Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilitis merupakan suatu inflamasi pada tonsil palatina yang disebabkan oleh virus

ataupun bakteri.1 Tonsil palatina sendiri adalah sepasang organ limfoid yang terletak di antara

lipatan palatoglosal (pilar anterior) dan lipatan palatofaringeus (pilar posterior) disebut fosa

tonsilaris, dikelilingi oleh kapsul tipis yang memisahkan tonsil dari otot konstriktor faringeus

superior dan otot konstriktor faringeus bagian tengah.2 Tonsil palatina merupakan bagian dari

cincin Waldeyer, dimana cincin Waldeyer ini terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat

didalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil

lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s

Tonsil).3

Klasifikasi tonsilitis dari jenis dan waktu dapat dibedakan menjadi tonsillitis akut,

tonsillitis membranosa, tonsillitis residivan/rekuren, dan tonsillitis kronik.3,4 Tonsilitis akut dapat

didefinisikan sebagai inflmasi dari tonsil atau amandel yang berlangsung selama 3 hari sampai 2

minggu. Tonsilitis membranosa dibagi menjadi tonsilitis difteri, tonsilitis septik, angina plaut

Vincent, penyakit kelainan darah dan lainlain. Tonsilitis akut residivan adalah tonsillitis yang

didiagnosis jika seseorang mengalami beberapa kali tonsilitis dalam setahun namun infeksi dapat

merespon antibiotik dengan baik atau sembuh dengan terapi yang diberikan. Tonsillitis kronik

sendiri adalah tonsillitis yang berlangsung lebih dari dua minggu atau bahkan bertahun-tahun.3,4,5

Tonsilitis akut residivan sering didapatkan pada penderita tonsillitis akut dengan jenis

bakteri penyebab yang berbeda-beda pada setiap serangan. Karena perbedaan jenis bakteri inilah

sehingga serangan tonsilitis akut menjadi berulang. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan tonsil
palatina yang masih rentan karena telah melewati fase akut sebelumnya dan didukung oleh pola

makan pasien yang tidak baik dan tidak menjaga kebersihan mulutnya. Selain itu tonsillitis akut

residivan bisa terjadi karena kepekaan antibiotik yang menurun terhadap jenis bakteri penyebab

tonsillitis akut.4,6

Gejala dan tanda tonsilitis berbeda dari setiap klasifikasi. Namun pada dasarnya pasien

mengeluhkan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Selain itu dapat pula disertai demam, rasa lesu,

rasa nyeri di sendi-sendi, dan nyeri pada telinga. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tonsil

yang membengkak dan hiperemis serta terdapat detritus. Penegakan diagnosis tonsilitis

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan

hasil yang maksimal.3,7

Penatalaksanaan tonsilitis perlu kerjasama yang baik antar dokter dan pasien. Pasien

harus beristirahat cukup dan minum banyak air. Terapi farmakologi dapat diberikan antibiotik

spektrum luas, antipiretik ataupun analgetik. 3,7

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Tonsilitis akut merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer dan disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Tonsilitis akut residivan adalah tonsilitis

yang didiagnosis jika seseorang mengalami beberapa kali tonsilitis akut dalam setahun namun

pada awalnya merespon terapi dengan baik atau dengan kata lain pasien telah sembuh

sempurna.3,4

B. Etiologi

Tonsilitis dapat disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Virus penyebab tonsilitis yang

paling sering adalah virus Epstain barr, Hemophylus influenza dan virus Coxschakie. Bakteri

penyebab tonsiliti adalah grup Streptococcus β hemoliticus grup A, Streptococcus viridian dan

Streptococcus piogenes.3

C. Epidemiologi

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Namun kondisi ini jarang terjadi pada anak-

anak dibawah usia 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya

terjadi pada usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis viral lebih sering terjadi pada anak-anak yang

lebih muda.6

3
D. Anatomi

Gambar 1. Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar

dibagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus

menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan

rongga hidung melalui koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus

orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah

berhubungan dengan esophagus. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring

(hipofaring).3

4
a. Nasofaring

Gambar 2. Anatomi Nasofaring

Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum

mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.

Nasofaring yang relative kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur

penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang

disebut fossa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional

hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba

Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.glossofaring, n.vagus dan n.asesorius

spinal saraf kranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus ps temporalis dan foramen laserum

dan muara tuba eustachius.3

5
b. Orofaring

Gambar 3. Anatomi Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas

bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah

vertebra servikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,

tonsil palatina, fossa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan

foramen sekum.3

6
c. Fossa Tonsil

Gambar 4. Anatomi Fossa Tonsil

Fossa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah

m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu

ruang kecil yang dinamakan fossa supra tonsil. Fossa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya

merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fossa tonsil diliputi oleh fasia yang

merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya bukan merupakan

kapsul yang sebenarnya.3

7
d. Tonsil

Gambar 5. Anatomi Tonsil

Tonsil adalah massa yang teridiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat

dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil palatina, tonsil faringeal

(adenoid), tonsil palatine, dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang

disebut cincin Waldayer. Tonsil palatina adalah sepasang organ limfoid yang terletak di antara

lipatan palatoglosal (pilar anterior) dan lipatan palatofaringeus (pilar posterior) disebut fossa

tonsilaris. Dikelilingi oleh kapsul tipis yang memisahkan tonsil dari otot konstriktor faringeus

superior dan otot konstriktor faringeus bagian tengah.2,3,8

Embriologi Tonsil

Tonsil palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong faringeal

kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap ada

dan menjadi epitel tonsil palatine. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga.

Kripta tonsilar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia

8
kehamilah 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-

sel limfatik.

Histologi Tonsil

Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama, yaitu jaringan ikat trabekula

(sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel germinativum (sebagai

pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai

stadium).9

Gambar 6. Histologi Tonsil

Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong

faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial

tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang

melapisi tonsil ialah epitel skuamous yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya

ditemukan leukosit, limfosit, epitel tang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Dengan demikian

tonsil bekerja sebagai garis depan pertahanan dalam infeksi yang tersebar dari hidung, mulut dan

tenggorokan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul

9
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada

tonsilektomi.3

Vaskularisasi

Gambar 7. Vaskularisasi Tonsil

Tonsil mendapat darah dari a. palatina minor, a. palatina asendens, cabang tonsil arteri

maksila eksterna, a. faring asendens dan a. lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak didasar lidah

dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glossoepiglotika. Di garis tengah, disebelah anterior

massa ini terdapat foramen sekum pada apex, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla

sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara

klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus

tiroglosus.3

10
E. Fisiologi dan Imunologi Tonsil

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu: menangkap

dan mengumpulkan benda asing dengan efektif. Tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh

sel plasma yang bersal dari diferensiasi limfosit B. Limfosit terbanyak ditemukan dalam tonsil

adalah limfosit B. Bersama-sama dengan adenoid limfosit B berkisar 50-65% dari seluruh

limfosit pada kedua organ tersebut. Limfosit T berkisar 40% dari seluruh limfosit tonsil dan

adenoid. Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian menyebarkan sel limfosit

terstimulus menuju mukosa dan kelenjar sekretori di seluruh tubuh. 15 Antigen dari luar, kontak

dengan permukaan tonsil akan diikat dan dibawa sel mukosa ( sel M ), antigen presenting cells

(APCs), sel makrofag dan sel dendrit yang terdapat pada tonsil ke sel Th di sentrum

germinativum. Kemudian sel Th ini akan melepaskan mediator yang akan merangsang sel B. Sel

B membentuk imunoglobulin (Ig)M pentamer diikuti oleh pembentukan IgG dan IgA. Sebagian

sel B menjadi sel memori. Imunoglobulin (Ig)G dan IgA secara pasif akan berdifusi ke lumen.

Bila rangsangan antigen rendah akan dihancurkan oleh makrofag. Bila konsentrasi antigen tinggi

akan menimbulkan respon proliferasi sel B pada sentrum germinativum sehingga tersensititasi

terhadap antigen, mengakibatkan terjadinya hiperplasia struktur seluler. Regulasi respon imun

merupakan fungsi limfosit T yang akan mengontrol proliferasi sel dan pembentukan

imunoglobulin.12 Aktivitas tonsil paling maksimal antara umur 4 sampai 10 tahun. Tonsil mulai

mengalami involusi pada saat puberitas, sehingga produksi sel B menurun dan rasio sel T

terhadap sel B relatif meningkat. Pada Tonsilitis yang berulang dan inflamasi epitel kripta

retikuler terjadi perubahan epitel squamous stratified yang mengakibatkan rusaknya aktifitas sel

imun dan menurunkan fungsi transport antigen. Perubahan ini menurunkan aktifitas lokal sistem

11
sel B, serta menurunkan produksi antibodi. Kepadatan sel B pada sentrum germinativum juga

berkurang.10

F. Patogenesis

Patogenesis tonsilitis episode tunggal masih belum jelas. Diperkirakan akibat obstruksi

kripta tonsil, sehingga mengakibatkan terjadi multiplikasi bakteri patogen yang dalam jumlah

kecil didapatkan dalam kripta tonsil yang normal. Pendapat lain patogenesis terjadinya infeksi

pada tonsil berhubungan erat dengan lokasi maupun fungsi tonsil sebagai pertahanan tubuh

terdepan. Antigen baik inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil terjadi

perlawanan tubuh dan kemudian terbentuk fokus infeksi.10

Peradangan akut pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus seperti adenovirus,

virus Epstein Barr, influenza, para influenza, herpes simpleks, virus papiloma. Peradangan oleh

virus yang tumbuh di membran mukosa kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Keadaan ini akan

semakin berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan virus sebelumnya.

Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri ini disebut peradangan lokal primer. Setelah terjadi

serangan tonsilitis akut ini tonsil akan benar-benar sembuh atau bahkan tidak dapat kembali

sehat seperti semula. Penyembuhan yang tidak sempurna akan menyebabkan peradangan ringan

pada tonsil. Apabila keadaan ini menetap atau berulang, bakteri patogen akan bersarang di dalam

tonsil dan terjadi peradangan yang kronis. Infeksi pada tonsil dapat terjadi akut, kronis dan

tonsilitis akut berulang.10

Flora polimikrobial yang terdiri dari bakteri aerobic dan anaerobic telah diamati pada

kultur inti tonsil dalam kasus faringitis berulang, dan anak-anak dengan tonsilitis berulang

12
memiliki populasi bakteri yang berbeda dari anak-anak yang tidak memiliki banyak infeksi.

Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza adalah bakteri

yang paling umum yang diisolasi pada tonsilitis berulang/berulang, dan Bacteroides fragilis

adalah bakteri anaerobic yang paling umum yang diisolasi pada tonsilitis berulang.6

G. Tanda dan Gejala

Masa inkubasi tonsilitis akut adalah 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan

antara lain :

- Nyeri tenggorokan

- Nyeri waktu menelan

- Demam dengan suhu tubuh tinggi

- Rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga

(atalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf

n.glosofaringeus (n.IX).

- Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus

berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibular

membengkak dan nyeri tekan.3

Gambar 8. Tonsilitis Gambar 9. Tonsilitis Akut

13
H. Derajat Tonsil

Gambar 10. Derajat Tonsil

14
I. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap yang didapatkan dari keluhan

pasien. Selain itu dilakukan pemeriksaan pada tenggorokan pasien, yang akan didapatkan

pembengkakan tonsil, hiperemis, dan adanya detritus pada tonsil. Pemeriksaan penunjang yang

dapat dilakukan adalah pemeriksaan bakteriologi dari tonsil melalui pemeriksaan sediaan swab

secara gram dengan pewarnaan Ziehl-Nelson atau denganpemeriksaan biakan dan uji kepekaan.

Pemeriksaan ini dapat diambil dari swab permukaan tonsil maupun jaringan inti tonsil. Daerah

tenggorok banyak mengandung flora normal.3,7,10

Permukaan tonsil mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas.

Patogen yangdidapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang menginfeksi

tonsil. Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu menunjukkan bakteri patogen

yang sebenarnya. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab

tonsilitis yang lebih akurat. Bakteri yang menginfeksi tonsil adalah bakteri yang masuk ke

parenkim tonsil. Bakteri ini sering menumpuk di dalam kripta tersumbat.3,7,10

J. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari tonsilitis akut residivan adalah:

- Tonsilitis Difteri

Seperti gejala infeksi lainnya terdapat kenaikan suhu tubuh namun biasanya subfebris,

gejala local berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama

makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu. Membrane semu ini melekat

erat pada dasarnya, sehingga apabila diangkat mudah berdarah. Didapatkan

pembesaran kelenjar limfa leher.

15
- Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus

melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di

tenggorok, dirasakan kering ditengggorok dan napas berbau.10

Tonsilitis Akut Residif Tonsilitis Kronis Eksaserbasi


Akut
Gejala Demam, nyeri menelan, nyeri Demam, rasa mengganjal
Sistemik tenggorok, rasa lesu, tidak ditenggorok, rasa kering
nafsu makan. ditenggorok dan napas berbau.
Hipertrofi (+) (+)
Tonsil
Hiperemis (+) (+)

Kripta Tidak melebar Melebar

Detritus (+) (+)

Pemb. Kelenjar (-) (+)


Limfe
Kesembuhan Sembuh Sempurna Tidak sembuh sempurna

K. Penatalaksanaan

Pengobatan tonsilitis meliputi medikamentosa dan pembedahan. Terapi medikamentosa

ditujukan untuk mengatasi infeksi yang terjadi baik pada tonsilitis akut maupun tonsilitis rekuren

atau tonsilitis kronis eksaserbasi akut. Antibiotik jenis penisilin merupakan antibiotik pilihan

pada sebagian besar kasus. Pada kasus yang berulang akan meningkatkan terjadinya perubahan

bakteriologi sehingga perlu diberikan antibiotik alternatif selain jenis penisilin. Pada bakteri

16
penghasil enzim β laktamase perlu antibiotik yang stabil terhadap enzim ini seperti amoksisilin

clavulanat.3,10

Selain terapi medikamentosa, terapi pembedahan atau tonsilektomi juga diperlukan pada

kasus-kasus tertentu. Tonsilektomi sendiri merupakan prosedur operasi pengangkatan tonsil yang

dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat seluruh

tonsil dan kapsulnya dan otot dinding fossa tonsil. Indikasi tonsilektomi dahulu dan sekarang

tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relative dalam menentukan indikasi

tonsilektomi pada saat ini. Dahulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan

berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi akibat hipertrofi tonsil. Obtruksi

yang mengakibatkan gangguan menelan maupun gangguan nafas merupakan indikasi absolut.

Namun, indikasi relative tonsilektomi pada keadaan non emergensi dan perlunya batasan usia

pada keadaan ini masih menjadi perdebatan.3,10,11

The American Academy of Otolaryngology-Head and Surgery (AAO-HNS) merilis indikasi

klinis untuk melakukan tonsilektomi adalah10,12:

a. Indikasi Absolut

- Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,

gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.

- Abses peritonsil.

- Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

- Tumor tonsil benigna.

- Tumor tonsil maligna (yang belum metastasis ke jaringan sekitar).

17
b. Indikasi Relatif

- Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik yang

adekuat

- Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi

medis

- Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik

dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten

- Sakit tenggorokan ditambah setidaknya salah satu dari gejala berikut ini memenuhi

syarat sebagai episode penghitungan: Suhu lebih dari 100,9 ° F (38,3 ° C),

Adenopati cervical (kelenjar getah bening membesar lebih dari 2 cm), terdapat

eksudat tonsil, kultur positif untuk streptokokus β-hemolytic grup A.

- Difteri tonsil.

Brodsky menyatakan tonsilitis rekuren dindikasikan untuk tonsilektomi jika terjadi

serangan tonsilitis akut berulang lebih dari 4 kali dalam satu tahun kalender, atau lebih dari 7 kali

dalam 1 tahun, 5 kali setiap tahun selama 2 tahun, atau 3 kali setiap tahun selama 3 tahun. Bila

masih diragukan berikan antibiotic spektrum luas sebelum didapatkan hasil kultur tonsil

kemudian lanjutkan dengan antibiotik sesuai kultur. Bila terdapat rekurensi dalam 1 tahun

diindikasikan untuk tonsilektomi. Bila ditemukan gejala yang persisten yang nyata lebih dari 1

bulan dengan eritema peritonsil indikasi untuk tonsilektomi. Bila gejala dimaksud masih

diragukan berikan antibiotik selama 3-6 bulan sesuai kultur, jika gejala masih menetap indikasi

tonsilektomi.10

18
L. Komplikasi

Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil

(Quinsy thorat), abses parafaring, bronchitis, glomerulonephritis akut, miokarditis, artitis, serta

septicemia akibat infeksi v. Jugularis interna (Sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan

menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena

terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).3

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Palandeng T, Tumbel C, Dehoop J. Penderita Tonsilitis di Poliklinik THT-KL BLU


RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Vol. 2 (2). Manado: Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi, 2014: p. 1-2.

2. Marbun M E. Diagnosis, Tatalaksana, dan Komplikasi Abses Peritonsil. Vol 22(60).


Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, 2016: p. 42-43.

3. Soepardi Arsyad, Iskandar Nurbaiti, Bashiruddin Jenny, dan Restuti D R. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed 7. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2012: p. 190-202.

4. Hayes Kristin. Chronic and Reccurent Tonsillitis: What to Know. 2018. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2018, di https://www.verywellhealth.com/chronic-and-recurrent-
tonsillitis-1191984.

5. Williams R, Bola S, Barlett A. Acute Tonsillitis and Its Complication: An


Overview.Vol.101(1). London: Derriford Hospital, 2015.

6. Shah K, MD, FACS, FAAP. Tonsillitis and Peritonsilar Abcess. 2018. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2018, di https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview.

7. Ferri F. Ferri's Clinical Advisor E-Book: 5 Books in 1


Ferri's Medical Solutions: Elsevier Health Sciences; 2013.

8. Pearce C E. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis: PT Gramedia Pustaka Utama;


2016.

9. Embriologi dan Anatomi Tonsil. 2017. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2018, di
https://kupdf.net/download/anatomi-tonsil_59113d8cdc0d60973e959f00_pdf.

10. Pulungan R M, N. Novialdi. Mikrobiologi Tonsilitis Kronis. Padang: Bagian Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. p. 1-10.

20
11. Trimartani dkk. Panduan Praktis Klinis Tindakan. Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia. Vol 84 (5). 2015.

12. Randel A. AAO-HNS Guidelines For Tonsillectomy in Children and Adolescents. 2011

21

Anda mungkin juga menyukai