Anda di halaman 1dari 21

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT

FASYANKES DENGAN POLA 3 R


(REDUCE, REUSE DAN RECYCLE)
MELALUI KELEMBAGAAN
BANK SAMPAH RUMAH SAKIT

Di Sajikan oleh ;
MANAGEMENT TIMDIS ID
Daftar isi ; Halaman

Kata Pengantar .................................................................................................... 1


1. Latar Belakang ......................................................................................... 2
2. Tujuan dan Manfaat ................................................................................ 3
3. Konsep Pengelolaan limbah padat fasyakes dengan pola 3 R
(Reduce, Reuse dan Recycle)........................................................... 3
4. Karakteristik Limbah Fasyankes / Rumah Sakit............................... 4
5. Meminimasi limbah padat fasyankes dengan pola 3 R .................. 4
6. Prinsip pemilahan limbah padat Fasyankes.................................... 4
i. Pengelolaan limbah medis dengan pola 3 R dalam meminimasi
Timbulnya volume limbah .......................................................... 5
ii. Pemanfaatan material limbah medis non – B3 untuk daur ulang
Recycle ........................................................................................ 7
iii. Pengelolaan limbah padat Domestik dengan pola 3 R dalam me
Minimasi timbulnya volume limbah ........................................... 8
7. Sistem Manajemen Pengelolaan .................................................... 10
8. Strategi dan tujuan manajemen pengelolaan ................................ 11
9. Langkah – langkah penerapan progam .......................................... 11
10. Penerapan manajemen pengelolaan limbah padat / sampah
Domestik Fasyankes dengan pola 3 R melalui Bank Sampah RS .... 13
A. Aspek kelembagaan Bank Sampah ............................................ 14
B. Aspek teknik / Mekanisme Operasional .................................... 14
C. Aspek Sumber Pendanaan ........................................................ 14
D. Aspek legal hukum dan peran serta Pemerintah, Swasta dan
Masyarakat ................................................................................ 15
11. Langkah – langkah dalam Pendirian Bank Sampah ....................... 15
i. Membentuk Pengurus ............................................................... 15
ii. Nama Bank Sampah .................................................................. 15
iii. Lokasi / Tempat ........................................................................ 15
iv. Bekerja sama dengan pelaku daur ulang / sejenis ................... 16
v. Peralatan Operasional ............................................................. 16
vi. Manajemen Administrasi ........................................................ 17
vii. Menyusun SOP ................................................................. 17
viii. Sosialisasi ......................................................................... 17
12. Sistem pengontrolan arus pengelolaan limbah dari hulu hingga
Hilir serta pertanggung jawabannya .......................................... 18
13. Penutup ...................................................................................... 19
Kata Pengantar

Konsep pengelolaan lingkungan dewasa ini telah berkembang pesat seiring dengan tuntutan terhadap lajunya
perkembangan pembangunan dan kwalitas lingkungan. Dalam perwujudan tuntutan tersebut dibutuhkan sebua
hubungan sinergisme dan keharmonisan antara Pemerintah, Masyarakat dan Swasta. Berbicara Penyediaan Jasa
Pelayanan Kesehatan / FASYANKES, konsep pengelolaan lingkungannya ditekankan pada pengelolaan
limbahnya. Yang dimaksud limbah disini adalah limbah rumah sakit yaitu semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas (Pengelolaan Limbah, Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004).

Oleh karena itu, maka perlu adanya sistem manajemen lingkungan yang merupakan struktur strategi
manajemen organisasi secara keseluruhan yang mengantisipasi dampak jangka pendek maupun jangka panjang
dari produk, layanan dan proses dari organisasi ini mempengaruhi lingkungan hidup.

Rumah Sakit yang ramah lingkungan ( Green Hospital ) dapat menjadi jawaban terhadap efisiensi dan kualitas
kesehatan yang baik dan berkesinambungan. Green Hospital merupakan Rumah Sakit yang berwawasan
lingkugan dan jawaban atas tuntutan kebutuhan pelayanan dari pelanggan Rumah Sakit yang bergeser ke arah
pelayanan paripurna serta berbasis kenyamanan dan keamanan lingkungan Rumah Sakit, mendapatkan citra
yang baik khususnya bagi masyarakat.

Joint Comission International Accreditation telah merumuskan prinsip green pada rumah sakit sebagai berikut ;

1) Rumah Sakit dimasa mendatang harus menjadi tempat yang sehat baik di dalam maupun di lingkungan
sekitarnya.
2) Mengurangi tingkat toksisitas pada bahan – bahan yang digunakan oleh rumah sakit.
3) Rumah Sakit harus sesedikit mungkin menggunakan sumber daya energi dan air dan mengurangi
produksi limbah yang dihasilkan.
4) Mensejajarkan kesehatan lingkungan dalam mempertimbangkan prioritas sistem kesehatan sesuai
kententuan bangunan hijau.
5) Memasukkan “konsep berkelanjutan” dalam pelayanaan kesehatan.

Salah satu faktor yang dapat merusak citra sekaligus menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi sebuah rumah
sakit adalah belum terlaksananya pengelolaan limbah padat yaitu limbah medis dan non-medis secara baik dan
benar berdasar pada peraturan perundang – undangan (misal : UU 44/2009 tentang Rumah Sakit, PP 85/1999
tentang Pengelolaan Limbah B3, dan UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah).

Masih buruknya pengelolaan limbah ini terlihat mulai dari kurangnya upaya pencegahan atau setidaknya
pengurangan jumlah limbah, ketiadaan sistem pemilahan, penempatan atau pengumpulan limbah yang tidak
sesuai aturan, serta masih tidak konsistennya sistem pengolahan dan pembuangannya. Padahal keaneka –
ragaman kegiatan rumah sakit dapat menghasilkan limbah dengan bentuk, komposisi dan jumlah yang variatif
dari waktu ke waktu, tentu memerlukan strategi dan pengelolaan yang baik dan konsiten.

MANAGEMENT TIMDIS ID
1. Latar Belakang

Agar tercipta lingkungan rumah sakit yang besih, sehat dan ramah lingkungan (green hospital), dalam
pengelolaan lingkungannya tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga proaktif dan butuh kerjasama yang saling
bersinergi antara pihak pemegang regulasi yaitu pemerintah dalam hal ini, penghasil limbah dan masyarakat
sekitar dan pelaku swasta. Umumnya rumah sakit dalam mengelola lingkungannya hanya mengandalkan
kecanggihan teknologi end of pipe treatment dan belum memaksimalkan pengelolaan dengan prinsip produksi
bersih berupa pencegahan dan minimasi limbah.

Gagasan rumah sakit ramah lingkungan, pada tahap berikutnya menghendaki tidak hanya sekedar mengelola
limbahnya hingga sesuai baku mutu sesuai peraturan, tetapi juga harus menerapkan prinsip 3 R (reduce, reuse,
recycle) terhadap limbah yang dihasilkan. Penghematan dalam menggunakan sumber daya alam dan energi
seperti antara lain ; air, listrik, bahan kimia, obat – obatan kadaluwarsa dan lain – lain juga akan menjadi
perhatian, karena mereduksi potensi timbulnya limbah. Selanjutnya, pengelola rumah sakit ramah lingkungan
juga harus senantiasa berinovasi meningkatkan pengorganisasian dan pengelolaan kesehatan lingkungan rumah
sakit secara efektif dan efisien.

Kesadaran, pemahaman ataupun pengetahuan tentang persyaratan dalam pengelolaan limbah medis baik
dalam minimasi limbah, pemilahan, penanganan awal, penyimpanan, pengolahan/pemanfaatan hingga
penimbunan akhir, serta pengelolaan lingkungan lainnya masih sangat dibutuhkan dan terus disosialisasikan,
tentu saja selain aspek penegakan hukum.

Dalam kegiatan pelayanan kesehatan, rumah sakit menghasilkan limbah yang dikenal sebagai limbah medis baik
berupa padat, cair dan gas. Limbah medis didefinisikan, yakni : limbah yang berasal dari kegiatan rumah sakit,
laboratorium klinik, puskesmas, klinik, rumah bersalin, praktek dokter, praktek bidan, industri farmasi dan
kegiatan pelayanan kesehatan lainnya.

Limbah – limbah yang dihasilkan dari kegiatan – kegiatan tersebut ada yang bersifat limbah B3 infeksius, limbah
B3 non – infeksius, dan juga limbah medis non-B3, jika tidak dikelola dengan baik dan benar tentu akan
menimbulkan ancaman pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan bagi pasien, pengunjung, masyarakat
sekitar, dan bahkan dokter, perawat dan manajemen rumah sakit itu sendiri.

Dewasa ini pengelolaan limbah padat (infeksius) di fasyankes adalah dengan menggunakan insenerator bagi
yang sudah tersedia fasilitas tersebut berikut perijinannya. Sedangkan bagi beberapa fasyakes yang belum
mempunyai fasilitas pengelolaan dengan insenerator, mereka menggunakan jasa pihak ke-3 yaitu jasa
pemusnah. Penggunaan insenerator dengan temperatur pembakaran kurang dari 800°C dapat menimbulkan
produksi dioksin, furan dan polutan toksik lainnya (menurut WHO tahun 2000). Artinya pengelolaan
menggunakan insenerator juga bukan merupakan solusi atau teknologi ramah lingkungan, karena akibat dari
kegiatannya masih menimbulkan efek dampak lingkungan lainnya. Disamping itu juga pengelolaan dengan
insenerator membutuhkan biaya yang relatif mahal, sehingga semakin banyak volume limbah yang dihasilkan
oleh fasyankes maka biaya pengelolaan limbah B3nya juga akan meningkat.
2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penyajian konsep pengelolaan limbah padat fasyankes dengan pola 3 R melalui Bank Sampah Rumah
Sakit yang management TIMDIS ID sajikan ini adalah upaya dari peran swasta dalam rangka ikut berpartisipasi
mendukung penurunan beban pencemaran, penegahan kerusakan lingkungan akibat dampak negatif terhadap
limbah / sampah yang dihasilkan oleh kegiatan jasa pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas lingkungan
dari sebuah teknologi pengelolaan limbah ramah lingkungan. Disamping itu juga bertujuan sebagai upaya
membantu fasyankes dalam meminimasi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan
(reduce), menggunakan kembali (reuse) dan mendaur ulang limbah (recyle) (amanah dari Kemenkes 1204/2004
lampiran I)

Adapun manfaat dari konsep pengelolaan ini diantaranya adalah ;

a) Menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta manajemen pengelolaan limbah yang terencana,
terkoordinir, terawasi dan bertanggung jawab dalam satu pintu.
b) Menumbuhkembangkan rasa kepedulian bersama dengan melibatkan semua elemen masyarakat
sekitar.
c) Menekan biaya Pengelolaan Limbah padat dari Fasyankes itu sendiri, bahkan dengan pengelolaan
tersebut akan mendapatkan pendapatan nilai ekonomi.
d) Meningkatkan nilai Proper dan Akreditasi Fasyankes serta mendorong Fasyankes menuju Green
Hospital.
e) Membantu Pemerintah dalam pencapaian Indikator Indonesia Bebas Sampah 2020.

3. Konsep Pengelolaan limbah padat fasyakes dengan pola 3 R (Reduce, Reuse


dan Recycle)
Limbah padat fasyankes / rumah sakit termasuk dalam kelompok limbah bahan beracun dan berbahaya (limbah
B3) berdasarkan PP No. 19/1995, karena adanya limbah yang dapat berpotensi menimbulkan penyakit infeksi
(limbah infeksius). Pengelolaan limbah padat rumah sakit perlu mendapatkan perhatian terutama karena adanya
limbah infeksius tersebut. Selain itu limbah rumah sakit juga dapat bersifat radioaktif, toksik/sitotoksik karena
adanya bahan kimia yang berbahaya, ataupun bersifat seperti limbah domestik. Limbah / sampah medis kategori
B3 non infeksius dan non-B3 atau domestikpun jika tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan dampak
kesehatan lingkungan oleh karena bersumber dari lingkungan kegiatan medis. Sehingga pengelolaan limbah
padat fasyankes perlu dilakukan dengan konsep mengurangi timbunan limbah, mengguna ulang dan mendaur
ulang serta penanganannya harus pemilahan dari sumber dan pengontrolan arus limbah dari sumber limbah
hingga akhir pemanfaatan dan pembuangannya.

Paradigma lama pengelolaan sampah dengan pendekatan penanganan akhir yaitu “ KUMPUL – ANGKUT –
BUANG “ ke TPA, sudah saatnya ditinggalkan. Paradigma baru sesuai dengan Undang – Undang No.18/2008,
memandang sampah / limbah sebagai sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
misalnya sebagai material bahan baku industri daur ulang, kompos, energi dan lain – lain, sedangkan yang
dibuang adalah sampah yang benar – benar sudah tidak dapat dimanfaatkan, oleh karena tidak mempunyai nilai
ekonomi.
4. Karakteristik Limbah Fasyankes / Rumah Sakit.

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit
dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa
jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah
sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair.

Dalam PP no.101/2014 pada Lampiran I, pada tabel 3 bahwa seluruh kegiatan rumah sakit dan laboratorium
klinis merupakan industri / kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dari sumber spesifik umum dengan katerogi
1 dan 2. Oleh karena itu penganganannya harus sesuai dengan aturan pengelolaan layaknya limbah B3. Limbah
medis fasyankes / rumah sakit diuji berdasarkan parameter karakteristiknya ditetapkan sebagai Limbah B3
kategori 1 atau 2. Penetapan karakteristiknya tersebut berupa limbah infeksius dan non-infeksius. Limbah
bersifat infeksius yaitu limbah medis padat yang terkontaminansi organisme patogen yang tidak secara rutin ada
di lingkungan, dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada
manusia rentan. Yang termasuk dalam limbah infeksius antara lain ;

a) Limbah yang berasal dari perawatan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular atau perawatan
intensif dan limbah laboratorium.
b) Limbah yang berupa benda tajam seperti jarum suntik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, dan
pecahan gelas.
c) Limbah patologi yang merupakan llimbah jaringan tubuh yang terbuang dari proses bedah atau otopsi.
d) Limbah yang berasal dari pembiakan dan stok bahan infeksius, organ binatang percobaan, bahan lain
yang telah diinokulasi dan terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius, dan atau ;
e) Limbah sitotoksik yaitu limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat
sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup. ( isi lampiran I, pada tabel 4 PP.101/2014 )

Sedang Limbah padat non medis fasyankes sebutkan dalam Kemenkes no.1204/2004 pada Romawi IV huruf A
no. 4 : Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada
teknologinya.

5. Meminimasi limbah padat fasyankes dengan pola 3 R.

Meminimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan
dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan limbah (reuse) dan mendaur limbah (recyle). Upaya
untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari kegiatan
pelayanan kesehatan dengan cara reduksi pada sumbernya dan/pemanfaatan limbah berupa reuse, recycle.
Konsep minimisasi limbah berupa reduksi limbah langsung dari sumbernya menggunakan pendekatan
pencegahan dan teknik yang meliputi perubahan bahan baku (pengelolaan bahan dan modifikasi bahan),
perubahan teknologi (modifikasi proses dan teknologi bersih), praktek operasi yang baik (housekeeping,
segregasi limbah, preventive maintenance), dan perubahan produk yang tidak berbahaya.

6. Prinsip Pemilahan Limbah Padat Fasyankes

Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus diidentifikasi dan dilakukan pemilahan
dari sumber. Redusi keseluruhan volume limbah, hendaknya merupakan proses yang berkelanjutan. Pilah – pilah
dan reduksi volume limbah medis dan yang sejenis merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk
petugas cleaning service, petugas pengolah dan masyarakat sekitar. Memilah dan mereduksi volume limbah
hendaknya mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut ;

- Kelancaran penganganan dan penampungan limbah


- Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemilahan antara limbah B3
dengan non – B3.
- Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non – B3
- Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga
kerja dan pembuangan akhir.

Pemilahan dan pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah adalah kunci
proses pengolahan lanjutan yang baik dan aman. Dengan limbah berada dalam kantong atau kontainer yang
sama untuk penyimpanan, pengangkutan, pengolahan lanjutan dan pembuangan akan mengurangi
kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya.

i. Pengelolaan limbah medis dengan pola 3 R dalam meminimasi timbulnya


volume limbah.

Pada prinsipnya pengelolaan limbah medis yang termasuk kategori limbah B3 adalah suatu proses untuk
mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/tidak beracun sebelum
dilakukan pembuangan atau penimbunan, bahkan memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan
material daur ulang. Pendekatan teknis pengelolaan limbah medis banyak dibahas dan diterapkan dewasa ini,
beberapa teknologi pengolahan limbah medis baik secara fisik maupun literaturnya banyak bermunculan baik
dari dalam maupun luar negri. Dan dalam praktek pengoperasiannya memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Semakin banyak jumlah volume limbah yang timbul dan akan dilakukan pengolahan maka bertambah juga biaya
operasional pengolahannya.

Ada sebuah upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan / meminimasi munculnya jumlah volume limbah
yaitu dengan pemilahan (sorting) dari sumber limbah kemudian menggunakan pola 3 R yaitu reduksi (Reduce),
penggunaan kembali (Reuse) serta mendaur ulang (Recycle) yang mendasasi gerakan clean / green product dan
cukup sukses penerapannya pada berbagai bidang kegiatan di berbagai negara. Namun dalam proses dan
penerapannya diperlukan kehati – hatian pada pengelolaan limbah rumah sakit khususnya limbah medis. Karena
tidak semua limbah medis kemunculannya bisa dicegah, didaur ulang atau bisa digunakan kembali.

Dewasa ini Pemerintah sendiri lewat Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membuat sebuah
Peraturan tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yaitu PERMEN LHK No.P-56/2015. Pada Bab IX pasal 38 dan 39 dalam Permen tersebut mengisyaratkan bahwa
Penghasil limbah B3 (dalam hal ini Fasyankes) dapat melakukan pengolahan sendiri Limbah B3 yang dihasilkan
tanpa diwajibkan memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk jenis limbah tertentu, yaitu;

- Kemasan bekas B3,


- Spuit bekas,
- Botol infus bekas selain infus darah dan/atau cairan tubuh, dan/atau,
- Bekas kemasan cairan hemodialisis.

Proses pengolahannya dilakukan melalui pengosongan, pembersihan, desinfeksi dan penghancuran atau
pencacahan. Adapun proses pembersihan dilakukan pencucian dan pembilasan paling sedikit 3 (tiga) kali di
fasilitas pengolahannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan sifat zat pencemar dan dapat
menghilangkan zat pencemar, atau menggunakan teknologi lain yang setara yang dapat dibuktikan secara
ilmiyah. Terhadap sisa pencucian dan pembilasan tersebut wajib dilakukan Pengolahan Limbah B3 dan
memenuhi baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundang – undangan mengenai baku mutu air
limbah kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil pengolahan limbah B3 dengan menggunakan cara diatas
dinyatakan Limbah non – B3.

Penghasil Limbah B3 yang mengolah limbah B3 untuk jenis diatas wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada bupati/walikota mengenai pelaksanaan pengurangan limbah B3, laporan dilakukan secara berkala paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak pengurangan Limbah B3 dilakukan.

Berikut adalah diagram alur pendekatan teknis pengelolaan limbah medis yang dimaksud dalam pencegahan
dan minimasi timbunan limbah atau 3 R, namun jika mengandung limbah medis yang bersifat infeksius, prinsip
kehati – hatian harus pula menjadi pertimbangn utama :

LIMBAH
RADIOAKTIF LIMBAH
KE BATAN RADIOAKTIF
RS

LIMBAH MEDIS LIMBAH DOMESTIK


RS
LIMBAH RS
MEDIS PADAT LIMBAH CAIR IPAL
PEMILAHAN LIMBAH DARI
SUMBERNYA
PEMILAHAN LIMBAH DARI SUMBERNYA
LIMBAH LIMBAH
INFEKSIUS BENDA LIMBAH B3 ANORGANIK ORGANIK
TAJAM LIMBAH B3 SISA
(PATOLOGI & NON
(JARUM INFEKSIUS MAKANAN,
SITOTOKSIK) INFEKSIUS
SUNTIK & DEDAUNAN
BOTOL KACA)
PEMILAHAN :
/RANTING
KERTAS, DLL
PEWADAHAN & PEWADAHAN & PEWADAHAN & PEWADAHAN &
LABELING DLM LABELING DLM LOGAM,
LABELING DLM LABELING DLM
KANTONG KANTONG PLASTIK PEWADAHAN
KANTONG KANTONG
/SAFETY BOX DALAM
KANTONG

TPS DAUR
TPS LIMBAH B3 ULANG
BANK TPS
Proses pengolahan SAMPAH DOMES
dari limbah B3
menjadi Non-B3
PENCATATAN
TIK
AIR DAN
INSENERATOR /JASA PENCUCIAN PEMBUKUAN / PENGOLAHAN
MENJADI
PENUKARAN
PEMUSNAH PUPUK
Pencatatan NILAI
ORGANIK
dan Pelaporan EKONOMI
secara bulanan RESIDU

SECURED
LANDFILL PEMANFAATAN
UNTUK RECYCLE
(mendapatkan nilai TPA
ekonomi)
Dengan konsep ini maka Fasyankes, dapat meminimasi volume limbah B3 yang secara tidak langsung
menekan biaya pengelolaan limbah B3nya, bahkan dari kegiatan tersebut mendapatkan nilai
tambahan ekonomi berupa penggantian kompensasi operasional pengolahan limbah menjadi bahan
baku material daur ulang.

ii. Pemanfaatan Material Limbah Medis Non-B3 untuk Daur Ulang (Recycle)

Adopsi yang lebih luas dari praktek mendapur ulang limbah fasyankes yang kategori limbah B3 non
Infeksius untuk jenis plastik mungkin masih sedikit sekali difikirkan oleh beberapa Pengelola Fasyankes
dan beberepa pihak pemegang kebijakan. Bahwa beberapa kebutuhan Sanitasi Fasyankes dalam
menyediakan sarana dan prasarana kebersihan membutuhkan peralatan yang terbuat dari plastik.
Diantaranya adalah tempat sampah / bak sampah, lakop sapu / pel, dan lain – lain yang terbuat dari
material plastik. Dan dari hasil survey dilapangan penggunaan terbesar Instalasi Kesling / Sanitasi
Fasyankes adalah penggunaan KANTONG LIMBAH dengan warna Kuning, Hitam, Biru, Ungu dan
Merah. Peralatan tersebut tentunya digunakan tidak bersentuhan dengan makanan / minuman dan
jika kebutuhan itu terbuat dari material daur ulang plastik adalah diperbolehkan. Dan jika di lakukan
survey di beberapa fasyankes, kebutuhan akan kantong medis tersebut kebanyakan terbuat dari
bahan original. Bisa di bayangkan berapa banyak potensi fasyankes menimbulkan limbah plastik,
sedangkan dewasa ini negara kita mendapat predikat nomer 2 terbesar penghasil sampah plastik di
dunia sehingga Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Repubrik Indonesia membuat program
dan pencanangan Indonesia Bebas Sampah 2020.

Dari pemikirarn tersebut, kami management TIMDIS ID membuat inovasi bahwa limbah medis non
infeksius yang diolah sesuai dengan aturan Permen LHK No. P-56 tahun 2017 dijadikan material Daur
Ulang Kantong Limbah Fasyankes untuk jenis Jerigen Cairan Hemodialisis dan limbah botol plabot /
infus. Sehingga dari sisi pengontrolan limbah dari hulu ke hilir dan pemanfaatannya bisa terkontrol
dengan baik dan sesuai aturan serta starand baku. Dari sisi penghematan biaya akan pengelolaan dan
kebutuhan supply sarana dan prasarana akan tercipta, sedang dari sisi lingkungan maka fasyankes ikut
serta berperan aktif dalam meminimasi timbulnya sampah plastik secara berkelanjutan.

Berikut gambaran skema alur material Daur Ulang Plastik dari limbah fasyankes menjadi produk daur
ulang plastik yang kemudian digunakan kembali oleh fasyankes.
iii. Pengelolaan limbah Padat Domestik dengan pola 3 R dalam meminimasi
munculnya volume limbah.

Limbah Padat Non Medis / Domestik Fasyankes adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit
yang berasal dari dapur, perkantoran, pertokoan, kantin / rumah makan disekitar lingkungan rumah sakit, ruang
tunggu, halaman dan taman. Limbah yang timbul adalah jenis sampah kering seperti plastik bekas kemasan
makanan dan minuman, kaleng, kertas, kaca dan lain – lain yang lazim disebut sampah anorganik. Disamping
itu ada sampah basah / mudah membusuk seperti sisa makanan minuman, ranting , dahan, daunan dari
pertamanan yang lazim di sebut sampah organik. Kemudian ada jensi sampah yang bersifat sulit terurai atau
dimanfaatkan lagi yang lazim disebut dengan istilah Residu.

Limbah – limbah tersebut jika tidak terkelola dengan baik dengan cara memilah – milah berdasarkan jenisnya
kemudian dimanfaatkan kembali maka tidak kalah dengan limbah medis akan menimbulkan dampak lingkungan
yang cukup serius. Karena jika system pengelolaannya kumpul – angkut – buang maka akan bermuara di TPA
menjadi gunungan / tumpukan sampah. Apalagi tidak bisa dipungkiri bahwa limbah – limbah rumah sakit
berbeda dengan limbah – limbah rumah tangga, karena sangat rentan tercampur dengan kegiatan medis
sehingga bisa teridentifikasi mengandung zat – zat berbahaya seperti kuman infeksi.

Oleh karena limbah padat domestik fasyankes perlu penanganan khusus juga dengan system, teknologi dan
managemen yang berkelanjutan. System yang bisa dilakukan dan sesuai dengan aturan perundang – undangan
pengelolaan sampah yaitu dengan pola Reduce (mengurangi material timbulnya limbah), Reuse ( mengguna
ulang limbah yang masih layak pakai) dan Recycle (mendaur ulang sampah menjadi produk baru lagi). Dan tak
kalah pentingnya adalah prosedur memilah limbah / sampah dari sumbernya, sehingga yang tersisa adalah
Residu yang kemudian akan di olah di TPA.
Berikut alur diagram pengelolaan limbah padat domestik fasyankes dengan pola 3 R ;

SUMBER SAMPAH ;
1. Fasilitas umum
2. Restaurant / Toko
3. Polyklinik
4. Bangsal
5. Perkantoran

PEMILAHAN SAMPAH DARI SUMBERNYA


ORGANIK ANORGANIK RESIDU
1. Sampah 1. Plastik (Sampah yg tdk
Dapur 2. Kertas
2. Sisa makanan 3. Logam /Besi
bisa di daur
3. Tumbuhan 4. Kaca ulang)
7. System Manajemen Pengelolaan.

Konsep lama pengelolaan lingkungan fasyankes lebih menekankan pengelolaan setelah terjadinya limbah (end
of pipe approach) yang diakui membawa konsekwensi ekonomi biaya tinggi tidak membantu kearah konsep
pembangunan berkelanjutan. Sesuai dengan situasi globalisasi, kini telah berkembang pemikiran mengenai
konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah system dengan berbagai manajemen yang di kenal sebagai
system managemen lingkungan (SML-Environmental Management System). Agar Kegiatan Manajemen
Pengelolaan lebih efektif dan mencapai sasaran maka sebaiknya dalam perencanaannya dipadukan dalam
rencana umum strategi fasyankes. Berikut ilustrasi langkah penerapannya ;

PENYEMPURNAA TAHAP PERTAMA


N Pengembangan & komitment
BERKELANJUTAN thd kebijaksanaan lingkungan

TAHAP KEDUA
Tahap Kelima
Perencanaan Aspek lingkungan
Pengkajian SML & dampak lingkungan terkait
persyaratan perundang –
undangan dan perusahaan

TAHAP KETIGA
- Penerapan & operas
- Alokasi Sumber Daya
- Struktur & tanggung jawab
Tahap Keempat - Sosialisasi & Diklat
- Dokumentasi & Pelaporan
Evaluasi berkala pemantauan thd - Pengendalian operasional
koreksi & pencegahan temuan – program manajemen yg
temuan dari Audit. specifik.
- Kesiapan & respon thd
keadaan darurat.
8. Strategi dan Tujuan Manajemen Pengelolaan.

Adapun strategi daripada manajemen pengelolaan ini menekan pada ;

 Penggunaan sarana dan prasarana serta material yang rasional


 Modifikasi dan subtitusi sarana dan prasarana serta material
 Praktek – praktek atau proses kegiatan dengan lebih efisien termasuk reduksi dan efisiensi
penggunaan energi, air dan sumber daya lainnya

Dan selanjutnya limbah yang dihasilkan diupayakan semaksimal mungki direduksi atau diminimasi melalui
praktek – praktek : Penggunaan kembali (reuse), Daur ulang (recycle) dan Pemulihan kembali (recovery).

Sedangkan tujuan utama dari pada manajemen pengelolaan ini adalah ;

 Mereduksi risiko pelanggaran atau kerugian masyarakat akibat dari dampak limbah fasyankes.
 Mereduksi biaya operasional pelayanan fasyankes dan biaya operasional pengelolaan limbah.
 Meningkatkan citra rumah sakit di mata masyarakat.

9. Langkah – langkah Penerapan Program.

Penerapan sebuah program agar mencapai sasarannya dan tercipta suatu countinues improvement / perbaikan
dan peningkatan yang berkelanjutan serta untuk mengefektifkan dan mengefisienkan setiap tindakan dalam
tahapan / langkah maka perlu adanya manajemen kualitas. Sebuah tahapan / langkah sebagai manajemen
pelaksanaan program yang sangat sederhana dan dapat di implementasikan adalah Siklus PDCA (Plan – Do –
Check – Action ).

 PLAN (RENCANAKAN)
Meletakkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan
spesifikasi.

 DO (KERJAKAN)
Implementasi proses pelaksanaan

 CHECK (KERJAKAN)
Memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan melaporkan
hasilnya

 ACT (TINDAK LANJUT)


Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan, ini juga meninjau seluruh langkah
dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.

PDCA sangatlah cocok untuk memperpendek siklus kerja, menghapuskan pemborosan di tempat kerja dan
produktivitas. Berikut penerapan siklus PDCA dalam menentukan langkah – langkah penerapan program
pengelolaan.
PEMBENTUKAN PROGRAM

 Komitmen Manajemen
 Penetapan kebijakan
 Diseminasi kebijakan

PENGORGANISASIAN PROGRAM

 Pembentukan gugus tugas program


 Penentuan ketua program
 Penentuan tujuan

KAJIAN RONA PROGRAM

 Identifikasi kapasitas operational RS


 Identifikasi sumber dan aliran limbah
 Identifikasi sumber data
 Rencana waktu dan tempat
 Pengumpulan data dan kunjungan lapangan
 Kajian data

PERUMUSAN PROGRAM

 Penetapan dan penentuan prioritas program


 Penetapan target dan sasaran program
 Identifikasi potensi daya dukung dan hambatan
 Identifikasi faktor eksternal

STUDI KELAYAKAN

 Teknis
 Lingkungan
 Finansial

PENULISAN LAPORAN KAJIAN


IMPLEMENTASI PROGRAM

 Pendanaan
 Pelatihan
 Modifikasi sarana & prasarana
 Subsitusi material
 Perjanjian Kerjasama dengan Pihak External

PELAPORAN PERKEMBANGAN
PROGRAM

 Pengukuran
 Penilaian
 Finansial

PENGEMBANGAN PROGRAM
BERKELANJUTAN

10. Penerapan Manajemen Pengelolaan Limbah Padat / Sampah Domestik Fasyankes


dengan pola 3 R melalui Bank Sampah Rumah Sakit

Pengeritan Bank Sampah menurut Permen LHK No.13 tahun 2012 adalah tempat pemilahan dan pengumpulan
sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi. Untuk mencegah atau
meminimasi timbulnya dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan oleh karena sampah /
limbah maka penerapan pengelolaan sampah di rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dilakukan
dengan prinsip 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle).

Oleh karena itu Fasyankes sebagai pusat kegiatan kesehatan masyarakat dan lingungan maka sangatlah
dipandang perlu untuk memberikan contoh kepada masyarakat agar peduli akan dampak lingkungan dari
timbulnya sampah. Pengelolaan sampah melalui Bank Sampah adalah sebagai pengelolaan secara komperhensif
dan terpadu dari hulu hingga ke hilir kemudian memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat,
dan aman bagi lingkungan serta dapat mengubah perilaku masyarakat.
A. Aspek kelembagaan Bank Sampah
Berdasarkan Peraturan Menteri Negra Lingkungan Hidup RI no. 13 tahun 2012 bahwa kelembagaan pelaksanaan
kegiatan 3 R melalui Bank Sampah dapat berbentuk KOPERASI atau YAYASAN. Sedangkan pada Priofil Bank
Sampah Indonesia tahun 2012, terdapat beberapa bentuk organisasi dalam Bank Sampah, yaitu Perusahaan
Terbatas (PT), Yayasan, Koperasi, dan lain – lain (Kementrian Lingkungan Hidup, 2012 : 14). Dalam penerapan
dilingkungan Fasyankes bisa melalui lembaga Koperasi Karyawan atau Yayasan / Komite, bahkan untuk Rumah
Sakit Swasta bisa di kelola langsung dibawah Yayasan / Manajemen Perusahaan.

B. Aspek teknik / Mekanisme Operasional


Mekanisme pengelolaan sampah melalui Bank Sampah telah diatur dalam Peraturan Menteri Negra Lingkungan
Hidup RI no. 13 tahun 2012 pada pasal 5 bahwa mekanisme bank sampah terdiri dari ;

1) Pemilahan sampah;
2) Penyerahan sampah ke bank sampah;
3) Penimbangan sampah;
4) Pencatatan;
5) Hasil Penjualan sampah yang diserahkan dimasukkan ke dalam buku tabungan;
6) Bagi hasil penjualan sampah antara penabung dengan pelaksana.

Implementasi pada lingkungan fasyankes adalah sebagai berikut ;

 Pemilahan, Penyerahan, Penimbangan dan Pencatatan : pada setiap unit sumber penghasil sampah,
disediakan tempat – tempat sampah dan pewadahannya. Kemudian sampah diletakkan sesuai dengan
jenisnya, yang ada nilai ekonominya kemudian diserahkan ke Bank Sampah dilakukan penimbangan,
pencacatan ke dalam buku tabungan atas nama unit yang bersangkutan. Sampah yang tidak ada
nilainya / residu diangkut oleh Cleaning Service ke TPS Domestik.
Sedangkan sampah yang berasal dari tempat – tempat umum, seperti Ruang Tunggu, Taman / Halaman,
Lorong / Koridor yang mempunyai nilai ekonomi di kumpulan oleh Cleaning Service kemudian
diserahkan ke Bank Sampah, ditimbang, dicatat dalam buku tabungan atas nama Cleaning Service baik
secara peorangan maupun per kelompok
 Penjualan Sampah oleh Bank Sampah : sampah yang sudah terkumpul lewat Bank Sampah disimpan
di pergudangan sambil menunggu diangkut oleh mitra. Setelah volume cukup untuk dilakukan
pengangkutan maka Mitra Bank Sampah melakukan pembelian dan mengangkut sampah tersebut.
Dana dari hasil penjualan tersebut dimasukkan ke dalam rekening masing – masing nasabah.
 Bagi hasil penjualan sampah antara penabung dan pelaksana : sehubungan dalam operasional
pelaksanaan bank sampah memerlukan dana operasional baik secara administrative maupun
operasional maka hasil dari penjualan sampah dilakukan bagi hasil dengan ketentuan sesuai dengan
musyawarah antara pengurus Bank Sampah dengan Nasabah Bank sampah, misal dengan hitungan 75
% untuk nasabah dan 25 % untuk lembaga Bank Sampah.

C. Aspek Sumber Pendanaan


Sumber dana keuangan adalah salah satu hal yang dibutuhkan dalam proses pengelolaan sampah melalui Bank
Sampah. Sebagai modal awal untuk pendirian dan operasional Bank Sampah bisa di dapat dari dana
perseorangan dengan modal penyertaan, dari dana Keuangan Koperasi yang sebelumnyaa sudah berjalan, atau
dari dana CSR Fasyankes itu sendiri.
D. Aspek legal hukum dan peran serta Pemerintah, Swasta dan Masyarakat.
Sesuai dengan amanah daripada Undang – undang RI No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah bahwa
dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan
Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta peran serta masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah
dapat berjalan secara proposional, efektif dan efisien. Maka Bank Sampah di Fasyankes bisa melakukan
kemitraan dalam melakukan pengelolaan sampah dengan pemerintah dan swasta.

Pihak Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungannya berupa legalitas Bank Sampah Fasyankes sebagai
syarat untuk mendapatkan dana Coorporate Social Responsibility (CSR), atau menyiapkan anggaran untuk
sosialisasi sampah kepada masyarakat sekitar, memberikan peralatan pendukung dalam operasional Bank
Sampah, dan lain – lain. Dengan pihak swasta dapat menjalin kemitraan kerjasama dalam bidang pengembangan
usaha dan bussines partnership, sehingga kelangsungan hidup usaha daripada Bank Sampah dapat tercipta.

11. Langkah – Langkah dalam Pendirian Bank Sampah

Langkah – langkah dalam pendirian Bank Sampah pada umumnya diantara adalah sebagai berikut ;

I. Membentuk Pengurus
Bank Sampah pada dasarnya adalah sebuah organisasi atau perkumpulan yang mempunyai tujuan pengelolaan
sampah. Sebagai sebuah organisasi yang melibatkan orang banyak, maka langkah awal dalam pendirian sebuah
bank sampah adalah membentuk pengurus dari Bank Sampah. Secara umum kepengurusan dari sebuah
organisasi itu terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Koordinator dan Pegawai / Karyawan yang melakukan
pekerjaan setiap hari. Para Pengurus inilah yang nantinya menjalankan pengoperasian Bank Sampah dan
mengatur segala sesuatunya. Berikut Struktur Kelembagaan Bank Sampah secara sederhana ;

KETUA

SEKRETARIS BENDAHARA

STAF KASIR
OPERASIONAL /ADMINT

II. Nama Bank Sampah


Pemberian nama bank sampah teramatlah penting, karena nama tersebut menjadi sebuah identitas yang
membedakan satu bank sampah dengan bank sampah lainnya, juga agar memudahkan mengidentifikasinya.
Agar lebih menarik dan menjadi perhatian umum, ada baiknya nama Bank Sampah Fasyankes menggunakan
tema – tema Kesehatan Lingkungan atau visi dan misi dari fasyankes yang bersangkutan sehingga menjadi icon
dari fasyankes tersebut.

III. Lokasi / Tempat


Setelah pengurus dibentuk dan nama telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan tempat. Tempat
yang dimaksud disini adalah kantor / tempat untuk mengurusi pengadministrasian bank sampah dan juga
tempat penimbangan sampah yang disetor oleh nasabah dan tempat gudang penyimpanan sementara. Lokasi
dari bank sampah fasyankes sebaiknya jadi satu area dengan TPS Domestik.

IV. Bekerja sama dengan pelaku daur ulang / sejenis


Untuk memudahkan Pengurus dalam menjalankan kegiatan usahanya Bank Sampah, bisa melakukan kerjasama
bilateral dengan pelaku usaha Daur Ulang yang ada dan melakukan negosiasi terkait jual beli limbah yang
mempunyai nilai ekonomi. Agar terciptanya sebuah kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dan
berkelanjutan serta bertanggung jawab.

V. Peralatan Operasional
Alat – alat operational utama dari adanya Bank Sampah adalah timbangan untuk menimbangan sampah dan
juga karung – karung besar untuk menyimpan sampah menurut jenisnya. Karung – karung tersebut diberi label
masisng – masing, misalnya label besi untuk menyimpan sampah – sampah yang terbuat dari besi. Label plastik
untuk menyimpan sampah dari plastik.

VI. Manajemen Administrasi


Seperti bank konvensional pada umumnya, pengelolaan bank sampah juga memerlukan administrasi atau
pembukuan dalam pengelolaannya. Pembukuan yang harus ada dan administrasi paling utama adalah buku
tabungan, buku induk nasabah, buku rekap penimbangan, buku kas, buku tamu dan lain sebagainya.

Buku tabungan memuat nama dan nomer rekening dari nasabah bank sampah. Didalamnya tertera sejumlah
nilai rupiah dari sampah yang sudah mereka setorkan / tabungkan. Nilai rupiah tersebut jika diinginkan dapat
diambil dalam periode tertentu atau minimal sudah mencapai nominal tertentu sesuai dengan kesepakataan.

VII. Menyusun SOP


Agar manajemen pengoperasian berjalan lancar dan sesuai dengan perencanaan, target pencapaian maka perlu
adanya sebuah aturan pokok yang harus dijalankan sebagaiman mestinya, yang mana lazim disebut dengan
Standard Operasional Prosedur dan beberapa ketentuan – ketentuan lainnya yang dianggap perlu.

VIII. Sosialisasi
Setelah langkah – langkah diatas sudah dijalankan, maka langkah selanjutnya adalah mensosialisasikan
keberadaan bank sampah tersebut pada semua elemen masyarakat yang ada di lingkungan fasyankes
diantaranya jajaran Direktur, Kepada Bagian, Staf dan karyawan dan masyarakat pengguna fasilitas pendukung
yang ada di lingkungan fasyankes. Sehingga dengan adanya Bank Sampah di Lingkungan Fasyankes, maka
pengelolaan sampah bisa menjadi lebih baik, tertip, terorganisir, terkontrol dalam satu manajemen satu pintu.
Dan yang paling terasa dari sisi ekonomi bahwa dengan pengelolaan limbah padat domestik fasyankes dengan
konsep pilah sampah dari sumber dan menerapkan 3 R maka volume sampah yang timbul jadi berkurang
sehingga mengurangi beban biaya pengelolaan sampah domestik fasyankes.
12. System pengontrolan arus pengolahan limbah dari hulu hingga hilir serta
pertanggung jawabannya.

A. Limbah Medis kategori non infeksius yang telah dilakukan pemilahan dari sumber kemudian diangkut
oleh Cleaning Service ke TPS Daur Ulang dilakukan pencatatan secara harian, sehingga fasyankes bisa
mengetahui volume limbah yang akan dilakukan pengolahan. Berikut Formulir Pencatatannya ;
NERACA BULANAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS NON INFEKSUS
NAMA RUMAH SAKIT ; ........................................
PERIODE ;...............................

TANGGAL PEMANFAATAN
JUMLAH
No. JENIS LIMBAH SUMBER LIMBAH SATUAN
LIMBAH TTL HASIL DISERAHKAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 OLAHAN PIHAK MITRA

BOTOL BEKAS
1 BIJIAN
INFUS

JERIGEN BEKAS
2 CAIRAN BIJIAN
HEMODIALISIS

3 LAIN - LAIN BIJIAN

B. Limbah yang telah dilakukan treatment pengolahan di TPS Daur Ulang di Fasyankes dari Limbah B3
menjadi non – B3, maka sudah menjadi material daur ulang yang siap dilakukan proses lanjutan. Setiap
penyerahan material tersebut kepada pihak mitra fasyankes maka di buatlah manifes / berita acara
serah terima limbah sebagai berikut ;

Nomor :
MANIFES MATERIAL LIMBAH NON - B3 RUMAH SAKIT
1. Nama dan alamat Fasyankes ; 2. Lokasi dan alamat pemuatan;

3. Data pengangkutan limbah


a . Je ni s l i mba h b. Ka ra kte ri s ti k l i mba h c. Sta tus / kondi s i l i mba h

d. Ke l ompok ke ma s a n ; e . Sa tua n ukura n ; f. Je ni s Ke nda ra a n Pe nga ngkut ;


Be ra t : kg
Juml a h Nomor Pol ;
ke ma s a n :

4. Keterangan tambahan untuk limbah diatas ;

5. Intruksi penanganan khusus jika diperlukan ;

6. Nomor telepon yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat ;

7. Tujuan Pengangkutan ; Pe nge pul /Pe ngol a h/Pe ma nfa a t *

Dengan i ni saya nyatakan bahwa l i mbah yang di angkut tel ah di l akukan proses pengol ahan sesuai dengan keten-
tuan PERMEN LHK No. P-56/2015 , pasal 38 & 39 yai tu pengol ahan l i mbah B3 menjadi non B3 dan tel ah sesuai
dengan peri nci an i si an baku tersebut di atas, serta di kemas dal am keadaaan bai k dan aman untuk di l akukan
pengangkutan di jal an raya sesuai dengan Peraturan Pemeri ntah Republ i k Indonesi a.
8. Nama Pengirim ; Tanggal ; 9. Nama Pengangkut ; 10. Nama Penerima ;

Jabatan ;
C. Limbah Non B3 Fasyankes yang telah diangkut keluar dari Lingkungan Fasyankes kemudian akan
dilakukan proses lanjutan yaitu diolah dengan cara mendaur ulang material tersebut menjadi produk
daur ulang. Ketika pengiriman material tersebut di terbitkan Berita Acara Serah Terima / Manifest yang
dibuat oleh pabrikan pemanfaat seperti berikut ;

Nomor :
BERITA ACARA PEMANFAATAN MATERIAL LIMBAH NON MEDIS

11. Nama dan alamat Perusahan Pengolah / Pemanfaat ; 12. No. SIUP / TDP ;
13. No. HO ;
14. No. Telp ;
15. Data penerimaan limbah untuk material bahan baku daur ulang
a . Jeni s l i mba h b. Ka ra kteri s ti k l i mba h c. Sta tus / kondi s i l i mba h

d. Kel ompok kema s a n ; e. Sa tua n ukura n ; f. Jeni s Kenda ra a n Penga ngkut ;


Bera t : kg
Juml a h Nomor Pol ;
kema s a n :

Denga n i ni s a ya menya ta ka n ba hwa s a ya tel a h meneri ma ki ri ma n l i mba h untuk ma teri a l ba ha n ba ku da ur ul a ng


denga n jeni s da n juml a h s eperti ters ebut di a ta s da n ba hwa l i mba h ters ebut a ka n di pros es pengol a ha n l a njuta n
ya i tu ; kemudi a n di ja di ka n produk ;

15. Nama Penerima ; Tanggal ; 16. Nama Pengangkut ; 17. Nama Perusahan Pengirim ;

Jabatan ; Jabatan ;

13. PENUTUP

Fasyankes sebagai penghasil limbah medis terbesar yang tergolong limbah B3 yaitu limbah medis
infeksius, radioaktif, korosif dan kemungkinan mudah terbakar, yang mengandung potensi bahaya
bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan karena tercemar bahaya infeksius, toksik dan radioaktif,
bertanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkannya. Setiap Fasyankes diharapkan memiliki
sistem, teknologi, dan manajemen pengelolaan limbah yang komperhesfi dan berkelanjutan serta
memperhatikan prinsip – prinsip yang telah diatur.
Sesuai dengan amanah daripada Undang – undang RI No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah bahwa
dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan
Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta peran serta masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah
dapat berjalan secara proposional, efektif dan efisien. Manajemen TIMDIS ID sebagai pelaku swasta siap dan
bersedia setiap saat untuk berperan aktif sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya bermitra dengan pihak
manapun demi tericiptanya lingkungan yang bersih dan sehat serta ikut mensukseskan program Green Hospial
khususnya dan Indonesia Bebas Sampah 2020 pada umumnya.

Tertanda,

Management TIMDIS ID

Anda mungkin juga menyukai