Anda di halaman 1dari 6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR

DENGAN HAMBATAN MOBILITAS FISIK


DI PAVILIUN ASOKA RSUD JOMBANG

Nursing Care In Patients Post Operation Of Fracture Of Femur With Physical Mobility
Barriers In Asoka’s Provincial Hospital Pavilion Jombang

Marrista Adwi D 1), Alik Septian M 2), Sestu Retno D.A 3)


Program Studi D3 Keperawatan STIKES Pemkab Jombang
Email : maristaadwid@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan : Fraktur femur dapat terjadi karena adanya benturan baik langsung maupun tidak langsung.
Penatalaksanaan fraktur femur dilakukan pembedahan Open Reduction Internal Fiksation (ORIF), yang
dimana akan menimbulkan permasalahan impairment diantaranya adanya nyeri yang mempengaruhi
keterbatasan lingkup gerak sendi pasien. Tujuan karya tulis ilmiah ini yaitu melakukan asuhan keperawatan
pada pasien post op fraktur femur dengan hambatan mobilitas fisik di Paviliun Asoka RSUD Jombang.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus. Peneilitian ini dilakukan
mulai tanggal 15 – 18 Juni 2016 di Paviliun Asoka RSUD Jombang. Partisipan berjumlah dua pasien dengan
usia 37 tahun dan 29 tahun dengan masalah keperawatan yang sama, yaitu hambatan mobilitas fisik post
operasi fraktur femur. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik
dan dokumentasi. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua pasien mengalami kesulitan dalam
bergerak. Salah satu upaya pengembalian rentang gerak pasien dapat dilakukan Range Of Motion (ROM)
dengan melatih gerak aktif dan pasif pasien. Dan setelah dilakukan terapi latihan ROM selama 3 hari dengan
6 kali latihan. Didapatkan hasil berupa pasien 1 dapat menunjukkan peningkatan mobilitas hingga
menggunakan kruk pada hari ke-2 post operasi sedangkan pasien II menunjukkan peningkatan mobilitas tapi
tidak sampai menggunakan kruk sampai hari ke-3 post operasi. Namun dari hasil yang didapat, bahwa kedua
pasien menunjukkan peningkatan mobilitas. Pembahasan : Dari hasil yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa dengan penggunaan modalitas fisioterapi berupa terapi latihan yaitu Range Of Motion
yang dimana melatih gerak pasif dan gerak aktif pada pasien dapat membantu mengurangi permasalahan
yang timbul akibat post operasi fraktur femur.
Kata kunci : Post operasi, fraktur femur, mobilitas fisik

ABSTRACT

Introduction : Fracture of the femur can occur due to a conflict of either directly or indirectly. Treatment of
fracture of femur surgery Open Reduction Internal Fiksation (ORIF), which will give rise to problems of
impairment include the presence of pain that affect the scope of joint motion limitations of the patient. The
purpose of a scientific paper is to do nursing care on patients with femur fracture post op the barriers of
physical mobility in Asoka's PROVINCIAL HOSPITAL Pavilion Jombang. Method : This study uses
qualitative methods to the design of case studies. This research was done starting on 15 – 18 June 2016
Asoka’s PROVINCIAL HOSPITAL Pavilion in Jombang. Participants numbered two patients had 37 years
old and 29 years old, with the same nursing problems are barriers to physical mobility post surgery fracture
of the femur. Data collection is carried out by means of observation, interview, physical examination and
documentation. Result : The results showed that both patients had difficulty in moving. One of the efforts the
refund patient's range of motion can do ROM and train the patient's active and passive motion. And, after the
ROM exercise therapy for 3 days with 6 times the practice is done. Obtained results in the form of patient 1
may show increased mobility to use the crutches on the 2nd day post surgery while patients II shows an
increase in mobility but not to use crutches until the 3rd day post surgery. But from the results obtained from
both patients, showed increased mobility. Discussion : From the results obtained, it can be concluded that
with the use of the modality of exercise therapy in the form of physiotherapy that is Range Of Motion which is
to train active motion and passive motion in patients who can help reduce the problems caused by fracture of
the femur surgery post.

Keywords: Post surgery, fracture of the femur, physical mobility


PENDAHULUAN secara cepat, tepat dan harus sesuai dengan
prosedur penatalaksanaan patah tulang.
Negara Indonesia merupakan negara Secara umum klien dengan fraktur harus
berkembang dan menuju industrilisasi dilakukan tindakan operasi, dimana selain
tentunya akan mempengaruhi peningkatan menimbulkan masalah nyeri juga lebih
mobilisasi masyarakat yang dapat banyak mempengaruhi dalam beraktifitas
meningkatkan penggunaan alat transportasi / karena fungsi dari tulang femur yaitu
kendaraan bermotor sehingga menambah kerangka utama menopang tubuh. Sehingga
padat arus lalulintas. Arus lalulintas yang dengan adanya fraktur pada femur dan
tidak teratur dan pelanggaran lalulintas oleh dilakukan tindakan operasi dapat
pengguna jalan dapat meningkatkan menimbulkan hambatan mobilitas fisik pada
kecenderungan terjadinya kecelakaan penderita (Muttaqin, 2009).
kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut Lamanya proses penyembuhan setelah
seringkali menyebabkan cidera tulang atau mendapatkan penanganan dengan cara
fraktur (kompas, 2008). Menurut Helmi operasi maka bagi pasien post operasi fraktur
(2012) akibat kecelakaan lalu lintas sebagian selalu mengalami permasalahan keterbatasan
besar cedera terdapat di bagian kaki gerak yang disebabkan oleh pemasangan
kemudian diikuti bagian tangan, kepala, dan fiksasi interna yang mengakibatkan nyeri
badan. sehingga pasien malas menggerakan
Menurut Badan kesehatan dunia ekstremitasnya yang berdampak pada
(WHO) mencatat dibulan mei 2015 terdapat kelemahan otot dan vaskular yang akibatnya
sekitar ±1,25 juta orang meninggal setiap adalah memperparah munculnya hambatan
tahun akibat kecelakaan lalu lintas. Lebih mobilisasi. Kelemahan otot terjadi karena
dari 3400 orang meninggal di jalan di dunia ekstermitas tidak pernah digerakan sehingga
setiap hari dan puluhan juta orang terluka, mendorong terhadap berhentinya suplai
dengan banyak menimbulkan cacat sebagai makanan pada otot sehingga berkurangnya
akibat dari cedera mereka. Usia terbanyak masa otot. Kondisi inilah yang bisa
antara 15 sampai 44 tahun account untuk menyebabkan kelemahan otot (Arman,
48% dari kematian lalu lintas jalan global, 2013).
salah satu dari penyebab kematian adalah Dampak jika klien diimobilisasi dapat
fraktur. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan menimbulkan kecacatan pada anggota gerak
Dasar (RISKESDAS) prevalensi cedera di yang mengalami fraktur. Untuk itu harus
Indonesia adalah 8,2 %. Di tahun 2013 segera dilakukan tindakan untuk
prevalensi cedera di Jawa Timur sebanyak menyelamatkan klien dari kecacatan fisik.
9,3% (Badan Penelitian dan Pengembangan Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan
Departemen Kesehatan RI, 2013). secara bertahap melalui latihan gerak yaitu
Sebagian besar fraktur femur dengan latihan Range Of Motion (ROM) yang
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau dievaluasi secara aktif, yang merupakan
trauma industri, khususnya kecelakaan yang kegiatan penting pada periode post operasi
melibatkan kecepatan tinggi atau kekuatan guna mengembalikan kekuatan otot pasien
yang besar. Fraktur patologis yang (Lukman & Ningsih, 2009).
disebabkan oleh penyakit tulang metabolik Untuk mengatasi masalah fraktur
atau keganasan dapat terjadi, namun dikemukakan oleh Lukman & Ningsih (2009)
memerlukan kekuatan yang kecil. Trauma ada 4 prinsip, yaitu : Rekognisi, reduksi,
langsung atau kondisi patologis merupakan retensi dan rehabilitasi. Setelah tindakan
penyebab terjadinya fraktur yang dapat operasi diperlukan rehabilitasi untuk
menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang, mencegah terjadinya kontraktur. Pada
perubahan jaringan tulang, pergeseran rehabilitasi ada suatu tindakan dengan
fragmen tulang dan deformitas yang maksud agar bagian yang menderita fraktur
mengakibatkan gangguan fungsi ekstrimitas tersebut dapat kembali normal dan untuk
yang dapat menghambat mobilitas fisik mengembalikan kemampuan individu, pada
(Nurarif, 2013). Klien dengan Fraktur atau rehabilitas pasien diajari mobilisasi atau
patah tulang ini merupakan salah satu latihan rentang gerak yang terbagi menjadi
kedaruratan medik yang harus ditangani dua, yaitu ROM aktif dan pasif. Ambulasi
dini disesuaikan dengan kondisi pasien. a) Wawancara (hasil anamnesis) berisi
Peningkatan mobilisasi dilakukan secara tentang identitas pasien, keluhan utama,
bertahap, dimulai dengan latihan rentang riwayat penyakit sekarang, riwayat
gerak sendi sampai latihan mobilisasi umum penyakit dahulu – riwayat penyakit
(Muttaqin, 2009). Untuk post operasi fraktur keluarga, pengkajian 11 pola Gordon.
femur ambulasi dini dilakukan pada hari Sumber data diperoleh dari pasien,
pertama, dimulai dari sendi – sendi bagian keluarga, perawat. Kemudian Hasil
distal, yaitu fleksi dan ekstensi jari – jari wawancara atau anamnesis ditulis dibuku
kaki, inversi dan eversi kaki, serta fleksi dan catatan kemudian disalin di format
ekstensi pergelangan kaki. Pada hari kedua pengkajian.
dilakukan rotasi pangkal paha, abduksi dan b) Observasi dan pemeriksaan fisik dengan
adduksi pangkal paha. Pada hari ketiga fleksi pendekatan IPPA (inspeksi, palpasi,
dan ekstensi lutut dan latihan menjuntaikan perkusi, auskultasi) head to toe.
kaki pada salah satu sisi tempat tidur. Selain Kemudian hasil observasi dan
terapi ROM, perawat perlu memberikan pemeriksaan fisik ditulis dibuku catatan
motivasi kepada pasien untuk terus berlatih kemudian disalin di format pengkajian.
(Hidayat, 2012). c) Studi dokumentasi (hasil dari
pemeriksaan diagnostik dan data yang
METODE PENELITIAN relevan).
Metode penelitian ini menggunakan PEMBAHASAN
teknik kualitatif berupa studi kasus. Studi
kasus adalah suatu karya tulis ilmiah berupa Pengkajian
paparan hasil penerapan proses asuhan Data diatas yang mencakup identitas,
keperawatan kepada klien secara ideal sesuai fakta diruangan bahwa klien 1 bekerja
dengan teori dan berisi pembahasan atas sebagai petani dan klien 2 bekerja sebagai
kesenjangan yang terjadi dilapangan. guru. Berdasarkan teori Widuri (2010),
Penyusunanan studi kasus ini dilaksanakan faktor – faktor yang mempengaruhi mobilitas
melalui: Studi Lapangan (Field Research) seseorang diantaranya adalah gaya hidup,
yang bertujuan untuk memperoleh data tingkat energi dan pekerjaan. Dibuktikan
primer. Yang dimaksud dengan data primer dengan fakta yang ada bahwa petani
adalah data yang diperoleh mahasiswa secara memiliki energi yang besar karena sudah
langsung dari sumber data, baik melalui terbiasa bekerja berat sehingga mobilitasi
pengamatan (observation), wawancara klien 1 lebih cepat. Bisa disimpulkan bahwa
(inteview), maupun hasil pengukuran secara fakta diruangan dan teori tidak ada
langsung lainya (Nursalam, 2013). Data perbedaan diantara keduanya.
diambil dari sumber lapangan pada pasien Data dari diagnosa medis kedua klien
atau keluarga pasien, yang mengalami fraktur didapatkan, bahwa klien 1 mengalami fraktur
femur dengan hambatan mobilitas fisik. Studi femur 1/3 distal sedangkan klien 2
kasus ini adalah studi untuk mengeskplorasi mengalami fraktur femur 1/3 medial.
masalah asuhan keperawatan dengan Berdasarkan teori Helmi (2014) faktor –
diagnosis post operasi fraktur femur dengan faktor penyembuhan fraktur salah satunya
hambatan mobilitas fisik diruang paviliun adalah lokalisasi dan konfigurasi fraktur,
Asoka RSUD Jombang, Klien diobservasi dimana lokalisasi fraktur memegang peranan
selama 3 x 24 jam. penting. Fraktur metafisis penyembuhannya
Partisipan pada penelitian ini adalah 2 lebih cepat dari pada diafisis. Berdasarkan
klien dengan diagnosa medis dan masalah kasus 1, klien terdiagnosa medis fraktur
keperawatan yang sama yaitu : Klien post femur 1/3 distal sehingga kemungkinan
operasi fraktur femur dengan hambatan tingkat penyembuhan klien 1 lebih cepat dari
mobilitas fisik, usia 15 - 45 tahun, jenis pada klien 2 dan klien 1 akan lebih cepat
kelamin laki-laki. dapat melakukan mobilisasi dan kembali
Metode pengumpulan data yang beraktivitas. Jadi antara teori dan fakta yang
digunakan adalah: ada, tidak ada kesenjangan.
Hasil pemeriksaan fisik didapat pada fakta diruangan dan teori yang ada, namun
klien 1 dan 2 bahwa kakinya kaku dan tidak secara umum hampir sama.
dapat menggerakkan kakinya sendiri karena
nyeri. Klien I dengan skala nyeri 4 dan klien Diagnosis Keperawatan
II dengan skala 6, berdasarkan teori menurut Data yang diperoleh dari pengkajian
Muttaqin (2009) pasien post operasi fraktur diruangan terhadap kedua klien didapatkan
femur merasakan atau menimbulkan masalah diagnosa keperawatan hambatan mobilitas
nyeri juga lebih banyak mempengaruhi fisik berhubungan dengan nyeri. Secara teori
dalam beraktifitas karena fungsi dari tulang menurut NANDA (2015), diagnosa yang
femur yaitu kerangka utama penopang tubuh. dapat muncul pada post operasi fraktur femur
Ini berarti respon nyeri mempengaruhi salah satunya yaitu hambatan mobilitas fisik
tingkat mobilitas seseorang, sehingga dapat berhubungan dengan nyeri. Jadi secara fakta
dilihat bahwa semakin tinggi tingkat nyeri diruangan dan teori yang ada tidak ada
maka semakin sulit untuk klien melakukan perbedaan diagnosa antara keduanya.
mobilitas, jadi antara teori dan fakta yang ada Intervensi Keperawatan
di lapangan tidak ada kesenjangan. Perencanaan keperawatan klien 1 dan
Kemudian didapatkan juga pada klien 2 sama- sama dilakukan perencanaan
pemeriksaan fisik terdapat perbedaan antara tindakan keperawatan sesuai dengan teori
kedua klien, klien 1 pada femur sebelah kiri NANDA NIC-NOC (2015) yang berupa
tidak terpasang drainase sedangkan klien 2 tindakan mandiri dan kolaborasi, yaitu : 1)
pada femur sebelah kanan terpasang drainase. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, 2)
Menurut Barbara (2006) bahwa alasan utama Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi dan
pemasangan drain adalah untuk jelaskan pentingnya mobilisasi, 3) Lakukan
menghilangkan ruang mati dan mengeluarkan latihan ROM pasif dan ROM aktif pada
benda asing atau berbahaya (yang ada atau ektremitas yang sakit dan yang tidak sakit : H
diperkirakan akan ada) dan dapat – 1 ; fleksi dan ekstensi jari – jari kaki,
menimbulkan penyulit. Jadi, berdasarkan infersi dan efersi kaki, serta fleksi dan
kasus yang ada, klien 2 terpasang drainase ekstensi pergelangan kaki ; H – 2 : dilakukan
sedangkan klien 1 tidak. Klien 2 mengalami rotasi pangkal paha, abduksi dan adduksi
fraktur femur 1/3 medial sehingga perlu pangkal paha ; H – 3 : fleksi dan ekstensi
drainase karena klien 2 beresiko terjadi lutut serta menjuntaikan kaki, 4) Monitoring
perdarahan. Sehingga antara teori yang ada vital sign sebelum/ sesudah latihan dan lihat
tidak ada kesenjangan dengan fakta yang ada respon pasien saat latihan, 5) Dampingi dan
di lapangan. bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
Data dari pemeriksaan fisik didapatkan kebutuhan ADL, 6) Tempatkan dalam posisi
beberapa perbedaan, bahwa hasil Hb klien 1 : telentang secara periodik bila mungkin, bila
10,4 g/dl sedangkan klien 2 : 11,2 g/dl. traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur
Untuk leukosit klien 1 : 10,900 /cmm tungkai bawah, 7) Bantu/ dorong perawatan
sedangkan klien 2 : 11,300/cmm. Menurut diri/ kebersihan (contoh : mandi, mencukur),
Somantri (2009), pada pemeriksaan darah 8) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat,
lengkap leukositosis biasanya timbul karena vitamin, dan mineral. Pertahankan penurunan
adanya suatu infeksi yang dikarenakan kandungan protein sampai setelah defekasi
bakteri. Ini dibuktikan dari hasil lab klien pertama, 9) Kolaborasi : Konsultasikan
mengalami peningkatan, dimana leukosit dengan Fisioterapi tentang rencana ambulasi
meningkat karena leukosit menyerang bakteri sesuai dengan kebutuhan.
yang masuk sehingga leukosit mengalami Namun ada beberapa intervensi yang
peningkatan, dan bila leukosit meningkat tidak digunakan dan ditambahkan karena di
maka akan mempengaruhi metabolisme sesuaikan dengan kondisi pasien dan
dalam tubuh, sehingga akan berpengaruh lingkungan, pada klien 2 ditambahkan
juga terhadap mobilitas dan aktivitas intervensi distraksi dan rileksasi karena
seseorang. tingkat nyeri klien 2 lebih berat. Sehingga
Secara keseluruhan pada pengkajian intervensi kedua klien berbeda namun secara
data subyektif dan obyektif pada kedua umum hampir sama.
kasus diatas ada beberapa perbedaan antara
Implementasi Keperawatan membaik. Ini menunjukkan bahwa klien
Implementasi pada klien 1 dan klien 2 mengalami dehidrasi yang membuat suhu
tidak terdapat perbedaan implementasi klien meningkat.
keperawatan yang di lakukan. Dimana klien
1 dan klien 2 mendapat perlakuan yang sama Evaluasi Keperawatan
yaitu : peneliti melakukan BHSP pada saat Pada evaluasi di dapatkan hasil bahwa
awal perkenalan kepada klien 1 dan 2, klien 1 dan klien 2 menunjukkan peningkatan
kemudian melakukan pengkajian tingkat dalam beraktifitas sesuai dengan kriteria hasil
mobilisasi secara komprehensif. Peneliti juga walaupun bertahap dan dengan bantuan
mengajarkan tekhnik mobilisasi, kemudian perawat/ keluarga. Pada klien 1 dapat belajar
bersama tim fisioterapi peneliti melakukan menggunakan kruk pada hari ke 2 dengan
latihan mobilisasi kepada kedua klien. Pada skala kekuatan otot 4, sedangkan pada klien 2
hari pertama klien sudah dilakukan fleksi dan sesuai dengan teori, smapai hari ke – 3 klien
ekstensi jari – jari kaki, infersi dan efersi dapat menjuntaikan kaki disalah satu sisi
kaki, fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, tempat tidur dengan skala kekuatan otot 3.
rotasi pangkal paha, abduksi dan adduksi Pada teori yang dikemukakan oleh
pangkal paha, fleksi dan ekstensi lutut serta Widuri (2010) dijelaskan bahwa factor yang
menjuntaikan kaki disalah satu sisi tempat mempengaruhi mobilitas seseorang adalah
tidur. tingkat usia dan status perkembangan,
Berdasarkan teori yang ada menurut kesehatan fisik, tingkat energi, emosi, gaya
Hidayat (2012), bahwa mobilisasi dilakukan hidup, kebudayaan, keadaan nutrisi dan
secara bertahap, pada hari pertama dapat pekerjaan, dimana seseorang yang bekerja
dimulai dengan melakukan fleksi dan dikantor kurang melakukan aktivitas bila
ekstensi jari – jari kaki, infersi dan efersi kaki dibandingkan dengan petani atau buruh dan
serta fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, tingkat energi yang dimiliki jelas berbeda,
pada hari kedua dapat dilakukan rotasi dimana klien 1 bekerja sebagai petani dan
pangkal paha, abduksi dan adduksi pangkal pemotong kayu sedangkan klien 2 bekerja
paha, pada hari ketiga dapat dilakukan fleksi sebagai guru disalah satu SMP. Klien 1 dapat
dan ekstensi lutut serta menjuntaikan kaki menahan nyeri sehingga ia dapat melakukan
disalah satu sisi tempat tidur. mobilitas lebih cepat dibanding dengan klien
Ini berarti penatalaksaan mobilisasi 2 karena tingkat energi dan kebiasaan yang
pada klien fraktur ektremitas bawah dapat berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
dilakukan secara langsung dengan melihat tidak ada kesenjangan antara teori dan fakta
kondisi klien. Namun menurut peneliti yang ada dilapangan.
seharusnya mobilisasi tetap dilakukan secara
bertahap, karena ditakutkan tidak ada KESIMPULAN dan SARAN
kesiapan dari pihak klien serta tidak ada
kesiapan tulang dan otot untuk melakukan Kesimpulan
mobilisasi. Jadi secara fakta diruangan dan Kesimpulan dari penelitian ini adalah
teori yang ada terdapat perbedaan meningkatnya tingkat mobilisasi pada pasien
penatalaksanaan yang dilakukan kepada post operasi fraktur femur berbeda
klien. dikarenakan lokasi fraktur kedua pasien tidak
Kemudian pada implementasi hari sama, dimana fraktur femur dibagian distal
kedua, terdapat perbedaan suhu tubuh dari akan lebih cepat melakukan mobilisasi,
kedua klien, klien 1 mengalami demam ditambah dengan tingkat energi dari masing –
dengan suhu 38,6⁰C sedangkan suhu klien 2 masing pasien yang berbeda, akan
dalam batas normal yaitu 36,8⁰C. Menurut mempengaruhi tingkat mobilisasi / aktivitas.
Lukman (2013) terjadi peningkatan suhu jika Karena Semakin besar energi pasien maka
adanya infeksi pada luka atau pucat pada akan lebih cepat pula pasien dapat melakukan
mukosa yang merupakan indikasi terjadinya mobilisasi. Diharapkan bagi perawat dalam
syok hipovolemik. Berdasarkan kasus yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien
ada, setelah klien 1 diberikan intervensi post operasi fraktur femur dapat lebih
kompres hangat, pemberian parasetamol dan memperhatikan perkembangan mobilisasi
minum air yang banyak, suhu klien berangsur pasien agar tidak terjadi komplikasi.
Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Saku
Saran Kedaruratan Di Bidang Bedah
Disarankan hasil penelitian ini dapat Ortopedi. Jakarta :Salemba Medika
dikembangkan lagi sebagai pemilihan topik Helmi, Zairin Noor. 2014. Buku Ajar
penelitian di bidang Ilmu keperawatan Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta
khususnya dalam hal asuhan keperawatan :Salemba Medika
pada pasien post operasi fraktur femur http://www.docs-engine.com/pdf/1/ANGKA-
dengan hambatan mobilitas fisik. Adapun KEJADIAN-FRAKTUR-MENURUT-
saran untuk perawat yaitu, diharapkan bagi WHO-2015.html. Diakses pada
perawat Agar dapat memperhatikan tanggal 16 Mei 2016 pukul 19:45
perkembangan mobilisasi klien dengan post Margareth & Clevo. 2012. Asuhan
operasi fraktur femur dengan hambatan Keperawatan Medikal Bedah Dan
mobilitas fisik dan sebagai bahan acuan bagi Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha
perawat untuk mencapai keberhasilan Medika
kinerjanya, dan ikut serta dalam Muttaqin. Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan
menyelamatkan generasi bangsa yang Keperawatan Klien Gangguan Sistem
berkualitas. Saran untuk pihak Rumah Sakit Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
disarankan dalam meningkatkan mutu asuhan Medika
keperawatan yang profesional alangkah Muttaqin & Sari. 2009. Asuhan Keperawatan
baiknya diadakan suatu seminar atau suatu Perioperatif Konsep, Proses Dan
pertemuan yang membahas tentang masalah Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
kesehatan yang ada pada klien. Kemudian Ningsih, lukman Nurna. 2009. Asuhan
untuk klien diharapkan pasien dapat menjaga Keperawatan Pada Klien Dengan
keadaanya dengan baik dengan lebih berhati Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
hati dalam beraktivitas serta rajin untuk Jakarta : Salemba Medika
mengontrol kesehatan ke pusat kesehaan Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
yang ada. Selain itu pasien dapat Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
memanfaatkan tekhnik ROM yang telah di Medis & NANDA (NORTH
ajarkan. AMERICAN NURSING DIAGNOSIS
ASSOSIATION) NIC – NOC.
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta : Mediaction Publishing
Nursalam. 2015. Panduan Penyusunan
Alimul, A. Aziz. 2012. Pengantar Kebutuhan Karya Tulis Ilmiah : Studi Kasus
Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Program Studi D-III Keperawatan.
Proses Keperawatan. Jakarta : Jawa Timur : Asosiasi Institusi
Salemba Medika Pendidikan D-III Keperawatan
Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep Indonesia Regional
Kebutuhan Dasar Manusia. T. Heather, Herdman. 2012. Nanda
Yogyakarta : Dua Satria Offset Internasional Diagnosis Keperawatan
Apley & Solomon. 2013. Buku Ajar Ortopedi Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014.
Dan Fraktur Sistem Aply Edisi 7. Jakarta : EGC
Jakarta : Widya Medika Widuri, H. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia
Badan Penelitian Dan Perkembangan Aspek Mobilisasi Dan Istirahat Tidur.
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Yogyakarta : Gosyen Publishing
2013. RisetKesehatanDasar2013.
Http//www.litbang.depkes.go.id/riskes
das. Diagses pada tanggal 16 Mei 2015
pukul 20 : 56
Doengoes, Marilyn., dkk. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai