Selulitis Preseptal
Pembimbing
dr. Sophia Marviani, Sp.M
Disusun oleh
Michael Jaya 2014-061-151
Yosephine Santoso 2014-061-152
Stefano Giovani 2014-061-154
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. ER
Umur : 63 tahun
Alamat : Cisaat
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Status pernikahan : Janda
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 21 Februari 2017
Tanggal Pemeriksaan : 22 Februari 2017
B. Keluhan Tambahan
Nyeri pada bengkak di sisi mata kanan dan mata kanan merah
F. Riwayat Pengobatan
Pasien memberikan obat tetes rohto 6 hari SMRS pada mata kanan
1
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 65 kali/ menit
Laju napas : 18 kali/ menit
Suhu : 370C
Berat badan : 40 kg
Kalvarium : normocephali, deviasi (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : deviasi (-), sekret -/-, darah -/-, hipertrofi mukosa (-)
hiperemis (-)
Mulut : mukosa oral basah, angular chelitis (-)
Telinga : sekret -/-, darah -/-, KGB preaurikula tidak teraba
Leher : trakea di tengah, struma (-), KGB tidak teraba
Paru : bunyi nafas vesikular +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung 1 & 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : cembung
Auskultasi : BU +, 5 kali per menit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen
B. Pemeriksaan Oftalmologi
Variabel Oculus Dextra Oculus Sinistra
Visus 5/30 5/20
Kedudukan Bola Mata Ortoforia Ortoforia
Proptosis (-) Proptosis (-)
Gerakan Bola Mata Normal ke segala arah Normal ke segala arah
Konjungtiva
Tarsalis Superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Tarsalis Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Bulbi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi silier (-) Injeksi silier (-)
Chemosis (-) Chemosis (-)
Subkonjungtiva Perdarahan Perdarahan
subkonjungtiva (-) subkonjungtiva (-)
Kornea Jernih Jernih
Edema (-) Edema (-)
2
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Bilik Mata Depan Jernih Jernih
Kedalaman: dalam Kedalaman: dalam
Hifema (-) Hifema (-)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Iris Warna coklat kehitaman Warna coklat kehitaman
Kriptus (+) Kriptus (+)
Edema (-) Edema (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Pupil Isokor Isokor
Bulat Bulat
Diameter 3 mm (tanpa Diameter 3 mm (tanpa
midriatikum) midriatikum)
Refleks Pupil Direk (+) dan indirek (+) Direk (+) dan indirek (+)
Lensa Keruh pada pinggir Keruh pada pinggir
lensa; shadow test (-) lensa; shadow test (-)
Sekret (-) (-)
Tekanan Intraokular Palpasi : Normal Palpasi : Normal
Tonometri digital : tidak Tonometri digital : tidak
dilakukan dilakukan
Tonometri Schiotz: tidak Tonometri Schiotz: tidak
dilakukan dilakukan
Kelopak mata bagian Hiperemis (-) Hiperemis (-)
atas Edema (-) Edema (-)
Pustule (-) Pustule (-)
Kelopak mata bagian Hiperemis (+) Hiperemis (-)
bawah Krusta (+) Krusta (-)
Darah (-) Darah (-)
Pus (-) Pus (-)
Fluktuasi (-) Fluktuasi (-)
Edema (-) Edema (-)
Pustule (-) Pustule (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
Gula darah sewaktu : 363 g/dL
IV. Resume
3
Pasien wanita, 63 tahun, datang ke poli bagian mata karena mengeluhkan adanya
bengkak dan merah pada sekeliling mata kanan sejak 7 hari SMRS yang muncul tiba-tiba
dan disertai rasa nyeri. Pasien hanya meneteskan obat rohto pada mata kanan 3 kali sehari.
Bengkak dirasakan membesar dan menyebar sampai ke bagian dahi dan pipi kanan. 1 hari
SMRS, pasien mengeluhkan muncul darah bercampur nanah dari bagian ujung mata bawah
dekat pipi kanan, sehingga pasien berobat ke poli bagian mata. Pasien mempunyai
gangguan penglihatan tetapi sudah terjadi sudah sejak lama dan tidak bertambah buruk
sejak munculnya keluhan ini. Pasien mengatakan bahwa keluhan ini baru muncul pertama
kali.
Pasien mempunyai riwayat diabetes mellitus dan hipertensi tidak terkontrol sejak 5
tahun SMRS
Pemeriksaan Generalisata
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 65 kali/ menit
Laju napas : 18 kali/ menit
Suhu : 370C
Pemeriksaan Oftalmologi
Visus : 5/30 5/20
Lensa : Keruh pada pinggir lensa ODS, shadow test (-)
Kelopak mata bagian bawah kanan : hiperemi(+), krusta (+), fluktuasi (-),
darah dan pus (-)
Pemeriksaan penunjang : GDS : 363 g/dL
V. Diagnosis Kerja
Sellulitis Preseptal OD
Low Vision ODS ec katarak senilis insipient dd/ suspek DM retinopati , suspek
hipertensi retinopati
Diabetes mellitus tipe II tidak terkontrol
Hipertensi grade II
VI. Penatalaksanaan
Rawat dalam bangsal
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV selama 3 hari
Ofloxacin 6 x 2 gtt OD
Paracetamol 3 x 500 mg jika nyeri
Konsul IPD untuk kontrol diabetes mellitus dan hipertensi
VII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Orbita
5
Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti buah pir yang berada di
antara fossa kranial anterior dan sinus maksilaris. Tiap orbita berukuran sekitar 40
mm pada ketinggian, kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang:
Os. Frontalis
Os. Maxillaris
Os. Zygomaticum
Os. Sphenoid
Os. Palatinum
Os. Ethmoid
Os. Lacrimalis
Etiologi
Trauma pada kulit seperti laserasi atau gigitan serangga dapat menyebabkan selulitis
preseptal. Organisme yang biasanya menjadi peanyebab adalah S. aureus dan S.
6
pyogenes. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi local, seperti dari
hordeolum akut, dacryocystitis, atau sinusitis. Sumber lainnya adalah dari infeksi
daerah lain seperti saluran pernapasan atas atau telinga bagian tengah yang menyebar
secara hematogen.
Manifestasi klinis
Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai inflamasi pada kelopak mata unilaterall
yang merah dan nyeri dengan edema periorbital. Untuk membedakan dengan selulitis
orbital, pada selulitis preseptal tidak ditemukan proptosis dan chemosis, tidak ada
gangguan pada akuitas visual, reaksi pupil, dan motilitas okular.
Diagnosis
CT scan menunjukkan opaksifikasi pada anterior dari septum orbital.
Tata Laksana
Antibiotik dapat diberikan secara oral dengan coamoxiclav 500/125 mg setiap 8 jam.
Namun untuk infeksi yang berat mungkin membutuhkan antibiotic secara intravena.
Patogenesis
Infeksi dapat berasal dari sinus, yang paling sering adalah ethmoid, dan biasanya
menyerang anak-anak dan dewasa muda. Ekstensi dari selulitis preseptal melalui
septum orbita juga dapat berkembang mejadi selulitis orbita. Penyebaran lokal dari
dacryocystitis yang berdekatan, infeksi gigi atau wajah bagian tengah. Infeksi gigi
dapat menyebabkan selulitis orbita melalui perantara sinusitis maksilaris. Penyebaran
infeksi juga bisa terjadi secara hematogen. Selulitis pasca trauma merupakan infeksi
yang berkembang dalam 72 jam setelan cedera yang menembus septum orbita. Gejala
klinis yang timbul dapat bercampur dengan hematoma dan laserasi terkait. Selulitis
orbital pasca pembedahan dapat menjadi komplikasi dari pembedahan retina,
lakrimal, atau orbita.
Manifestasi klinis
Gejala meliputi onset yang cepat dari adanya nyeri hebat, demam, dan gangguan
penglihatan. Adanya edema kelopak mata dan periorbital unilateral yang merah,
7
hangat, dan nyeri. Proptosis seringkali terhalang oleh pembengkakan kelopak mata,
seringkali pada sisi lateral dan mengarah ke bawah. Dapat disertai ophthalmoplegia
yang nyeri dan disfungsi saraf optik.
Diagnosis
CT scan menunjukkan opaksifikasi pada posterior dari septum orbita.
Komplikasi
Komplikasi ocular meliputi keratopathy, peningkatan tekanan intraocular, oklusi pada
arteri atau vena retina sentral, endophthalmitis, dan neuropathy optik. Komplikasi
intracranial, yang jarang terjadi namun sangat serius, meliputi meningitis, abses otak,
dan thrombosis sinus kavernosa. Thrombosis sinus kavernosa merupakan komplikasi
yang sangat serius yang harus dicurigai ketika ditemukan adanya infeksi bilateral,
proptosis yang cepat memburuk, dan kongesti vena konjungtiva, retina, dan fasial.
Komplikasi tambahan meliputi gejala klinis yang berhubungan dengan kelemahan
yang muncul tiba-tiba, nyeri kepala berat, mual dan muntah. Abses subperiosteal
paling sering terjadi di sepanjang dinding orbita medial.
Tata Laksana
Perawatan di dalam rumah sakit dengan pemeriksaan otolaringologis dan peninjauan
ophthalmik berkala harus dilakukan. Terapi antibiotik meliputi pemberian ceftazidime
secara intravena dengan pemberian metronidazole secara oral untuk mengatasi bakteri
anaerob. Vancomycin juga dapat diberikan sebagai alternative pada keadaan adanya
alergi penisilin. Terapi antibiotic harus diberikan sampai pasien tidak demam selama 4
hari.
Fungsi nervus optik harus diperiksa setiap 4 jam denga memeriksa reaksi pupil,
akuitas visual, penglihatan warna, dan tanggapan terhadap penyinaran cahaya.
Pemeriksaan yang sesuai terhadap hitung sel darah putih, kultur darah, CT scan orbita,
sinus, dan otak. CT scan orbita berguna untuk menyingkirkan abses subperiosteal.
Juga dapat dilakukan pungsi lumbal apabila ditemukan gejala meningeal atau
serebral.
Intervensi pembedahan di mana dilakukan drainase terhadap penumpukan pada orbita
dan sinus yang terinfeksi dapat diakukan apabila adanya kondisi sebagai berikut:
Respon terhadap antibiotic yang tidak adekuat
Abses subperiosteal atau intracranial
Gambaran atipikal, yang mungkin membtuhkan biopsy
8
9