Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ............................................................................................. 2
Daftar Isi ...................................................................................................... 3

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 4

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6


2.1.Payudara ...................................................................................... 6
2.1.1.Definisi .............................................................................. 5
2.1.2.Anatomi dan fisiologi ........................................................ 5
2.1.3.Pertumbuhan payudara ...................................................... 8
2.2. Mastitis
2.2.1. definisi .............................................................................. 9
2.2.2. klasifikasi………………………………………………… 10
2.2.3. patofisiologi ……………………………………………… 10
2.2.4. faktor risiko………………………………………………. 11
2.2.5. penegakan diagnosis……………………………………… 13
2.2.6. penatalaksanaan………………………………………….. 15
2.2.7. komplikasi………………………………………………… 18
2.2.8. pencegahan……………………………………………….. 20

BAB III. KESIMPULAN ............................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu. Perubahan payudara terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara
menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus
baru.Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh
sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan seorang ibu pada
anak yang dilahirkannya. ASI mengandung zat pelindung yang dapat melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi. Akhir-akhir ini terbukti bahwa tidak diberikannya ASI berhubungan
dengan penyakit kardio vaskuler dan keganasan pada usia muda. Karena itu, saat ini usaha
meningkatkan penggunaan ASI telah menjadi tujuan global. Setiap tahunnya pada tanggal 1-7
Agustus adalah pecan ASI sedunia.

Meskipun menyusui dan ASI sangat bermanfaat, namun belum terlaksana sepenuhnya,
diperkirakan 85% ibu-ibu di dunia tidak memberikan ASI secara optimal. Begitu pula yang
terjadi di Indonesia, data dari Sentra laktasi Indonesia mencatat bahwa berdasarkan survei
demografi dan kesehatan Indonesia 2007-2010, hanya 48% ibu yang memberikan ASI
eksklusif. Di Indonesia, rata-rata ibu memberikan ASI eksklusif hanya 2 bulan, sementara
pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat. Dan berdasarkan data dari Bappenas tahun
2010 menyatakan bahwa hanya 31% bayi di Indonesia mendapatkan ASI Eksklusif hingga
usia 6 bulan. Terdapat beberapa penyebab rendahnya pemberian ASI Eksklusif yaitu belum
semua rumah sakit menerapkan 10 LMKM (Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui), belum
semua bayi lahir mendapatkan IMD (Inisiasi Menyusui Dini), JUmlah penyuluh ASI masih
sedikit 2.921 penyuluh dari target 9.323 pemyuluh, dan promosi susu Formula yang tergolong
gencar (Bappenas, 2011).

Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2 % wanita yang menyusui. Mastitis
umum terjadi pada minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara. Semakin disadari

2
bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari teknik menyusui yang buruk, merupakan
penyebab penting terjadinya mastitis, untuk sebagian orang, mastitis masih dianggap sama
dengan infeksi payudara. Pemikiran tersebut menimbulkan perilaku untuk berhenti menyusui,
yang sebenarnya tidak perlu. Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan
atau tanpa kebiasaan menyusui.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Payudara
2.1.1. Pengertian
Payudara adalah organ reproduksi wanita dan mengeluarkan air susu (pada pria kelenjar ini
rudimeter). Payudara terletak antara iga ketiga dan ketujuh serta terbentang lebarnya dari linea
parasternalis sampai axillaris anterior dan mediana. Berat dan ukuran payudara berlainan
sesuai dengan pertambahan umur, pada masa pubertas membesar, dan bertambah besar selama
hamil dan sesudah melahirkan, dan menjadi atropi pada usia lanjut.

2.1.2. Anatomi dan fisiologi


Payudara adalah alat yang khas untuk kelas hewan yang disebut hewan yang menyusui atau
mamalia. Banyaknya payudara pada hewan umumnya bergantung pada jumlah anak yang
dilahirkan. Kera mempunyai satu pasang dan manusia pun satu pasang. Banyaknya payudara
pada binatang tidak ada hubungannya dengan kemungkinan timbulnya kanker payudara,
karena kanker payudara biasa ditemukan pada mencit, anjing, dan manusia, akan tetapi sangat
jarang pada binatang-binatang lain.

Payudara manusia pada wanita berbentuk seperti kuncup. Bentuk kuncup ini terutama pada
nulipara terjadi karena konsistensinya kenyal. Dengan bertambahnya umur, payudara menjadi
picak, lembek, dan menggantung. Pendapat umum mengatakan, hal ini terjadi karena wanita
menyusui anaknya sendiri, namun masalahnya belum ditelaah secara ilmiah. Haagenson
sendiri, seorang ahli dalam hal-hal penyakit payudara, tidak dapat memastikan kolerasi antara
menyusui bayi dan bentuk payudara.

Ada kalanya payudara wanita tidak sama besar. Ini sesuatu yang lumrah, akan tetapi kita harus
waspada dan harus membedakan asimetris yang disebabkan pembentukannya dari asimetri
yang disebabkan pertumbuhan tumor.

Payudara lazimnya mulai pada kosta ke 2 atau ke 3 sampai ke tulang rawan iga ke 7, dan dari
garis aksila depan sampai ke pinggir sternum, akan tetapi tidak jarang sampai ke m. latissimus
dorsi. Ini penting di ketahui oleh ahli bedah yang mengoperasi payudara pada kanker payudara.
Ada kalanya kelenjar payudara sampai ke ketiak seolah-olah sebagai tumor tersendiri, akan

4
tetapi pada hakekatnya berhubungan dengan kelenjar payudara unilateral yang di sebut
mamma aberrans. Keadaan ini menyebabkan kesulitan dalam masa laktasi karena mamma
aberrans dalam masa laktasi memproduksi air susu, dan waktu air susu naik terasa nyeri di
ketiak dan tidak jarang menimbulkan abses di ketiak

Secara fisiologi anatomi payudara terdiri dari alveolusi, duktus laktiferus, sinus laktiferus,
ampulla, pori pailla, dan tepi alveolan. Pengaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke
aksila. Sebagian lagi ke kelenjar parasternal terutama dari bagian yang sentral dan medial dan
ada pula pengaliran yang ke kelenjar interpektoralis.

Bentuk payudara cembung ke depan dengan puting di tengahnya, yang terdiri atas kulit dan
jaringan erektil dan berwarna tua. Puting ini dilingkari daerah berwarna coklat yang disebut
dengan areola. Dekat dasar puting terdapat kelenjar sebaseus, yaitu kelenjar Montgomery,
yang mengeluarkan zat lemak supaya puting tetap lemas.Payudara terdiri atas bahan kelenjar
susu atau jaringan alveolar, tersusun atas lobus-lobus yang saling terpisah oleh jaringan ikat
dan jaringan lemak. Setiap lobules terdiri atas sekelompok alveolus yang bermuara ke dalam
ductus laktiferus (saluran air susu ) yang bergabung dengan duktus-duktus lainnya untuk
membentuk wadah penampungan air susu, yang disebut sinus laktiferus; kemudian saluran-
saluran itu menyempit lagi dan menembus puting dan bermuara diatas permukaanya. Terdapat
15 sampai 20 kantung panghasil susu pada setiap payudara, yang dihubungkan dengan saluran
susu yang terkumpul dalam puting. Sisa bagian dalam payudara terdiri dari jaringan lemak dan
jaringan berserat yang saling berhubungan, yangmengikat payudara dan mempengaruhi bentuk
dan ukuran. Terdapat juga pembuluh darah dan kelenjar getah bening pada payudara.

Ukuran payudara berkolerasi dengan pengaruh genetika, diet dan hormon. Payudara pasca
menopause tetap memperlihatkan hilangnya lemak parenkim dan involusi komponen kelenjar
proliferatif berat antara 150-225 gram, sedang payudara laktasi beratnya lebih 500 gram. Pada
wanita perkembangan payudara aktif, pada pria kelenjar dan duktus mammae tetap rudimeter
dan kurang berkembang dengan ductus pendek dan asinus berkembang tidak sempurna.

Payudara adalah organ tubuh wanita yang paling peka terhadap gangguan keseimbangan
hormonal. Payudara juga merupakan organ tubuh yang labil dan sangat sensitif terhadap
pengaruh hormonal. Akibatnya payudara menjadi bagian organ tubuh yang paling sering
terpengaruh berbagai kondisi patologis yang ada hubungannya dengan hormon, terutama

5
estrogen. Akibat pengaruh hormonal inilah payudara cenderung untuk mengalami
pertumbuhan neoplastik baik yang bersifat jinak (benigna) maupun yang ganas (maligna).
Neoplastik yang ganas banyak dijumpai pada wanita dalam kurun reproduksi aktif dan jarang
ditemui pada wanita sebelum adolesensi.

Gambar 2.1.Anatomi Payudara Normal


Keterangan Gambar
1.Chest wall (dinding dada) 6.Lactiferus duct
2.Pectoralis muscles (otot pektoralis) 7.Fatty Tissue (jaringan lemak)
3.Lobules 8.Skin (kulit)
4. Nipple surface
5.Areola

2.1.3.Pertumbuhan Payudara
Perubahan fisiologik payudara dibagi atas tiga macam yaitu : Pertumbuhan dan involusi
kelenjar payudara yang berhubungan rapat dengan umur, perubahan kelenjar payudara yang
berhubungan dengan haid dan perubahan kelenjar payudara waktu hamil dan laktasi.

a) Pertumbuhan dan Involusi Payudara

6
Buah dada bayi yang baru lahir sering mengeluarkan susu, yang dalam bahasa Inggris disebut ”
Witches milk” pada laki-laki maupun perempuan. Pada perempuan, perubahan dalam
perkembangan terjadi pada masa pubertas ketika terdapat penambahan jaringan kelenjar. Pada
waktu seorang anak gadis mulai mendapat menstruasi pertama terjadi sedikit pembesaran pada
buah dada. Pembesaran ini disebabkan oleh kegiatan hormon estrogen dan progesteron yang
dihasilkan oleh ovarium dan beberapa hari sebelum masa menstruasi terdapat penambahan
persediaan darah.

b) Perubahan kelenjar payudara yang berhubungan dengan haid


Pada waktu haid payudara makin membesar, tegang dan pada beberapa wanita timbul rasa
nyeri, perubahan ini ada hubungannya dengan perubahan vaskuler dan limfogen.

c) Perubahan Payudara pada waktu hamil dan masa laktasi


Beberapa minggu sesudah konsepsi timbul perubahan-perubahan pada kelenjar payudara.
Payudara jadi penuh, tegang, areolla lebih banyak mengandung pigmen dan puting sedikit
membesar. Awal trimester kedua mulai timbul system alveolar. Ductus-ductus dan asinus-
asinus menjadi hipertropis di bawah pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya
meningkat. Alveolus-alveolus mulai terisi cairan yakni kolostrum, dibawah pengaruh prolaktin.
Pada bulan-bulan terakhir kolostrum dapat dikeluarkan beberapa tetes. Sesudah persalinan
kolostrum keluar dalam jumlah yang besar dan lambat laun diganti dengan air susu, jikalau
bayi disusui dengan teratur. Biasanya sesudah 24 jam mulai dikeluarkan air susu biasa dan
sesudah 3-5 hari produksinya teratur. Pengecilan payudara sesudah menopause adalah
berdasarkan kurangnya produksi estrogen.

2.2. Mastitis
2.2.1 Definisi
Mastitis adalah radang pada payudara yang terjadi biasanya pada masa nifas atau sampai 3
minggu setelah persalinan penyebabnya adalah sumbatan saluran susu dan pengeluaran ASI
kurang sempurna. Peradangan payudara adalah suatu hal yang sangat biasa pada wanita yang

7
pernah hamil ,malahan dalam praktek sehari-hari yang tidak hamil pun kadang-kadang kita
temukan dengan mastitis. Bilamana pembesaran payudara hampir terjadi pada semua wanita
pada dua sampai tiga hari pertama setelah kelahiran,tetapi jarang akan menetap dan biasanya
tidak disertai dengan peningkatan temperature yang lebih tinggi.Kongesti cenderung terjadi
menyeluruh dengan pembesaran vena superficial. Mastitis adalah infeksi payudara yang
kebanyakan terjadi pada ibu yang baru pertama kali menyusui bayinya. Mastitis hampir selalu
unilateral dan berkembang setelah terjadi aliran susu.

Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau
melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga
mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu,
tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal
bila tidak diberi tindakan yang adekuat.

Gambar 2.2.Payudara yang mengalami mastitis

2.2.2. Klasifikasi mastitis

Mastitis lazim dibagi dalam (1) mastitis gravidarum, dan (2) mastitis puerperalis, karena
memang penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu timbul pada waktu hamil dan laktasi

8
Berdasarkan tempatnya dapat dibedakan:
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.
2. Mastitis di tengah-tengah mamma yang menyebabkan abses di tempat itu.
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses
antara mamma dan otot-otot di bawahnya.

Gambar 2.3. lokasi abses pada mastitis

Klasifikasi mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi menjadi 3, yaitu :


1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause, penyebab
utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary duct
ectasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di payudara.
2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab utama
mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke puting
ibu melalui kontak langsung.
3. Mastitis supurativa/ abses

9
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman Staphylococcus,
jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC memerlukan penanganan yang ekstra
intensif dan drainage yang adekuat. Bila penanganannya tidak tuntas, bisa menyebabkan
pengangkatan payudara/mastektomi.

2.2.3. Patofisiologi mastitis

Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman penyebab ialah puting susu yang
luka atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus.
Sebagian besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah Staphylococcus aureus

Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Statis ASI terjadi jika ASI
tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera
setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk
pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar
dua/lebih.

Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme
koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Escherichia coli dan
Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi
demam tifoid.

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat
stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan
dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh
dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga
memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi.

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran

10
hematogen pembuluh darah). Kadang- kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa
kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.

2.2.4. Faktor risiko

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :

1. Umur

Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah usia
21 tahun atau di atas 35 tahun.

2. Paritas

Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.

3. Serangan sebelumnya

Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik menyusui
yang buruk yang tidak diperbaiki.

4. Melahirkan

Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis.

5. Gizi

Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya mastitis.
Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.

6. Faktor kekebalan dalam ASI

Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara.

7. Stres dan kelelahan

Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi tidak jelas
apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.

8. Pekerjaan di luar rumah

11
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan
waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.

9. Trauma

Trauma pada payudara karena dapat merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan hal ini
dapat menyebabkan mastitis.

Faktor risiko lainnya untuk terjadinya mastitis antara lain:

1. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.


2. Puting lecet.
Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu
menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
3. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum
sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4. Pengosongan payudara yang tidak sempurna
5. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik.
Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit
diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
6. Ibu atau bayi sakit.
7. Frenulum pendek.
8. Produksi ASI yang terlalu banyak.
9. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
10. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil.
11. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan
lain-lain.
12. Penggunaan krim pada puting.
13. Ibu stres atau kelelahan.

2.2.5. Penegakan Diagnosis


Anamnesis

12
1. Mastitis akut, Pada peradangan dalam taraf permulaan penderita hanya merasa nyeri
setempat pada salah satu lobus payudara yang diperberat jika bayi menyusu.
2. Mastitis lanjut, Hampir selalu orang datang sudah dalam tingkat abses.Dari tingkat
radang ke abses berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus
menjadi edematous,air susu terbendung,dan air susu yang terbendung itu segera
bercampur dengan nanah. Gejala nyeri dapat diikuti gejala lain seperti flu, demam,
nyeri otot, sakit kepala, keputihan.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan anda-tanda vital ibu dengan mastitis biasanya mengalami peningkatan suhu
badan hingga lebih dari 38oC, Keadaan payudara pada ibu dengan mastitis biasanya berwarna
kemerahan, bengkak, nyeri tekan, lecet pada putting susu, dan terdapat nanah jika terjadi abses.
Pada abses, nyeri bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses mengkilat dan bayi dengan
sendirinya tidak mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu
disebelah itu bercampur dengan nanah.
Tanda dan gejala lain mastitis meliputi :
1. Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 - 40
2. Peningkatan kecepatan nadi.
3. Menggigil
4. Malaise umum, sakit kepala.
5. Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras.
6.. Kemerahan dengan batas jelas
7. Biasanya hanya satu payudara
8. Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan
9. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI
terasa asin
10. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % resiko terbentuknya abses. Tanda dan
gejala abses meliputi :
1. Discharge putting susu purulenta
2. Demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil.
3. Pembengkakan payudara dan sangat nyeri; massa besar dank eras dengan area kulit

13
berwarna berfluktuasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi pus.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu
diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji
sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:

 pengobatan dengan antibiotik tidak — memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari
 terjadi mastitis berulang
 mastitis terjadi di rumah sakit
 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan
bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari
kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa
penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. Pada ibu dengan abses payudara dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Stapylococcus aureus pada
pus.

2.2.6 Penatalaksanaan Mastitis

Tujuan dari penatalaksanaan mastitis adalah pencegahan terhadap infeksi dan komplikasi
lanjut. Penatalaksanaan berupa non medikamentosa berupa tindakan suportif dan
medikamentosa pemberian antibiotik dan pemberian analgesik.

Non medikamentosa
Jika diduga mastitis, intervensi dini berupa tindakan suportif dapat mencegah perburukan.
Intervensi meliputi beberapa tindakan hygienitas dan kenyamanan :
1. Bra yang cukup menyangga tetapi tidak ketat
2. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara
3. Kompres hangat pada area yang terkena

14
4. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu, Jangan lakukan pemijatan
jika dikhawatirkan justru membuat kuman tersebar ke seluruh bagian payudara dan menambah
risiko infeksi.
5. Peningkatan asupan gizi dan cairan
6. Edukasi ibu.
Bayi sebaiknya terus menyusu, dan jika menyusui tidak memungkinkan karena nyeri payudara
atau penolakan bayi pada payudara yang terinfeksi, pemompaan teratur harus terus dilakukan.
Pengosongan payudara dengan sering akan mencegah statis air susu.
Tetap berikan ASI kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering dan selama
mungkin sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan menghilang, Bayi masih boleh
menyusu kecuali bila terjadi abses. Kalau demikian keadaannya, untuk mengurangi bengkak,
ASI harus tetap dipompa keluar. Bayi sebaiknya tetap menyusu pada payudara yang tak
terinfeksi.

Medikamentosa

 Antibiotik, Terapi antibiotik diberikan jika antara 12-24 jam tidak terdapat perbaikan,
terapi antibiotik meliputi :
1. penicillin resistan-penisilinase atau sepalosporin.
2. Eritromisin mungkin digunakan jika wanita alergi terhadap penicillin.
3. Terapi awal yang paling umum adalah dikloksasilin 500 mg peroral 4 kali sehari
untuk 10- 14 hari. Amoxicillin-clavulanate 500mg atau 875mg untuk 10-14 hari
atau Clindamycin 300mg untuk 10 – 14 hari atau Trimethoprim-sulfamethoxazole
dosis tunggal untuk 10-14 hari. Pada setiap kasus, penting untuk dilakukan tindak
lanjut dalam 72 jam untuk mengevaluasi kemajuan. Jika infeksi tidak hilang hilang
kultur air susu harus dilakukan.

 Analgesik,Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang


berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti
ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan
peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6

15
gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu
menyusui yang mengalami mastitis.

Penanganan abses

Dalam keadaan abses mamae perlu dilakukan insisi agar nanahnya dapat dikeluarkan untuk
mempercepat kesembuhan. Sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses, agar nanah bisa keluar
terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan
jalannya duktus-duktus itu. Pengalaman menunjukkan bahwa drainase ini sesudah 72 jam
bertukar sifat menjadi kebocoran air susu yang tidak sedikit melalui luka insisi. Dianjurkan
memakai perban elastic yang ketat pada payudara, untuk menghentikan laktasi.

Pada persiapan insisi, kulit di atas abses akan dibersihkan oleh swabbing lembut dengan
larutan antiseptik. Pada tahap rehabilitasi, sebagian besar sakit di sekitar abses akan lenyap
sesudah pembedahan. Penyembuhan biasanya sangat cepat. Setelah tabung diambil keluar,
antibiotik dapat dilanjutkan untuk beberapa hari. Menerapkan panas dan menjaga wilayah
yang terkena dampak ditinggikan dapat membantu meringankan peradangan.

Pemantauan

Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon
klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang
adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih
lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses
atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma
non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga
menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.

16
Gambar 2.4. Inflamasi pada kanker

2.2.7. Komplikasi

1. Penghentian menyusui dini

Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan
untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko
terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman
untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan
dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.

2. Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau
tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu
telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi
jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan

17
bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat
abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

Gambar 2.5. abses

3. Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu
harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta
mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis
rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui

4. Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida
albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur
biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak
nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin
krem yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan
bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

18
Gambar 2.7. gambar payudara yang terinfeksi Candida

2.2.8. Pencegahan Mastitis

Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Perawatan puting susu pada waktu
laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas
membersihkan putting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan
susu yang sudah mengering. Selain itu, yang memberi pertolongan kepada ibu yang menyusui
bayinya harus bebasa dari infeksi staphylococcus.

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko
di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat
dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk
mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa
ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat
merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri
berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan
kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan

19
menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk
mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat
menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila
teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat,
meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta
melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.

Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya
kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi
dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan
sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan
ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering.
Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya.

Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu
menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga
lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.

Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus


adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat.
Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan
keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga
biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas
setelah digunakan

Tatalaksana keberhasilan menyusui


Keberhasilan menyusui bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya, tetapi merupakan keterampilan

yang perlu diajarkan. Agar ibu berhasil menyusui, perlu dilakukan berbagai kegiatan dan penyuluhan saat

antenatal, internal dan postnatal

- Masa antenatal

20
Selama masa antenatal ibu dipersiapkan secara fisik dan psikologis. Untuk
persiapan fisik ibu perlu diberi penyuluhan tentang kesehatan dan gizi ibu selama
hmil. Untuk persiapan psikologis, ibu diberi penyuluhan agar termotivasi untuk
memberikan ASI karena keinginan untuk member ASI adalah factor yang sangat
penting untuk keberhasilan menyusui. Adapun penyuluhan yang dianjurkan adalah
:3,5
1. Penyuluhan mengenai fisiologis laktasi
2. Penyuluhan mengenai pemberian ASI Eksklusif
3. Penyuluhan mengenai perlunya inisiasi menyusui dini
4. Penyuluhan ibu menganai manfaat ASI dan kerugian susu formula
5. Penyuluhan ibu mengenai maanfaat rawat gabung
6. Penyuluhan ibu mengenai gizi ibu hamil dan menyusui
7. Bimbingan ibu mengenai cara memposisikan dan melekatkan bayi pada
payudara dengan cara demonstrasi menggunakan boneka
8. Menjelaskan mitos seputar menyusui
- Masa Persalinan
1. Berusaha menolong persalinan tanpa trauma
2. Segera setelah bayi stabil (dalam waktu <30 menit) lakukan inisisasi menyusui
dini. Bayi diletakkan dalam keadaan telanjang diatas perut ibunya (apabila lahir
pervaginam) atau diatas dada ibunya ( apabila lahir secara seksio sesarea) untuk
mencari putting susu dan menghisapnya (diperlukan waktu 45-75 menit).
Penelitian membuktikn bahwa bila bayi disusukan pada jam pertama, kematian
neonatal dapat dikurangi sebanyak 22% dan disusukan pada hari pertama akan
mengurangi kematian neonatal sebanyak 16%. Menurut penelitian ini, inisiasi
dini pemberian ASI dapat mencegah kematian neonatal melalui 4 cara :5
1. Penghisapan oleh bayi segera setelah lahir dapat membantu memercepat
pengeluaran ASI dan memastikan kelangsungan pengeluaran ASI.
2. Menyusu sedini mungkin dapat mencegah paparan terhadap substansi/zat
dan makanan atau minuman yang dapat menganggu fungsi normal saluran
pencernaan.

21
3. Komponen dari ASI awal (kolostrum) dapat memicu pematangan dari
saluran cerna dan member perlindungan terhadap infeksi karena kaya akan
zat kekebalan.
4. Kehangatan tubuh ibu saat proses menyusui dapat mencegah kematian bayi
akibat kedinginan ( terutama bagi bayi dengan berat lahir rendah)
- Masa Pasca Persalinan
1. Merawat ibu bersama bayinya (Rawat Gabung)
Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang
baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam
sebuah ruang selama 24 jam penuh. Bahkan bila mungkin bayi setempat tidur
dengan ibunya.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa bila bayi tidur bersama ibunya maka
ibu akan memberikan ASI nya 3 kali lebih lama pada waktu malam, 2 kali lebih
sering dan 39% menyusui lebih lama dibandingkan dengan bayi yang
dipisahkan.5
Kontak antara ibu dan bayi yang telah dibina sejak dari kamar bersalin
seharusnya tetap dipertahankan dengan merawat bayi bersama ibunya (rawat
gabung). Keuntungan dari rawat gabung adalah : 5
a. Aspek psikologis
Antara ibu dan bayi akan terjalin proses lekat ( bonding ). Hal ini akan
sangat mempengaruhi perkembangan psikologis bayi selanjutnya.
Kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak
diperlukan untuk bayi. Rasa aman, terlindung, dan percaya pada orang
lain (basic trust) merupakan dasar terbentuknya rasa percaya diri pada
bayi. Ibu akan merasa bangga karena dapat memberikan yang terbaik
bagi bayinya.
b. Apek fisik
Ibu dengan mudah dapat menyusui kapan saja bayi menginginkannya.
Dengan demikian ASI juga dengan mudah keluar.
c. Aspek fisiologis
Bayi dapat disusui dengan frekuensi yang lebih sering dan
menimbulkan reflex prolaktin yang memacu proses produksi ASI dan

22
reflex oksitosin yang membantu pengeluaran ASI dan mempercepat
involusi rahim. Pemberian ASI Eksklusif dapat juga dipergunakan
sebagai metode keluarga berencana (metode amenorea laktasi/) asal
memenuhi syarat yaitu usia bayi belum berusia 6 bulan, ibu belum haid
lagi, dan bayi masih diberikan ASI secara eksklusif.
d. Aspek edukatif
Pada ibu primipara, akan mempunyai pengalaman menyusui dan
merawat bayinya. Juga member kesempatan bagi perawat untuk tugas
penyuluhan, antara lain posisi dan perlekatan bayi untuk menyusui dan
tanda-tanda bahaya pada bayi. Ibu juga segera dapat mengenali
perubahan fisik atau prilaku bayi dan menanyakan pada petugas hal-hal
yang dianggap tidak wajar. Sarana ini dapat juga dipakai sebagai sarana
pendidikan bagi keluarga.
e. Aspek medis
Dengan ibu merawat bayinya sendiri, bayi juga tidak terpapar dengan
banyak petugas sehingga infeksi nosokomial dapat dicegah. Disamping
itu, kolostrum yang banyak mengandung berbagai zat protektif akan
cepat keluar dan memberikan daya tahan bagi bayi.
f. Aspek ekonomi
Pemberian asi dapat dilakukan sedini mungkin sehingga anggaran
pengeluaran untuk membeli susu formula dan peralatan untuk
membuatnya dapat dihemat. Ruang bayi juga tidak perlu ada dan ruang
dapat digunakan untuk hal yang lain. Lama rawat juga bias dikurangi
sehingga pergantian pasien juga bias lebih cepat.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tanpa infeksi,
Organisme penyebab utama adalah Staphylococcus aureus.
2. Mastitis terjadi akibat adanya stasis ASI dan infeksi
3. Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2 % wanita yang menyusui.
Mastitis umum terjadi pada minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara.
Factor resiko lainnya seperti usia 21- 35,Serangan sebelumnya, Melahirkan dengan
komplikasi,, kurang asupan Gizi, Faktor kekebalan dalam ASI,Stres dan kelelahan dan
trauma.
4. Penegakan diagnosis mastitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan bila terdapat
abses dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu kultur dan USG untuk memperkuat
atau menyingkirkan diagnosis banding penyebab mastitis.
5. Secara umum, mastitis ditangani dengan tindakan suportif, dan medikamentosa berupa
antibiotika dan analgesik. jika tidak segera diobati bisa terjadi abses
6. Penanganan mastitis yang terbaik adalah pencegahan berupa perawatan puting susu saat
proses laktasi

24
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC..
Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Pusdiknakes WHO, JHPIEGO, 2003. Asuhan Ante Natal.
Varney, H dkk. 1997. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=20123219283
http://www.idai.or.id/public-articles/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan.html

25

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen6 halaman
    BAB I Fix
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Tugas Fisika Energi
    Tugas Fisika Energi
    Dokumen8 halaman
    Tugas Fisika Energi
    Benny Christian
    Belum ada peringkat
  • Roti
    Roti
    Dokumen1 halaman
    Roti
    Benny Christian
    Belum ada peringkat
  • Document
    Document
    Dokumen2 halaman
    Document
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • 415 1063 1 SM
    415 1063 1 SM
    Dokumen5 halaman
    415 1063 1 SM
    Fadiyah Assyifa
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen31 halaman
    Laporan Kasus
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Referat Iufd
    Referat Iufd
    Dokumen16 halaman
    Referat Iufd
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Puskesmas
    Puskesmas
    Dokumen31 halaman
    Puskesmas
    naelalhidayah
    Belum ada peringkat
  • JNC Viii
    JNC Viii
    Dokumen4 halaman
    JNC Viii
    Hidayad
    100% (1)
  • Bab II Hipertensi
    Bab II Hipertensi
    Dokumen13 halaman
    Bab II Hipertensi
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Neuro Cris
    Neuro Cris
    Dokumen34 halaman
    Neuro Cris
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Biodata Anggota Peneliti
    Biodata Anggota Peneliti
    Dokumen3 halaman
    Biodata Anggota Peneliti
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Spondilitis
    Spondilitis
    Dokumen1 halaman
    Spondilitis
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Spondylitis Pyogenic
    Spondylitis Pyogenic
    Dokumen1 halaman
    Spondylitis Pyogenic
    Arif Oktavian
    Belum ada peringkat
  • S1 2016 335328 Tableofcontent
    S1 2016 335328 Tableofcontent
    Dokumen8 halaman
    S1 2016 335328 Tableofcontent
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • LAPKAS
    LAPKAS
    Dokumen19 halaman
    LAPKAS
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Aneurisma Aorta Abdominalis
    Aneurisma Aorta Abdominalis
    Dokumen26 halaman
    Aneurisma Aorta Abdominalis
    RizkaRistanti
    Belum ada peringkat
  • Document
    Document
    Dokumen28 halaman
    Document
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Lapkas
    Lapkas
    Dokumen35 halaman
    Lapkas
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat Cris
    Cover Referat Cris
    Dokumen3 halaman
    Cover Referat Cris
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus: Oleh: Christina Wiyaniputri I4061162010
    Laporan Kasus: Oleh: Christina Wiyaniputri I4061162010
    Dokumen40 halaman
    Laporan Kasus: Oleh: Christina Wiyaniputri I4061162010
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Otitis Media Supuratif Kronis
    Otitis Media Supuratif Kronis
    Dokumen38 halaman
    Otitis Media Supuratif Kronis
    Tiara Grhanesia Denashurya
    Belum ada peringkat
  • Hernia Scrotaliss
    Hernia Scrotaliss
    Dokumen38 halaman
    Hernia Scrotaliss
    christinawiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Isi - Referat
    Isi - Referat
    Dokumen15 halaman
    Isi - Referat
    Christina Wiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • Referat Hernia
     Referat Hernia
    Dokumen34 halaman
    Referat Hernia
    IndahK.WardhaniPutri
    100% (3)
  • Otitis Media Supuratif Kronis
    Otitis Media Supuratif Kronis
    Dokumen38 halaman
    Otitis Media Supuratif Kronis
    Tiara Grhanesia Denashurya
    Belum ada peringkat