Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Histamin
Histamin ( B – imidaolylethylamine) adalah zat dalam tubuh yang dibentuk dari
asam amino histidin melalui proses enzimatik histidin dekarboksilase.3
2. Penyimpanan dan pelepasan histamin
A. Pelepasan imunologik
Pelepasan histamin oleh sel mast dan basofil terutama terjadi pada melalui
proses - proses imunologik. Sel-sel ini jika tersensitisasi oleh antibodi IgE yang
melekat pada membran permukaan, akan mengalami degranulasi masif jika
terpajan antigen yang sesuai, dengan memerlukan energi kalsium. Degranulasi
menyebabkan pelepasan serentak histamin, adenosin trifosfat (ATP) dan
mediator lainnya yang tersimpan dalam granul yang diperantarai IgG atau IgM
yang mengaktifkan kaskade komplemen. Mekanisme ini merupakan tipe alergi
tipe cepat (Tipe 1) dengan kontrol umpan balik negatif oleh reseptor H2.
Histamin endogen berperan sebagai modulator dalam berbagai respon
inflamasi/peradangan dan imun. Histamin yang keluar akan menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah lokal, kebocoran plasma yang mengandung
antibodi, mediator inflamasi akut, dan menarik sel-sel inflamasi secara
kemotaktik, serta menghambat pelepasan lisosim, limfosit T, dan limfosit B.
B. Pelepasan kimiawi dan mekanis
Pelepasan sel granul dari sel mast juga akan melepaskan histamin, karena ion
natrium dalam cairan ekstrasel akan segera memindahkan amin dari kompleks
tersebut.
3. Farmakokinetik histamin
Histamin dibentuk dari dekarboksilasi asam amino I – histidin, suatu reaksi
yang dikatalisis oleh enim histidin dekarboksilase. Setelah dibentuk lalu disimpan
atau langsung dinonaktifkan. Sangat sedikit histamin yang diekskresikan dalam
bentuk aslinya. Kebanyakan histamin di jaringan tersimpan dan terikat dalam

2
bentuk granul (vesikel) dalam sel mast atau basofil. jalur metabolik utama
histamin meliputi konversinya menjadi N – metilhistamin. Beberapa pemicu
pelepasan histamin dari sel mast sehingga amin yang bebas itu dapat bekerja pada
jaringan sekitarnya.
Dengan beberapa pemicu peningkatan ekskresi dan metabolitnya yaitu beberapa
neoplasma (mastositosis sistemik, urtikaria pigmentosa, karsinoid lambung. Sel
mast terutama terdapat banyak di tempat yang banyak mengalami kerusakan
seperti, hidung, mulut, kaki, permukaan dalam tubuh, dan pembuluh darah. Di
otak juga terdapat histamin berfungsi sebagai neurotransmitter, kontrol
neuroendokrinologi, regulasi kardiovascular, regulasi suhu dan berat badan. Di sel
enterochromaffin-like (ECL) fundus lambung juga melepaskan histamin, untuk
mengaktifkan sel parietal mukosa, yang menghasilkan asam.
4. Farmakodinamik
A. Mekanisme kerja
Histamin bekerja melalui penggabungan dengan reseptor sel spesifik yang
terdapat di permukaan membran. Yang terdapat 4 reseptor histamin
Subtipe reseptor Penyebaran Mekanisme pascareseptor
H1 Otot polos, endotel, otak G4, IP3, DAG
H2 Mukosa lambung, otot jantung, sel
G5, cAMP
mast, otak
H3 Prasinaptik: otak, plekus mienterik,
G1, cAMP
saraf
H4 Eosinofil, neutrofil, CD4 sel T G1, cAMP

B. Efek histamin pada sistem jaringan dan organ


1. sel saraf : Simultan ujung saraf sensoris yang kuat, terutama ujung saraf yang
menghantarkan nyeri dan gatal. Efek yang diperantarai H1, merupakan komponen
penting respon urtikaria, reaksi terhadap gigitan serangga, dan jelatang

3
2. sistem kardiovascular : Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik serta
meningkatkan frekuensi denyut jantung karena efek pelebaran pembuluh darah
yang diperantarai reseptor H1,
3. otot polos bronkioli : Bronkokonstriksi yang diperantarai oleh reseptor H1
4. otot polos saluran gastrointestinal : Kontraksikan otot polos usus, dan
kontraksi ileum terinduksi-histamin kadang dapat menyebabkan diare yang
diperantarai reseptor H1.
5. organ otot polos lainnya : seperti pada traktus genitourinaria
6. jaringan sekretorik : aktivasi reseptor H2, pada sel parietal lambung dan
tekait dengan peningkatan aktivitas adenilil siklase, konsentrasi cAMP, dan
konsentrasi Ca2+ intrasel, sehingga produksi asam lambung meningkat
7. respon tripel : otot polos pada mikrosirkulasi, endotel kapiler atau vena, dan
ujung jujung saraf sensoris penghantar sensasi nyeri melalui reseptor H3 dan H1.
5. Definisi antihistamin
Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dangan jalan memblokir reseptor histamin (penghambatan
saingan).1
6. Penggolongan Antihistamin
Antihistamin digolongkan menjadi 4 :
a) Antagonis reseptor Histamin H1
b) Antagonis reseptor Histamin H2
c) Antagonis reseptor Histamin H3
d) Antagonis reseptor Histamin H4

4
A). Antagonis Reseptor Histamin H1(Antihistaminika Klasik)
Golongan ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu:
a) Senyawa Etanolamin; antara lain Difenhidramin, Dimenhidrinat
Karbinoksamin maleat.
b) Senyawa Etilendiamin; antara lain Antazolin, Pirilamin, dan Tripelenamin.
c) Senyawa Alkilamin; antara lain Fenirarnin, Klorfeniramin, Bromfeniramin,
dan Deksklorfeniramin.
d) Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin, Klorsiklizin, dan Homoklorsiklizin.
e) Senyawa Fenotiazin; antara lain Prometazin, Metdilazin, dan Oksomemazin.
f) Senyawa lain-lain; yaitu Dimetinden, Mebhidrolin, dan Astemizol.1
1. Diphenhydramine
Chemical name:2-Benzhydryloxy-NN-dimethylethylamine
Molecular formula:C17H21NO =255.4

2. Chlorpeniramine
Chemical name: N-(4-Chlorobenzyl)-N´N´-dimethyl-N-(2
pyridyl) ethylenediamine hydrochloride
Molecular formula: C16H20ClN3,HCl =326.3

5
3. Chlorcyclizine
Chemical name: 1-(4-Chlorobenzhydryl)-4-methylpiperazine
hydrochloride
Molecular formula: C18H21ClN2,HCl =337.3

4. Promethazine
Chemical name: Dimethyl (1-methyl-2-phenothiazin-10-
ylethyl)amine
Molecular formula: C17H20N2S =284.4

6
5. Terfenadine
Chemicalname: 1-(4-tert-Butylphenyl)-4-[4-(α
hydroxybenzhydryl) piperidino] butan-1-ol
Molecular formula: C32H41NO2 =471.7

 Mekanisme kerja

Menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-


macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen
berlebihan. AH1 juga berperan penting dalam penghantaran rasa nyeri dan gatal pada
sistem saraf tepi, pada vasodilatasi pembuluh darah lokal2

Terdapat 2 generasi pada AH1, AH1 generasi pertama dapat menembus sawar
darah otak, efek sedatif kuat, lebih cendrung memblokade reseptor otonom dan
memiliki efek antikolinergik.

AH1 generasi kedua bersifat hidrofil, sukar mencapai CCS (cairan


cerebrospinal) Ciri efek ringan sedatif atau non sedatif karena pada AH1 generasi
kedua distribusinya kurang komplit pada susunan saraf pusat atau tidak dapat
menembus sawar darah otak.

 Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya
timbul 15-30 menit dan minimal 1-2 jam. AH1 memblokade kerja histamin melalui

7
antagonisme kompetitif reversibel pada reseptor H1. Lama kerja AH1 setelah
pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6jam. Untuk gol.klorsiklizir 8-12 jam,
Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam
darah setelah kira-kira 2jam berikutnya. Kadar tertinggi terdapat pada paru-
paru.Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat juga pada paru-
paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24jam, terutama dalam bentuk
metabolitnya.2 Obat AHI generasi kedua kerjanya lebih lama, durasi kerja 12-24 jam,
kurang larut lemak, dan menjadi substrat transporter glikoprotein-P dalam sawar
darah otak, sebagai akibatnya obat obat ini, kesulitan atau tidak dapat masuk ke
susunan saraf pusat.
 Farmakodinamik
Yang memblock reseptor H1,dengan efek terhadap penciutan bronchi, usus,
dan rahim, terhadap ujung saraf (vasodilatasi, naiknya permeabilitas).2
 Interaksi
Diphenhydramine menghalangi cytochrome P450 isoenzyme P450 isoenzime
CYP2D6 yang bertanggung jawab untuk metabolisme beberapa beta blockers
termasuk metoprolol dan antidepressant venlafaxine.3
 Efek toksik
Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat
sebagai obat persediaan rumah tangga.Pada anak, keracunan terjadi karena
kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30
tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak.3
Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya.Pada anak kecil efek
yang dominan ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia,
inkoordinasi, atetosis dan kejang.Kejang ini kadang-kadang disertai tremor dan
pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol. Gejala lain
mirip gejala keracunan atropin misalnya midriasis, kemerahan dimuka dan sering
timbul demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan kolaps kardiorespiratoar

8
yang disusul kematian dalam 2-18 jam.Pada orang dewasa, manifestasi keracunan
biasanya berupa depresi pada pemulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi
SSP lebih lanjut. 3
Efek samping AH1 :
1. sedasi :pada AHI generasi 1 dapat mengantuk/obat tidur, eksitasi pada
anak, pada keadaan roksik tinggi dapat terjadi agitasi, atau konvulsi sebelum
koma.Pada AHI generasi kedua mempunyai efek otonom dan sedatif yang rendah.
2. efek antimual dan antimuntah : AH1 generasi pertama mencegah mabuk
gerak pertama kali, jika berulang kurang efektif
3. antiparkinsonisme : pada difenhidramin memiliki anti supresan akut
yang signifikan, terhadap gejala ekstrapiramidal akibat penggunaan obat
antipsikotik
4. antikolinoseptor : etanolamin dan etilendiamin, mempunyai efek mirip
atropin terhadap reseptor muskarinik perifer.
5. blokade adrenoreseptor : blokade reseptor alfa pada obat subgrup
fenotiazin dengan efek hipotensi ortoststik
6. blokade serotonin : pada obat cyproheptadin hambat reseptor serotonin
7. anastesi lokal : beberapa AH1 generasi pertama merupakan anastesi
lokal kuat dengan kerja memblokade kanal natrium pada membran yang
tereksitasi.
8. pada cetirizin menghambat pelepasan histamin dari sel mast dan
beberapa mediatorinflamasi lainnya, dengan kerjanya belum diketahui.
Tabel 2.1 Penggolongan Anthistamin (AH1) generasi pertama, dengan masa kerja,
bentuk sediaan dan dosisnya.

Golongan obat & Masa Bentuk Sediaan Dosis


contohnya kerja Tunggal
(jam) Dewasa
1. Etalonamin

9
Difenhidramin HCL 4-6 Kapsul 25 mg dan 50 mg. 50 mg
Eliksir 5 mg-10 mg/ml,
Dimenhidrinat Larutan suntikan 10 mg/ml 50 mg
4-6 Tablet 50 mg
Karbinoksamin Larutan suntikan 50 mg/ml 50 mg
Maleat 3-4 Tablet 4 mg, Eklisir 5 mg/ml 4 mg
2. Etilendiamin
Tripenelamin HCl 4-6 Tablet 25 mg dan 50 mg 50 mg
Cream 2 %, Salep 2 %
Tripenelamin sitrat 4-6 Eklisir 37,5 mg/5 ml 75 mg
Pirilamin maleat 4-6 Kapsul 75 mg, Tablet 25 mg 25-50 mg
dan 50 mg
3. Alkilamin
Bromfeniramin 4-6 Tablet 4 mg, Eliksir 2 mg/5 ml 4 mg
maleat
Klorfeniramin maleat 4-6 Tablet 4 mg, Sirop 2,5 mg/5 2-4 mg
ml
Deksbromfeniramin 4-6 Tablet 4 mg 2-4 mg
maleat
4. Piperazin
Klorsiklizin HCL 8-12 Tablet 25 mg dan 50 mg 50 mg
Siklizin HCL 4-6 Tablet 50 mg, 50 mg
Supositoria 50 mg dan 100 mg 50-100 mg
(rectal)
Siklizin laktat 4-6 Larutan sutikan 50 mg/ml 50 mg
Meklizin HCL 12-24 Tablet 25 mg 25-50 mg
Hidroksizin HCL 6-24 Tablet 10 mg dan 25 mg 25 mg
Sirop 10 mg/5 mg

10
5. Fenotiazin
Prometazin HCL 4-6 Tablet 12,5 mg, 25 mg dan 50 25-50 mg
mg. Suntikan 50 mg dan 50 25-50 mg
mg/5 ml 25-50 mg
Metadiladilazin HCL 4-6 Supositoria 25 mg dan 50 mg
Tablet 40 mg, Sirop 5 mg/5 ml
6. Lain-Lain
Azatadin 12 Tablet 1 mg, Sirop 0,5 mg/ml 1 mg
Siproheptadine 6 Tablet 4 mg, Sirop 2 mg/5 ml 4 mg
Mebrihidolin 4 Tablet 50 mg 50-100
napadisilat

Tabel 2.2 Penggolongan Anthistamin (AH1) generasi 2 (AH1 nonsedasi, AH1


nonklasik), dengan masa kerja, bentuk sediaan dan dosisnya.

Golongan obat & Masa


Dosis tunggal
contoh obat kerja Bentuk sediaan
dewasa
(jam)
Alkilamin
Akrivastin 8 mg tablet 8 mg
Piperazin
Cetirizin 8 jam 5,10 mg tablet 5-10 mg
5 mg/ml sirup
Levosetirizin 5 mg tablet 5 mg
Piperidin

11
Feksofenadin 14 jam 30,60,120,180 mg tablet 60 – 180 mg
Loratadin 10 mg tablet 5-10 mg
5 mg/ml suspensi
Desloratadin 2,5 mg. 5 mg tablet 5 mg
5 mg/ml suspensi
Ebastin 10 mg tablet 10-20 mg
Mizlastin 10 mg tablet 10 mg

B). Antagonis Reseptor Histamin H2


Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan
lambung, yang meningkat akibat histamin, melalui persaingan terhadap reseptor
H2. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi
vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. senyawa ini banyak digunakan pada
terapi tukak lambung usus untuk mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga
sebagai pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroid.1

12
Gambar 2.2 Perangsangan reseptor H1 dan H2 histamin beserta zat antihistamin
 Farmakodinamik
Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung,
sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung
dihambat.2,3
 Farmakokinetik
Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV
atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan.Absorpsi terjadi pada
menit ke 60-90.Masa paruh eliminasi sekitar 2jam.Bioavaibilitas ranitidin yang
diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati.Pada
pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak
sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah
pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya
15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan
secara oral diekskresi dalam urin. 3

13
 Mekanisme Aksi
Walaupun simetidin dan ranitidin berfungsi sama yaitu menghambat reseptor
H2, namun ranitidin lebih poten. Simetidin juga menghambat histamin N-methyl
transferase, suatu enzim yang berperan dalam degrasi histamin. Tidak seperti
ranitidin, simetidin menunjukkan aktivitas antiandrogen, suatu efek yang
diketahui tidak berhubungan dengan kemampuan menghambat raseptor
H2.Simetidin tampak meningkatkan sistem imun dengan menghambat aktivitas
sel T supresor.Hal ini disebabkan oleh blokade resptor H2 yang dapat dilihat dari
supresor limfosit T. Imunitas humoral dan sel dapat dipengaruhi.3
 Penggunaan Klinis
Indikasi
Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2
sama efektif dengan pengobatan itensif dengan antasid untuk penyembuhan awal
tukak lambung dan duodenum. Antihistamin H2 juga bermanfaat untuk
hipersekresi asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison.3
Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali digunakan
ranitidin atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik,
sperti urtikaria dan pruritus.Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis
tinggi.3
Efek samping
Insiden efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan
dengan pemhambatan terhadap reseptor H2, beberapa efek samping lain tidak
berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain :
Nyeri kepala, Pusing, Malaise, Mialgia, Mual, Diare, Konstipasi, Ruam kulit,
Pruritus, Kehilangan libido, Impoten. 3
1. Simetidin Dan Ranitidin
 Farmakodinamik

14
Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2secara selektif dan
reversibel. Perangsangan H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga
pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.
Pengaruh fisiologi simetidin dan ranitidin terhadap reseptor H2 lainnya, tidak
begitu penting.Walau tidak lengkap simetidin dan renitidin dapat menghambat
sekresi cairan lambung akibat perangsangan obat muskarinik atau gastrin.
Semitisin dan ranitidin mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan
lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen
menjadi pepsin juga menurun.3
 Farmakokinetik
Biovailabilitas oral simetidin sekitar 70%.Ikatan protein plasmanya hanya
20%.Absorpsi simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan
maksud untuk memperpanjang efek pada periode pasca makan.Absorpsi simetidin
terutama terjadi pada menit ke 60-90. Simetidin masuk kedalam SSP dan
kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis
IV dan 40% dari dosis oral simetidin diekskresi dalam bentuk asal dalam
urin.Masa paruh eliminasi sekitar 2jam.3
Biovailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan
meningkat pada pasien penyakit hati.Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada
orang dewasa dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Pada
pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar
pada gagal ginjal.Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah
penggunaan 150 mg ranitidin secara oral dan yang terikat protein plasma hanya
15%.Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal sisanya
melalui tinja.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang
diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal.3
 Efek Samping

15
Insidens efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan
dengan penghambatan terhadap reseptor H2. Beberapa efek samping lain tidak
berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain : nyeri
kepala, pusing, malaise, mialgia, mula, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus,
kehilangan libido dan impoten.2,3
Simetidin mengikat reseptor androgen dengan akibat disfungsi seksual dan
ginekomastia. Ranitidin tidak berefek antiandrogenik sehingga penggantian terapi
dengan ranitidin mungkin akan menghilangkan impotensi dan ginekomastia
akibat simetidin. Simetidin IV akan merangsang sekresi prolaktin, tetapi hal ini
pernah pula dilaporkan setelah pemberian simetidin kronik secara oral. Pengaruh
ranitidin terhadap peninggian prolaktin ini kecil.2,3
 Interaksi Obat
Antasid dan metoklopramid mengurangi biovailabilitas oral simetidin
sebanyak 20-30%. Ketakonazol harus diberikan 2jam sebelum pemberian
simetidin karena absorpsi ketakonazol berkurang sekitar 50% bila diberikan
bersama simetidin. Selain itu ketakonazol membutuhkan pH lebih tinggi yang
terjadi pada pasien yang juga mendapat AH2.Simetidin terikat sitokrom P-450
sehingga menurunkan aktivitas enzim mikrosom hati, jadi obat lain akan
terakumulasi bila diberikan bersama simetidin. Obat yang metabolismenya
dipengaruhi simetidin adalah arfarin, karbamazepin, diazepam, propranolol,
metaprolol dan imipramin.2,3
Ranitidin jarang berinteraksi dengan obat lain dibandingkan dengan
simetidin akan tetapi makin banyak obat dilaporkan berinteaksi dengan ranitidin
yaitu nifedifin warfarin, teofilin, dan metaprolol. Ranitidin dapat menghambat
absorbsi diazepam dan dapat mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Obat-
obat ini diberikan dengan selang waktu minimal 1 jam sama dengan penggunaan
ranitidin bersama antasid atau antikolinergik.3

16
Simetidin dan ranitidin cenderung menurunkan aliran darah hati sehingga
akan memperlambat bersihan obat lain. Simetidin dapat menghambat alkohol
dehidrigenase dalam mukosa lambung dan menyebabkan peningkatan kadar
alkohol serum. Simetidin juga mengganggu disposisi dan meningkatkan kadar
lidokoin serta meningkatkan antagonis kalsium dalam serum. Simetidin dapat
menyebabkan berbagai gangguan SSP terutama pada pasien usia lanjut atau
dengan penyakit hati atau ginjal. Gejala gangguan slurredspeech, somnolen,
letargi, gelisah, bingung, disorentasi, agitasi, halusinasi, dan kejang.Gejala seperti
demensia dapat timbul pada penggunaan simetidin bersama obat psikotropik atau
sebagai efek samping simetidin.Ranitidin menyebabkan gangguan SSP ringan
karena sukarnya melewati sawar darah otak.3
Efek samping simetidin yang jarang terjadi adalah trombositopenia,
granulositopenia, toksisitas terhadap ginajal atau hati. Pemberian simetidin dan
ranitidin IV sesekali menyebabkan bradikardi dan efek kardiotoksik lain.3
 Indikasi
Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Penghambatan
50% sekresi asam lambung dicapai bila kadar simetidin plasma 800ng/ml atau
kadar renitidin plasma 100 ng/ml. Tetapi yang lebih penting adalah efek
penghambatannya selama 24jam. Simetidin ranitidin atau antagonis reseptor H2
mempercepat penyembuhan tungkak duodenum.Pada sebagian besar pasien
pemberian obat-obatan tersebut sebelum tidur dapat mencegah kekambuhan tukak
duodeni bila obat diberikan sebagai terapi pemeliharaan.3
AH2 sama efektif dengan pengobatan intensif dengan antasid untuk
penyembuhan awal tukak lambung dan duodenum. Untuk refluks esofagitis
seperti halnya dengan antasid antagonis reseptor H2 menghilangkan gejalanya
tetapi tidak menyembuhkan lesi.3
Terhadap tukak peptikem yang diinduksi oleh obat AINS, AH2 dapat
mempercepat penyembuhan tetapi tidak dapat mencegah terbentuknya tukak.Pada

17
pasien yang sedang mendapat AINS antagonis reseptor H2 dapat mencegah
kekambuhan tukak duodenum tetapi tidak bermanfaat untuk tukak lambung.3
Simetidin dan ranitidin talah digunakan dalam penelitian untuk stress
ulcer dan perdarahan, dan ternyata obat-obat tersebut lebih bermanfaat untuk
profilaksis daripada untuk pengobatan. AH2 juga bermanfaat untuk hipersekresi
asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison .Dalam hal ini mungkin lebih baik
digunakan ranitidin untuk mengurangi kemungkinan timbulnya efek samping obat
akibat besarnya dosis simetidin yang diperlukan. Ranitidin juga lebih baik dari
simetidin untuk pasien yang mendapat banyak obat, pasien yang refrakter
terhadap simetidin, pasien yang tidak tahan efek samping simetidin dan pada
pasien usia lanjut.3
2. Famotidin
 Farmakodinamik
Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam
lambung pada keadaan basal, malam dan akiabt distimulasi oleh
pentagastrin.Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih
poten daripada simetidin.3
 Indikasi
Efektivitas obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung setelah 8
minggu pengobatan sebanding dengan ranitidin dan simetidin.Pada penelitian
selama 6 bula famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum yang
secara klinis bermakna. Famotidin kira-kira sama efektif dengan AH2 lainnya
pada pasien sindrom Zollinger-Ellison meskipun untuk keadaan ini omeprazol
merupakan obat terpilih. Efektivitas famotidin untuk profilaksis tukak lambung,
refluks esofagitis dan pencegahan tukak stres pada saat ini sedang diteliti.3
 Efek Samping
Efek samping biasanya ringan dan jarng terjadi misalnya sakit kepala,
pusing, konstipasi, dan diare.Seperti halnya dengan ranitidin, famotidin

18
nampaknya lebih baik daripada simetidin karena belum pernah dilaporkan
terjadinya efek antiandrogenik. Famotidin harus digunakan hati-hati pada ibu
menyusui karena obat ini belum diketahui apakah obat ini diekskresi kedalam air
susu ibu.3
 Interaksi Obat
Sampai saat ini interaksi yang bermakna dengan obat lain belum belum
dilaporkan meskipun baru diteliti terhadap sejumlah kecil obat. Famotidin tidak
mengganggu oksidasi diazepam feofilin, warfarin atau fenitoin di
hati.Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga kurang efektif
bial diberikan bersama AH2.3
 Farmakokinetik
Famotidin mencapai kadar puncak diplasma kira-kira dalam 2jam setelah
penggunaan secara oral. masa paruh eliminasi 3-8jam dan biovaibilitas 40-50%,
Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Setelah dosis oral tunggal sekitar
25% dari dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin.Pada pasien gagal ginjal
berat masa paruh eliminasi dapat melebihi 20 jam.3
 Intravena
Pada pasien hipersekresi asam lambung tertentu atau pada pasien yang
tidak dapat diberikan sediaan oral, faotidin diberikan intravena 20 mg tiap 12
jam.Dosis obat untuk pasien harus ditritasi berdasarkan jumlah asam lambung
yang disekresi. 4
3. Nizatidin
 Farmakodinamik
Potensi nitazidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih
sama dengan ranitidin.4
 Indikasi

Efektvitas untuk pengobatan gangguan asam lambung sebanding dengan


ranitidin dan simetidin.Dengan pemberian satu atau dua kali sehari biasanya dapat

19
menyembuhkan tukak duodeni dalam 8 minggu dan dengan pemberian satu kali
sehari nizatidin mencegah kekambuhan. Pada refluks esofagitis, sindrom
Zollinger-Ellison dan gangguan asam lambung lainnyan nizatidin siperkirakan
sama efektif dengan ranitidin meskipun masih diperlukan pembuktian lanjut.4

 Efek Samping
Nizatidin umumnya jarang menimbulkan efek smaping.Efek samping
ringan saluran cerna dapat terjadi. Peningkatan kadar asam urat dan transaminase
serum ditemukan pada beberapa pasien dan nampaknya tidak menimbulkan gejala
klinik yang bermakna. Pada tikus nizatidin dosis besar berefek antiandrogrnik,
tetapi efek tersebut belum terlihat pada uji klinik. Nizatidin dapat menghambat
alkohol dehidrogenase pada mukosa lambung dan menyebabkan kadar alkohol
yang lebih tinggi dalam serum. Dalam dosis ekuivalen simetidin, nizatidin tidak
menghambat enzim mikrosom hati yang metabolisme obat.Pada sukarelawan
sehat tidak dilaporkan terjadinya interaksi obat bila nitazidin diberikan bersama
feofilin, lidokain, warfarin, klordiazepoksid, diazepam atau
lorezepam.Ketakonazol yang membutuhkan pH asam menjadi kurang efektiftif
bila pH lambung lebih tinggi pada pasien yang mendapat AH2.4
 Farmakokinetik

Biovailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh
makanan atau antikolinergik. Bersihan menurun pada pasien uremik dan usia
lanjut. Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1jam,
masa paruh plasma sekitar 2 1/2 jam dan lama kerja sampai dengan 10
jam.Nizatidin diekskresi terutama melalui ginjal 90% dari dosisi yang digunakann
ditemukan di urin dalam 16 jam.4

Antagonis Histamin 3 dan Antagonis Histamin 4

20
Saat ini ligan selektif H3 dan H4 belum tersedia untuk penggunaan klinis, ada
perhatian besar terhadap potensi teraupetik mereka. Ligan selektif H3 mungkin
bermanfaat untuk gangguan tidur, obesitas, dan gangguan kognitif dan psikiatri.
Penyekat H4 memiliki potensi padakondisi inflamasi kronik, seperti asma. Pada
keadaan ini, eosinofil dan sel mast memegang peranan penting.

D). Antagonis Reseptor Histamin H4


Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik.Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat
lainnya juga memiliki khasiat antihistamin.Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik.Prometazina adalah obat yang awalnya
ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu
mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga
mencegah degranulasinya.6
 Antihistamin yang aman digunakan:
- Pada wanita hamil dan menyusui:

Antihistamin yang teraman untuk wanita hamil dan meyusui adalah


golongan klorfeniramin maleat, meskipun AH non sedatif sangat sedikit
menembus plasenta, namun penggunaannya sebaiknya dihindari karena masih
kurangnya penelitian AH non sedatif pada wanita hamil dan menyusui.6

- Pada anak-anak:

Bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat, difenhidramin HCL,


loratadin, desloratadin, feksofenadin, setirisin.6

21
- Pada bayi:

Penggunaan antihistamin pada bayi sebaiknya dihindari, karena efek


samping antikolinergik dari obat-obatan AH yang dapat membahayakan. Pada
satu penelitian mengatakan AH yang aman digunakan adalah desloratadin
(clarinex®), dapat digunakan pada bayi berumur 6 bulan dengan gejala alergi
dan urtikaria.6

22

Anda mungkin juga menyukai