Anda di halaman 1dari 40

MODUL PRAKTIKUM

LABORATORIUM METALURGI

Modul ini ditunjukkan untuk melengkapi dan memberikan paduan praktikum


Laboratorium Metalurgi I

Disusun oleh:
Tim Laboratorium Metalurgi

JURUSAN TEKNIK METALURGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON – BANTEN
2018
DAFTAR ISI

Halaman
MODUL I ROD MILL ...................................................................................................... ..3
MODUL II MINERAL SAMPLING .................................................................................... 7
MODUL III REAKSI KALSINASI BATU KAPUR............................................................ 9
MODUL IV MAGNETIC SEPARATION ............................................................................ 13
MODUL V SLUICE BOX .................................................................................................. 17
MODUL VI JIGGING CONCENTRATOR ......................................................................... 20
MODUL VII KOROSI GALVANIK.................................................................................... 23
MODUL VIII KOROSI LINGKUNGAN .............................................................................. 26
MODUL IX PENGELASAN SMAW ................................................................................. 29
MODUL X PENGELASAN OKSIASETILEN ................................................................. 33
MODUL XI PELAPISAN TEMBAGA .............................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA
MODUL I
ROD MILL

1. Tujuan Percobaan
Memahami mekanisme penggerusan dan mengetahui pengaruh parameter waktu dan
jumlah media gerus pada produk grinding menggunakan Rod Mill, serta dapat memahami test
sieving pada produk grinding.

2. Teori Dasar
Bijih merupakan bahan galian yang mengandung sejumlah mineral dan dapat
dimanfaatkan secara ekonomis dengan menggunakan teknologi yang ada pada saat itu dalam
waktu tertentu. Mineral dapat didefinisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdiri dari
unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana atom-atom di dalamnya tersusun
dalam suatu pola yang sistematis. Beberapa mineral seperti emas dan perak memiliki nilai
ekonomis yang didapatkan dalam jumlah besar sehingga memungkinkan untuk ditambang
[Prijono, A., 1997].
Pengolahan bahan galian atau mineral dressing adalah istilah umum yang biasa
digunakan untuk proses pengolahan semua jenis bahan galian atau mineral yang berasal dari
endapan-endapan alam pada kulit bumi, untuk dipisahkan menjadi produk-produk berupa
satu macam atau lebih mineral berharga dan sisanya dianggap sebagai mineral kurang
berharga, yang terdapat bersama-sama dalam alam [Sudarsono, 1999].
Secara umum mineral dressing adalah suatu proses pengolahan bahan galian hasil
penambangan guna memisahkan mineral berharga dari mineral pengotornya yang kurang
berharga, yang terdapat bersama-sama (gangue). Bijih mempunyai ukuran optimum yang
ekonomis agar dapat dipisah secara mekanik dengan memanfaatkan sifat-sifat fisiknya.
Proses pemisahan mineral berharga dari mineral pengotornya yang kurang berharga
merupakan inti dari proses pengolahan bahan galian. Proses ini terdiri dari beberapa langkah:
1. Comminution (Pengecilan ukuran dengan alat crushing dan grinding).
2. Sizing (Penyeragaman ukuran dengan screening dan classifier).
3. Concentration (Pemisahan mineral berharga dari pengotornya).
4. Dewatering (Pengeringan).

3
Sebelum menjadi bijih, bongkahan hasil bahan galian diremukkan (crushing) dan
digerus (grinding) agar mempermudah dalam proses berikutnya. Proses peremukkan, bahan
galian diberikan tekanan untuk memecah bahan galian. Pada penggerusan, mekanisme
pengecilan ukuran dilakukan dengan mengadu bijih dengan logam yang lebih keras pada
suatu wadah. Dinding wadah diberi pelapis yang bertujuan untuk menjaga agar permukaan
dinding pelapis tidak hancur akibat hantaman antara logam keras dan bijih yang akan
dihancurkan serta untuk mengangkat bijih agar terangkat dan terjatuh bertumbukkan dengan
logam keras. Pada rpm rendah bola menggelincir terjadi gaya gesek dan kompresi maka
ukuran produk halus, dan pada rpm tinggi bola jatuh bebas terjadi gaya impak dan kompresi
maka ukuran produk kasar. Contoh alat-alat penggerusan adalah autogeneous mill, semi-
autogeneous mill, rod mill, ball mill, pebble mill, dan lainnya.

Gambar 1.1 Skematis arah gaya yang terjadi pada alat grinding

……….....……………………..…..(1.1)

Keterangan :
: Gaya sentrifugal
M : Massa bola
D : Diameter mill
: Gaya gravitasi (m x g)
d : Diameter bola

Hal-hal yang berlaku pada gambar 1.1 adalah jika Fc > Fg maka bola menempel pada
dinding, jika Fc < Fg maka bola jatuh bebas dan pada saat Fc = Fg terdapat kecepatan kritis

4
yang didapat dari penyederhanaan persamaan gaya gravitasi dan gaya sentrifugal. Dalam cell
terdapat tiga hal yang berkaitan dengan kecepatan putar Cell, yaitu:
1. Kecepatan kritis
Merupakan kecepatan putar cell pada operasi milling dimana pada saat itu grinding
media menempel pada dinding cell sehingga tidak terjadi proses abrasi maupun
impak.
2. Cataracting
Merupakan kecepatan putar dari cell mill dimana grinding media akan
menimbulkan impak yang lebih besar dibandingkan abrasi.
3. Cascading
Merupakan kecepatan putar pada cell mill pada operasi milling yang
mengakibatkan grinding media lebih dominan bekerja secara abrasi maupun impak.

Grinding media pada rod mill adalah batang-batang baja, umpan yang dimasukkan
ukurannya lebih kecil dari ¾ inchi dan produknya berukuran -14 sampai -18 mesh.

3. Alat dan Bahan


1. Batu bara
2. Rod mill
3. Media penggerus
4. Neraca ohaus
5. Screening
6. Stopwatch
7. Peralatan penunjang praktikum

4. Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan batu bara dan menghancurkan menjadi lebih kecil;
2. Menimbang conto dan membagi rata massa conto;
3. Memasukkan batu bara kedalam rod mill dan melakukan proses penggerusan dengan
waktu dan jumlah media penggerus yang ditentukan oleh asisten;
4. Mengeluarkan hasil penggerusan;
5. Memisahkan hasil dari proses penggerusan berdasarkan fraksi ukuran menggunakan
screening;
5
6. Menimbang massa tiap-tiap fraksi ukuran.

5. Pertanyaan dan Tugas


1. Sebutkan dan jelaskan gaya-gaya yang bekerja pada proses rod mill!
2. Sebutkan dan jelaskan parameter yang berpengaruh pada kerja rod mill!
3. Jelaskan kecepatan yang optimal pada proses grinding dengan menggunakan rod
mill!
4. Jelaskan mekanisme yang terjadi pada bagian dalam mill saat proses penggerusan
dimulai!
5. Apakah penggerusan dengan menggunakan rod mill dapat menggunakan cara basah?
Jelaskan!

6
MODUL II
MINERAL SAMPLING
(METODE CONING AND QUARTERING)

1. Tujuan Percobaan
Mempelajari teknik mineral sampling dengan metode coning and quartering dalam
proses pengolahan mineral.

2. Teori Dasar
Pengolahan mineral merupakan proses pemisahan mineral berharga dari mineral
pengotornya berdasarkan sifat fisik dari masing – masing mineral. Dalam proses pengolahan
mineral, penentuan kadar umpan adalah salah satu faktor penting yang harus diketahui
sebelum proses dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknik analisis kadar bijih untuk
menentukan kadar umpan sebelum proses pengolahan mineral dilakukan.
Conto bera al dari baha a Inggri “sample”, yaitu sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Ronald (1995) mendefinisikan conto adalah suatu
himpunan bagian dari populasi. Conto adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada
conto jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita
teliti. Kesimpulan dari populasi yang mendekati kebenaran diawali dengan pengambilan
conto yang benar.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi ukuran conto dan
menghasilkan sub conto yang mewakili, yaitu metode coning. Semua conto primer dicampur
merata, kemudian dibuat kerucut (cone) atau gunung-gunungan kemudian dipipihkan, dibelah
dua dan dibelah empat. Tiap-tiap bagian tersebut merupakan sub conto. Proses tersebut dapat
diteruskan sehingga mendapatkan sub conto yang sesuai. Metode sangat sederhana dan tidak
memerlukan peralatan tertentu tetapi memerlukan tempat kerja yang bersih dan cukup luas.

3. Alat dan Bahan


1. Pasir Kuarsa 15 gram
2. Pasir Besi 15 gram
3. Ayakan ukuran 40# dan 60#

7
4. Neraca digital
5. Mikroskop optik
6. Preparat mika
7. Alat pengayak

4. Prosedur Percobaan
1. Mencampur pasir besi dan pasir kuarsa yang masing-masing telah ditimbang 15
gram;
2. Menyusun ayakan dengan ukuran 40# dan 60#;
3. Melakukan pengayakan selama dua menit;
4. Menimbang tiap-tiap fraksi ukuran;
5. Membentuk pasir hingga seperti kerucut (mengunung);
6. Menekan kerucut pasir hingga permukaan sama rata;
7. Membagi pasir menjadi empat bagian;
8. Melakukan quartering (homogenisasi);
9. Menyatukan dua bagian pasir yang berseberangan;
10. Menimbang masing-masing bagian tersebut;
11. Mengulangi langkah empat sampai sembilan untuk bagian yang terberat;
12. Menyebar conto pada kotak preparat mika ukuran 3 x 3 cm;
13. Menghitung jumlah pasir besi dan pasir kuarsa dengan mikroskop;
14. Menghitung kadar pasir besi dan kuarsa.

5. Tugas dan Pertanyaan


1. Jelaskan mengapa metode mineral sampling perlu dilakukan!
2. Jelaskan mengenai keuntungan dan kerugian menggunakan metode coning and
quartering!
3. Hitunglah kadar Fe dalam pasir besi!
4. Jelaskan fungsi dilakukannya pengayakan!

8
MODUL III
REAKSI KALSINASI BATU KAPUR

1. Tujuan Percobaan
Memahami konsep kalsinasi dari aspek termodinamika, mass balance, dan
mekanisme difusi pada reaksi kalsinasi batu kapur.

2. Teori Dasar
Proses kalsinasi adalah perlakuan panas pada suhu tinggi dibawah melting point
sehingga terjadi dekomposisi gas yang mempunyai ikatan kimia dengan bijih dan juga proses
pengeliminasian air kristal yang terkandung dalam bijih. Dalam proses kalsinasi batu kapur,
kalsin sebagai produk kalsinasi terdekomposisi dan juga untuk mengeleminasi senyawa yang
berikatan secara kimia dengan batu kapur yaitu karbon dioksida dan air. Proses yang
dilakukan adalah pemanasan dengan temperatur yang bervariasi tergantung dari jenis
senyawa karbonat [Yang Liu, 2014].
Untuk kalsium karbonat diperlukan suhu 900oC untuk melakukan dekomposisi hal ini
dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Ikatan kimia pada air kristal sangat kuat.
2. Penyediaan panas
Proses kalsinasi membutuhkan energi lebih untuk dapat terjadi reaksi tersebut.
Setiap satu mol penguraian CaCO3 membutuhkan energi sebesar 42,5 kkal.
3. Pertimbangan kinetik
Secara kinetik, agar reaksi berlangsung cepat maka Pco saat disosiasi harus
lebih besar dari PCO2 pada kondisi standar.

Kalsinasi adalah proses yang endotermik, yaitu memerlukan panas, hal ini dapat dilihat
dari nilai ΔHo yang postif. Panas diperlukan untuk melepas ikatan kimia dari air kristal
karena dengan panas maka ikatan kimia akan menjadi renggang, kemudian batu kapur
menjadi oksidanya. Proses kalsinasi tentunya lebih endotermik dibandingkan proses drying.
Reaksi transfer panas yang terjadi selama proses kalsinasi dapat dilihat pada gambar 3.1.

9
Gambar 3.1 Ilustrasi Transfer Panas Kalsinasi

Dekomposisi batu kapur merupakan reaksi kimia yang sangat sederhana. Batu kapur
dikalsinasi menghasilkan unslaked lime atau kalsium oksida. Reaksi dekomposisi termal dari
kalsium karbonat dinyatakan dengan persamaan reaksi berikut:

CaCO3 ∙H2O CaO + CO2 + H2O ∆Ho298 = 42,5 kkal.........................................(3.1)

Temperatur kalsinasi dipengaruhi oleh tekanan udara di dalam furnace. Disosiasi batu
kapur di atas temperatur dekomposisi dapat dijelaskan melalui lima tahap:
1. Panas ditransfer ke permukaan partikel yang akan didekomposisi.
2. Panas kemudian dialirkan secara konduksi dari permukaan ke antarmuka reaksi
melalui lapisan mikropori kapur.
3. Panas yang sampai pada bagian antarmuka reaksi menyebabkan reaksi disosiasi
CaCO3 menjadi CaO dan CO2.
4. Produk CO2 bermigrasi dari antarmuka reaksi, melalui lapisan kapur ke permukaan
partikel dan secara bersamaan dipanaskan dari temperatur zona reaksi ke temperatur
permukaan.
5. CO2 bermigrasi keluar dari permukaan ke gas kiln.

Laju kalsinasi batu kapur memiliki persamaan dengan reaksi yang dikendalikan oleh
difusi. Dengan ukuran dan bentuk butiran yang sama, semakin tinggi temperatur semakin
cepat proses dekomposisi. Waktu yang diperlukan dalam proses kalsinasi tergantung pada
ukuran dan bentuk dari butiran batu kapur.
Perhitungan laju kalsinasi untuk setiap conto berbeda-beda tergantung pada bentuk
conto. Pada conto yang menyerupai bola, laju reaksi berdasarkan fraksi yang bereaksi yaitu:
10
1  1  R 3 
1 2kC
t ...............................................................(3.2)
ro 

3. Alat dan Bahan


1. Tube furnace
2. Neraca digital
3. Penjepit
4. Mesin gerinda
5. Batu kapur
6. Jangka sorong
7. Kertas Saring
8. Gelas Beker

4. Alat Pelindung Diri


1. Helm gerinda
2. Sarung tangan
3. Masker

5. Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan batu kapur;
2. Membentuk batu kapur sesuai geometri yang ditentukan;
3. Menimbang conto menggunakan neraca digital;
4. Memasukkan conto ke dalam muffle furnace selama waktu yang ditentukan;
5. Mengeluarkan conto, kemudian dinginkan conto, dan timbang dengan neraca
digital;
6. Memasukkan conto kedalam gelas beker yang berisi air
7. Menyaring conto menggunakan kertas saring
8. Mengeringkan conto menggunakan oven
9. Menimbang conto yang tidak larut didalam air dan menghitung persen kalsinasi

6. Tugas dan Pertanyaan


1. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang kalsinasi dan berikan aplikasi dalam
industri minimal 5!

11
2. Buatlah neraca massa dan energi dari proses kalsinasi batu kapur pada
praktikum ini, kemudian hitunglah tekanan gas CO2 yang terbentuk pada proses
kalsinasi !
3. Buktikan bahwa kalsinasi merupakan reaksi endoterm!
4. Mengapa proses kalsinasi batu kapur membutuhkan temperatur diatas 1173 K ?
Jelaskan pendapat saudara dari perspektif termodinamika!

12
MODUL IV
MAGNETIC SEPARATION

1. Tujuan Percobaan
Melakukan pemisahan mineral berdasarkan sifat kemagnetannya dengan
menggunakan alat magnetic separator.

2. Teori Dasar
Pengolahan mineral merupakan suatu rangkaian proses pengambilan mineral berharga
dari mineral pengotornya yang tergabung dalam kerak bumi. Pengolahan mineral ini terdiri
dari beberapa tahap, yaitu kominusi, sizing dan classification dan konsentrasi. Konsentrasi
adalah sebuah tahap dalam pengolahan mineral, pada tahap ini mineral berharga dipisahkan
dari mineral pengotornya berdasarkan sifat fisiknya. Adapun sifat fisik yang dijadikan basis
dalam pemisahan mineral ini adalah sifat kelistrikannya, kemagnetannya, berat jenis dan lain-
lain [Ajie, 2004].
Magnetic separation adalah salah satu metode konsentrasi mineral dangan
menggunakan basis pemisahan sifat kemagnetan partikel mineral. Metode ini telah banyak
digunakan untuk memisahkan partikel mineral berharga berupa besi dari partikel
pengotornya. Pada saat ini, hampir 90% dari proses konsentrasi besi menggunakan metode
magnetic separation.
Berdasarkan sifat kemagnetannya, mineral dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Ferromagnetic, yaitu material yang dapat ditarik oleh magnet secara kuat
(bersifat sangat magnet);
2. Paramagnetic, yaitu material yang dapat ditarik oleh magnet secara lemah
(bersifat magnet lemah);
3. Diamagnetic, yaitu material yang tidak dapat ditarik oleh magnet (bersifat
non-magnetik).

Berdasarkan peralatannya, magnetic separation terbagi menjadi dua jenis, yaitu low
intensity dan high intensity magnetic separators. Baik low intensity maupun high intensity
magnetic separators dapat dilakukan secara kering atau basah. Proses basah banyak

13
dilakukan pada low intensity magnetic separator (concurrent, counter-rotation, counter-
current) dan proses kering banyak dilakukan pada high intensity magnetic separator
(induced roll, cross belt). Namun, wet high intensity magnetic separator (carousel type,
canister type) sangat baik digunakan untuk mineral yang bersifat paramagnetik. Dry low
intensity magnetic separator (high speed drum, ball-norton type) baik digunakan untuk
mengkonsentrasi magnetite.

Gambar 4.1 Skema Alat Magnetic Separator

Seperti pada gambar 4.1, mekanisme kerja magnetic separation tergantung pada gaya
yang dimiliki oleh masing-masing partikel mineral yang akan dipisahkan. Sedangkan gaya
yang bekerja pada partikel mineral tergantung pada separator (pemisah) yang digunakan.
Pada drum separator, jika yang digunakan adalah proses basah maka partikel akan
mengalami empat gaya, yaitu:
1. Gaya magnet (Fm);
2. Gaya gravitasi (Fg);
3. Gaya drag (Fd), dan
4. Gaya sentrifugal (Fc).
Dalam proses magnetic separation terdapat suatu variabel yang menentukan berhasil
atau tidaknya proses pemisahan mineral, yaitu magnetic susceptibility. Magnetic
susceptibility merupakan sifat material yang menentukan mudah atau tidaknya material
mengalami pengaruh dalam medan.

3. Alat dan Bahan


1. Magnetic separator intensitas rendah;
14
2. Pasir kuarsa;
3. Pasir besi;
4. Screen;
5. Neraca teknis;
6. Stopwatch;
7. Batang magnet;
8. Wadah penampung.

4. Prosedur Percobaan
1. Menimbang pasir kuarsa dan pasir besi sesuai ketentuan asisten;
2. Mengayak pasir kuarsa dan pasir besi dengan screen sesuai ketentuan asisten;
3. Menyiapkan alat magnetic separator dengan tegangan rotor sesuai ketentuan
asisten;
4. Menyiapkan stopwatch;
5. Melakukan proses pemisahan sesuai dengan waktu yang ditentukan asisten;
6. Menimbang berat yang diperoleh dari proses pemisahan;
7. Melakukan proses pemisahan pasir besi dengan pasir kuarsa;
8. Menimbang konsentrat dan tailing yang diperoleh;
9. Mengayak pasir besi yang diperoleh pada konsentrat;
10. Menimbang pasir besi yang telah diayak berdasarkan fraksi ukurannya;
11. Mengulangi prosedur yang sama untuk komposisi conto yang sama dengan variabel
tegangan dan waktu pemisahan yang berbeda.

5. Tugas dan Pertanyaan


1. Jelaskan mekanisme terjadinya proses pemisahan mineral dengan metode magnetic
separation dengan tepat!
2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
pemisahan mineral dengan metode magnetic separation?
3. Jelaskan apa yang dimaksud entrapment ratio dan faktor apa saja yang
mempengaruhi nilai dari entrapment ratio!
4. Apabila didapat 20 gram pasir besi dan 5 gram pasir kuarsa di dalam konsentrat,
serta total umpan sebesar 40 gram dengan perbandingan antara pasir besi dan kuarsa
adalah 1:1, maka berapa nilai recovery untuk proses ini?
15
5. Buatlah material balance dari pertanyaan nomor 4!

16
MODUL V
SLUICE BOX

1. Tujuan Percobaan
Memahami konsep proses pemisahan mineral dengan metode fluid film concentration.

2. Teori Dasar
Fluid film concentration merupakan salah satu metode klasifikasi mineral berdasarkan
perbedaan berat jenis partikel. Prinsip dari metode ini dengan cari mengalirkan partikel-
partikel dalam suatu aliran tipis dengan kecepatan alir tertentu yang dijaga mengalir secara
laminar. Dengan demikian partikel yang mempunyai berat jenis (density) paling besar akan
mengendap terlebih dahulu, kemudian diikuti partikel-partikel dengan berat jenis yang lebih
ringan.
Sluice box merupakan suatu alat konsentrasi mineral bijih yang paling sederhana yang
termasuk kedalam gravity concentration. Mineral yang memiliki densitas yang tinggi dapat
mengendap yang nantinya akan diambil sebagai konsentrat dan terjebak di riffle sedang
mineral yang ringan akan ikut terbawa aliran air sebagai tailing. Riffle (penghalang)
merupakan perangkat dukung yang berfungsi untuk menangkap partikel-partikel yang
memiliki densitas yang tinggi. Material dengan % solid tertentu dialirkan dengan kecepatan
tertentu pada suatu bidang miring. Kemudian pengendapan partikel yang terjadi ditahan
dengan riffle yang sudah diatur jaraknya. Setelah aliran dihentikan, akan didapat klasifikasi
mineral yang tertahan di riffle [Kelly E.G, 1982].
Hal-hal yang mempengaruhi pemisahan mineral dengan alat ini diantaranya seperti :
1. Kecepatan aliran dan ketebalan aliran fluida
Bila kecepatan dan ketinggian fluida terlalu besar maka mineral yang ada baik itu
mineral berat maupun ringan dan ketebalan yang besar dari fluida akan membuat arus
turbulen yang besar dan ini yang membuat material meloncat dari riffle.
2. Berat jenis material yang akan dipisahkan
Berat jenis dari material harus cukup besar karena material itu harus dapat
mengimbangi derasnya arus dengan gaya berat sehingga material itu akan dapat
terhalangi oleh riffle. Bila material itu mampunyai berat jenis yang kecil, akan hanyut
terbawa oleh aliran air.
17
3. Banyaknya air atau fluida
Bila air yang digunakan untuk memisahkan mineral ini hanya sedikit, maka mineral
tersebut tidak akan dapat terpisahkan atau hasilnya adalah heterogen
4. Ketinggian riffle
Ketinggian riffle harus sebanding dengan ketebalan aliran air, palingtidak harus
melebihi 0,5 cm dari permukaan riffle. Selama proses pemisahan, mineral dengan berat
jenis besar akan mengendap karena adanya turbulensi dari aliran fluida yang tertahan
oleh riffle. Tetapi untuk mineral dengan berat jenis kecil akan terkena efek turbulensi
dan ikut terbawa oleh arus air.

Gambar 5.1 Pergerakan partikel pada riffle

5. Panjang box
Panjang box sangat menentukan proses pemisahan, karena makin panjang akan
semakin besar kemungkinan material itu untuk tersangkut pada riffle sehingga hasilnya
semakin besar

3. Alat dan Bahan


1. Sluice Box
2. Oven
3. Pasir Besi
4. Pasir Kuarsa
5. Neraca digital
6. Magnet

4. Prosedur Percobaan
1. Menimbang campuran pasir kuarsa dan pasir besi sesuai yang ditentukan asisten;
2. Menempatkan campuran dalam feeder;
18
3. Meletakan riffle pada tempatnya;
4. Mengalirkan air dengan debit tertentu (ditentukan asisten) sampai campuran pasir
besi dan pasir kuarsa habis;
5. Mengambil pasir kuarsa dan pasir besi yang terdapat pada masing-masing riffle;
6. Mengeringkan pasir kuarsa dan pasir besi pada oven;
7. Memisahkan pasir kuarsa dan pasir besi dengan menggunakan magnet;
8. Menimbang masing-masing fraksi dengan teliti.

5. Tugas dan Pertanyaan


1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis proses pemisahan mineral dengan metode fluid
film concentration!
2. Jelaskan gaya-gaya yang mempengaruhi kerja sluice box!
3. Sebutkan dan jelaskan parameter yang mempengaruhi proses pemisahan bijih pada
sluice box!
4. Sluice box baiknya digunakan untuk feed yang bagaimana?
5. Apakah pasir besi dan pasir olivin dapat dipisahkan dengan menggunakan metode
pemisahan mineral berbasis berat jenis dengan media air? Jelaskan pendapat saudara
dengan analisis menggunakan kriteria konsentrasi !
6. Jelaskan pergerakan mineral di dalam air saat terjadi proses pemisahan di air,
korelasikan hal tersebut terhadap prinsip kerja sluice box secara skematis!

19
MODUL VI
JIGGING CONCENTRATOR

1. Tujuan Percobaan
Meningkatkan kandungan kadar besi (Fe) pada pasir besi melalui proses pemisahan yang
berdasarkan pada perbedaan berat jenis atau density dari mineral yang akan dipisahkan.

2. Teori Dasar
Sebelum melakukan proses ekstraksi, bijih harus terlebih dahulu melewati proses pra
olahan atau preparasi bijih. Hal ini dimaksudkan agar bijih dapat diolah secara sempurna
pada proses berikutnya. Proses preparasi bijih itu sendiri terdiri dari Kominusi, Sizing and
Clasification, dan Konsentrasi.
Peningkatan kadar suatu logam berharga dilakukan pada proses konsentrasi dimana pada
proses ini mineral dipisahkan dari yang berharga dan pengotornya. Mineral berharganya biasa
disebut konsentrat dan mineral pengotornya biasa disebut tailing. Salah satu caranya adalah
dengan memisahkan mineral berdasarkan sifat gravitasi dan berat jenis dari mineral tersebut
atau biasa disebut gravity concentration. Alat yang umum dipakai dalam konsentrasi gravitasi
(gravity concentration) salah satunya adalah jig. Dalam jig, pemisahan mineral berharga
(umumnya dengan berat jenis tinggi) dari pengotornya (berat jenis rendah) dilakukan di
dalam suatu aliran fluida.
Sama seperti heavy medium separation, jig digunakan sebagian besar untuk proses batu
bara. Jig juga digunakan sebagai alat konsentrasi timah di Asia Tenggara dan tempat lainnya.
Jenis mineral yang dapat dipisahkan oleh jig sangat banyak, mulai dari batu bara hingga
intan, dan dari emas sampai batu jalanan [Irwan, 2012].
Mekanisme konsentrasi gravitasi dapat dibedakan menjadi:
1. Konsentrasi gravitasi yang berkaitan dengan gerakan partikel pada bidang vertikal
dan stratifikasi.
2. Konsentrasi gravitasi yang berkaitan dengan gerakan pertikel pada bidang miring
atau konsentrasi film.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung besaran operasi konsentrasi berdasarkan
gravitasi adalah sebagai berikut:

20
( b-
ri eria n en ra i ( ...................................... (6.1)
( r-

Dimana :
b = Spesifik gravity mineral berat
= Spesifik gravity fluida
r = Spesifik gravity mineral ringan

> ,5 →pemi ahan dapa dilakukan dengan mudah pada segala ukuran.
1, 5 < < ,5 →pemi ahan rela i uli dilakukan, namun ma ih bi a dilakukan.
< 1, 5 →pemi akan idak mungkin dilakukan.

Keterangan :
1. Umpan
2. Over Flow
3. Sekat Tailing
4. Rag
5. Screening
6. Tangki
7. Lubang
Konsentrat
8. Hucth Water
9. Sekat
Longitudinal
10. Diafragma
11. Esentrik

Gambar 6.1 Skematik tangki jig

3. Alat dan Bahan


1. Jigging concentrator
2. Neraca digital
3. Screening
4. Oven pemanas
5. Ember
6. Sendok
7. Tatakan

21
8. Penjepit
9. Pasir besi
10. Pasir kuarsa
11. Air

4. Prosedur Percobaan
1. Timbang pasir besi dan pasir kuarsa (sesuai yang ditentukan oleh asisten);
2. Aturlah alat jigging concentrator sesuai dengan voltase motor jig dan debit air
(sesuai yang ditentukan oleh asisten);
3. Tangki jig diisi dengan air hingga penuh;
4. Hidupkan motor jig beberapa saat sebelum umpan dimasukkan;
5. Hitung spm (stroke per minute) saat sebelum proses pengumpanan berlangsung;
6. Masukkan umpan ke dalam pulp;
7. Setelah proses selesai motor jig dimatikan;
8. Keluarkan tailing yang terbawa oleh air wadah penampungnya setelah proses jigging
selesai;
9. Keluarkan konsentrat dari botol (pada bagian bawah tangki);
10. Keringkan konsentrat dan tailing dengan oven pemanas;
11. Timbang massa konsentrat dan tailing menggunakan neraca teknis;
12. Ulangi prosedur diatas dengan voltase motor jig yang berbeda;
13. Lakukan analisis kadar Fe yang tertampung (konsentrat).

5. Tugas dan Pertanyaan


1. Sebutkan dan jelaskan tahapan pra olahan atau preparasi bijih berdasarkan
tujuannya?
2. Jelaskan secara singkat menurut pendapat anda tentang mekanisme pemisahan bijih
pada percobaan yang telah dilakukan!
3. Sebutkan dan jelaskan dua macam proses jigging!
4. Sebutkan kriteria pemilihan feed dalam proses jigging selain campuran pasir besi
dan pasir kuarsa? Jelaskan alasannya dipilih feed tersebut!
5. Sebutkan dan jelaskan parameter yang mempengaruhi proses pemisahan bijih pada
jigging!
6. Apa yang dimaksud dengan rag dan kegunannya dalam proses jigging
22
MODUL VII
KOROSI GALVANIK

1. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui nilai potensial masing – masing logam
yang berbeda dalam media korosif dan untuk mengetahui korosi galvanik pada logam
tersebut.

2. Teori Dasar
Korosi adalah proses terdegradasi atau rusaknya suatu material karena pengaruh dari
lingkungannya. Korosi galvanik dapat terjadi bila dua logam atau lebih yang berbeda berada
dalam suatu lingkungan dan saling berhubungan. Pada kondisi ini akan timbul suatu tegangan
listrik sedemikian sehingga logam yang lebih anodik (logam yang pada kondisi tidak
terhubungkan mempunyai potensial yang lebih negatif) akan bertindak sebagai anoda,
sedangkan logam lainnya menjadi katoda. Pada daerah anoda akan terjadi pelarutan logam
karena terjadi oksidasi [Mulyonono, 2005].

Gambar 7.1 Skematik Korosi Galvanik

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi korosi galvanik yaitu :


1. Lingkungan
Tingkatan korosi galvanik tergantung pada keagresifan dari lingkungannya.
Pada umumnya logam dengan ketahanan korosi yang lebih rendah dalam suatu
lingkungan berfungsi sebagai anoda.
2. Jarak

23
Laju korosi berkurang dengan makin bertambahnya jarak dari pertemuan
kedua logam tersebut. Pengaruh jarak ini tergantung pada konduktivitas larutan dan
korosi galvanik dapat diketahui dengan adanya serangan korosi lokal pada daerah
dekat pertemuan logam.
3. Luas Penampang
Luas penampang elektroda terhadap korosi galvanik adalah pengaruh
perbandingan luas penampang katodik terhadap anodik. Jika luas penampang
katodik jauh lebih besar dari pada katoda. Makin besar rapat arus pada daerah anoda
mengakibatkan laju korosi makin cepat pula.

Cara pengendalian korosi galvanik antara lain:


1. Pemilihan material yang tepat
2. Menghindarkan penggunaan dua jenis logam yang saling berhubungan dalam suatu
kontruksi.
3. Lakukan penggunaan lapis lindung.
4. Hindari kombinasi luas penampang material dengan anoda kecil sedangkan luas
penampang katoda besar.
5. Tambahkan inhibitor untuk mengurangi keagresifan lingkungan.
6. Rancang dengan baik agar dapat mengganti bagian-bagian anoda yang rusak dengan
menggunakan bahan-bahan yang siap pakai atau buatlah anodik yang lebih tebal
agar lebih tahan lama.

3. Alat dan Bahan


1. Gelas beker
2. Multitester
3. Timbangan/neraca teknis
4. Spatula
5. Garamdapur
6. Aquades
7. Pelat Cu, Pb dan Zn

4. Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan pelat Pb, Cu dan Zn;
24
2. Membuat larutan NaCl 3%;
3. Menyiapkan multitester;
4. Menghubungkan pelat logam yang berbeda dengan multitester;
5. Mencelupkan dua pelat logam yang terhubung dengan multitester pada larutan NaCl
3% secara bersamaan;
6. Mengamati tegangan yang ditunjukkan oleh multitesterdengan variabel waktu
tertentu;
7. Mengulangi prosedur percobaan dengan pasangan pelat logam yang lainnya.

5. Tugas dan Pertanyaan


1. Jelaskan dan sebutkan tentang deret galvanik!
2. Gambarkan secara manual skematik korosi galvanik!
3. Tuliskan masing-masing reaksi anodik dan katodik serta tentukan logam yang
berperan sebagai anoda dan katoda!
4. Jelaskan proses terjadinya korosi galvanik!
5. Berikan lima contoh kasus korosi galvanik dalam kehidupan sehari-hari serta
pencegahannya!

25
MODUL VIII
KOROSI LINGKUNGAN

1. Tujuan Percobaan
Untuk mempelajari pengaruh inhibitor terhadap lingkungan yang korosif.

2. Teori Dasar
Beberapa pengertian korosi diantaranya :
1. Korosi merupakan penurunan kualitas material yang disebabkan oleh reaksi kimia
bahan dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam.
2. Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat bereaksi dengan lingkuangan
yang korosif.
3. Korosi didefenisikan sebagai degradasi material (khususnya logam dan paduannya)
atau sifatnya akibat berinteraksi dengan lingkungannya.
4. Korosi adalah suatu reaksi redoks antara logam dengan berbagai zat yang ada di
lingkungannya sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki.

Gambar 8.1 Korosi lingkungan

Korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali, namun korosi dapat dikendalikan
atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya. Korosi merata
adalah korosi yang terjadi secara menyeluruh di seluruh permukaan logam, sehingga
umumnya akan terjadi pengurangan dimensi per satuan waktu. Korosi ini terjadi jika
lingkungan korosif mempunyai akses yang sama ke seluruh bagian dari permukaan logam
[D.L. Graver, 1985].
Salah satu pengendalian dari proses korosi adalah dengan menggunakan inhibitor.
Inhibitor merupakan zat kimia yang sengaja ditambahkan untuk meredam sifat korosif dari
26
lingkungan terhadap material logam. Zat kimia ini ditambahakn dalam jumlah tertentu pada
suatu sistem korosi untuk meminimalkan laju korosi pada konsentrasi tertentu.

3. Alat dan Bahan


1. Empat botol air mineral
2. Empat paku baja tidak berlapis
3. Daun mint
4. Tali rapia
5. Electric stove
6. Pengaduk kaca
7. Gelas ukur
8. Oven

4. Prosedur Percobaan
Pembuatan ekstrak daun teh;
1. Memasukkan ¼ kg daun teh ke dalam oven untuk dikeringkan dan ditumbuk
hingga halus;
2. Melarutkan 50 gram bubuk tembakau ke dalam 200 ml aquadesh, kemudian
dipanaskan di atas electric stove pada temperatur 90oC sambil terus diaduk
selama kurang lebih 2 jam;
3. Menyaring larutan bubuk dari endapan menggunakan kertas saring, dan
menutup larutan dengan penutup plastik selama 24 jam;

Pengamatan proses korosi pada paku :


1. Menempatkan setiap botol air mineral yang sudah diberi nomor pada tempat
yang telah disediakan;
2. Memasukkan setiap botol air mineral dengan lingkungan yang berbeda, botol I
dan II diisi dengan air PDAM (tanpa penambahan inhibitor), botol III dan IV
diisi dengan air PDAM sebanyak 500 ml dengan penambahan larutan inhibitor
sebanyak 10 ml;
3. Membersihkan paku dengan amplas;
4. Menimbang massa awal paku;
5. Memasukkan paku yang sudah bersih kedalam botol air mineral;
27
6. Membiarkan botol yang sudah berisi paku selama tiga hari, dan kemudian
amati pada hari ke-4, 5, dan 6. Catatlah perubahan berat paku dan hasil
pengamatan paku.

5. Tugas dan Pertanyaan


1. Apa yang dimaksud dengan korosi merata?
2. Sebutkan dan jelaskan faktor yang mempengaruhi laju korosi!
3. Jelaskan mekanisme korosi merata pada baja dan contoh dalam dunia industri!
4. Jelaskan mekanisme korosi merata pada baja!
5. Sebutkan jenis inhibitor beserta mekanismenya!
6. Bagaimana mekanisme pengendalian korosi menggunakan inhibitor?
7. Sebutkan jenis inhibitor beserta mekanismenya!

28
MODUL IX
PENGELASAN SMAW

1. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui koefisien pencairan elektroda dan koefisien penambahan metal las
pada produk lasan setelah dilakukan pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding),
kecepatan pengelasan, laju lelehan elektroda serta pengaruh parameter-paramter las terutama
arus dan tegangan listrik (Voltase) terhadap heat input (panas yang dipakai) dan produk lasan
yang dihasilkan.

2. Teori Dasar
Dalam industri manufaktur, tidak diragukan lagi pengelasan merupakan salah satu
proses terpenting dalam membentuk bahan baku menjadi suatu produk. Karena secara luas,
penggunaan teknik las telah banyak digunakan di industri khususnya dalam penyambungan
batang konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin.
Teknik las sendiri dapat diartikan sebagai penyambungan dua logam atau lebih
dengan melibatkan energi panas dan melelehkan sebagian dari logam tersebut. Las busur
listrik yaitu pengelasan menggunakan listrik dan elektrodanya terbungkus oleh fluks. Cara
mengelas yang sering dipergunakan dalam praktek dan termasuk klasifikasi las busur listrik:
las elektroda terbungkus, las busur dengan pelindung gas dan las busur dengan pelindung
bukan gas. Adapun dalam praktikum ini yang akan dipelajari adalah las elektroda terbungkus
(SMAW).
Las elektroda terbungkus adalah cara pengelasan yang banyak digunakan pada masa
ini. Dalam cara pengelasan ini kawat elektroda logam yang dibungkus dengan fluks. Pada
gambar dibawah ini dapat dilihat dengan jelas bahwa busur listrik terbentuk di antara logam
induk dan ujung elektroda. Karena panas dari busur ini maka logam induk dan ujung
elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama [Wiryosumarto, 1996]. Gambar
bentuk rangkaian proses pengelasan SMAW dapat dilihat pada gambar 9.1.

29
Gambar 9.1 Rangkaian Proses Las SMAW

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan
membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Jika digunakan arus
listrik yang besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus seperti pada gambar
9.2.

Gambar 9.2 Pemindahan Logam Cair

Di dalam pengelasan ini hal yang penting adalah bahan fluks yang digunakan. Bahan–
bahan tersebut antaralain oksida-oksida logam, karbonat, silikat, flourida, zat organik, baja
paduan dan serbuk besi. Fungsi dari fluks yaitu sebagai pelindung gas yang mana akan
melindungi logam cair dari udara, sebagai deoksidan, sebagai penyetabil busur dan sebagai
logam penambah (unsur paduan).

3. Alat dan Bahan


1. Mesin las listrik SMAW
2. Elektroda Las
3. Pelat dengan ukuran 15 x 10 x 0,3 (cm)
4. Penyangga untuk material las
5. Helm/ kacamata las
30
6. Sarung tangan dan Apron
7. Penggaris / meteran dan spidol
8. Stopwatch
9. Jangka Sorong
10. Tang Penjepit
11. Ampelas dan Sikat baja
12. Palu/martil
13. Timbangan

4. Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan pelat dengan ukuran 15 x 10 x 0,3 (cm);
2. Menimbang pelat tersebut sebagai massa awal sebelum di las (GH0);
3. Siapkan elektroda yang sesuai (jumlah elektroda yang digunakan tergantung panjang
pelat yang akan di las) dan timbang sejumlah elektroda yang akan dipakai tersebut
terlebih dahulu sebagi massa awal elektroda sebelum pencairan (GP0);
4. Pasangkan elektroda pada kutub positif atau negatif pada mesin las SMAW (jenis
polaritas yang dipakai ditentukan asisten);
5. Atur mesin las SMAW pada arus dan voltase yang ditentukan oleh asisten;
6. Menyiapkan stopwatch;
7. Lakukan proses pengelasan sesuai dengan alur yang ditentukan asisten;
8. Catat waktu yang diperlukan untuk mengelas pelat yang tersedia dari awal sampai
akhir pengelasan;
9. Biarkan pelat yang sudah di las dan dinginkan di udara terbuka;
10. Timbang kembali pelat tersebut denagn massa akhir (GH1) dan hitung perubahan
ma anya ∆G a au GH GH1 – GH0.

5. Tugas dan Pertanyaan


1. Jelaskan bagaimana logam pada elektroda SMAW dapat meleleh dan berpindah ke
logam induk (base metal) sehingga memicu berlangsungya proses pengelasan!
2. Jelaskan bagaimana kriteria weldability serta jelaskan bagaimana pengaruhnya
terhadap pengelasan!
3. Apakah proses pengelasan SMAW bisa dipadukan dengan proses pengelasan yang
lain dalam satu sambungan yang sama? Jelaskan jawaban Anda!
31
4. Sebutkan jenis-jenis fluks pada elektroda SMAW serta jelaskan masing-masing
peruntukannya pada proses pengelasan!
5. Sebutkan dan jelaskan macam-macam las busur (arc welding)!
6. Sebutkan dan jelaskan daerah-daerah pada hasil lasan!
7. Menurut Anda, bagaimanakah suatu hasil lasan dapat dikatakan baik? Parameter apa
saja yang harus diperhatikan?
8. Sebutkan dan jelaskan keuntungan dan kerugian las SMAW!
9. Sebutkan dan beri tanda cacat-cacat yang terdapat pada hasil lasan Anda serta
jelaskan penyebab adanya cacat-cacat tersebut!
10. Sebutkan dan jelaskan minimal lima jenis cacat las serta cara menanggulangi cacat-
cacat tersebut!

32
MODUL X
PENGELASAN OKSIASETILEN

1. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh kadar asetilen dan oksigen terhadap nyala api yang
ditimbulkan dan pengaruh deposit metal las pada pengelasan oksiasetilen terhadap kecepatan
pengelasan.

2. Dasar Teori
Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua logam atau lebih dengan
menggunakan energi panas. Logam sekitar lasan atau sambungan, akan mengalami siklus
termal yang cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan metalurgi yang rumit,
deformasi dan tegangan-tegangan thermal. Hal ini sangat erat hubungannya dengan kekuatan,
cacat lasan dan lain sebagainya yang pada umumnya mempunyai pengaruh yang fatal
terhadap keamanan dari konstruksi yang di las.
Salah satu metode pengelasan yang sering digunakan adalah pengelasan yang
menggunakan bahan bakar gas. Pengelasan dengan gas dilakukan dengan membakar bahan
bakar gas yang dicampur dengan oksigen (O2) sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu
tinggi (3000 oC) yang mampu mencairkan logam induk dan logam pengisinya. Jenis bahan
bakar gas yang digunakan asetilen, propan atau hidrogen, sehingga cara pengelasan ini
dinamakan las oksiasetilen atau dikenal dengan nama las karbit. Reaksi yang terjadi dalam
tabung asetilen adalah :

CaC2 + 2H2O Ca(OH)2 + C2H2 ................................................................... (10.1)

Bila dihitung ternyata 1 kg CaC2 menghasilkan kurang lebih 300 liter asetilen. Sifat
dari asetilen (C2H2) yang merupakan gas bahan bakar adalah tidak berwarna, tidak beracun,
berbau, lebih ringan dari udara, cenderung untuk memisahkan diri bila terjadi kenaikan
tekanan dan suhu (di atas 1,5 bar dan 350° C), dapat larut dalam massa berpori (aseton).
Dibawah ini dijelaskan lebih lanjut tentang nyala oksiasetilen

33
1. Nyala netral : Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan asetilen 1:1.
Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar yang
berwarna biru bening
2. Nyala asetilen lebih : Bila asetilen yang digunakan melebihi daripada jumlah untuk
mendapatkan nyala netral maka diantara kerucut dalam dan luar akan timbul kerucut
nyala berwarna biru.
3. Nyala oksigen lebih : Bila gas oksigen lebih dari pada jumlah gas asetilen maka
nyala menjadi pendek dan warna kerucut dalam berubah dari putih bersinar menjadi
ungu. Bila nyala digunakan untuk mengelas maka akan terjadi proses oksidasi atau
dekarburisasi.
Pengelasan gas umumnya dipergunakan dalam proses maintenance dan perbaikan karena
fleksibilitas dalam hal lokasi pengelasan. Proses dengan pembakaran gas ini juga banyak
diterapkan pada proses, brazing, cutting, dan perlakuan panas.

3. Alat dan Bahan


1. Tabung gas oksigen
2. Tabung gas asetilen
3. Regulator
4. Brander
5. Kunci tabung
6. Pembersih nosel
7. Sikat kawat
8. Selang las
9. Meja kerja
10. Pemantik api
11. Tang
12. Sarung tangan
13. Kacamata las
14. Pelat dan filler metal
15. Tabung pemadam.

4. Prosedur Percobaan
A. Langkah Percobaan
34
1. Mengecek kelengkapan dan kondisi peralatan;
2. Buka kran tabung oksigen dan bahan bakar;
3. Periksa tekanan gas oksigen dan bahan bakar pada regulator;
4. Siapkan pelat dan filter metal;
5. Timbang pelat dan filter metal sebagai massa awal (G0 atau F0).
B. Langkah Penyalaan Las Gas
1. Pegang dan arahkan ujung brander ke bawah;
2. Buka secara perlahan kran gas bahan bakar;
3. Nyalakan degan pemantik gas pada ujung brander hingga gas terbakar;
4. Atur kran gas oksigen dan bahan bakar sesuai dengan ketentuan.
C. Proses Pengelasan
1. Letakkan benda kerja diatas meja kerja;
2. Nyalakan api las sesuai langkah B;
3. Panaskan terlebih dahulu benda kerja;
4. Dekatkan filter metal kearah nosel hingga ikut mencair;
5. Catat waktu yang diperlukan untuk mengelas pelat yang tersedia dari awal sampai
akhir pengelasan;
6. Biarkan pelat yang sudah di las didinginkan di udara terbuka;
7. Timbang kembali pelat tersebut dan filter metal sebagai massa akhir (G1 atau F1)
dan hitung perubahan massanya;
8. Hitung kecepatan las;
9. Ulangi percobaan dengan nyala api yang berbeda-beda.
D. Proses Mematikan Nyala Api
1. Arahkan ujung nosel ke bawah;
2. Tutup kran oksigen perlahan-lahan hingga tertutup rapat;
3. Tutup kran bahan bakar perlahan-lahan hingga tertutup rapat;
4. Biarkan benda kerja dan nosel hingga dingin;
5. Tutup kembali kran oksigen dan bahan bakar pada tabung dan perhatikan regulator;
6. Gulung kembali selang.
5. Tugas dan Pertanyaan
1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis cacat yang terjadi pada proses pengelasan oksi-
asetilen dan apa yang menyebabkan cacat itu terjadi!
2. Jelaskan reaksi gas yang terjadi pada pengelasan oksi-asetilen!
35
3. Jelaskan macam macam pengelasan oxy-fuel!
4. Pada proses pengelasan oksiasetilen terdapat tiga macam jenis nyala api. Sebutkan
dan jelaskan pebedaan ketiganya (berikan reaksinya) beserta gambarnya!
5. Jelaskan bagian- bagian pada alat pengelasan oksi-asetilen!
6. Jelaskan kelebihan dan kelemahan pengelasan oksi-asetilen!
7. Jelaskan macam macam sambungan las!

36
MODUL XI
PELAPISAN TEMBAGA (Cu)

1. Tujuan Percobaan
Mempelajari proses pelapisan menggunakan pelapis tembaga. Mengetahui pengaruh
variasi voltage, konsentrasi larutan elektrolit, potensial elektroda masing-masing plat logam
yang digunakan dan waktu terhadap massa dan tebal lapisan yang dihasilkan.

2. Teori Dasar
Pelapisan atau elektroplating adalah proses pengendapan zat (ion logam) pada elektroda
(katoda) dengan cara elektrolisa atau disebut juga proses pelapisan logam. Terjadinya
pengendapan pada proses ini karena adanya ion-ion bermuatan listrik yang berpindah dari
suatu elektroda melalui elektrolit yang mana hasil dari elektrolisa tersebut akan mengendap
pada elektroda lain (katoda). Cara pelapisan ini memerlukan arus listrik searah (DC).
Tahapan sehingga proses pelapisan dapat terjadi:
1) Sebuah atom dalam larutan atau dalam logam anoda kehilangan sebuah elektron
sehingga berubah menjadi sebuah ion didalam larutan.
2) Ion yang bermuatan positif ditarik menuju anoda (strip baja yang akan dilapisi) dan
bergerak kearah katoda tersebut.
3) Ion-ion yang mendapatkan elektron dan permukaan katoda berubah menjadi atom
yang stabil dan berbentuk logam yang diendapkan pada permukaan katoda/strip
baja.
Adapun susunan sel elektrolisa pada proses pelapisan tembaga ditunjukkan pada
Gambar 11.1.

Katoda Anoda

Gambar 11.1 Skema Elektrolisis

37
Katoda dan anoda ditentukan dari harga potensial yang dimiliki oleh setiap logam.
Urutan logam dengan harga potensial yang makin besar atau urutan logam yang makin
mudah mengalami reduksi disebut deret volta. Deret volta tersebut adalah sebagai berikut:

Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Mn, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, (H), Sb, Bi, Cu,
Hg, Ag, Pt, Au

Deret volta di atas dari kiri ke kanan makin mudah mengalami reduksi atau sifat
oksidator makin kuat, sedangkan dari kanan ke kiri mudah mengalami oksidasi atau sifat
reduktor makin kuat. Logam-logam yang berada di sebelah kiri atom H mempunyai harga
Eºnegatif, sedangkan yang di sebelah kanan mempunyai harga Eº positif.

3. Alat dan Bahan


1. Larutan elektrolit H2SO4
2. Pelat Cu dan Fe
3. Rectifier
4. Gelas kimia
5. Gelas ukur
6. Timbangan
7. Aquadesh
8. Ampelas
9. Hairdryer
10. Tisu

4. Prosedur Percobaan
1. Preparasi larutan H2SO4 yang ditentukan oleh asisten;
2. Susun rangkaian percobaan seperti pada gambar 11.1;
3. Preparasi spesimen yang akan digunakan pelapisan;
4. Timbang massa awal katoda dan anoda;
5. Lakukan proses elektroplating dengan variabel percobaan yang diberikan oleh
asisten;
6. Keringkan pelat katoda dan anoda dengan hairdryer;
7. Timbang massa akhir pelat anoda dan katoda.

38
5. Tugas dan Pertanyaan
1. Jelaskan prinsip dasar proses pelapisan tembaga, beserta reaksi yang berlangsung!
2. Jelaskan apa saja yang terjadi selama proses elektrolisis percobaan pelapisan Cu!
3. Jelaskan aspek termodinamika dari pelapisan tembaga!
4. Jelaskan parameter apa saja yang berpengaruh dalam proses pelapisan tembaga
(Cu)?
5. Anda adalah seorang Engineer di perusahaan pelapisan X, anda memiliki logam-
logam sebagai berikut:
i. Tembaga
ii. Nikel
iii. Perak
iv. Platina
v. Emas
Anda diminta untuk melapisi material A untuk keperluan peralatan bedah medis,
material B untuk keperluan elektronik, Logam manakah yang cocok untuk melapisi
material A dan B tersebut? Jelaskan alasan anda kenapa memakai logam tersebut
sebagai pelapis material A dan B!

39
DAFTAR PUSTAKA

Ajie, Mokh. Winanto, dkk. 2004.Pengolahan Bahan Galian. JurusanTeknik Pertambangan,


T , UPN “Ve eran” Y gyakar a

D.L. Graver (Ed.). 1985.Corrosion Data Survey-Metals Section, Sixth Edition,NACE,


International, Houston.

Irwan. 2012. Pengolahan Bahan Galian, Pemisahan Bijih Timah Dengan Jig, mesh ruber
screen. Balunijuk : Universitas Bangka Belitung.

elly, E,G. 198 . “Introduction to Mineral Processing” . New Y rk J hn Willie & S n .In .

Mulyonono, Trio. Kajian Inhibisi Korosi Galvanik Sistem Baja Karbon – Logam Lasan
Secara Metode Polarisasi Potensiodinamik Dan Galvanostatik. 2005; No.2, Vol.6; 7.

Prijono, A. 1997. The lndonesian Mining lndustri Its Present and Future. Jakarta: Indonesian
Mining Association

Solihin. 1998. Kajian Perbandingan Teknik Sampling antara metoda Coning/Quartering dan
Riffle dengan Memakai Sample Kasiterit. Bandung :Universitas Islam Bandung.

Sudarsono, Arief, dkk,. 1999.Perubahan Struktur Kristal dan Indeks Kerja Bijih Emas
Cimanggu, Jawa Barat Akibat Pemanasan Gelombang Mikro. Bandung : TEKMIRA.

Wiryosumarto, Harsono. 1996. Teknologi pengelasan logam. Jakarta : Pradnya Paramita.

Yang Liu, Yongping Yang. 2014. Evolution of the Surface Area of Limestone during
Calcination and Sintering. Beijing : School of Energy Power and
MechanicalEngineering.

40

Anda mungkin juga menyukai