Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Roda perekonomian didalam suatu negara, tidak terlepas dari peran dan fungsi bank
dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf
hidup masyarakat di suatu negara. Kemudian pelaksanaan penghimpun dan penyaluran dana
masyarakat tersebut perlu diawasi dan diatur dengan suatu peraturan hukum yang diharapkan
dapat menciptakan ketertiban dan kepastian hukum, serta menjamin rasa adil bagi masyarakat
dalam aktifitas perbankan itu sendiri.
Pada awalnya bank hanyalah tempat pentimpanan benda-benda berharga milik
saudagar yang khawatir terhadap kejahatan pencurian. Kemudian perbankan pertama kali
didirikan di Italia, kota dagang Venesia dan Goa pada awal abad ke-14. Sedangkan di
Indonesia sendiri bank dikenal tahun 1824, pada zaman pemerintahan Hindia Belanda yang
dikenal dengan nama Handel Maatchappi (NHM), yang sekarang kita kenal dengan Bank
Ekspor Impor (BEI).
Seiring berjalannya waktu, perbankan juga mengalami perkembangan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Di Indonesia sendiri yang mayoritas penduduknya menganut Agama
Islam.
Kemunculan perbankan syariah dan lembaga-lembaga keuangan islam lainnya di
Indonesia ini merupakan fenomena menarik yang kehadirannya tidak terlepas dari pengaruh
beberapa factor. Pertama, kepercayaan kaum muslimin bahwa di samping sebagai sebuah
agama dalam pengertian sebuah system kepercayaan. Sejalan dengan tujuan pembangunan
nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
demokrasi ekonomi, dikembangkan system ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Berdirinya perbankan syariah di Indonesia juga berada dalam pengawasan Dewan
Syariah Nasional dan ada undang-undang yang mengatur secara khusus tentang operasional
perbankan syariah. Maka di makalah ini akan sedikit membahas tentang beberapa aspek
hukum dalam perbankan syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum ?
2. Apa pengetian dan dasar hukum perbankan syariah ?
3. Apa saja produk penyaluran dana dalam perbankan syariah ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian hukum secara umum.
2. Untuk mengetahui pengertian dari perbankan syariah dan dasar hukum yang
melandasi beroperasinya perbankan syariah.
3. Untuk mengetahui produk apa saja yang termasuk dalam penyaluran dana perbankan
syariah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan
kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas
kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih. Administratif hukum
digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum
internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari
perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa
"Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan
tirani yang merajalela."
Hingga saat ini, belum ada kesepahaman dari para ahli mengenai pengertian hukum.
Telah banyak para ahli dan sarjana hukum yang mencoba untuk memberikan pengertian atau
definisi hukum, namun belum ada satupun ahli atau sarjana hukum yang mampu memberikan
pengertian hukum yang dapat diterima oleh semua pihak. Ketiadaan definisi hukum yang
dapat diterima oleh seluruh pakar dan ahli hukum pada gilirannya memutasi adanya
permasalahan mengenai ketidaksepahaman dalam definisi hukum menjadi mungkinkah
hukum didefinisikan atau mungkinkah kita membuat definisi hukum? Lalu berkembang lagi
menjadi perlukah kita mendefinisikan hukum?
Ketiadaan definisi hukum jelas menjadi kendala bagi mereka yang baru saja ingin
mempelajari ilmu hukum. Tentu saja dibutuhkan pemahaman awal atau pengertian hukum
secara umum sebelum memulai untuk mempelajari apa itu hukum dengan berbagai macam
aspeknya. Bagi masyarakat awam pengertian hukum itu tidak begitu penting. Lebih penting
penegakannya dan perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Namun, bagi
mereka yang ingin mendalami lebih lanjut soal hukum, tentu saja perlu untuk mengetahui
pengertian hukum. Secara umum, rumusan pengertian hukum setidaknya mengandung
beberapa unsure.
Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan
berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Hal
ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan
kepentingan umum.
Peraturan hukum ditetapkan oleh lembaga atau badan yang berwenang untuk itu.
Peraturan hukum tidak dibuat oleh setiap orang melainkan oleh lembaga atau badan yang
memang memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu aturan yang bersifat mengikat bagi
masyarakat luas.
Penegakan aturan hukum bersifat memaksa. Peraturan hukum dibuat bukan untuk
dilanggar namun untuk dipatuhi. Untuk menegakkannya diatur pula mengenai aparat yang
berwenang untuk mengawasi dan menegakkannya sekalipun dengan tindakan yang represif.
Meski demikian, terdapat pula norma hukum yang bersifat fakultatif/melengkapi. Hukum
memliki sanksi dan setiap pelanggaran atau perbuatan melawan hukum akan dikenakan
sanksi yang tegas. Sanksi juga diatur dalam peraturan hukum.

B. Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan Syariah


1. Pengertian
Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: ‫ المصرفية السإلماية‬al-Mashrafiyah al-
Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum
Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama
Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga
pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang
(haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut
dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau
minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Ketentuan umum menurut undang-undang republik Indonesia No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah pasal 1, dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
a. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
b. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.
c. Bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
d. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syarah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
e. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor
pusat Bnak Umum Konvesional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau
unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
f. Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah.
g. Akad adalah kesepakatan tertulis antara bank syariah atau UUS dan pihak lain yang
memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip
syariah.
h. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa :
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik;
3) Transaksi jual beli dalam bentuk murabahah, salam, dan istishna’;
4) Transaksi pinjam meminjam dengan bentuk piutang qardh; dan
5) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah,
tanpa imbalan, atau bagi hasil

2. Dasar Hukum Prbankan Syariah


Bank syariah sebagai sebuah lembaga keuangan mempunyai mekanisme dasar, yaitu
menerima deposito dari pemilik modal (depositor) dan mempunyai kewajiban (liability)
untuk menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola dan/atau
skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua
kategori utama, yaitu interest-fee current and saving accounts dan investment accounts
yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss Sharing) anatar pihak bank dengan
pihak depositor; sedangkan pada sisi aset, yang termasuk didalamnya adalah segala
bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai prinsip atau standar syariah, seperti
mudharabah, musyarakah, istisna, salam, dan lain-lain.
Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis empiris diakui keberadaannya di
negara Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, diantaranya, Undang-Undang No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan, Undang-Undang No.10 tentang perubahan atas Undang-Undang
No.7 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang No.3 Tahun 2004 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, Undang-
Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama.
Selain itu, pengakuan secara yuridis empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh
dan berkembang pada umumnya diseluruh Ibukota Provinsi dan Kabupaten di Indonesia,
bahkan beberapa bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya membuka unit usaha
syariah (bank syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, dan semacamnya). Pengakuan
secara yuridis dimaksud, memberi peluang tumbuh dan berkembang secara luas kegiatan
usaha perbankan syariah, termasuk memberi kesempatan kepada bank umum
(konvesional) untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
Undang-undang dari landasan dasar hukum diatas, kemudian dijabarkan dalam
berbagai peraturan Bank Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut:
a. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup tentang
pelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
b. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
c. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihakyang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
d. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian bedasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk menyimpan dana/atau pembiayaan kegiatan usaha dan/atau kegiata
lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, anatara lain pembiayaan berdasarkan prinsip
bagi hasil (mudharabah), pembiayaan dengan prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa
pilihan (ijarah), atau adanya pilihan pemindahan pemilikan atau barang yang disewa
dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtima).
PBI secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari UU No.21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah dan telah di undangkan hingga saat ini yaitu PBI No. 10/16/PBI 2007
tentang pelaksana prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana serta pelayanan jasa bank syariah dan PBI No. 10/17/PBI 2008 tentang produk bank
syariah dan unit usaha syariah.

C. Produk Penyaluran Dana Perbankan Syariah


Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan bank syariah harus tetap berpedoman pada
prinsip-prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, bank
diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas
pembiayaan yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyaluran dana
perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentagan dengan prinsip syaiah. Bentuk
penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan bank syariah dalam melaksanakan
operasinya, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu :
1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan
prinsip jual beli.
2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapat jasa dilakukan dengan prinsip
sewa.
3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan
sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Menyalurkan dana ke masyarakat, dalam hal ini bank memberikan pinjaman kepada
masyarakat. Dengan kata lain, bank menyediakan dana bagi masyarakat yang
membutuhkannya. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi berbagai jenis sesuai dengan
keinginan nasabah. Sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu menilai apakah kredit
tersebut layak atau tidak diberikan kepada masyarakat, penilaian ini dilakukan agar bank
terhindar dari kerugian akibat tidak dapat dikembalikannya pinjaman yang disalurkan bank
dengan berbagai sebab. Jenis kredit yang biasa diberikan hampir semua bank adalah kredit
investasi, kredit modal kerja atau kredit perdagangan.

Prinsip Jual Beli

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan


barang atau benda (transfer of property). Dalam penerapan prinsip syariah 3 jenis prinsip jual
beli yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal
kerja dan produksi, yaitu :
1. Pembiayaan Murabahah
Transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk
memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai
dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank
menjual barang kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin
keuntungan yang disepakati.
Ketentuan murabahah dalam praktik perbankan syariah di Indonesia dijelaskan dalam
fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah yang
meliputi :
a. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah
b. Ketentuan murabahah kepada nasabah
c. Jaminan dalam murabahah
d. Utang dalam murabahah
e. Penundaan pembayaran dalam murabahah
f. Bangkrut dalam murabahah

2. Jual Beli Salam


Transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena it
barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dlakukan tunai. Bank
bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini
kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang jual beli salam No.
05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. Dimana didalamnya mengatur mengenai
:
a. Ketentuan tentang pembayaran
b. Ketentuan tentang barang
c. Ketentuan tentang salam paralel
d. Penyerahan barang sebelum atau pada waktunya
e. Pembatalan kontrak
f. Perselisihan

3. Jual Beli Istishna’


Merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di
muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicil, atau ditangguhkan. Produk isthisna’
menyerupai produk salam, namun dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh
bank dalam beberapa kali pembayaran.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang jual beli istishna’ No.
06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’. Dimana didalamnya mengatur
mengenai :
a. Ketentuan tentang pembayaran
b. Ketentuan tentang barang
c. Ketentuan lain

Prinsip Sewa

Sewa menyewa pada dasarnya merupakan transaksi sewa guna usaha atau leasing. Oleh
karena itu sebagaimana dalam praktek, sewa guna usaha bisa dalam bentuk sewa guna usaha
dengan hak opsi atau financial lease dan sewa guna usaha tanpa hak opsi atau operating
lease.

1. Ijarah
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip
ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transinya adalah barang, maka pada ijarah objek
transaksinya adalah jasa.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang ijarah No. 09/DSN-
MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. Dimana didalamnya mengatur mengenai :
a. Rukun dan syarat ijarah
b. Ketentuan obyek ijarah
c. Kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan ijarah
d. Perselisihan

Prinsip Bagi Hasil

Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah. Yang paling
banyak diimplementasikan dalam perbankan syariah ada dua prinsip bagi hasil, yaitu al-
mudharabah dan al-musyarakah.

1. Pembiayaan Mudharabah

Bentuk perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih di mana salah satu pihak
menyediakan dana dan pihak lainnya menyediakan tenaga atau keahlian. Pemilik modal
(shahibul maal) menyediakan seluruh kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola (mudharib).

Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang pembiayaan


mudharabah No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah. Dimana
didalamnya mengatur mengenai :

a. Ketentuan pembiayaan

b. Rukun dan syarat pembiayaan

c. Beberapa ketentuan hukum pembiayaan

2. Pembiayaan Musyarakah
Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Dalam perbankan biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan
bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang pembiayaan
musyarakah No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah. Dimana
didalamnya mengatur mengenai beberapa ketentuan :
a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad)
b. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum
c. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian)
d. Biaya operasional dan persengketaan

Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad


pelengkap. Akad pelengkap ini tidakditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan
untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya
yang dieluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk
menutupi biaya yang benar-benar timbul.

1. Hawalah
Transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam perbankan syarah fasilitas hawalah
lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk
mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang hawalah No.
12/DSN-MUI/VI/2000 tentang Hawalah. Dimana didalamnya mengatur mengenai :
a. Ketentuan Umum dalam Hawalah
b. Perselisihan

2. Wakalah
Dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C,
inkaso dan transfer uang.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang wakalah No.
10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah. Dimana didalamnya mengatur mengenai :
a. Ketentuan tentang Wakalah
b. Rukun dan Syarat Wakalah
c. Perselisihan

3. Kafalah
Bisa dikatakan garansi bank, merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban piha kedua atau yang ditanggung.
Dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang Kafalah No. 11/DSN-
MUI/VI/2000 tentang Kafalah. Dimana didalamnya mengatur mengenai :
a. Ketentuan umum kafalah
b. Rukun dan syarat kafalah
c. perselisihan
4. Qardh
Adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,
yaitu sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman
talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan
melunasinya sebelum keberangkatan haji.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang al-Qardh No.
19/DSN-MUI/IV/2000 tentang Al-Qardh. Dimana didalamnya mengatur mengenai :
a. Ketentuan umum al-Qardh
b. Sanksi
c. Sumber Dana
d. Perselisihan

5. Rahn
Merupakan perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari fasilitas
pembayaran yang diberikan. Tujuan akad rahn untuk memberikan jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Dewan Syarah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa tentang rahn No. 25/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn. Dimana didalamnya mengatur mengenai :
a. Hukum
b. Ketentuan Hukum
c. Ketentuan peutup

BAB III

PENUTUP

DAFTAR ISI

Anda mungkin juga menyukai