DISUSUN OLEH :
RONI
KRISTA
SARMA
RUMONDANG
DELLA
MARSIDA
Data yang untuk membuat Histogram adalah data pengukuran yang berbentuk Numerik.
Sebagai contoh:
Seorang Engineer ingin mengumpulkan data pengukuran untuk panjangnya kaki komponen A
seperti tabel dibawah ini :
Sebelum menentukan Besarnya nilai Range, kita perlu mengetahui Nilai terbesar dan Nilai
Terkecil dari seluruh data pengukuran kita. Cara untuk menghitung Nilai Range (R) adalah :
R = Xmaks – Xmins
atau
Range = Nilai terbesar – Nilai terkecil
Catatan :
Jika anda menggunakan Excel , anda bisa memakai Function :
Mencari Nilai Terbesar : @MAX( nomor cell awal : nomor cell akhir)
Mencari Nilai Terkecil : @MIN(nomor cell awal : nomor cell akhir)
Untuk contoh diatas, Besarnya Nilai Range adalah 0.6 dengan perhitungan dibawah ini:
Range = 3.2 – 2.6
Range = 0.6
Sebagai Pedoman, terdapat Tabel yang menentukan Kelas Interval-nya sesuai dengan
banyaknya Jumlah Sample Unit pada Data Pengukuran.
Untuk contoh kasus diatas, banyaknya sampel data pengukuran adalah 50 data, maka kita
memilih banyaknya kelas interval adalah 7 buah (menurut tabel adalah 6 sampai 10).
4. Menentukan Lebar Kelas Interval, Batas Kelas, dan Nilai Tengah Kelas
Yang menentukan Lebar setiap kelas Interval adalah pembagian Range (Langkah 2) dan
Banyaknya Interval Kelas (Langkah 3).
Kasus yang sama, untuk cara menghitung Lebar Kelas Interval adalah :
Untuk menentukan Batas untuk setiap kelas Interval, kita memakai rumus :
Cara diatas merupakan Cara Manual dalam perhitungan dan pembuatan Grafik Histogram
CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN TENTANG HISTOGRAM DAN
POLIGON FREKUENSI
SOAL:
Buatlah histogram dan Poligon frekuensi dari data berikut:
Nilai ulangan Frekuensi
55-59 7
60-64 12
65-69 23
70-74 21
75-79 18
80-84 10
85-89 8
90-94 1
Jumlah 100
SOLUSI:
Sebelum membuat histogram dan poligon frekuensi, kita harus mengetahui beberapa
istilah yang terdapat pada daftar distribusi frekuensi.
1. Batas kelas
Batas bawah dari tabel di atas adalah 55, 60, 65, 70, 75, 80, 85, 90
Batas atasnya adalah 59, 64, 69, 74, 79, 84, 89, 94
2. Tepi kelas
Tepi bawah kelas = batas bawah – 0,5
Tepi atas kelas = batas atas + 0,5
Tepi bawah kelas dari tabel di atas adalah = (54,5), (59,5), (64,5), (69,5), (74,5), (79,5),
(84,5), (89,5)
Tepi atas kelasnya adalah = (59,5), (64,5), (69,5), (74,5), (79,5), (84,5), (89,5), (94,5)
Setelah mengetahui batas kelas, tepi kelas, dan titik tengah kelas, maka data dapat
disajikan dalam bentuk histogram.
Selanjutnya, dari sebuah histogram kita dapat membuat poligon frekuensi, yaitu garis-garis
patah yang menghubungkan setiap titik tengah atas persegi panjang pada histogram.
DISTRIBUSI FREKUENSI
Distribusi frekuensi adalah pengelompokan data ke dalam beberapa kelompok (kelas) dan
kemudian dihitung banyaknya data yang masuk kedalam tiap kelas. Distribusi frekuensi
merupakan salah satu bentuk klasifikasi data, yaitu klasifikasi data secara kuantitatif.
Di dalam statistik deskriptif kita selalu mengusahakan agar data dapat disajikan dalam bentuk
yang lebih berguna, lebih mudah dipahami dan lebih cepat dimengerti. Jika data yang ada
hanya sedikit, kita tidak mengalami kesulitan untuk membaca dan mengerti angka-angka itu,
tetapi apabila data yang tersedia banyak sekali jumlahnya, maka untuk mengerti data tersebut
kitaakan mengalami kesulitan. Untuk memudahkannya data harus disusun secara sistematis
atau teratur kedalam distribusi frekuensi.
Contoh: Penjualan agen tiket PT Garuda per hari dalam jutaan rupiah
K = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 Log 80
= 7,28 ———Ø 7
1. Mencari Range
= 37,82 – 5,45
= 32,37 ………..Ø 32
= 32/7
= 4,57 …………….Ø 5
1. Menentukan Kelas
Penjualan
Kelas
(Dalam Jutaan Rp)
Kelas I 5 – 9,99
Kelas II 10 – 14,99
Kelas III 15 – 19,99
Kelas IV 20 – 24,99
Kelas V 25 – 29,99
Kelas VI 30 – 34,99
Kelas VII 35 – 39,99
Distribusi frekuensi numerik adalah Distribusi frekuensi yang didasarkan pada data-data
kontinum yaitu data yang berdiri sendiri dan merupakan suatu deret hitung, sedangkan yang
dimaksud dengan Distribusi frekuensi kategorikal adalah Distribusi frekuensi yang
didasarkan pada data-data yang terkelompok. Jika data masih berbentuk kontinum, maka
harus diubah lebih dahulu menjadi data kategorikal dan selanjutnya beru dicari frekuens
masing-masing kelompok.
Contoh:
Penelitian terhadap nilai pembaca S1 Jurusan Teknik Informatika untuk mata kuliah statistik
pada suatu perguruan tinggi. Dari hasil pengambilan sampel secara random(acak) terambil
sampel sebanyak 30 nilai statistik.
75 80 30 70 20 35 65 65 70 57
55 25 58 70 40 35 36 45 40 25
15 55 35 65 40 15 30 30 45 40
Pada contoh diatas merupakan contoh Distribusi frekuensi numerik. Mengingat Distribusi
frekuensi numerik didasarkan padadata apa adanya maka ada kemungkinan daftar Distribusi
akan panjang (terutama untuk data yang mempunyai rentangan panjang). Jika hal ini terjadi
maka usaha yang semula bertujuan mempermudah dalam membaca data melalui penyusunan
distribusi frekuensi tidak akan tercapai. Hal ini disebabkan karena daftar distribusi masih
panjang yang berkemungkinan besar masih mengacaukan pembaca. Untuk mengatasi
masalah tersebut dibuatlah distribusi frekuensi kategorikal yaitu data yang sudah
dikelompokkan seperti tabel dibawah ini:
Nilai F
15-25 5
26-36 7
37-47 6
48-58 4
59-69 3
70-80 5
30
Perubahan data numerik ke data kategorikal harus menggunakan aturan-aturan tertentu, itu
berarti bahwa pengelompokkan tersebut harus memuat aturan-aturan tertentu, sehingga tidak
akan terjadi suatu rentangan atau kelompok yang tidak berfrekuensi.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kelas bagi distribusi frekuensi
kategorikal:
1. Jumlah kelas
2. Lembar kelas
3. Batas kelas
Jumlah kelas
Tidak ada aturan umum yang menentukan jumlah kelas. H.A. Sturges pada tahun 1926
menulis artikel dengan judul: “The Choice of a Class Interval” dalam Journal of the
American Statistical Association, yang mengemukakan suatu rumus untuk menentukan
banyaknya kelas sebagai berikut:
K = 1 + 3,3 log n
Dimana:
K = banyaknya kelas
rumus ini disebut Kriterium Sturges dan merupakan suatu perkiraan tentang banyaknya kelas.
Misalnya data dengan n = 100, maka banyaknya kelas K adalah sebagai berikut:
Ada kemungkinam jumlah kelompok hasil perhitungan rumus di atas merupakan pecahan,
tetapi di sini untuk memudahkannyakita akan melakukan pembualatan. Langkah berikutnya
adalah mencari rentangan (interval) tiap kelas.
Disarankan interval atau lebar kelas adalah sama untuk setiap kelas. Pada umumnya, untuk
menentukan besar kelas (panjang interval) digunakan rimus:
Dimana:
c = lebar kelas
k = banyaknya kelas
= nilai observasi terbesar
= nilai observasi terkecil
nilai F
48-54 1
55-61 2
62-68 7
69-75 12
76-82 7
83-89 3
90-6 2
34
Nilai 48-54 disebut kelas interval. Urutan kelas interval disusun mulai data terkecil hingga
terbesar. Urutan kelas interval pertama adalah 48-54, dan urutan kelas unterval kedua adalah
55-61, demikian seterusnya. Semua kelas interval berada di kolom sebelah kiri. Sedangkan
nilai yang berada disebelah kanan adalah nilai frekuansi yang disingkat f. f = 1 berarti yang
mempunyai nilai antara 48 sampai 58 sebanyak 1. Nilai-nilai dikiri kelas interval
(48,55,62,69,76,83,90) disebut batas bawah kelas. Nilai 48 disebut batas bawah kelas
pertama, nilai 55 disebut batas bawah kelas kedua, dan sterusnya. Sedangkan nilai-nilai yang
di kanan kelas interval (54,61,68,75,82,89,96) disebut batas atas kelas.
Selisih positif antara batas bawah dengan batas atas harus sama yang disebut lebar kelas.
Misalnya kita memiliki data terbesar 95 dan data terkecil 10 dengan jumlah kelas 9, maka di
dapat:
Pembulatan pada penentuan interval sebaiknya ke atas, walaupun angka di belakang koma
kecil, karena pembulatan kebawah akan menanggung resiko yaitu ada data yang tidak masuk
dalam kelompok yang telah ditentukan.
Batas kelas
Batas kelas bawah menunjukkan kemungkinan nilai data terkecil pada suatu kelas.
Sedangkan batas kelas atas mengidentifikasi kemungkinan nilai terbesar dalam suatu kelas.
Contoh:
48 50 37 43 51 52 47 48 48 41
42 45 48 37 53 52 51 48 43 41
Jawab
37 37 41 41 42 43 43 45 47 48
48 48 48 48 50 51 51 52 52 53
Range = 53-37=16 (kelas interval harus mampu menampung semua data observasi)
k = 1 + 3,3 log n
Nilai Frekuensi
37-40 2
41-44 5
45-48 7
49-52 5
53-56 1
Distribusi frekuensi absolut adalah suatu jumlah bilangan yang menyatakan banyaknya data
pada suatu kelompok tertentu. Distribusi ini disusun berdasarkan data apa adanya, sehingga
tidak menyulitkan peneliti dalam membuat distribusi ini.Sedangkan Distribusi frekuensi
relatif adalah suatu jumlah persentase yang menyatakan banyaknya data pada suatu kelompok
tertentu. Dalam hal ini pembuat distribusi terlebih dahulu harus dapat menghitung persentase
pada masing-masing kelompok. Distribusi akan memberikan informasi yang lebih jelas
tentang posisi masing-masing bagian dalam keseluruhan, karena kita dapat melihat
perbandingan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya.walaupun demikian
kita masih belum memperoleh gambaran yang jelastentang penyebab adanya perbedaan
tersebut. Berikut adalah rumus mencari Distribusi frekuensi relatif:
X f fr fk* fk**
X1 f1 f1/n*100 f1 f1+f2+…+fi+…+fk
X2 f2 f2/n*100 f1+f2 f2+…+fi+…+fk
. . . . .
. . . . .
. . . . .
Xi fi fi/n*100 f1+f2+…+fi fi+…+fk
. . . . .
. . . . .
. . . . .
Xk fk fk/n*100 f1+f2+…+fi+…+fk fk
Contoh:
Frek. Relatif
37-40 2 10
41-44 5 25
45-48 7 35
49-52 5 25
53-56 1 5
total 20
Contoh lain:
Data pengukuran tinggi badan atas 100 orang. Setelah dilakukan penyederhanaan data(tinggi
badan dikelompokkan menjadi 7 kelompok/kelas), maka distribusi frekuensi absolut dan
relatif dapat dikihat pada tabel dibawah ini:
Frek. Relatif
150-154 5 5
155-159 10 10
160-164 25 25
165-169 30 30
170-174 19 19
175-179 8 8
180-184 3 3
Total 100 100
Distribusi frekuensi Satuan adalah frekuensi yang menunjukan berapa banyak data pada
kelompok tertentu. Contoh-contoh Distribusi frekuensi diatas menunjukkan Distribusi
frekuensi satuan, baik yang numerik maupun relatif. Yang dimaksud distribusi frekuensi
kumulatif adalah distribusi frekuensi yang menunjukkan jumlah frekuensi pada sekelompok
nilai tertentu mulai dai kelompok sebelumnya sampai kelompok tersebut.