Anda di halaman 1dari 8

MEDIA DAN GENDER

(Studi Deskriptif Representasi Stereotipe Perempuan dalam Iklan


di Televisi Swasta)
Oleh:
Yanti Dwi Astuti
yanti.astuti@uin-suka.ac.id
(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Abstrak:
Stereotipe gender dalam iklan televisi telah menjadi topik perdebatan lama, terutama
di kalangan cendekiawan media. Kasus ini menjadi masalah serius, karena bias gender iklan
akan mempengaruhi cara berpikir kita tentang peran dan cara berfungsinya gender dalam
masyarakat. penelitian ini memaparkan bagaimana iklan televisi telah memberikan stereotipe
peran gender terhadap perempuan. hal ini menjadi penting dikaji lebih lanjut untuk melihat cara
individu menerima pesan tentang norma-norma gender. Studi ini menggunakan metode
deskriptif analitik yang bertujuan untuk menggambarkan bentuk-bentuk stereotype perempuan
dalam representasi iklan televisi. Hasil penelitan yang didapatkan adalah kekuatan iklan dalam
menghasilkan produk pencitraan telah ikut andil dalam menyuburkan stereotipe yang selama ini
dilekatkan pada perempuan. Simbol-simbol sosial yang selama ini dilekatkan pada perempuan
kemudian diolah lebih jauh secara kreatif oleh para pembuat iklan untuk lebih mendekatkan
produk yang akan ditawarkan dengan kemauan konsumen. Produk-produk yang ditawarkan
berupa Sabun, Detergen, Handbody, Suplemen obat kuat, makanan dan lainnya selalu
menggunakan ikon wanita sebagai alat jual yang cukup signifikan.
Kata kunci: Media, Gender, Stereotipe, Iklan, televisi swasta

Abstract:
Gender stereotypes in television advertising have become a topic of a long debate, especially
among media scholars. The case became a serious problem, because of gender bias ads will
affect the way we think about the role and way of functioning of gender in society. This study
describes how television commercials have given gender role stereotypes against women. It is
becoming important to be studied further to see how people receive messages about gender
norms. This study uses descriptive analytical method that aims to describe forms of stereotypical
representations of women in television commercials. Research results obtained are in the
advertising power generating imaging products has been taking part in cultivating stereotypes
that have been embedded in women. Social symbols that had been attached to female and then
processed further creatively by the advertisers to bring more products to be offered by the
willingness of consumers. Products are offered in the form of soaps, detergents, Handbody,
supplements are powerful medicine, food and other women always use the icon as a significant
sales tool.
Key Words: Media, Gender, Stereotipe, Commercials, Television

PENDAHULUAN Stasiun swasta dengan logika ekonominya


menempatkan penonton dan pemasang iklan
sebagai pasar mereka, sehingga program
Kehadiran berbagai stasiun televisi swasta di acara yang merupakan produk
Indonesia telah mempermudah terjadinya pemasarananya mereka sajikan dengan
penyebaran informasi kepada masyarakat. kemasan semenarik sesuai keinginan pasar.
Vol.09/N0.02/Oktober 2016 - Profetik Jurnal Komunikasi     25  

 
Jika dicermati, produk-produk yang ada merupakan bentuk komunikasi yang sering
dipasaran hampir sebagian besar pernah memunculkan kode-kode sosial sebagai
diiklankan lewat televisi. Bahkan ada fragmentasi realitas sosialnya, di mana
beberapa biro iklan yang menjadikan televisi kode-kode social tersebut sering mengadopsi
sebagai media ampuh berkompetisi melawan stereotipe, refleksi budaya, ideologi serta
kompetitor dalam menawarkan produk. pola gender yang ada di masyarakat.
Padahal memasang iklan di stasiun Perempuan dengan berbagai aspek
penyiaran terhitung memiliki tarif termahal kodratnya selalu diposisikan dalam ruang
dibandingkan dengan penyewaan media privat atau domestik. Manakala laki-laki
komunikasi yang lain. Bisnis periklanan diposisikan dalam ruang publik. Perbedaan
televisi di Indonesia memang sangatlah posisi semacam ini telah menyebabkan
menggiurkan. Menurut data PPPI (P3I), total tumbuhnya nilai di masyarakat bahwa
belanja iklan berbagai perusahaan dari tahun kodrat yang berperan dalam ruang awam
1991 sampai dengan 1996 terjadi lonjakan (public sphere) statusnya adalah sebagai
yang cukup signifikan. Pada tahun 1991 warga negara kelas satu, manakala yang
tercatat belanja iklan televisi sebesar 212 berperanan dalam ruang privat (domestic)
milyar rupiah (25,4%) dari total media, dan berstatus warga negara kelas dua. Ini adalah
pada tahun 1996 menjadi 1.503 milyar praktek dari ketidakadilan gender.Stereotipe
rupiah (48,3%). gender dalam iklan telah lama menjadi topik
Dilihat dari data tersebut, maka di tahun perdebatan, terutama di kalangan
1997 angka total belanja iklan diperkirakan cendekiawan media. Kasus ini menjadi
mencapai lebih dari lima triliun jika tidak masalah serius, karena bias gender iklan
terjadi krisis moneter, (Suwasono, 2002). akan mempengaruhi cara berpikir kita
Hal ini menunjukkan bahwa televisi swasta tentang peran dan cara berfungsinya gender
mampu merangsang produsen untuk lebih dalam masyarakat. Masyarakat telah
agresif beriklan melalui televisi. Berbagai diarahkan untuk beradaptasi dengan
studi memperlihatkan bahwa iklan telah seperangkat cita-cita, melalui gambar yang
mendorong konsumerisme secara besar- ditimbulkan dari media massa yang
besaran diberbagai lapisan kelompok umur. mengelilingi kita seolah-olah setting yang
Selain itu, berbagai macam bentuk idealnya terepresentasi dari karakteristik
eksploitasi gender dalam berbagai iklan yang ditampilkan dalam iklan.
komersial yang tengah terjadi selama ini Untuk keberhasilan sosialisasi gender dalam
telah memberi dampak buruk pada kognisi, meningkatkan partisipasi perempuan dalam
konasi, serta efeksi masyarakt utamanya pembangunan, kiranya perlu dilakukan
perempuan dan anak-anak. Dampak buruk sebuah usaha yang menyeluruh agar dapat
iklan televisi antara lain disebabkan karena meminimalisir gambaran keliru tentang
berbagai stereotipe yang diciptakan iklan itu peranan perempuan dalam penyiaran iklan
sendiri, yang akan melahirkan semacam di televisi swasta. Maka hal ini menjadi
peneguhan (reinforcement). penting dikaji lebih lanjut untuk melihat cara
Periklanan sebagai sebuah sistem individu menerima pesan tentang norma-
komunikasi massa menjadi parameter atau norma gender. Penelitian ini ingin
implementasi wacana gender yang memaparkan bagaimana iklan televisi telah
menggugat adanya bias-bias ketidakadilan memberikan stereotipe peran gender
gender (gender innequalities). Periklanan terhadap perempuan. Dimulai dengan
kini cenderung menjadi sarana legimitasi membedah mengenai makna konsep gender.
hegemoni ideologi maupun pelestari Kemudian membahas pula wacana tentang
dominasi ideology patriarkis. perempuan dalam iklan di media massa.
Kecenderungan menggunakan periklanan Selanjutnya menelaah citra perempuan yang
sebagai contoh bentuk subordinasi muncul melalui iklan yang hadir di televisi
perempuan mudah sekali dimunculkan. Hal dan di akhiri dengan saran serta kesimpulan
ini disebabkan periklanan sendiri memang dari pembahasan.
Vol.09/N0.02/Oktober 2016 - Profetik Jurnal Komunikasi     26  

 
Joan Scoot, seorang sejarawan, sebagai “a
constitutive element of social relationships
METODOLOGI PENELITIAN based on perceived differences between the
sexes, and…a primary way of signifying
relationships of power.” (Khaliq, 2005)
Studi ini menggunakan metode deskriptif
Perwujudan konsep gender sebagai sifat
analitik yang bertujuan untuk
yang melekat pada laki-laki maupun
menggambarkan bentuk-bentuk stereotype
perempuan yang dikonstruksi secara sosial
perempuan dalam representasi iklan televisi.
dan budaya, misalnya jika dikatakan bahwa
Data dikumpulkan dengan cara menonton
seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras,
iklan di televisi yang hadir setiap hari pukul
disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk
19.00-21.00, selama dua minggu. Pemilihan
bekerja di luar rumah dan bahwa seorang
waktu ini berdasarkan anggapan bahwa ini
perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus,
merupakan waktu prime time yaitu waktu
cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam
dimana banyak orang yang menonton
rumah (mengurus anak, memasak dan
sebuah acara televisi. Dengan demikian
membersihkan rumah) maka itulah gender
iklan yang disiarkan pada jam-jam tersebut
dan itu bukanlah kodrat karena itu dibentuk
memiliki potensi besar untuk menghipnotis
oleh manusia. Perbedaan gender
dan mempengaruhi sikap khalayak.
sesungguhnya tidak menjadi masalah
sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan
gender (gender inequality). Namun timbul
HASIL DAN PEMBAHASAN persoalan dimana perbedaan gender telah
Konsep gender pertama kali harus melahirkan berbagai ketidakadilan,
dibedakan dari konsep seks atau jenis walaupun laki-laki tidak menutup
kelamin secara biologis. Pengertian seks kemungkinan akan menjadi korban
atau jenis kelamin secara biologis ketidakadilan gender tetapi perempuan
merupakan pensifatan atau pembagian dua masih tetap menduduki posisi tertinggi
jenis kelamin manusia yang ditentukan sebagai korban ketidakadilan gender.
secara biologis, bersifat permanen (tidak Bentuk-bentuk ketidakadilan gender antara
dapat dipertukarkan antara laki-laki dan lain seperti marginalisasi atau proses
perempuan), dibawa sejak lahir dan pemiskinan ekonomi, Subordinasi atau
merupakan pemberian Tuhan; sebagai anggapan tidak penting dalam keputusan
seorang laki-laki atau seorang perempuan politik, stereotype atau pelabelan negative,
(Bahan Informasi Pengarusutamaan Gender, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan
2002). Melalui penentuan jenis kelamin lebih banyak, sosialisasi ideology nilai peran
secara biologis ini maka dikatakan bahwa gender (Fakih, 1996:12).
seseorang akan disebut berjenis kelamin Beragam bentuk ketidak adilan gender di
laki-laki jika ia memiliki penis, jakun, atas saling berkaitan. Marginalisasi atau
kumis, janggut, dan memproduksi sperma. proses pemiskinan ekonomi terjadi karena
Sementara seseorang disebut berjenis adanya stereotype tertentu atas kaum
kelamin perempuan jika ia mempunyai perempuan dan itu mengakibatkan
vagina dan rahim sebagai alat reproduksi, subordinasi, kekerasan kepada perempuan
memiliki alat untuk menyusui (payudara) yang akhirnya terisolasi dalam keyakinan,
dan mengalami kehamilan dan proses ideology dan visi kaum perempuan sendiri.
melahirkan. Ciri-ciri secara biologis ini A. Stereotipe Gender dalam Iklan
sama di semua tempat, di semua budaya dari Televisi Swasta
waktu ke waktu dan tidak dapat Perkembangan iklan menunjukkan bahwa
dipertukarkan satu sama lain. Meskipun iklan cenderung membangun realitasnya
demikian, upaya untuk mendefinisikan sendiri dengan mengeksploitasi nilai-nilai
konsep gender tetap dilakukan dan salah (bukan hanya sekedar nilai guna) yang
satu definisi gender telah dikemukakan oleh dimiliki oleh sebuah produk. Nilai-nilai
Vol.09/N0.02/Oktober 2016 - Profetik Jurnal Komunikasi     27  

 
yang mereka konstruksi tersebut tidak jarang menciptakan perempuan untuk sesuai
juga mengandung manipulasi keadaan yang dengan fantasi mereka tentang “perempuan
sebenarnya, agar memperoleh respon yang sexy atau cantik”. Model-model perempuan
kuat dari khlayak. Oleh karena itu makna adalah obyek yang dikreasi untuk mencapai
yang dibentuk dari sebuah produk melalui fantasi tersebut, sedangkan laki-laki adalah
iklan, bukan hanya sekedar didasarkan pada penciptanya. Tidak hanya iklan, stereotip ini
fungsi dan nilai guna barang, tetapi sudah menempatkan perempuan pada posisi yang
dimasuki nilai-nilai yang lain, misalnya citra dirugikan.
diri indidvidu, gaya hidup sekelompok Melalui citra-citra atau image-image yang
orang, dan kepuasan. Oleh karena itu, dalam diciptakannya, iklan diharapkan mampu
komunikasi periklanan makna yang muncul mengubah perilaku seseorang, menciptakan
didasarkan pada permainan simbol-simbol permintaan konsumen dan juga mampu
yang semuanya bermuara pada bujuk rayu membujuk orang agar berpartisipasi dalam
untuk mengkonsumsi suatu komoditas. kegiatan konsumsi, yang pada akhirnya
Sementara itu relasi-relasi dan budaya mereproduksi masyarakat konsumen (Ratna
konsumen tidak lagi ditopang oleh nilai Noviani, 2002 : 14). Sedangkan sebuah studi
guna suatu produk atau komoditas, batas tentang perempuan dalam iklan majalah
antara logika sosial (logika kebutuhan) dan memberikan rumusan tentang konsep citra
logika hasrat (logika keinginan) menjadi perempuan yang muncul dalam iklan.
kabur (Suharko, 1998). Konsep tersebut adalah: citra pigura, citra
Iklan merupakan bagian penting dari pilar, citra peraduan, citra pinggan, dan citra
serangkaian kegiatan mempromosikan pergaulan (Tomagola, 1998).
produk yang menekankan unsur citra. Banyak orang mengagumi kecantikan
Dengan demikian obyek iklan tidak sekedar perempuan sebagai ”barang seni’ terindah di
tampil dalam wajah yang utuh, akan tetapi dunia. Keindahan perempuan menjadi
melaui proses pencitraan sehingga citra stereotipe perempuan dan membawa mereke
produk lebih mendominasi bila ke sifat-sifat di sekitar keindahan itu, seperti
dibandingkan dengan produk itu sendiri. perempuan harus tampil menawan, pandai
Pada proses ini cita produk diubah menjadi mengurus rumah tangga, memasak, tampil
citra produk. Perjalanan mengubah cita prima untuk menyenangkan suami dan
menjadi citra ini adalah persoalan interaksi pantas untuk diajak ke berbagai acara,
simbolik di mana obyek iklan cerdas serta menjadi sumber pengetahuan
dipertontonkan. Fokus perhatian terletak dan moral keluarga. Stereotipe ini kemudian
pada makna simbolik konsumen iklan yang menjadi ide dan citra berbagai iklan
ditampilkan dalam iklan itu sendiri, di mana sekaligus menjadi sumber protes terhadap
simbol-simbol budaya dan kelas sosial iklan-iklan yang dianggap ”melecehkan”
menjadi bagian dominan dalam kehidupan citra itu. Sebenarnya dominasi perempuan
(Bungin, 2001). dalam iklan tidak sekedar karena stereotipe
Stereotipe terhadap perempuan seperti lebih di atas, namun juga karena pada umumnya
mudah dijelaskan dengan bertitik tolak pada pemirsa iklan televisi adalah perempuan dan
wacana yang menempatkan perempuan pada barang-barang yang diiklankankan juga
posisi yang negatif dan tak berdaya. adalah barang-barang di sekitar perempuan
Masyarakat manapun, termasuk Indonesia atau yang berhubungan dengan perempuan.
masih memegang stereotip bahwa laki-laki
berada di wilayah kiri (aktif, beradab, B. Citra Perempuan dalam Iklan
rasional, cerdas) sedangkan perempuan di Televisi Swasta
wilayah kanan (pasif, dekat dengan alam, Dalam iklan ada yang mencerminkan
emosional, kurang cerdas). Iklan-iklan yang realitas (Noviani, 2002), iklan menyediakan
membuat standar tubuh perempuan ideal gambaran tentang realitas, sekaligus
membuktikan bagaimana laki-laki (lebih mendefinisikan keinginan dan kemauan
banyak dibagian produksi iklan) individu. Dalam bahasa Judith Williamson
Vol.09/N0.02/Oktober 2016 - Profetik Jurnal Komunikasi     28  

 
(1991) iklan adalah faktor budaya yang Pada iklan Lux kali ini stereotipe yang
penting membentuk dan merefleksikan dimunculkan adalah keindahan, keharuman,
kehidupan manusia sehari-hari. Berbicara kecantikan dan ke-eksotikan. Iklan ini
citra mengenai apapun, apakah itu manusia menggambarkan seorang penyihir wanita
dan benda, yang melekat pada diri kita, (witches) muda dan cantik berhasil
sebagian besar dibentuk oleh media. Iklan mempesona beberapa pria dengan
sebagai penyampai pesan memiliki makna keharuman tubuhnya. Konsep yang
konotasi dan denotasi (Ambar Sari, 2008). digunakan berunsur magis dan mistis dalam
Makna konotasi dalam iklan dianalisis film Twilight sepertinya menginspirasi Lux
dengan menggunakan kategorisasi citra untuk membuat konsep Bewitch dalam
perempuan yang ditawarkan oleh Tamagola promosi Lux Magical Spell. Visualisasi
(1998). Analisis iklan dalam studi ini iklan sabun cair Lux ini tidak segera terlihat
dibedakan berdasarkan visualisasi di awal iklan karena hanya menggambarkan
(penggambaran) dan verbalisasinya (audio, wanita cantik yang sedang terbang melayang
intonasi, sound effect). Ini berbeda dengan sambil mengibaskan pakaiannya. Menjelang
yang telah dilakukan Tamagola, karena akhir, iklan diketahui bahwa ini adalah iklan
dalam studi ini, iklan yang dianalisis adalah sabun dengan visualisasi penyihir wanita
iklan televisi yang menggunakan medium yang membawa anggrek dan mengatakan
audio visual. Sedangkan Tamagola “Just a little Lux”. Menariknya yang
menganalisis iklan di media cetak yang menjadi backsound iklan ini juga
menggunakan gambar dan teks sebagai dinyanyikan oleh sang aktris dengan nuansa
penyampai pesan. Namun kategorisasi seksi dan misterius seperti mantra sihir.
perempuan dalam iklan dapat digunakan Perempuan dalam iklan ini dicitrakan
untuk kedua jenis media tersebut. sebagai seorang penyihir wanita yang
1. Citra Pigura Pada Iklan Sabun memikat sejumlah pria dengan keharuman
Lux Versi Bewitches tubuhnya, yaitu dengan adegan menari-nari,
Tampaknya perempuan telah lemah gemulai di depan para pria sambil
dikonstruksikan oleh pengiklan dalam mengucapkan matra sihirnya. Disini terlihat
imajinasi kecantikan yang dibuat dan disetir bahwa perempuan diposisikan negative yaitu
oleh kapitalisme, yaitu bertubuh ideal dan sebagai makhluk penggoda kaum pria.
menawan. Namun tubuh ideal tersebut lebih Iklan-iklan yang membuat standar tubuh
ditonjolkan dalam perspektif kecantikan perempuan ideal membuktikan bagaimana
dibanding dengan perspektif kesehatan. laki-laki (lebih banyak dibagian produksi
Konstruksi tersebut dilakukan secara terus iklan) menciptakan perempuan untuk sesuai
menerus dari segala sisi sehingga akhirnya dengan fantasi mereka tentang “perempuan
di tengah masyarakat standar kecantikan sexy atau cantik”. Model-model perempuan
tersebut diinternalisasikan oleh masyarakat adalah obyek yang dikreasi untuk mencapai
sebagai standar yang perlu dianut untuk fantasi tersebut, sedangkan laki-laki adalah
diwujudkan oleh seluruh perempuan. penciptanya. Tidak hanya iklan, stereotip ini
Akibatnya, kaum perempuan selalu menempatkan perempuan pada posisi yang
berupaya keras untuk membentuk tubuhnya dirugikan.
dalam bentuk yang ideal dengan kulit yang
putih, tubuh yang langsing sebagaimana 2. Citra Pilar Pada Iklan Detergen
dikontruksikan oleh pengiklan. Citra Pigura Bubuk Surf
menurut Tamagola menekankan pada Disini citra pilar menggambarkan
penampilan yang memikat bagi perempuan. perempuan sebagai pilar, tiang utama dalam
Untuk itu perempuan harus mempertegas mengurus keluarga. Oleh karena itu
keperempuanannya dengan merawat dan perempuan diwajibkan untuk berhasil
menjaga tubuhnya secara sungguh-sungguh mengelola rumah tangganya. Keberhasilan
dengan berbagai cara. pengelolaan ini menurut Tamagola dapat di
ukur melalui tiga hal yaitu kerapian tata
Vol.09/N0.02/Oktober 2016 - Profetik Jurnal Komunikasi     29  

 
ruang rumah suaminya, pengelolaan dari hubungan seks. Eksploitasi perempuan
sumberdaya rumah tangga dan pemeliharaan dengan segala stereotipe gender tradisional
anak serta keluarga. Jika salah satu dari hal cenderung memposisikan perempuan dalam
tadi tidak terlaksana dengan baik, maka karir posisi yang rendah yang seolah-olah
perempuan sebagai ibu rumah tangga di menampilkan persepsi bahwa perempuan
anggap gagal. tidak lebih dari sebuah benda.
Dari gambar skenario iklan detergen bubuk Disinilah tubuh dan semua atribusi
Surf tersebut terdapat ide dasar untuk “kewanitaan” perempuan dieksploitasi
menghubungkan sebuah bentuk, yaitu sebagai obyek tanda dan bukannya sebagai
rutinitas peran ibu rumah tangga dengan subyek. Media menjadikan tubuh dan
iklan komoditas tertentu. Visualisasi fragmen tubuh perempuan sebagai penanda
representasi iklan tersebut menunjukkan yang dikaitkan dengan makna atau petanda
adanya pemanfaatan fenomena kode-kode tertentu yang termanifestasikan secara
sosial yang mengambil perspektif gender dangkal, sesuai dengan tujuan “politik
dalam interaksi anggota komunitas keluarga. ekonomi libidinal”. Seks dalam masyarakat
Perempuan dalam hal ini dijadikan sarana selalu digambarkan sebagai bukti kekuasaan
untuk mengidentifikasikan produk dalam laki-laki (phallus) terhadap perempuan.
menciptakan visibilitas ataupun citra Dalam masyarakat patriarkal, seks
produk. merupakan bagian yang dominan dalam
Dalam menawarkan produk detergen hubungan laki-laki dan perempuan, serta
tersebut tidak sekedar mempromosikan menempatkan perempuan sebagai
fungsi dan kelebihan bubuk detergennya, subordinasi.
tetapi mencuplikkan realitas kehidupan para 4. Citra Pinggan Melalui Iklan
perempuan yang lekat dengan persoalan Viesta Chicken Nugget
sumur yang secara sosial dapat diterima oleh Citra pinggan yang dimaksud adalah
penikmat iklan. Iklan ini merefleksikan penggambaran dapur sebagai daerah yang
peran perempuan yang bertanggung jawab tidak bisa dihindari oleh perempuan. Dalam
terhadap kebersihan pakaian keluarga, atau iklan ini perempuan digambarkan sebagai
dalam adagium Jawa seorang perempuan seorang ibu yang harus selalu mampu
tidak pernah bisa lepas dari wilayah sumur, mempersiapkan makanan yang sehat dan
dapur dan kasur. Secara sekilas, representasi bergizi bagi para anggota keluarganya.
tersebut terlihat lumrah, visibilitas dari Kewajiban perempuan di dapur
representasi ini dikonsepsikan pada divisualisasikan dengan adegan menggoreng
fenomena rumah tangga, di mana nugget ayam kemudian disajikan kepada
perempuan sebagai ibu rumah tangga suami dan anak-anaknya di meja makan.
berperan sebagai subjek gender yang Iklan ini menekankan pada kata : “daging
bertanggung jawab terhadap kebersihan ayam enak, sehat, pilihan ibu untuk
pakaian. keluarga, aku mau setiap hari.” Perempuan
3. Citra Peraduan Pada Iklan Neo dalam iklan ini ditempatkan pada posisi vital
Hormoviton dalam pemilihan makanan untuk dikonsumsi
Melalui citra peraduan ini, perempuan keluarganya setiap hari. Telah disebutkan
semata-mata dijadikan alat pemuas nafsu bahwa kode-kode sosial yang dijadikan
laki-laki di peraduan. Dalam citra ini, referensi dimensi budaya memang
perempuan tidak boleh jauh-jauh dari cenderung dipakai sebagai realitas sosial
jangkauan laki-laki karena ia sewaktu-waktu representasi iklan. Adanya gambaran yang
dibutuhkan secara seksual. Pada iklan Neo menyiratkan ideologi
Hormoviton stereotipe yang ditonjolkan pengiburumahtanggaan (housewifization)
adalah wanita penggoda, wanita sebagai pada beberapa representasi iklan semata-
pemuas lelaki, karena produsen memang mata dijadikan referensi penciptaan citra
mengklaim produknya memiliki khasiat idealisasi hubungan sosial. Secara general
memberi kekuatan saat melakukan perempuan memang masih belum bisa
Vol.09/N0.02/Oktober 2016 - Profetik Jurnal Komunikasi     30  

 
dipisahkan dari wilayah domestik, dan bagi teman-temannya karena kulitnya paling
sebagian orang posisi ini masih dianggap kusam dan tidak putih. Dari mimik
sebagai peran yang belum dapat digantikan wajahnya terlihat dia ingin sekali membuat
oleh jenis kelamin lain. Sehingga perempuan kulitnya putih dengan menggunakan
dalam hal ini mengalami marginalisasi dari handbody Citra. Pada akhir cerita, iklan
arena yang lebih luas yakni wilayah publik. menggambarkan gadis tersebut yang
Perempuan dalam iklan ini juga kulitnya telah berubah menjadi putih bahkan
digambarkan terdomestikasi, yakni sebagai lebih putih dan cerah dibandingkan teman-
subyek gender yang mempunyai tanggung temannya sedang berjalan-jalan dengan
jawab serta peranan besar dalam penuh percaya diri dibandingkan
pengelolaan rumah tangga. Jika hal ini sebelumnya. Bahkan ketika mereka sedang
dihadapkan pada konsep gender secara jalan bertiga yang dilirik oleh para pria
universal, memang terdapat ketimpangan adalah gadis yang menggunakan handbody
peran, di mana perempuan lebih dipercaya tersebut.
dalam kepengurusan rumah tangga, Perempuan dalam iklan ini distereotipekan
sedangkan laki-laki tidak terlalu dituntut sebagai sesuatu yang harus indah dilihat
untuk ikut mengurusi peran domestik ini. secara fisik semata. Perempuan cantik
Meskipun terdapat penanaman ideologi yang sendiri idealnya mempunyai kulit putih.
dimaksudkan mengangkat citra perempuan Kulit putih mempunyai makna kebersihan,
seperti halnya ideologi atau pandangan murni dan berbudaya sedangkan kulit hitam
bahwa perempuan yang mulia dan berbudi dimaknai atau ditandai sebagai “alam”.
luhur secara kultural adalah perempuan yang Istilah “alam” di sini mengacu kepada
berfungsi sebagai istri dan ibu rumah keadaan seseorang yang tidak berbudaya,
tangga, pada satu sisi dimaksudkan untuk tidak beradab, dan liar. Dari sudut pandang
menyatakan bahwa pengelolaan rumah ini, representasi kulit putih bukan saja
tangga merupakan peran yang mulia serta menciptakan hasrat atau kebutuhan untuk
ideal jika difungsikan oleh perempuan, menjadi putih secara fisik, tetapi juga untuk
tetapi di sisi lain perempuan dapat dikatakan menjadi beradab dan berbudaya. Dengan
mengalami pengucilan (exclusion) dari adanya kontruksi yang ditampilkan dalam
wilayah publik, sedangkan laki-laki iklan kulit putih seolah-olah sudah menjadi
meskipun tidak terlalu mengurusi persoalan keharusan atau syarat bagi perempuan
domestik masih disebut sebagai kepala sehingga prempuan bisa dikatakan cantik
rumah tangga. dan menarik.
5. Citra Pergaulan Pada Iklan
Handbody Citra Whitening KESIMPULAN
Citra pergaulan disini menurut Tamogola Kekuatan iklan dalam menghasilkan produk
diartikan bahwa perempuan digambarkan pencitraan telah ikut andil dalam
sebagai mahluk yang dipenuhi kekhawatiran menyuburkan stereotipe yang selama ini
tidak memikat, tidak tampil menawan, tidak dilekatkan pada perempuan. Simbol-simbol
bisa dibawa ke muka umum. Kekhawatiran sosial yang selama ini dilekatkan pada
tersebut menyiratkan bahwa perempuan wanita kemudian diolah lebih jauh secara
memerlukan dua hal penting, yaitu kreatif oleh para pembuat iklan untuk lebih
penampilan fisik yang sempurna ditunjang mendekatkan produk yang akan ditawarkan
oleh presentasi fisik yang baik, pendukung dengan kemauan konsumen. Produk-produk
penampilan seperti kosmetika dan attitude yang ditawarkan berupa Sabun, Detergen,
yang selaras dengan norma-norma dalam Handbody, Suplemen obat kuat, makanan
masyarakat. dan lainnya selalu menggunakan ikon
Dalam iklan handbody Citra Whitening, wanita sebagai alat jual yang cukup
citra pergaulan ditunjukkan melalui signifikan. Penempatan perempuan dalam
visualisasi seorang gadis muda yang merasa konteks ini menunjukan bahwasanya
tidak percaya diri atau minder jalan bersama perempuan masih dimaknai sebagi realitas
Vol.09/N0.02/Oktober 2016 - Profetik Jurnal Komunikasi     31  

 
ke-fisikan yang mampu dijual segala potensi Burhan Bungin, Imaji Media Massa;
yang ada pada tubuhnya oleh para pemilik Konstruksi dan Makna Realitas Sosial Iklan
modal. Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik
Representasi iklan televisi mungkin dapat (Yogyakarta; Jendela, 2001),
dikatakan sebagai perpanjangan dari sistem Fakih, Mansour. (1996). Analisa Gender
kapitalisme yang memang terasa Dan Tranformasi Sosial. Yogyakarta:
menguntungkan bagi biro-biro periklanan, Pustaka Pelajar
production house dan broadcasting house. Khaliq, Abdul. 2005. Perilaku komunikasi
Akan tetapi apakah dengan kekuatan aparat pemda kabupaten dalam
ekonomi dari pemilik modal (kapitalis) pengarusutamaan gender di era otonomi
mereka dapat semaunya mengeksploitasi daerah. Tesis IPB.
dan mendefinisikan gagasan tentang Kramer, Laura. 2005. The Sociology of
konstruksi sosial, dimana di dalamnya Gender: A Brief Introduction . Los Angeles,
termuat ekspektasi tentang manifestasi CA: Roxbury Penerbitan Perusahaan.
gender. Hal ini akan berpulang pada Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah
desainer dalam menangkap fenomena atau Memahami Iklan. Yogyakarta. Pustaka
kode-kode sosial untuk ditransformasikan ke Pelajar.
dalam proses berfikir kreatif yang digunakan Suharko. “Budaya Konsumen dan Citra
sebagai mainstream ketika mereka mulai Perempuan dalam Media Massa,” Wanita
memposisikan gagasan tentang femininitas dan Media, Konstruksi Ideologi Gender
dan maskulinitas. dalam Ruang Publik Orde Baru editor: Idi
Melihat rumitnya masalah ini, maka sudah Subandy Ibrahim - Hanif Suranto. Bandung:
sepatutnya pemerintah dan para intelektual Rosdakarya, 1998.
kita memikirkan dengan serius persoalan Tomagola, Tamrin Amal, Citra Wanita
depersonalisasi perempuan dalam konteks dalam Iklan dalam Majalah Indonesia:
budaya massa. Sebab, penelaahan secara Suatu Tinjauan Sosiologi Media, dalam
geneologis-epistemologis terhadap akar Wanita dan Media, Idi Subandy Ibrahim
permasalahanya adalah wilayah kaum (ed), PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
intelektual untuk lebih memudahkan kita 1998.
mengurai benang kusut penindasan terhadap Jurnal:
perempuan dalam fenomena budaya massa. Sari, Ambar. Stereotipe Perempuan dalam
Setidaknya ada 3 persoalan yang harus Iklan Radio di Yogyakarta, dalam Jurnal
dilakukan pemerintah untuk memperbaiki Komunikasi Profetik Vol. 1/No.1.April
nasib perempuan melalui media yaitu 2008.
Pertama, pemerintah harus menjamin Siswono, Arif. Sekilas Tentang Televisi dan
adanya partisipasi yang melibatkan Tayangan Iklan, dalam Jurnal Nirmana Vol.
perempuan dan kelompok rentan dalam 4, No. 1, Januari 2002: 38 – 51
media. Kedua, Pemerintah harus menjamin Suzzane and Wendy. 1978. dalam Deddi
adanya perbaikan pada nasib buruh Hartanto. Representasi Stereotype
perempuan media. Ketiga, Pemerintah harus Perempuan dalam Iklan Layanan
menjamin bahwa media tidak digunakan Masyarakat “Sahabat Peduli Anti
untuk kepentingan ekonomi-politik pemilik Kekerasan dalam Rumah Tangga”, dalam
media semata. Jurnal Nirmana Vol. 9, No. 2, Juli 2007: 77-
81
DAFTAR PUSTAKA Internet:
Paisley and Butzler. 1974. dalam Atwar
Buku: Bajari’s Blog, Wanita dan Iklan Media
Bahan Informasi Pengarusutamaan Gender. (Ketidakadilan Gender dalam Media),
2002. Apa itu gender. Edisi 2. Kementerian diakses tanggal 16 Juni 2013
Pemberdayaan Perempuan Republik
Indonesia
Vol.09/N0.02/Oktober 2016 - Profetik Jurnal Komunikasi     32  

Anda mungkin juga menyukai