sebagai daerah asuhan biota laut di Pantai Bama-Taman
Nasional Baluran?”

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbandingan metode random sampling
dan metode transek terhadap analisis ekosistem padang lamun sebagai daerah asuhan
biota laut di Pantai Bama-Taman Nasional Baluran.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini, sebagai berikut :
5

1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang keanekaragaman vegetasi yang
dapat dimanfaatkan untuk pestisida alami.
2. Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dan dapat
dijadikan acuan serta masukan dalam penelitian lainnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Taman Nasional Baluran
Taman Nasional Baluran atau juga lebih di kenal dengan julukannya, Africa Van
Java adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Admin Taman Nasional
Baluran, 2017).
Taman Nasional Baluran atau yang juga disebut Little Africa in Java, terdapat
beberapa destinasi alam. Dari luasnya padang Savana Bekol, sampai lebatnya hutan
hijau Evergreen Forest, hingga keindahan bawah laut di Bama. Dan juga ada beberapa
destinasi lain seperti Gua Jepang, Curah Tangis, Sumur Tua, Manting, Dermaga,
Kramat, Kajang, Balanan, Lempuyang, Talpat, Kacip, Bilik, Sejileh, Teluk Air Tawar,
Batu Numpuk, Pandean atau Candi Bang (Admin Taman Nasional Baluran, 2017).
Berdasarkan Buku Zonasi Balai Taman Nasional Baluran tahun 2012, taman
nasional tertua di Indonesia ini mempunyai luas 25.000 hektar, yang terdiri dari
26.990,3 hektar daratan dan 2.051,68 hektar perairan laut, dengan zonasi terdiri dari
Zona Inti seluas 6.920,18 hektar (27,68 persen), Zona Rimba sekitar 12.604,14 hektar
(50,42 persen), Zona Perlindungan Bahari seluas 1.174,96 hektar (4,70 persen), Zona
Pemanfaatan sekitar 1,856,51 hektar (7,43 persen), Zona Tradisional seluas 1.340,21
hektar (5,36 hektar), Zona Rehabilitasi sebanyak 365,81 (1,46 persen) dan Zona
Khusus sekitar 738,19 hektar (2,5 persen). Peraturan terbaru menyebutkan luas total
TN Baluran menjadi 29.041,68 hektar dari 26.990 hektar daratan dan 2.051,98 hektar
perairan laut (Rizki dan Fajar, 2014).
Baluran memiliki temperatur udara 27-34 derajat celcius, curah hujan 900-1.600
mm/tahun, ketinggian tempat 0-1.247 mdpl, serta letak geografis 7°29’-7°55’ LS,
114°17’-114°28’ BT. Nama Baluran diambil dari gunung yang berada di kawasan itu
yakni gunung Baluran (Rizki dan Fajar, 2014).
2. Pantai Bama
Pantai dengan hamparan pasir putih ini terletak ± 3 km dari Savana Bekol, dan
dikelilingi oleh hutan mangrove sebagai habitat berbagai jenis burung dan satwa

6
7

primata. Di tempat ini terdapat kera abu-abu yang sedang memancing menggunakan
ekornya di pantai pada pagi hari. Selain kera abu-abu (Macaca fascicularis), di sekitar
Pantai Bama pengunjung dapat menemukan satwa lutung (Trachypitecus auratus),
biawak (Varanus salvator), dan aneka jenis burung (Admin Taman Nasional Baluran,
2017).
Selain panorama darat, Pantai Bama menyimpan keindahan panorama bawah air
yang menawan. Aneka terumbu karang dan ikan hias dapat ditemui disini. Pantai
Bama ramai dikunjungi pada saat musim liburan sekolah (Admin Taman Nasional
Baluran, 2017).
3. Padang Lamun
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbiji terbuka (Angiospermae)
yang memiliki akar tinggal, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut
serta dapat beradaptasi di perairan yang salinitasnya cukup tinggi. Di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 52 jenis lamun, dimana di Indonesia terdapat 13 jenis
diantaranya. Lamun banyak tumbuh di daerah intertidal yang masih dipengaruhi
pasang surut air laut. Ekosistem lamun memiliki peran dan fungsi ekologis yang
cukup besar, diantaranya sebagai pelindung pantai; tempat hidup, berlindung dan
berkembangbiak bagi beberapa biota laut; penghasil oksigen dalam perairan dan
masih banyak peranan lainnya (Ulkhaq, dkk, 2016)
Ekosistem lamun memiliki peran penting dalam ekologi kawasan pesisir,
karena menjadi habitat dari berbagai biota laut seperti penyu hijau, dugong, ikan,
echinodermata dan gastropoda yang menjadikan lamun sebagai tempat mencari
makan (feeding ground). Peran lain lain adalah menjadi benteng pertahanan (barrier)
ekosistem terumbu karang dari ancaman pendangkalan (sedimentasi) yang berasal
dari daratan. Walaupun demikian, padang lamun merupakan ekosistem yang rentan.
Berbagai aktivitas manusia dan industri memberikan dampak negatif terhadap
ekosistem padang lamun baik secara langsung maupun tidak, seperti pembersihan
atau pemanenan lamun yang dilakukan untuk tujuan tertentu, masuknya sedimen atau
limbah dari daratan, dan pencemaran minyak. Kerusakan juga dapat ditimbulkan
oleh baling-baling perahu atau jangkar kapal, hal ini merupakan penyebab yang
sangat umum dijumpai di berbagai pantai (Rugebregt, 2015).
Menurut Fortes aktivitas manusia yang dapat merusak ekosistem padang lamun
diantaranya adalah pengerukan dan penimbunan/ reklamasi di wilayah pesisir
8

sehingga menenggelamkan ekosistem tersebut. Adanya dermaga dan tempat


pendaratan kapal/perahu, penggunaan jaring pantai (beach seine) yang ditarik
melalui ekosistem padang lamun, perburuan ikan duyung (dugong), adanya limbah
pertanian dan pertambakan juga ikut berperan dalam merusak ekosistem padang
lamun di Asia Tenggara (Arifin, 2005). Apabila aktivitas manusia ini meningkat
maka kualitas lingkungan perairan akan menurun dan juga akan menurunkan fungsi
ekosistem lamun tersebut. (Septi, 2015).

B. Penelitian Relevan
Penelitian ini dilaksanakan dengan merujuk ke beberapa hasil penelitian, yang
diantaranya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Supriadi, Kaswadji, Bengen dan
Hutomo menunjukkan hasil penelitian bahwa produktivitas daun lamun berkisar antara
0.604 - 1.494 gC/m2/hari, sedangkan produktivitas rhizoma berkisar antara 0.013 - 0.050
gC/m2/hari. Jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata
mempunyai kontribusi besar terhadap produktivitas lamun (Supriadi, Kaswadji, Bengen
dan Hutomo, 2012).

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rugebregt pada tahun 2015 menunjukkan
hasil penelitian yaitu didapatkan sepuluh jenis lamun yaitu Cymodocea serullata,
Cymodecea rotundata, Syringodium isotefilium, Halophila ovalis, Halophila minor,
Enhalus acroides, Halodule pinifolia, Halodule uninervis, Thalassia hempirichii, dan
Thalossodenron ciliatum. Persentase penutupan lamun terbesar terdapat di Tamangil
Nuhuten (50,75 %), kemudian diikuti di Tamangil Nuhuyanat (62,61%), Soindrat
(51,53%), Ngafan (58,70%), dan Tutrean (57,15%). Kualitas perairan masih baik untuk
menunjang kehidupan lamun yang sehat (Rugebregt, 2015).

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Fajarwati, Setianningsih, dan Muzani


pada tahun 2015 berdasarkan hasil penelitiannya mengenai kondisi lamun (seagrass) di
Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu tergolong ke dalam kriteria lamun yang
kurang sehat sampai dengan miskin lamun, dengan persentase penutupan lamun pada
stasiun 1 sebesar 31% tergolong ke dalam kondisi kurang sehat, stasiun 2 dan 3 dengen
persentase 19,4% dan 20,3% dan tergolong ke dalam kategori kondisi miskin lamun
(Fajarwati, Setianningsih, dan Muzani, 2015).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 6 November – 8 November 2017. Penelitian ini
berlokasi di Pantai Bama Taman Nasional Baluran.
B. Alat dan Bahan
Dalam penelitian ini membutuhkan beberapa alat serta bahan. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu: tali rapia sebanyak satu gulung, meteran sebanyak
satu buah, plot 50 x 50 cm sebanyak empat buah, GPS sebanyak satu buah, serta buku
dan alat tulis. Plot 50 x 50 cm digunakan sebagai alat bantu penelitian. Tali rapia
digunakan untuk menghubungkan satu plot dengan plot lain. Meteran digunakan untuk
mengukur jarak antar plot serta stasiun dengan stasiun lain dalam transek. Agar arah
transek dapat tegak lurus, maka digunakan GPS sebagai alat bantu dalam menentukan
arah tegak lurus dari bibir pantai. Pencatatan data pengamatan ditulis dalam buku. Bahan
yang digunakan yaitu semua jenis tumbuhan lamun yang terdapat di Pantai Bama Taman
Nasional Baluran serta semua jenis biota laut yang berasosiasi di padang lamun Pantai
Bama.

C. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan survey
lapangan. Penentuan lokasi stasiun menggunakan metode purposive sampling (secara
sengaja) berdasarkan tingkat kerapatan tutupan lamun yang dianggap representatif di
kawasan pantai Bama, TN Baluran. Pengamatan terhadap lamun yang digunakan berupa
metode Transek Kuadrat dan metode random sampling. Metode random sampling
digunakan untuk memilih sampel dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota
populasi mempunyai peluang yang sangat besar untuk diambil sebagai sampel
(Sarah,2015). Sampling dengan metode transek kuadrat dilakukan secara sistematis dari
pantai tegak lurus ke arah luar sampai tidak ditemukan lamun (Supriadi, 2012).
Di setiap stasiun pengamatan diletakkan transek-transek garis dari arah darat ke
arah laut. Penentuan letak titik-titik contoh atau untuk membuat transek dilakukan
berdasarkan pengamatan terhadap kondisi lokasi, perkiraan luas areal lamun dan
melakukan pembagian wilayah tersebut menurut stasiun/transek (Arifin, 2005). Jumlah

9
10

tunas setiap jenis lamun di dalam transek dihitung untuk mengetahui kepadatannya
(Supriadi, 2012).
Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi padang lamun
adalah metode transek dan petak contoh (transect plot). Metode Transek dan Petak
Contoh adalah metode pencuplikan contoh suatu populasi yang berada pada garis yang
ditarik melewati wilayah ekosistem lamun (Marsya, 2015).
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan membadningkan dua metode. Metode pertama
yaitu Transek kuadrat, dimana langkah-langkah penelitian mteode ini yaitu sebagai
berikut:
1. Dilakukan survey awal lokasi penelitian
2. Jumlah plot transek ditentukan setelah mengetahui luas pantai
3. Plot diletakkan tegak lurus dari bibir pantai menggunakan GPS
4. Plot-plot dihubungkan dengan menggunakan tali rapia agar tetap tegak lurus
dengan jarak antar plot sejauh 10 meter
5. Pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi dan menghitung spesies lamun
yang ada di dalam plot, serta menghitung biot laut yang beraosiasi pada plot
tersebut.
6. Selanjutnya, pada jarak sejauh 20 meter diletakkan plot sejajar dengan stasiun 1
dan dihubungkan dengan tali rapia, plot ini sebagai stasiun 2
7. Pengamatan dilakukan dengan hal yang sama seperti pada nomor 3-5 pada
stasiun 2 sampai stasiun 4 dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
3.1
Metode kedua yaitu menggunakan metode random sampling, dimana penempatan
plot sebanyak 16 plot diletakkan secara acak. Langkah-langkah untuk melakukan metode
random hampir sama dengan metode transek kuadrat, namun bedanya terletak hanya
pada peletakkan plot yang diletakkan acak. Peletakkan plot ini harus dapat mewakili
padang lamun yang ada di pantai Bama.

10
11

40 meter 10 meter

20 meter 20 meter 20 meter

Gambar 3.1 Transek Kuadrat

E. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tumbuhan Lamun di Taman Nasional
Baluran – Jawa Timur. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah tumbuhan lamun di
Pantai Bama Taman Nasional Baluran – Jawa Timur.

F. Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
berupa pengamatan secara langsung. Data yang diukur meliputi kerapatan lamun,
persentase penutupan lamun, serta jenis biota laut yang berasosiasi dengan lamun
tersbeut. Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung dengan mengambil data
tambahan yaitu meliputi keadaan umum lokasi penelitian.

G. Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa analisis vegetasi.
1. Penutupan Lamun
Cara menghitung penutupan lamun dalam satu kuadrat adalah menjumlah
nilai penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam kuadrat dan membaginya
dengan jumlah kotak kecil (Rahmawati, 2014). Untuk pengamatan kerapatan jenis
lamun dilakukan pengambilan contoh pada plot-plot yang telah ditetapkan.
Perhitungan penutupan jenis lamun pada tiap petak menggunakan rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑚𝑢𝑛 (25 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘)
𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑚𝑢𝑛 (%) =
25

11
12

2. Kerapatan Jenis
jumlah individu suatu spesies
Kerapatan (K) = individu/ha
luas seluruh petak
kerapatan suatu spesies
Kerapatan Relatif (KR) = kerapatan seluruh spesies x 100%

3. Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman dengan menggunakan rumus yang diadopsi dari Shannon


dan Wiener (Krebs, 1986):

H’ = - ∑ ( Pi ln Pi) dimana Pi = ∑ ni / N

H’: Indeks Keanekaragaman jenis

Pi : Perbandingan jumlah individu satu jenis dengan jumlah individu keseluruhan sampel
dalam plot

Kisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wienner adalah:


H’ < 2 : keanekaragaman rendah
2 < H’< 3 : keanekaragaman sedang
H’ > 3 : keanekaragaman tinggi

12
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Data

1. Hasil Analisis Data


Tabel 4.1 Data Transek Pantai Bama
Jumlah Kerapatan Indeks Keanekaragaman Jenis
Nama Spesies
Individu Relatif Nilai H’ Keterangan
Cymodocea rotundata 1140 61,42% 0,299 Rendah
Enhalus acoroides 601 32,38% 0,365 Rendah
Halophila ovalis 112 6,04% 0,169 Rendah
Halophila decipiens 1 0,05% 0,007 Rendah
Halodule pinifolia 2 0,11% 0,007 Rendah
Total 1856 100% 0,847 Rendah

Tabel 4.2 Data Random Pantai Bama


Jumlah Kerapatan Indeks Keanekaragaman Jenis
Nama Spesies
Individu Relatif Nilai H’ Keterangan
Cymodocea rotundata 1406 80,94% 0,172 Rendah
Enhalus acoroides 155 8,92% 0,215 Rendah
Syringodium isoetifolium 176 10,13% 0,232 Rendah
Total 1737 100% 0,619 Rendah

Keterangan:
Kisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wienner adalah:
H’ < 2 : keanekaragaman rendah
2 < H’< 3 : keanekaragaman sedang
H’ > 3 : keanekaragaman tinggi

13
14

B. Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi lamun dan makrozoobenthos
yang dilakukan di Pantai Bama, TN Baluran, bahwa dengan menggunakan metode
Transek, ditemukan 5 spesies lamun yang berbeda, sedangkan pada metode Random
hanya ditemukan 3 spesies lamun saja. Jenis lamun pada metode transek yaitu
Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halophila decipiens,
dan Halodule pinifolia. Sedangkan pada metode random terdapat spesies Cymodocea
rotundata, Enhalus acoroides, dan Syringodium isoetifolium. Jadi dengan
menggunakan metode random ditemukan spesies Syringodium isoetifolium yang hanya
dapat ditemukan pada jarak kira-kira 100 meter dari bibir pantai.
Kuo (2007) dalam Rahmawati et al., (2014) menyatakan bahwa hampir seluruh
perairan Indonesia tersebar 13 jenis lamun dengan luas keseluruhan berkisar 30.000
km2. Jenis lamun yang memiliki kerapatan relatif tertinggi di Pantai Bama TN Baluran
yaitu Cymodocea rotundata. Hasil ini dapat terlihat dari kedua metode bahwa pada
spesies Cymodocea rotundata memiliki presentasi paling tinggi yaitu pada metode
transek sebesar 61,42% dan pada metode random sebesar 80,94%. Sedangkan spesies
dengan kerapatan relatif terendah pada metode transek yaitu Halodule pinifolia
sebesar 0,11%, dan pada metode random Syringodium isoetifolium yaitu sebesar
10,13%.
Berdasarkan data yang telah didapatkan, indeks keanekaragaman jenis pada
metode transek sebesar 0,847, sedangkan pada metode random indeks
keanekaragamannya bernilai 0,619. Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman,
penggunaan metode transek dan metode random sama-sama memiliki tingkat
keanekaragaman jenis yang rendah.
Makrozoobenthos merupakan jenis hewan benthos yang berukuran makroskopis.
Hasil pengamatan dan identifikasi makrozoobenthos di Pantai Bama, TN Baluran
menunjukkan bahwa genus Holothuria melimpah di padang lamun Pantai Bama,
Taman Nasional Baluran. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah individu pada genus
Holothuria yang paling banyak dibandingan makrozoobenthos atau biota laut lainnya.
Dengan hasil tersebut dapat dikatakan padang lamun di Pantai Bama, Taman Nasional
Baluran sebagai daerah asuhan biota laut masih terbilang baik.
Baluran tergolong memiliki keanekaragaman yang rendah. Hal ini ditunjukkan
dengan sedikitnya jenis spesies yang terdapat di Pantai Bama yang diduga karena

14
15

rendahnya keanekaragaman padang lamun di lokasi penelitian. Semakin rendah


keanekaragaman padang lamun berakibat semakin sedikitnya jenis spesies di suatu
perairan. Namun, jika dilihat dari biota laut yang terdapat di padang lamun tersebut,
dapat dikatakan padang lamun di Pantai Bama masih dapat menjadi daerah asuhan
biota laut, dikarenakan kelimpahan biota laut seperti teripang, ikan kecil, serta keong
yang masih sangat melimpah.
C. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan data hasil pengamatan, dalam penelitian ini data tersebut belum
dapat merepresentasi data yang sesungguhnya dikarenakan luas wilayah padang lamun
yang ada di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran sangat luas. Serta, waktu
pengamatan yang hanya tiga hari dinilai kurang cukup untuk meneliti padang lamun di
Pantai Bama, Taman Nasional Baluran.

15
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan metode Transek, ditemukan 5 spesies lamun yang berbeda, sedangkan
pada metode Random hanya ditemukan 3 spesies lamun saja. Kerapatan relatif dari
kedua metode pada spesies Cymodocea rotundata memiliki presentasi paling tinggi
yaitu pada metode transek sebesar 61,42% dan pada metode random sebesar 80,94%.
Indeks keanekaragaman jenis pada metode transek sebesar 0,847 sedangkan pada
metode random indeks keanekaragamannya bernilai 0,619. Kedua metode yang
digunakan menunjukkan bahwa pada metode transek dan metode random sama-sama
memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang rendah. Baluran tergolong memiliki
keanekaragaman yang rendah. Namun, jika dilihat dari biota laut yang terdapat di
padang lamun tersebut, dapat dikatakan padang lamun di Pantai Bama masih dapat
menjadi daerah asuhan biota laut, dikarenakan kelimpahan biota laut seperti teripang,
ikan kecil, serta keong yang masih sangat melimpah.
B. Implikasi
Penelitian ini dapat berguna dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
penelitian di bidang biologi. Hasil dalam penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur
sebagai penelitian selanjutnya.
C. Rekomendasi
Penelitian ini seharusnya dilakukan dengan waktu yang lebih lama, agar data
yang didapatkan lebih representatif. Serta perlu dilakukan survey tempat sebelum
melakukan penelitian agar penentuan transek dapat lebih baik dan mewakili padang
lamun yang ada di Pantai Bama Taman Nasional Baluran.

16
DAFTAR PUSTAKA
Arifin dan Jamaluddin Jompa. Studi Kondisi dan Potensi Ekosistem Padang Lamun Sebagai
Daerah Asuhan Biota Laut. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia,
Desember 2005, Jilid 12, Nomor 2: 73-79. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. 2005.
Darsono, Prapto. Pengenalan Secara Umum Tentang Teripang (Holothlrians). Volume XXIII,
Nomor 1, Oseana. 1998.

Dian, Arista Nova,dkk. Analisis Vegetasi Tumbuhan Menggunakan Metode Transek Garis
(Line Transect) Di Kawasan Hutan Lindung Lueng Angen Desa Iboih Kecamatan
Sukakarya Kota Sabang. Vol. 4 No. 1, Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017.

Fajarwati, Septi Dwi, Setianingsih, Asma Irma, dan Muzani. Analisis Kondisi Lamun
(Seagrass) DI Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Spatial Wahana Komunikasi
dan Informasi Geografi Vol. 13 No. 1. Universitas Negeri Jakarta. 2015.
Gama, Sugara. Struktur Komunitas Vegetasi Lamun Di Perairan Pantai Bama. Taman
Nasional Baluran. Jawa Timur. https://respository.ub.ac.id/35699/ . 2014 diakses pada
tanggal 15 Oktober 2017 pukul 18.44.
Petrus Rizki dan Jay Fajar. Menengok Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Baluran.
Apa Sajakah?. http://www.mongabay.co.id/2014/08/30/menengok-keanekaragaman-
hayati-di-taman-nasional-baluran-apa-sajakah/ . 2014 diakses pada 30 Oktober 2017
pukul 19:27 WIB.
Rahmawati, Susi dkk. Panduan Monitoring Padang Lamun. Bogor: PT Sarana Komunikasi
Utama. 2014.
Rugebregt, Marsya J. Ekosistem Lamun di Kawasan Pesisir Kecamatan Kei Besar Selatan,
Kabupaten Maluku Tenggara, Propinsi Maluku, Indonesia. Widyariset Vol. 1 No. 1,
Desember 2015: 79-86. UPT Loka Konservasi Biota Laut Tual LIPI – Maluku
Tenggara. 2015.
Sarah,dkk. Analisis Biomassa Lamun di Desa Pengundang Kecamatan Teluk Sebong
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. http://jurnal.umrah.ac.id/wp-
content/uploads/gravity_forms/1ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2015/08/JURN
AL-BETUL-SARAH.pdf . diakses pada 10 Desember 2017 pukul 20.28 WIB
Supriadi, Richardus F. Kaswadji, Dietrich G. Bengen, Malikusworo Hutomo. Produktivitas
Komunitas Lamun di Pulau Barranglompo Makassar. Jurnal Akuatika Vol. III No. 2.
Makassar. 2012.
Syukur, Abdul. Konservasi Lamun Untuk Keberlanjutan Sumber Daya Ikan di Perairan
Pesisir Indonesia. Jurnal Biologi Tropis. Vol. 16. No.1. Universitas Mataram. 2016
Ulkhaq, Mohammad Faizal, dkk. Dominansi dan Diversitas Lamun dan Makrozoobenthos
pada Musim Pancaroba di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, Situbondo. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1. Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga Surabaya. 2016.

17
25

Wildan. 5 Klasifikasi Teripng Secara Umum. 2016. https://dosenbiologi.com


/hewan/klasifikasi-teripang . diakses pada 10 Desember 2017 pukul 19.23 WI

18
LAMPIRAN
Lembar Identifikasi Lamun Menurut Rahmawati (2014)

Ciri-ciri
No Spesies dan Gambar
Daun Rimpang Batang Tempat hidup
1. Lamun Tropika  Daun sangat Rimpang tebal dengan rambut Tumbuh di perairan dangkal
(Enhalus acoroides) panjang hitam panjang dan akar seperti dengan substrat pasir berlumpur.
 Bentuk mirip pita tali
 Panjang daun 30-
150 cm

2. Lamun Dugong  Bintik-bintik Rimpang tebal dengan skala Tumbuh di substrat pasir-
(Thalassia hemprichii) hitam kecil (sel diantara tunas (shoot) lumpuran sampai pecahan
tannin) pada daun karang dari daerah atas pasang
 Bentuk sabit tinggi sampai ke surut rendah,
(sedikit kadang-kadang muncul di atas
melengkung) permukaan air selama surut
 Panjang daun 10- rendah
40 cm
3. Lamun Bergigi  Ujung daun Tumbuh hanya di daerah yang
(Cymodocea serrulata) bergerigi berbatasan dengan mangrove di

19
 Lembar helai daun substrat pasir, kadang pecahan
4-9 mm karang dan sedikit berlumpur.
 Panjang daun 6-15
cm dan seringkali
bergaris
 Seludang daun
berbentuk segitiga

4. Lamun Ujung Bulat  Ujung daun Tumbuh di substrat pasir, kadang


(Cymodocea rotundata) membulat pecahan karang dan sedikit
 Helai daun sempit berlumpur.
(2-4 mm)
 Panjang daun 7-15
cm
 Seludang daun
berkembang
dengan baik
5. Lamun Senduk Tak  Panjang helai Tumbuh pada substrat berlumpur
Berurat daun 1-2,5 cm
(Halophila decipiens)  Rambut daun pada
kedua sisi

20
 Tepi daun
bergerigi

6. Lamun Senduk Kecil  Pembuluh daun Hidup berdampingan dengan


(Halophila minor) melintang kurang vegetasi lamun yang tidak
dari 4-8 menutup penuh permukaan
 Helai daun kecl, sedimen
berbentuk oval
 Panjang daun 0,8-
1,3 cm
 Permukaan daun
tidak berambut
7. Lamun Senduk  Jumlah pembuluh
(Halophila ovalis) daun melintang
10 atau lebih
 Permukaan daun
tidak berambut

21
8. Lamun Senduk Dasar  Bentuk daun bulat Tumbuh pada rataan terumbu
Keriting panjang karang yang rusak
(Halophila spinulosa)  Memiliki 4-7
pasang tulang
daun
 Memiliki tangkai
yang panjang
 Dapat
berpasangan
sampai 22 pasang
9. Lamun Serabut Var.  Ujung daun Umumnya rimpang pucat, Batangnya Tumbuh di substrat pasir atau
Daun Lebar berbentuk trisula dengan bekas luka daun pendek, tegak pasir dengan koral dari daerah
(Halodule uninervis)  Satu pusat berwarna hitam dan vertikal pasang tinggi sampai pasang
pembuluh daun rendah, kadang - kadang
bercampur dengan jenis lamun
lain

10. Lamun Serabut Var.  Ujung daun Umumnya rimpang pucat, batang pendek Tumbuh pada substrat pasir
Daun Sempit membulat dengan bekas luka daun pada setiap ruas berlumpur atau pasir dengan
(Halodule pinifolia)  Satu pusat berwarna hitam pecahan karang mulai pada

22
pembuluh daun pasang tertinggi ke daerah
pasang tengah, kadang - kadang
bercampur dengan jenis lamun
lain

11. Lamun Kayu  Kelompok daun Rimpang berkayu Dijumpai pada dasar perairan
(Thalassodendron ciliate) pada batang tegak yang cekung dan berdekatan
 Daun berbentuk dengan daerah tubir terumbu
sabit dengan karang.
ujung bergerigi

12. Lamun Alat Suntik  Penampang Tumbuh padat di substrat pasir


(Syringodium isoetifolium) melintang daun atau pasir dengan pecahan
berbentuk silinder karang di daerah bawah surut
 Ujung daun rendah bercampur dengan jenis
mengecil pada lamun lain, tetapi kadang -
satu titik kadang ditemukan tumbuh
 Panjang daun 7-30 sendiri.
cm

23
A. DATA PLOT
1. Data Lamun Metode Transek
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Plot 1 Plot 1 Plot 1 Plot 1
Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata Cymodocea
1140
6 6 3 4 6 3 0 0 2 1 5 4 5 4 3 3 2 4 4 6 rotundata
1 3 4 5 7 0 0 0 2 1 1 3 4 3 2 1 2 2 3 5 Enhalus acoroides 601
8 3 5 3 2 2 3 2 1 0 6 6 5 4 3 5 6 3 0 1 Halophila ovalis 112
3 3 2 6 2 0 0 0 2 0 6 6 3 2 1 5 1 0 0 2 Halophila decipiens 1
8 8 7 6 6 1 1 1 0 2 5 4 3 3 3 3 4 0 3 3 Halodule pinifolia 2
117 24 94 68 Total 1856
Plot 2 Plot 2 Plot 2 Plot 2
Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata Enhalus acoroides Cymodocea rotundata
8 5 6 4 11 11 9 8 8 7 9 5 3 0 0 2 0 1 1 5
9 8 2 2 9 7 6 7 6 8 9 10 0 0 0 3 3 0 3 2
7 4 5 1 6 8 12 5 7 4 0 0 0 0 0 1 4 4 3 1
7 6 1 6 5 7 8 7 6 3 0 2 4 2 0 1 1 3 2 2
4 5 5 5 5 2 5 8 7 8 0 0 0 0 0 6 7 7 5 4
136 174 44 71
Halophila decipiens Halophila ovalis Halophila ovalis
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 7 8
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 4 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 5 5 5 3
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 3 1 5 1
1 0 0 0 0 3 0 0 0 0 7 5 5 7 7
1 3 105

24
Plot 3 Plot 3 Plot 3 Plot 3
Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata Enhalus acoroides
0 7 4 5 7 5 8 11 8 7 0 0 4 0 0 1 3 2 1 1
6 4 4 3 6 5 11 10 7 9 2 2 1 4 0 1 0 1 0 1
6 5 5 3 6 5 4 7 11 7 2 4 3 1 0 3 2 0 1 1
7 4 3 4 3 5 8 8 10 6 5 3 0 0 0 0 1 3 2 2
5 7 4 6 4 9 7 6 5 4 2 2 0 0 0 4 1 0 2 4
118 183 35 37
Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides
9 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 7 5 5 9
0 0 0 0 0 2 5 2 2 0 3 3 2 2 8
0 0 0 0 0 4 5 8 5 2 8 4 6 6 8
0 0 0 0 0 2 4 4 5 0 4 3 9 7 9
0 0 0 0 0 9 5 5 2 0 5 5 7 6 4
9 73 137
Halodule pinifolia Halophila ovalis
0 0 0 0 0 0 4 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 4
Plot 4 Plot 4 Plot 4 Plot 4
Cymodocea rotundata Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides
3 7 2 3 2 5 5 5 4 3 1 2 4 2 6 5 6 7 6 2
8 3 3 8 7 7 6 6 8 5 0 1 0 4 6 4 3 5 6 6

25
6 3 5 3 4 9 8 7 6 7 2 1 1 5 0 3 3 2 1 6
7 6 5 3 2 8 6 4 8 8 1 2 1 0 1 4 5 0 1 6
7 2 6 7 8 8 3 6 8 6 1 0 2 2 4 2 2 3 1 3
120 156 49 92
Enhalus acoroides
Total Stasiun 3
0 0 0 0 0
Total stasiun 2 = 617 = 464 Total Stasiun 4 = 268
0 0 1 0 0
0 1 0 0 2 Total keseluruhan = 1856
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
4

Total Stasiun 1 = 507

26
2. Data Lamun Metode Random
Plot 1 Plot 10
Cymodocea rotundata Enhalus acoroides
8 6 7 3 5 2 3 0 0 0
8 8 7 5 4 0 0 3 4 7
Nama Spesies Jml
8 7 6 5 6 0 1 1 0 0
Cymodocea rotundata 1406
6 5 4 3 3 0 0 3 4 1
Enhalus acoroides 155
6 8 8 11 11 2 3 2 1 1
Syringodium isoetifolium 176
158 38
Total 1737
Plot 2 Syringodium isoetifolium
Cymodocea rotundata 0 0 0 0 0
13 8 8 13 8 1 1 1 2 0
4 5 7 4 4 1 3 0 0 2
5 4 9 5 8 4 3 0 2 4
7 4 6 7 1 1 2 1 0 0
6 5 8 6 8 28
163 Plot 11
Syringodium isoetifolium Enhalus acoroides
0 0 3 1 0 1 1 3 5 4
4 1 1 2 7 0 1 3 3 1
2 0 0 0 0 2 2 3 3 1
0 0 0 0 3 4 0 0 0 4
0 0 0 0 0 0 1 0 0 1
24 43
Plot 3 Syringodium isoetifolium
Cymodocea rotundata 4 3 1 1 0
5 5 3 6 8 0 0 3 2 2
3 5 2 2 5 0 1 0 0 1
5 4 3 5 3 1 1 0 0 2
4 4 4 3 5 3 3 0 2 0
4 4 5 4 5 30
106 Cymodocea rotundata
Enhalus acoroides 0 2 2 2 0

27
0 0 0 0 0 3 0 0 3 0
0 0 0 0 0 3 4 1 1 0
0 4 3 5 0 0 2 3 1 2
0 0 4 0 0 1 0 0 4 0
0 0 0 0 0 34
16
Plot 4 Plot 12
Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata
5 4 4 2 4 0 0 4 1 2
5 4 3 2 4 5 6 1 1 3
4 5 5 6 7 6 2 1 0 3
3 5 3 5 8 0 5 4 5 5
3 3 4 6 8 1 4 4 6 6
112 75
Plot 5 Plot 13
Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata
10 6 4 5 6 10 5 7 8 2
6 7 8 5 7 5 5 6 5 3
9 6 7 10 9 3 3 9 1 7
4 6 7 8 9 1 1 6 1 0
5 7 6 4 5 1 3 4 6 2
166 104
Plot 6 Syringodium isoetifolium
Cymodocea rotundata 0 0 3 1 0
8 9 3 4 3 4 1 1 2 7
4 3 2 5 6 2 2 1 0 0
5 4 5 4 3 0 1 0 1 3
9 6 2 1 3 0 0 1 1 0
8 8 6 6 3 31
120 Plot 14
Syringodium isoetifolium Cymodocea rotundata
0 0 1 2 1 2 3 5 5 2
2 1 2 1 2 3 3 1 1 0

28
4 4 5 4 3 1 1 2 3 4
0 6 2 1 3 4 4 6 3 1
0 0 0 0 2 1 3 2 4 1
46 65
Plot 7 Enhalus acoroides
Cymodocea rotundata 0 2 2 1 1
0 1 2 3 5 1 0 2 0 0
0 1 3 3 1 0 1 1 1 2
0 4 0 1 1 0 0 4 2 0
0 0 3 0 5 1 0 3 0 0
1 2 2 3 4 24
45
Plot 8 Plot 15
Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata
2 2 1 4 1 8 9 3 4 3
1 1 3 2 1 4 3 2 5 6
2 1 2 2 2 5 4 5 4 3
2 2 0 4 3 9 6 2 1 3
5 4 6 5 5 8 8 6 6 3
63 120
Plot 9 Cymodocea rotundata
Enhalus acoroides 2 0 0 4 5
1 2 3 5 4 1 2 2 2 3
0 0 0 3 0 3 1 2 1 2
2 1 3 3 0 1 2 2 1 3
3 0 0 0 1 5 1 2 5 0
0 0 1 1 1 52
34

Syringodium isoetifolium
4 4 0 0 0
0 0 0 2 2
0 0 0 0 0

29
1 0 0 0 0
1 3 0 0 0
17
Cymodocea rotundata
0 0 0 0 0
3 3 2 0 0
3 4 0 0 0
0 0 3 1 0
1 2 1 0 0
23

30
B. Identifikasi Spesies
1. Identifikasi Spesies Lamun di Pantai Bama
Tabel 4.3 Identifikasi Spesies Lamun
No Nama Lokal dan
Gambar Spesies Deskripsi Spesies
Nama Spesies
1. Lamun Tropika  Daun sangat panjang
(Enhalus  Bentuk mirip pita
acoroides)  Panjang daun 30-150 cm
 Rimpang tebal dengan
rambut hitam panjang dan
akar seperti tali.
 Tumbuh di perairan
dangkal dengan substrat
pasir berlumpur.
Nilai Konservasi
 Lamun pada sistem ekologi di lingkungan laut berperan untuk mendukung
komunitas ikan, terutama pada sebagian tahapan siklus hidup, sehingga sangat
penting untuk keberlanjutan sumber daya perikanan pesisir, sumber makanan dan
tempat mencari makan kura – kura dan ikan duyung
 Meningkatkan kualitas air
 Penyerapan karbon
2. Lamun Alat  Penampang melintang
Suntik daun berbentuk silinder
(Syringodium  Ujung daun mengecil pada
isoetifolium) satu titik
 Panjang daun 7-30 cm
 Tumbuh padat di substrat
pasir atau pasir dengan
pecahan karang di daerah
bawah surut rendah
bercampur dengan jenis
lamun lain, tetapi kadang -

31
kadang ditemukan tumbuh
sendiri.
Nilai Konservasi
 Lamun pada sistem ekologi di lingkungan laut berperan untuk mendukung
komunitas ikan, terutama pada sebagian tahapan siklus hidup, sehingga sangat
penting untuk keberlanjutan sumber daya perikanan pesisir, sumber makanan dan
tempat mencari makan kura – kura dan ikan duyung
 Meningkatkan kualitas air
 Penyerapan karbon
3. Lamun Ujung  Ujung daun membulat
Bulat  Helai daun sempit (2-4
(Cymodocea mm)
rotundata)  Panjang daun 7-15 cm
Seludang daun berkembang
dengan baik

Nilai Konservasi
 Lamun pada sistem ekologi di lingkungan laut berperan untuk mendukung
komunitas ikan, terutama pada sebagian tahapan siklus hidup, sehingga sangat
penting untuk keberlanjutan sumber daya perikanan pesisir, sumber makanan dan
tempat mencari makan kura – kura dan ikan duyung
 Meningkatkan kualitas air
 Penyerapan karbon

32
4.  Ujung daun membulat
 Satu pusat pembuluh daun
Lamun Serabut  Umumnya rimpang pucat,
Var. Daun dengan bekas luka daun
Sempit berwarna hitam
(Halodule  batang pendek pada setiap
pinifolia) ruas
 Tumbuh pada substrat
pasir berlumpur atau pasir
dengan pecahan karang
mulai pada pasang
tertinggi ke daerah pasang
tengah, kadang - kadang
bercampur dengan jenis
lamun lain.

Nilai Konservasi
 Lamun pada sistem ekologi di lingkungan laut berperan untuk mendukung
komunitas ikan, terutama pada sebagian tahapan siklus hidup, sehingga sangat
penting untuk keberlanjutan sumber daya perikanan pesisir, sumber makanan dan
tempat mencari makan kura – kura dan ikan duyung
 Meningkatkan kualitas air
 Penyerapan karbon
5. Lamun Senduk  Panjang helai daun 1-2,5
Tak Berurat cm
(Halophila  Rambut daun pada kedua
decipiens) sisi
 Tepi daun bergerigi
 Tumbuh pada substrat
berlumpur
Nilai Konservasi
 Lamun pada sistem ekologi di lingkungan laut berperan untuk mendukung

33
komunitas ikan, terutama pada sebagian tahapan siklus hidup, sehingga sangat
penting untuk keberlanjutan sumber daya perikanan pesisir, sumber makanan dan
tempat mencari makan kura – kura dan ikan duyung
 Meningkatkan kualitas air
 Penyerapan karbon
6.  Jumlah pembuluh daun
melintang 10 atau lebih
Lamun Senduk  Permukaan daun tidak
(Halophila berambut
ovalis)

Nilai Konservasi
 Lamun pada sistem ekologi di lingkungan laut berperan untuk mendukung
komunitas ikan, terutama pada sebagian tahapan siklus hidup, sehingga sangat
penting untuk keberlanjutan sumber daya perikanan pesisir, sumber makanan dan
tempat mencari makan kura – kura dan ikan duyung
 Meningkatkan kualitas air
 Penyerapan karbon

34
2. Data Pengamatan Biota Laut di Pantai Bama
Tabel 4.4 Data Random Pantai Bama
Jumlah
No Gambar Deskripsi
Individu
1. Ditemukan dengan metode transek pada plot
3. Spesies teripang ini di temukan pada
spesies lamun Cymodocea rotundata.
Yang memiliki ciri-ciri :
 Tubuh seperti berlemak, tipis atau tebal
dan licin, dengan kulit halus, bentuk dari
teripang yang oval dan lonjong serta
memanjang membuatnya mirip dengan
17
mentimun.
 Mulut terletak di ujung anterior, sedang
anus diujung posterior
 Panjang tubuh bervariasi menurut jenis
dan umur, berkisar antara 3 cm sampai
150 cm.
 Permukaan tubuh teripang pada umumnya
kasar
Nilai Konservasi
 Sebagai bahan makanan
 Sebagai pengobatan beberapa jenis penyakit seperti diabetes, kanker, stroke, asma,
dll

35
2. Spesies teripang ini ditemukan pada spesies
lamun Enhalus acoroides dengan metode
random sampling, pada plot ke 6.
Yang memiliki ciri-ciri :
 Tubuh seperti berlemak, tipis atau tebal
dan licin, dengan kulit halus, bentuk dari
teripang yang oval dan lonjong serta
memanjang membuatnya mirip dengan
1
mentimun.
 Mulut terletak di ujung anterior, sedang
anus diujung posterior
 Panjang tubuh bervariasi menurut jenis
dan umur, berkisar antara 3 cm sampai
150 cm.
 Permukaan tubuh teripang pada umumnya
kasar
Nilai Konservasi
 Sebagai bahan makanan
 Sebagai pengobatan beberapa jenis penyakit seperti diabetes, kanker, stroke, asma,
dll
3. Spesies kepiting ini ditemukan pada spesies
lamun Cymodocea rotundata dengan metode
transek pada plot ke 4.
1 Yang memiliki ciri-ciri :
 Berwarna putih dan kuning pada bagian
badan dan kakinya.
 Bertubuh kecil
Nilai Konservasi
 Sebagai bahan makanan

36
4. Spesies teripang ini ditemukan diantara
spesies lamun Cymodocea rotundata dan
Halophila ovalis dengan metode transek
pada plot 2.
Spesies teripang ini ditemukan pada spesies
lamun Enhalus acoroides dengan metode
random sampling, pada plot ke 6.
Yang memiliki ciri-ciri :
 Tubuh seperti berlemak, tipis atau tebal
dan licin, dengan kulit halus, bentuk dari
23
teripang yang oval dan lonjong serta
memanjang membuatnya mirip dengan
mentimun.
 Mulut terletak di ujung anterior, sedang
anus diujung posterior
 Panjang tubuh bervariasi menurut jenis
dan umur, berkisar antara 3 cm sampai
150 cm.
 Permukaan tubuh teripang pada umumnya
kasar.
Nilai Konservasi
 Sebagai bahan makanan
 Sebagai pengobatan beberapa jenis penyakit seperti diabetes, kanker, stroke, asma,
dll

37
5. Spesies teripang ini ditemukan pada
Cymodocea rotundata dengan metode
random sampling pada plot 13.
Yang memiliki ciri-ciri :
 Tubuh seperti berlemak, tipis atau tebal
dan licin, dengan kulit halus, bentuk dari
teripang yang oval dan lonjong serta
memanjang membuatnya mirip dengan
mentimun.
 Mulut terletak di ujung anterior, sedang
anus diujung posterior
1
 Panjang tubuh bervariasi menurut jenis
dan umur, berkisar antara 3 cm sampai
150 cm.
 Permukaan tubuh teripang pada umumnya
kasar.
Nilai Konservasi
 Sebagai bahan makanan
 Sebagai pengobatan beberapa jenis penyakit seperti diabetes, kanker, stroke, asma,
dll
6. Spesies porifera ini ditemukan pada spesies
lamun Cymodocea rotundata dengan metode
random sampling plot 10.
6 Yang memiliki ciri-ciri :
 Berwarna kuning kecoklatan dan hidupnya
menempe pada pasir laut.
 Tekstur tubuhnya licin
Nilai konservasi
 Sebagai alat pembersih
 Zat kimia yang dikeluarkannya memiliki potensi obat penyakit kanker dan penyakit
lainnya
 Pelindung ekosistem Pantai
 Rumah bagi makhluk hidup laut

38
3. ANALISIS DATA
1. Perhitungan Metode Transek

Nama Spesies Jumlah


Cymodocea rotundata 1140
Enhalus acoroides 601
Halophila ovalis 112
Halophila decipiens 1
Halodule pinifolia 2
Total 1856

Kerapatan = Jumlah Individu Suatu Spesies


Luas Seluruh Petak (m²)

Kerapatan Cymodocea rotundata = 285


Kerapatan Enhalus acoroides = 150,25
Kerapatan Halophila ovalis= 28
Kerapatan Halophila decipiens = 0,25
Kerapatan Halodule pinifolia = 0,5

Kerapatan Seluruh Spesies = 464

Kerapatan Relatif = Kerapatan Suatu Spesies x 100%


Kerapatan Seluruh
Spesies

Kerapatan Relatif Cymodocea rotundata = 61,42%


Kerapatan Relatif Enhalus acoroides = 32,38%
Kerapatan Relatif Halophila ovalis= 6,03%
Kerapatan Relatif Halophila decipiens = 0,05%
Kerapatan Relatif Halodule pinifolia = 0,11%

Indeks Keanekaragaman Jenis

Pi Cymodocea rotundata = 0,614

39
Pi Enhalus acoroides = 0,324
Pi Halophila ovalis= 0,060
Pi Halophila decipiens = 0,001
Pi Halodule pinifolia = 0,001

H’ = - ∑ ( Pi ln Pi)

H' Cymodocea rotundata = 0,299


H' Enhalus acoroides = 0,365
H' Halophila ovalis= 0,169
H' Halophila decipiens = 0,007
H' Halodule pinifolia = 0,007
Total 0,8472

2. Perhitungan Metode Random

Nama Spesies Jumlah


Cymodocea rotundata 1406
Enhalus acoroides 155
Syringodium isoetifolium 176
Total 1737

Kerapatan = Jumlah Individu Suatu Spesies


Luas Seluruh Petak (m²)

Kerapatan Cymodocea rotundata = 351,5


Kerapatan Enhalus acoroides = 38,75
Kerapatan Syringodium isoetifolium= 44

Kerapatan Seluruh Spesies = 434,25

Kerapatan Relatif = Kerapatan Suatu Spesies x 100%


Kerapatan Seluruh Spesies

Kerapatan Relatif Cymodocea rotundata = 80,94%

40
Kerapatan Relatif Enhalus acoroides = 8,92%
Kerapatan Relatif Syringodium isoetifolium= 10,13%

Indeks Keanekaragaman Jenis

Pi Cymodocea rotundata = 0,809


Pi Enhalus acoroides = 0,089
Pi Syringodium isoetifolium= 0,101

H’ = - ∑ ( Pi ln
Pi)

H' Cymodocea rotundata = 0,172


H' Enhalus acoroides = 0,215
H' Halophila ovalis= 0,232
Total= 0,619

41

Anda mungkin juga menyukai