Anda di halaman 1dari 53

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Persimpangan

Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan. Di daerah

perkotaan biasanya banyak memiliki simpang, sehingga pengemudi harus

memutuskan untuk berjalan lurus atau berbelok dan pindah jalan untuk

mencapai satu tujuan. Simpang dapat didefenisikan sebagai daerah umum

dimana dua jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan

fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu lintas di dalamnya. Fungsi dari simpang

adalah untuk menghubungkan ruas-ruas jalan dalam suatu sistem jaringan jalan

sehingga dapat mengalirkan arus lalu lintas ke segala penjuru/tempat. Setiap

jalan yang menyebar pada suatu simpang disebut dengan lengan simpang. Hal-

hal yang perlu diperhatikan pada persimpangan adalah :

a. Volume dan kapasitas.

b. Desain geometrik dan kebebasan pandang.

c. Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan.

d. Parkir, pejalan kaki dan bangunan di sekitar.

e. Jarak antar persimpangan.

2.1.1 Konflik Pada Simpang

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan

untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang saling

bertentangan dalam dimensi waktu.

Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu-lintas yang

datang dari jalan jalan yang saling berpotongan yaitu konflik-konflik utama.
II - 1
BAB II Tinjauan Pustaka

Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari

lalu-lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu-lintas membelok

dari lalu-lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu-lintas

membelok dari pejalan kaki yang menyebreang adalah konflik-konflik kedua,

lihat gambar 2.1 dibawah.

Gambar 2.1 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan

empat lengan

Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk

mengatur sinyal lampu lalu-lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah

untuk jalan yang berpotongan, sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 2.1

Metoda ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu

simpang telah dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas

tertinggi dalam beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai

dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu-lintas.

Dari gambar diatas memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal

dengan sistim dua fase, termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau dan

II - 2
BAB II Tinjauan Pustaka

periode antar hijau. Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah

semua) di antara dua fase yang berurutan adalah untuk:

1. memperingatkan lalu-lintas yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir.

2. menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri

memperoleh waktu yang cukup untuk ke luar dari daerah konflik sebelum

kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang sama. Fungsi

yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi

oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara

dua fase.

2.1.2 Jenis - Jenis Simpang

A. Berdasarkan jumlah kakinya, persimpangan dibedakan atas :

1) Simpang Tiga

Simpang tiga adalah persimpangan yang mempunyai tiga buah kaki

persimpangan.

2) Simpang Empat

Simpang Empat adalah persimpangan yang mempunyai empat buah kaki

persimpangan.

3) Simpang Majemuk

Simpang majemuk adalah persimpangan yang mempunyai kaki

persimpangan lebih dari empat buah atau persimpangan yang mempunyai

banyak kaki persimpangan.

Jenis simpang tiga dan empat lengan yaitu :

II - 3
BAB II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.2 Simpang tiga lengan

Gambar 2.3 Simpang empat lengan

Persimpangan merupakan bagian penting dari suatu jaringan jalan di suatu

daerah yang melayani arus lalu-lintas, karena itu diperlukan adanya pengaturan

pergerakan arus kendaraan di simpang. Tujuan utama dari pengaturan lalu lintas

adalah untuk menjaga keselamatan dan meningkatkan efisiensi arus lalu lintas

dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang terarah, sehingga tidak

menimbulkan keraguan pengemudi.

B. Berdasarkan geometriknya, persimpangan dibedakan atas :

1) Persimpangan sebidang (at-grade intersection )

II - 4
BAB II Tinjauan Pustaka

Persimpangan di mana dua jalan atau lebih bergabung pada satu bidang

datar, dengan tiap jalan raya mengarah keluar dari sebuah persimpangan

dan membentuk bagian darinya

2) Persimpangan tidak sebidang ( Interchange )

Persimpangan yang tidak sebidang yang disebut juga sebagai simpang

susun (Interchange) adalah persimpangan yang tidak terdapat jalur gerak

kendaraan yang saling berpapasan atau berpotongan dengan jalur gerak

kendaraan lain, sehingga arus lalu lintas tidak saling terganggu serta dapat

meningkatkan kapasitas kendaraan yang melalui jalur tersebut.

C. Berdasarkan sistem pengendaliannya, persimpangan sebidang dapat

dibedakan atas :

1) Persimpangan tanpa alat kendali lalu lintas (uncontrolled intersection).

2) Persimpangan dengan pemisah jalur (channelization intersection).

3) Persimpangan dengan rambu beri kesempatan atau stop (yield signs or

stop).

4) Persimpangan dengan lampu lalu lintas (simpang bersinyal)

2.2 Simpang Bersinyal

Pada simpang bersinyal diperlukan lampu lalu lintas. untuk menggantikan

tenaga manusia (polisi). Selain menghemat tenaga manusia, penggunaan lampu

lalu lintas akan mengurangi konflik di antara arus lalu lintas.

Keuntungan dan kerugian dari adanya lampu lalu lintas adalah :

a. Keuntungan dari adanya lampu lalu lintas :

1) Lebih efisien bila dibandingkan dengan tenaga manusia.

2) Diperlukan ruang yang relatif kecil.

II - 5
BAB II Tinjauan Pustaka

3) Mengkoordinasikan lalu lintas di bawah pengaturan lampu yang cukup

baik, sehingga arus lalu lintas tetap berjalan menerus pada kecepatan

tertentu.

4) Dapat mengurangi konflik arus lalu lintas sehingga pada umumnya

dapat menurunkan tingkat kecelakaan.

5) Memberi kesempatan pada kendaraan lain dan atau pejalan kaki untuk

memotong jalan utama

b. Kerugian dari adanya lampu lalu lintas :

1. Lebih lambat untuk lalu lintas yang rendah.

2. Lebih berbahaya untuk beberapa jenis kecelakaan, yaitu dapat menaikkan

kemungkinan tabrakan muka belakang.

3. Dapat menaikkan delay pada persimpangan, terutama pada waktu.

Pengaturan waktu pada persimpangan dengan menggunakan lampu lalu lintas

mencakup parameter-parameter sebagai berikut :

2.2.1 Phase

Phase adalah urutan pergerakan kendaraan yang diterapkan pada satu atau lebih

arus lalu lintas, dimana selama pengulangan sinyal, arus lalu lintas tersebut

penerima perintah yang sama secara simultan. Phase merupakan bagian dari

siklus sinyal dengan lampu hijau yang disediakan bagi kombinasi tertentu dari

gerakan lalu lintas. Pemilihan jumlah phase tergantung dari banyaknya konflik

utama yang diantaranya adalah arus lalu lintas dan volume lalu lintas dengan

mempertimbangkan keselamatan dan efisiensi.

Jika hanya konflik-konflik primer (utama) yang dipisahkan, maka kemungkinan

untuk mengatur sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua phase, masing –

masing sebuah untuk jalan yang berpotongan. Pengaturan dua phase

II - 6
BAB II Tinjauan Pustaka

memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka pengaturan

tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu lintas.

Jika pertimbangan keselamatan lalu lintas atau pembatasan – pembatasan

kapasitas memerlukan pemisahan satu atau lebih gerakan belok kanan, maka

banyaknya phase harus ditambah. Penggunaan lebih dari dua phase biasanya

akan menambah waktu siklus dan rasio waktu yang digunakan untuk

penggantian antas phase (kecuali untuk tipe tertentu dari sinyal aktuisi

kendaraan yang terkendali).

2.2.2 Waktu siklus (Cycle Time)

Waktu siklus (Cycle Time) adalah adalah waktu yang diperlukan oleh satu

urutan indikator sinyal lalu lintas secara lengkap (sebagai contoh, di antara dua

phase saat permulaan nyala lampu hijau yang berurutan di dalam pendekatan

yang sama).

2.2.3 Waktu hilang (Lost Time)

Waktu hilang (Lost Time) adalah jumlah semua periode antar hijau dalam siklus

yang lengkap.

Waktu hilang dapat dikatagorikan menjadi dua bagian, yaitu :

a) Waktu hilang awal akibat keterlambatan start, dimana kendaraan

membutuhkan waktu hilang untuk bergerak dengan kecepatan normal.

b) Waktu hilang akhir adalah penambahan waktu untuk menghentikan

kendaraan atau pembersihan kendaraan pada akhir lampu hijau (karena pada

saat lampu kuning masih ada saja kendaraan yang melewati garis henti).

II - 7
BAB II Tinjauan Pustaka

2.2.4 Waktu hijau efektif

Waktu hijau efektif adalah lamanya waktu hijau tampilan sinyal dikurangi

dengan hilangnya waktu hijau awal ditambah dengan waktu hijau akhir.

2.2.5 Waktu merah semua (Allred)

Waktu merah semua (allred) adalah waktu dimana sinyal merah menyala

bersamaan dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang

berurutan dan satuannya dalam detik yang berguna sebagai waktu pengosongan

antar dua fase.

2.3 Volume Lalu-Lintas (LHR)

Volume Lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik yang tetap

pada jalan dalam satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari

atau kendaraan/jam. Volume Lalu-Lintas pada suatu jalan dihitung berdasarkan

jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu selama selang waktu tertentu.

Untuk mengetahui volume total digunakan Satuan Mobil Penumpang ( SMP )

yang didapat setiap jenis kendaraan dengan menggunakan faktor konversi

kendaraan. Dengan mengalikan Ekivalen Mobil Penumpang ( EMP ) dengan

jumlah kendaraan dalam kendaraan/satuan waktu.

II - 8
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.1 Jenis Kendaraan

Tipe Kendaraan Kendaraan

MC Sepeda Motor

Kendaraan Ringan

LV ( Sedan, Jeep, Taksi, dan sejenisnya, Metromini dan

sejenisnya, Pick up, Angkot )

Kendaraan Berat

HV ( Bus besar, Truk sedang, Truk besar, dan sejenisnya )

Faktor konversi nilai Ekivalen Mobil Penumpang ( EMP ) untuk masing-masing

pendekat terlindung dan terlawan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 EMP

Tipe Kendaraan emp untuk tipe pendekat

Terlindung Terlawan

Kendaraan Ringan ( LV ) 1 1

Kendaraan Berat ( HV ) 1,3 1,3

Sepeda Motor ( MC ) 0,2 0,4

Sumber : MKJI 1997 ( 2-10 )

Survey volume lalu-lintas yang dilakukan adalah dengan menempatkan surveyor

di suatu titik tertentu di tepi jalan sehingga mendapatkan pandangan yang jelas

sedapat mungkin petugas terhindar dari panas, hujan. Petugas mencatat setiap

kendaraan yang melewati titik yang talah ditentukan pada formulir survey atau

dengan hand tally (suatu alat kecil yang dapat menjumlah secara komulatif) dan

memindahkannya pada formulir lapangan.

II - 9
BAB II Tinjauan Pustaka

2.3.1 Arus Jenuh

Arus jenuh adalah besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat

selama kondisi yang di tentukan (smp/jam), atau dapat dikatakan bahwa arus

jenuh adalah keadaan dimana kendaraan membutuhkan beberapa waktu untuk

memulai pergerakan saat lampu berlawanan hijau sampai dengan antrian

kecepatan relatif normal.

Gambar 2.4 Arus jenuh

Arus Jenuh ditentukan dengan rumus :

S = So x Fcs x Fsf x Fg x Fp x Frt x Flt ( smp/jam hijau )

Dimana :

S = Arus Jenuh (smp/jam)

So = Arus Jenuh dasar

Fcs = Faktor koreksi ukuran kota

Fsf = Faktor koreksi hambatan samping

Fg = Faktor koreksi kelandaian gradien

Fp = Faktor koreksi parkir

Frt = Faktor koreksi belok kanan

II - 10
BAB II Tinjauan Pustaka

Flt = Faktor koreksi belok kiri

2.3.2 Arus Jenuh Dasar ( So )

Besarnya arus jenuh dasar tergantung dari tipe pendekatnya.

Rumus untuk menentukan arus jenuh dasar berdasarkan MKJI 1997 adalah

sebagai berikut :

a) Pendekat terlindung ( P )

So = 600 x We (smp/jam hijau)

Dimana :

So = Arus jenuh dasar

We = Lebar pendekat efektif ( m )

b) Pendekat terlawan ( O )

Besarnya So pada pendekat terlawan ini dipengaruhi oleh adanya pendekat

tanpa lajur belok kanan atau pendekat yang mempunyai lajur belok kanan

terpisah.

1) Lajur belok kanan tidak terpisah

a. Jika QRTO > 250 smp/jam

QRT < 250 : 1. Tentukan SPROV pada QRTO = 250

2. Tentukan S sesunguhnya sebagai

S = SPROV – {(QRTO – 250) x 8 )} smp/jam

QRT > 250 : 1. Tentukan SPROV pada QRTO dan QRT =250

2. Tentukan S sesungguhnya sebagai

S=SPROV–{(QRTO+QRT-500)x2)} smp/jam

b. Jika QRTO < 250 dan QRT > 250 smp/jam; Tentukan S seperti pada QRT=

250.

2) Lajur belok kanan terpisah

II - 11
BAB II Tinjauan Pustaka

a. Jika QRTO > 250 smp/jam :

- QRTO < 250 : 1. Tentukan S dari gambar 2.6 dengan extrapolasi

- QRTO < 250 :1.Tentukan SPROVpada QRTO dan QRT=250

- Jika QRTO < 250 dan QRT > 250 smp/jam; Tentukan S dari Gambar 2.6

dengan extrapolasi

2.4 Faktor Penyesuaian

A. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota ( Fcs )

Faktor ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk suatu kota. Adapun Faktor

Koreksi Ukuran Kota ( Fcs ) dijelaskan pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota ( Fcs )

Penduduk Kota (juta jiwa) Faktor Penyesusaian Ukuran Kota ( Fcs )

˃ 3.0 1.05

1.0 ‒ 3.0 1.00

0.5 ‒ 1.0 0.94

0.1 ‒ 0.5 0.83

< 0.1 0.82

Sumber : MKJI 1997

B. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping ( Fsf )

Sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping, dan

rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, dapat

dianggap sebagai tinggi agar tidak menilai kapasitas terlalu besar.

II - 12
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian untuk Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan

Kendaraan tak Bermotor ( Fsf )

Lingkungan Hambatan
Jalan Samping Tipe Fase Rasio Kendaraan Tak bermotor
0.00 0,05 0.10 0,15 0.20 ≥0,25
Komersial
(COM) Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0.70
Terlindungi 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0.80 0,75 0,71
Terlindungi 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Rendah Terlawan 0,95 0.90 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindungi 0,95 0,93 0.90 0,89 0,87 0,83
Pemukiman
(RES) Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
Terlindungi 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84
Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Terlindungi 0,97 0,95 0,93 0.90 0,87 0,85
Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0.80 0,86
Terlindungi 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
Akses Tinggi/
Terbatas(RA) Sedang/Rendah Terlawan 1.00 0,95 0.90 0,85 0.80 0,75
Terlindungi 1.00 0,98 0,95 0,93 0.90 0,88
Sumber : MKJI 1997

II - 13
BAB II Tinjauan Pustaka

C. Faktor Penyesuaian Kelandaian ( Fg )

Gambar 2.5 Grafik faktor penyesuaian untuk kelandaian ( Fg )

D. Faktor Penyesuaian Parkir ( Fp )

Ditentukan sebagai fungsi dari jarak garis henti sampai kendaraan yang

parkir pertama. Faktor ini tidak perlu diterapkan jika lebar efektif ditentukan

oleh lebar keluar.

Fp = [Lp/3 – (Wa – 2) x (Lp/3 –g)/Wa]/g

Dimana :

Lp = Jarak antara garis henti dan kendaraan yang parkir pertama

(m)/panjang dari lajur pendek.

Wa = Lebar pendekat (m)

g = Waktu hijau pada pendekat ( nilai normal 26 detik )

E. Faktor Penyesuaian Belok Kanan ( Frt )

Ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan ( Prt ), dihhitung

dengan rumus sebagai berikut :

II - 14
BAB II Tinjauan Pustaka

Frt = 1,0 + Prt x 0,26

Dimana :

Frt = Faktor penyesuaian belok kanan

Prt = Rasio belok kanan

F. Faktor Penyesuaian Belok Kiri ( Flt )

Belok kiri langsung sedapat mungkin digunakan bila ruang jalan yang

tersedia mencukupi untuk kendaraan belok kiri melewati antrian lalu-lintas

lurus dari pendekat yang sama, dan dengan aman bersatu dengan lalu-lintas

lurus dari fase lainnya yang masuk ke lengan simpang yang sama.

Ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kiri ( Plt ), dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

Flt = 1,0 + Plt x 0,16

Dimana :

Flt = Faktor penyesuaian belok kiri

Plt = Rasio belok kiri

2.5 Rasio arus / Arus Jenuh ( FR )

Rasio arus masing-masing pendekat menggunakan rumus :

FR = Q / S

FR = Rasio arus

Q = Arus lalu-lintas ( smp/jam )

S = Arus jenuh yang di sesuaikan ( smp/jam hijau )

Beri tanda Rasio Arus Kritis ( FRcrit ) = ( tertinggi ) pada masing-masing fase.

Hitung Rasio Arus Simpang ( IFR ) sebagai jumlah dari nilai-nalai FR yang

kritis.

IFR = ∑ ( FRcrit )

II - 15
BAB II Tinjauan Pustaka

Dimana :

IFR = Jumlah FRcrit pada semua pendekat dalam siklus

FRcrit = Rasio arus tertinggi dari FR dalam semua pendekat dilalui dalam satu

fase sinyal.

Hitung Rasio Fase ( PR ) masing-masing fase sebagai rasio antara FRcrit dan

IFR.

PR = FRcrit/IFR

2.6 Waktu Siklus dan Waktu Hijau

a) Waktu Siklus Sebelum Penyesuaian

Cua = ( 1,5 x LTI + 5 ) / ( 1 ‒ IFR )

Dimana :

Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal ( detik )

LTI = Waktu hilang total per siklus ( detik )

IFR = Rasio arus simpang ∑ Frcrit

Tabel dibawah ini memberikan waktu siklus yang disarankan untuk keadaan

yang berbeda.

Tabel 2.5 Waktu Siklus yang Disarankan

Tipe Pengaturan Waktu Siklus yang Layak ( det )

Pengaturan 2 fase 40 ‒ 80

Pengaturan 3 fase 50 ‒ 100

Pengaturan 4 fase 80 ‒ 130

b) Waktu Hijau

Waktu Hijau ( g ) untuk masing-masing fase :

gi = ( Cua ‒ LTI ) x Pri

II - 16
BAB II Tinjauan Pustaka

Dimana :

Gi = Tampilan waktu hijau pada fase 1 ( det )

Cua = Waktu Siklus sebelum penyesuaian ( det )

LTI = Waktu Hilang total per siklus ( det )

PRi = Rasio fase FRcrit / IFR

c) Waktu Siklus Yang Disesuaikan ( c )

Waktu siklus yang disesuaikan ( c ) berdasar pada waktu hijau yang

diperoleh dan telah dibulatkan serta dari waktu hilang ( LTI )

c = ∑ g + LTI

Dimana :

c = Waktu siklus yang disesuaikan

∑ g = Jumlah waktu nyala hijau ( det )

LTI = Waktu total hilang per siklus (det )

2.7 Kapasitas dan Derajat Kejenuhan

Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut :

C = S x g/c

Dimana :

C = Kapasitas dari masing-masing pendekat (smp/jam)

S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat

selama sinyal hijau (smp/jam hiijau = smp per-jam hijau)

g = Waktu hijau (det)

c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang

lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)

Sedangkan derajat kejenuhan masing-masing pendekat didapat di :

DS = Q / C

II - 17
BAB II Tinjauan Pustaka

DS = Derajat Kejenuhan

Q = Arus lalu lintas

C = Kapasitas ( smp/jam )

2.8 Perilaku Lalu lintas

A. Panjang Antrian ( QL )

1) Untuk DS ˃ 0,5 :

NQ1 = 0,25 x C [ (DS ‒ 1) + √ (DS ‒ 1)² + { 8 x ( DS ‒ 0,5 ) / C } ]

Dimana :

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya ( smp )

DS = Derajat kejenuhan

C = Kapasitas ( smp/jam )

2) Untuk DS ≤ 0,5 ; NQ1 = 0

NQ2 = c x ( 1 ‒ GR ) / ( 1 ‒ GR x DS ) x Q/3600

Dimana :

NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp)

DS = Derajat kejenuhan

GR = Rasio hijau

c = Waktu siklus

Q = Arus lalu lintas pada tempat masuk ( smp/jam )

3) Jumlah Kendaraan Antrian ( NQ ) :

NQ = NQ1 + NQ2

Dimana :

NQ = Jumlah Kendaraaan terhenti ( smp )

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya ( smp )

NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp)

II - 18
BAB II Tinjauan Pustaka

Untuk menyesuaikan NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya

pembebanan lebih Pol ( % ) dtentukan dari gambar 2.3 dengan variable masukan

jumlah kendaraan rata-rata ( NQ ). Untuk perhitungan dan perencanaan biasanya

digunakan Pol ≤ 5 %

Gambar 2.6 Perhitungan Jmlah Antrian ( NQmax ) dalam smp

4) Panjang Antrian ( QL )

Dihitung dengan mengalikan Nqmax dengan luas rata-rata yang digunakan

per smp ( 20 m2 ), untuk mendapatkan nilai Nqmax digunakan Gambar 2.6

untuk menyesuaikan NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk

terjadinya pembebanan Pol ( % ), untuk perancangan dan perencanaan

disarankan Pol ≤ 5%, lalu dibagi dengan lebar masuk :

QL = Nqmax x 20 / WMASUK

Dimana :

QL = Panjang antrian ( m )

NQmax = Jumlah kendaraan antri dengan peluang pembebanan lebih

W = Lebar masuk ( m )

II - 19
BAB II Tinjauan Pustaka

B. Kendaraan Terhenti

NS = 0,9 x NQ / ( Q x c ) x 3600

Dimana :

NS = Laju henti untuk masing-masing pendekat ( stop/smp )

NQ = Jumlah kendaraan antri ( smp )

Q = Arus lalu lintas ( smp/jam )

c = Waktu siklus ( det )

1) Jumlah kendaraan terhenti masing-masing pendekat :

Nsv = Q x NS

Dimana :

Nsv = Jumlah kendaraan terhenti ( smp/jam )

Q = Arus lalu lintas total ( smp/jam )

NS = Angka henti untuk masing-masing pendekat ( stop/smp )

2) Angka henti seluruh simpang

NStot = ∑ Nsv / Qtot

Dimana :

NStot = Angka henti seluruh simpang ( stop/smp )

∑Nsv = Total kendaraan terhenti ( smp/jam )

Qtot = Arus lalu lintas total ( kend/jam )

C. Tundaan ( Delay )

Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk

melewatisuatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang.

Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena 2 hal yaitu :

1) Tundaan Lalu lintas rata-rata setiap pendekat ( DT )

II - 20
BAB II Tinjauan Pustaka

Tundaan lalu lintas terjadi karena interaksi lalu lintas dengan gerakan

lainnya pada suatu simpang.

DT = c x A +[ ( NQ1 x 3600 ) / C ]

Dimana :

DT = Tundaan lalu lintas rata-rata ( det/smp )

c = Waktu siklus yang disesuaikan ( det )

A = 0,5 x ( 1 ‒ GR )2 / ( 1 ‒ GR x DS )

GR = Rasio hijau ( g/c )

NQ1= Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya(smp)

C = Kapasitas ( smp/jam )

2) Tundaan Geometri Rata-rata masing-masing pendekat ( DGj )

Tundaan geometri terjadi karena perlambatan dan percepatan saat membelok

pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah.

DGj = ( 1 ‒ Psv ) x( Pt x 6 ) + ( Psv x 4 )

Dimana :

DGj = Tundaan geometri rata-rata pada endekat j ( det/smp )

Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat

Pt = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

3) Tundaan Rata-rata

Tundaan rata-rata ( det/smp ) sebagai jumlah dari Tundaan Lalu Lintas Rata-

rata dan Tundaan Geometri Rata-rata.

Dj = DT + DGj

Dimana :

Dj = Tundaan rata-rata untuk pandekat j ( det/jam )

DT = Tundaan lalu lintas rata-rat untuk pendekat ( det/smp )

II - 21
BAB II Tinjauan Pustaka

DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat ( det/smp )

4) Tundaan Total ( Dtot )

Tundaan total dalam detik dengan menghasilkan tundaan rata-rata dengan

Arus Lalu Lintas.

Dtot = Dj x Q

Dimana :

Dtot = Tunaan total ( smp.det )

Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j ( det/smp )

Q = Arus lalu lintas ( smp/jam )

5) Tundaan Rata-rata Untuk Seluruh Simpang ( Di )

Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang ( Di ) dengan membagi jumlah

nilai tundaandenga arus total ( Qtot ) dalam smp/jam

Di = ∑ ( Q x Dj ) / Qtot

Dimana :

Di = Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang ( smp/jam )

Q = Arus lalu lintas ( smp/jam )

Dj = Tundaan rata-rata ( det/smp )

Qtot = Arus lalu lintas total ( smp/jam )

2.9 Tingkat Pelayanan

Tundaan rata-rata berdasarkan MKJI 1997, tingkat pelayanan untuk masing-

masing lamanya hambatan adalah

II - 22
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.6 Tingkat Pelayanan Lalu lintas di Simpang Bersinyal

Tingkat pelayanan Tundaan per kendaraan ( det )

A < 5,0

B 5,1 ‒ 15,0

C 15,1 ‒ 25,0

D 25,1 ‒ 40,0

E 40,1 ‒ 60,0

F ˃ 60

Sumber : MKJI 1997

2.10 Jalan Perkotaan

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan

menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi

jalan, perkembangan dapat berupa lahan atau bukan. Jalan di atau dekat pusat

perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 dapat dikategorikan kelompok

jalan tersebut. Untuk kota lain dengan penduduk kurang dari 100.000 namun

memiliki perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus juga dapat

dikategorikan jalan perkotaan.

II - 23
BAB II Tinjauan Pustaka

Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

1. Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD)

2. Jalan empat lajur dua arah

a. Tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD)

b. Terbagi (dengan median) (4/2 D)

3. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D)

4. Jalan satu arah (1-3/1)

Untuk menilai kinerja jalan baik perkotaan maupun antar kota diperlukan 3

parameter primer yaitu volume, kecepatan, kerapatan. Suatu hubungan penting

terdapat dintara 3 variabel tersebut, walaupun dalam arus lalu lintas ketiganya

akan terus bervariasi karena jarak antara kendaraan yang acak. Hubungan antara

kecepatan, volume, dan kerapatan sesuai dengan teori greenshield yang

mengasumsi bahwa hubungan S–D adalah linier maka hubungan ke 3 variabel

dapat ditunjukkan pada Gambar 2.7 berikut ini.

II - 24
BAB II Tinjauan Pustaka

V max
Volume
(smp/jam)

Dj
0
kerapatan

kecepatan kecepatan
km/jam km/jam
Sf Sf

V max

Dj

0 0
kerapatan arus
smp/km smp/jam

Gambar 2.7 Hubungan Kecepatan, Arus dan Kerapatan (MKJI 1997)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa volume maximum didapat pada Sm = ½

SF & Dm = ½ Dj

2.11 Volume Lalu lintas

Menurut MKJI 1997, nilai arus lalu lintas mencerminkan komposisi lalu lintas,

dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai

arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang

(smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang

diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut ini.

1. Kendaraan ringan (LV), termasuk mobil penumpang, minibus, pick up, truk

kecil, jeep.

2. Kendaraan berat (HV), termasuk truk dan bus.

3. Sepeda motor (MC).

II - 25
BAB II Tinjauan Pustaka

4. Kendaraan tidak bermotor (UM).

Nilai emp untuk jenis jalan perkotaan terbagi dan satu arah seperti ditunjukkan

tabel berikut.

Tabel 2.7 Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah

Tipe Jalan Arus lalu lintas per lajur Emp

(kend/jam) HV MC

2 lajur 1 arah, terbagi (2/1 D) 0 1.3 0.4

4 lajur 2 arah, terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1.2 0.25

3 lajur 1 arah, terbagi (3/1 D) 0 1.3 0.4

6 lajur 2 arah, terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1.2 0.25

Sumber : MKJI 1997

2.12 Kecepatan

MKJI menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen

jalan. Kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu

lintas dari panjang ruas jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang

melalui segmen jalan tersebut (MKJI 1997). Karena kecepatan yang terdistribusi

secara luas bervariasi, maka diperhitungkan sebuah kecepatan perjalanan rata-

rata. Jika terdapat waktu tempuh t1,t2,t3… tn yang diobservasi untuk n

kendaraan yang melewati sebuah segmen dengan panjang L, maka kecepatan

perjalanan rata-rata dapat dinyatakan :

a) Time Mean Speed : Kecepatan rata-rata semua kendaraan yang melewati

sebuah titik pada jalan pada waktu tertentu.

b) Space mean speed : kecepatan rata-rata dari semua kendaraan yang

menempati suatu segmen jalan pada waktu tertentu.

II - 26
BAB II Tinjauan Pustaka

Jenis kecepatan yang digunakan pada penelitian ini sebagai kecepatan hasil

survey adalah kecepatan rata-rata ruang (space mean speed). Space mean speed

mempunyai arti kecepatan rata-rata dari semua kendaraan yang menempati suatu

segmen jalan pada waktu tertentu.

𝒏𝑳
SMS = 𝐒𝐫 = ∑𝒏
𝒊=𝟏 𝒕

Dimana :

Sr : Kecepatan rata-rata (km/jam)

L : Panjang ruas jalan (km)

t : waktu bergerak kendaraan untuk menempuh jarak L (jam)

n : Jumlah kendaraan yang diamati

Sedangkan kecepatan yang setara dengan hasil survey didalam MKJI adalah

kecepatan operasional (FVLV) yang dijelaskan pada sub bab selanjutnya.

2.12.1 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas kendaraan menurut MKJI 1997 dapat dihitung

berdasarkan persamaan berikut ini.

FV = (FV0+FVW) × FFVSF × FFVCS

Keterangan :

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)

FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)

FVw = Penyesuaian lebar lajur lalu lintas efektif (km/jam)

FFVsf = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping

FFVcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.

Untuk jalan tak terbagi, analisis kecepatan arus bebas dilakukan pada kedua arah

lalu lintas. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan terpisah pada masing-masing

II - 27
BAB II Tinjauan Pustaka

arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang

terpisah.

2.12.2 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0)

Kecepatan arus bebas dasar (FV0) diperoleh dari Tabel 2.2 dengan variabel

masukannya adalah tipe jalan.

Tabel 2.8 Kecepatan Arus Bebas Dasar

Kecepatan arus bebas dasar (FV0) (km/jam)

Kend. Semua
Tipe jalan Kend. Ringan Sepeda motor
Berat kend rata-
(LV) (MC)
(HV) rata

(6/2) D atau 61 52 48 57

(3/1)

(4/2) D atau 57 50 47 55

(2/1)

(4/2 UD) 53 46 43 51

(2/2 UD) 44 40 40 42

Sumber : MKJI 1997

2.12.3 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu lintas

Menurut MKJI 1997, penyesuaian jalur lalu lintas efektif merupakan

penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari lebar jalur lalu

lintas yang ada pada segmen suatu jalan. Variabel masukan yang digunakan

adalah tipe jalan, dan lebar lajur lalu lintas efektif (Wc). Adapaun tabel

penyesuaian kecepatan untuk lebar jalur lalu lintas sebagai berikut,

II - 28
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.9 Penyesuaian Lebar Lalu Lintas Efektif

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas FVw (km/jam)


efektif (Wc) (m)
Per lajur
3,00 -4
Empat lajur terbagi / 3,25 -2
jalan satu arah 3,50 0
3,75 2
4,00 4
Per lajur
3,00 -4
3,25 -2
Empat lajur tak terbagi
3,5 0
3,75 2
4,00 4
Per lajur
5 -9,5
6 -3
7 0
Dua lajur tak terbagi
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber : MKJI 1997

2.12.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping (FFVsf)

Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan

samping merupakan faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar

sebagai akibat adanya aktivitas samping segmen jalan, yang pada sample ini

akibat adanya jarak antara kereb dan penghalang pada trotoar, mobil parkir,

penyeberang jalan, simpang dan bahu jalan. Adapun tabel untuk faktor

II - 29
BAB II Tinjauan Pustaka

penyesuaian untuk hambatan samping dengan kereb seperti ditunjukkan pada

tabel berikut.

Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Hambatan Samping dengan Kereb

Tipe jalan Kelas Jarak kereb – penghalang Wg (m)


hambatan
samping (SFC)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m

Empat lajur Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02


terbagi Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
4/2 D Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
Empat lajur tak Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
terbagi Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
4/2 D Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98
Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94
Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90
Dua lajur tak Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
terbagi Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
2/2 UD atau Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
jalan satu arah Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber : MKJI 1997

II - 30
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Hambatan Samping dengan Bahu

Tipe jalan Kelas Jarak kereb – penghalang Wg (m)


hambatan
samping (SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m

Empat lajur Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04


terbagi Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
4/2 D Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Empat lajur tak Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
terbagi Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
4/2 D Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Dua lajur tak Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
terbagi Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
2/2 UD atau Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99
jalan satu arah Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber : MKJI 1997

2.12.5 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Ukuran Kota (FFVcs)

Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

merupakan faktor penyesuaian arus bebas dasar yang merupakan akibat dari

banyak populasi penduduk suatu kota. Tabel faktor penyesuaian kecepatan

untuk ukuran kota bisa dilihat pada tabel berikut.

II - 31
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Ukuran Kota

Faktor penyesuaian untuk ukuran


Ukuran kota (juta penduduk)
kota
< 0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93
0,5 – 1,0 0,95
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,03
Sumber : MKJI 1997

2.12.6 Kecepatan Operasional (FFlv) dan Waktu Tempuh

Gambar 2.8 Kecepatan Operasional Sebagai Fungsi dari DS untuk Jalan 2/2 UD

Sumber : MKJI 1997

II - 32
BAB II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.9 Kecepatan Operasional Sebagai Fungsi dari DS untuk Jalan Banyak Lajur

dan Satu Arah

Sumber : MKJI 1997

Untuk menentukan kecepatan sesungguhnya dengan cara :

1. Masukan nilai derajat kejenuhan (DS) pada sumbu horizontal (X).

2. Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik tersebut sampai

berpotongan dengan nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya (FV).

3. Buat garis horizontal sejajar dengan sumbu (X) sampai berpotongan

dengan sumbu vertical (Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan lihat

nilai kecepatan kendaraan ringan sesungguhnya untuk kondisi yang

dianalisa.

Dalam menghitung berapa lama waktu tempuh rata-rata dalam jam untuk

kondisi yang diamati sebagai berikut :

II - 33
BAB II Tinjauan Pustaka

𝑳
𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒕𝒆𝒎𝒑𝒖𝒉 𝒓𝒂𝒕𝒂 − 𝒓𝒂𝒕𝒂 (𝑻𝑻) = (𝒋𝒂𝒎)
𝑽

Dimana,

L = Panjang segmen (km)

V = Kecepatan rata-rata ruang (km/jam)

(waktu tempuh rata-rata dalam detik dapat dihitung dengan TT x 3600)

2.13 Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan adalah volume maksimum kendaraan yang dapat diharapkan

untuk melalui suatu potongan jalan tertentu pada periode waktu tertentu untuk

kondisi tertentu. Secara sederhana kapasitas memiliki arti daya tampung

maksimal suatu ruas jalan terhadap volume lalu lintas yang melintas. Menurut

MKJI 1997 Kapasitas merupakan salah satu ukuran kinerja lalu lintas pada saat

arus lalu lintas maksimum dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan

pada kondisi tertentu. Analisa kapasitas untuk jalan tak terbagi dilakukan pada

kedua arah lalu lintas dan untuk jalan terbagi analisa dilakukan terpisah pada

masing-masing arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan

jalan suatu arah yang terpisah (MKJI 1997). Menurut MKJI 1997, kapasitas ruas

jalan dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini.

C = Co × FCw × FCsp × FCsf × FCcs

Keterangan :

C = Kapasitas (smp/jam)

Co = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCw = Faktor penyesuaian lebar lajur

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah

FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping

II - 34
BAB II Tinjauan Pustaka

FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota

2.13.1 Kapasitas Dasar (Co)

Menurut MKJI 1997, kapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan Nilai

Kapasitas Dasar dengan variabel masukan tipe jalan. Untuk tabel kapasitas dasar

(Co) sebagai berikut.

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Ukuran Kota

Tipe jalan Kapasitas dasar Catatan


(smp/jam)
Empat lajur terbagi / 1650 Per lajur
jalan satu arah
Empat lajur tak 1500 Per lajur
terbagi
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah
Sumber : MKJI 1997

2.13.2 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur (FCw)

Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian lebar jalur (FCw) ditentukan

berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif (Wc). Tabel fakor penyesuain lebar

jalur efektif seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

II - 35
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur

Lebar jalur efektif


Tipe jalan FCw
(Wc) (m)
Per lajur
3,00 0,92
Empat lajur terbagi / 3,25 0,96
jalan satu arah 3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
Empat lajur tak terbagi
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
Dua lajur tak terbagi
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber : MKJI 1997

2.13.3 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp)

Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsp) hanya untuk jalan tak terbagi. MKJI

1997 memberikan faktor penyesuaian pemisah arah untuk jalan dua lajur dua

arah (2/2) dan empat lajur dua arah (4/2) tak terbagi. Adapun tabel faktor

penyesuain pemisah arah sebagai berikut.

II - 36
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisahan Arah

Pemisah arah (SP)


50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
%-%

FCsp Dua lajur


1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
(2/2 UD)

Empat lajur
1,00 0,987 0,97 0,955 0,94
(4/2 UD)

Sumber : MKJI 1997

Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk

pemisahan arah tidak dapat diterapkan dan dipergunakan nilai 1,0.

2.13.4 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FCsf)

Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian hambatan samping ditentukan

berdasarkan jarak antara kereb dengan penghalang pada trotoar (Wg) dan kelas

hambatan sampingnya (SFC). Sedangkan untuk faktor penyesuaian hambatan

samping dengan bahu jalan menggunakan lebar bahu jalan dengan kelas

hambatan sampingnya.

II - 37
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.16 Kelas Hambatan Samping Sesuai dengan Bobot dan Kondisi

Kelas Kode Jumlah berbobot Kondisi Khusus


hambatan kejadian/200
samping m/jam (dua sisi)
Sangat rendah VL < 100 Daeraah pemukiman, jalan
dengan jalan samping
Rendah L 100 – 229 Daerah pemukiman, beberapa
kend. Umum dsb
Sedang M 300 – 499 Daerah industry, beberapa toko di
sisi jalan
Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial, aktivitas sisi
jalan tinggi
Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersial dengan aktivitas
pasar disamping jalan

II - 38
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.17 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping dan Jarak

Kereb Penghalang (FCsf) Jalan Perkotaan dengan Kereb

Jarak kereb – penghalang


Kelas hambatan
Tipe jalan (Wk)
samping
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

VL 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,94 0,96 0,98 1,00


4/2 D
M 0,91 0,93 0,95 0,98

H 0,86 0,89 0,92 0,95

VH 0,81 0,85 0,88 0,92

VL 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,93 0,95 0,97 1,00


4/2 UD
M 0,90 0,92 0,95 0,97

H 0,84 0,87 0,90 0,93

VH 0,77 0,81 0,85 0,90

VL 0,93 0,95 0,97 0,99

2/2D atau jalan satu L 0,90 0,92 0,95 0,97

arah M 0,86 0,88 0,91 0,94

H 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0,72 0,77 0,82

Sumber : MKJI 1997

II - 39
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.18 Penyesuaian Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu Jalan

Faktor penyesuaian untuk

hambatan samping dan lebar bahu


Tipe jalan Kelas hambatan samping
FCsf

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

VL 0,96 0,98 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1,00 1,02


4/2 D
M 0,92 0,95 0,98 1,00

H 0,88 0,92 0,95 0,98

VH 0,84 0,88 0,92 0,96

VL 0,96 0,99 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1,00 1,02


4/2 UD
M 0,92 0,95 0,98 1,00

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,80 0,86 0,90 0,95

VL 0,94 0,96 0,99 1,01

2/2D atau L 0,92 0,94 0,97 1,00

jalan satu arah M 0,89 0,92 0,95 0,98

H 0,82 0,86 0,90 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber : MKJI 1997

II - 40
BAB II Tinjauan Pustaka

2.13.5 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs)


Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan berdasarkan

jumlah penduduk kota (juta) yang akan diteliti. Untuk tabel faktor penyesuaian

ukuran kota bisa dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.19 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota

Faktor penyesuaian untuk


Ukuran kota (juta penduduk)
ukuran kota

< 0,1 0,86

0,1 – 0,5 0,90

0,5 – 1,0 0,94

1,0 – 3,0 1,00

> 3,0 1,04

Sumber : MKJI 1997

2.14 Tingkat Pelayanan (LOS)

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No : KM 14 Tahun 2006, tingkat

pelayanan adalah kemampuan ruas jalan atau persimpangan untuk menampung

lalu-lintas pada keadaan tertentu. Enam tingkat pelayanan diabatasi untuk setiap

tipe dari fasilitas lalu lintas yang akan digunakan dalam prosedur analisis, yang

disimbolkan dengan huruf A sampai dengan F, dimana Level of Service (LOS) A

menunjukkan kondisi operasi terbaik, dan LOS F paling buruk. Kondisi LOS

yang lain ditunjukkan berada diantaranya. Tingkat pelayanan suatu ruas jalan,

diklasifikasikan berdasarkan volume (Q) per kapasitas (C) yang dapat

ditampung ruas jalan itu sendiri. Nilai derajat kejenuhan untuk ruas jalan adalah

0,75. Angka tersebut menunjukkan apakah segmen jalan yang diteliti memenuhi

II - 41
BAB II Tinjauan Pustaka

kriteria kelayakan dengan angka derajat kejenuhan dibawah 0,75 atau

sebaliknya.

Tabel 2.20 Hubungan Volume per Kapasitas (Q/C) dengan Tingkat Pelayanan

Untuk Lalu lintas Dalam Kota

Kecepatan ideal
Tingkat pelayanan Q/C
(km/jam)

A ≤ 0,6 ≥ 80

B ≤ 0,7 ≥ 40

C ≤ 0,8 ≥ 30

D ≤ 0,9 ≥ 25

E ≈1 ≈ 25

F >1 < 15

Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No: KM 14 Tahun 2006

II - 42
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.21 Klasifikasi karakteristik dari LOS


Tingkat Q/C
Karakteristik
Pelayanan
a. kondisi arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan
kecepatan tinggi
b. kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang ≤ 0,6
dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan
A
kecepatan maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan,
c. pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang
diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan

a. arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan


mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas,
b. kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas ≤ 0,7
B belummempengaruhi kecepatan,
c. pengemudi masih cukup punya kebebasan yang cukup
untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang
digunakan.
a. arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan
dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi,
b. kepadatan lalu lintas meningkat dan hambatan internal ≤ 0,8
C meningkat;
c. pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan,
pindah lajur atau mendahului.
a. arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi
dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh
oleh perubahan kondisi arus, ≤ 0,9
b. kepadatan lalu lintas sedang fluktuasi volume lalu lintas dan
D hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan
kecepatan yang besar,
c. pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam
menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi
ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang sangat singkat.
a. arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan
volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan
sangat rendah, ≈1
E b. kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu
lintas tinggi,
c. pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi
pendek.
a. arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang,
b. kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta
F terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama, >1
c. dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun
sampai 0.
Peraturan Menteri Perhubungan No : KM 14 Tahun 2006

II - 43
BAB II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.22 Klasifikasi karakteristik dari LOS Kecepatan


Jalan Arteri Primer

Tingkat Karakteristik Operasi Terkait


Pelayanan
Arus bebas
A Kecepatan lalu lintas > 100 km/jam
Jarak pandang bebas untuk mendahului harus selalu ada
Volume lalu lintas mencapai 20% dari kapasitas (yaitu 400 smp
perjam, 2 arah)
Awal dari kondisi arus stabil mendahului dapat dilakukan
ƒ Sekitar 75% dari gerakan
B Kecepatan
dengan lalu lintas
sedikit > 80
atau km/jam
tanpa tundaan
Volume lalu lintas dapat mencapai 45% dari kapasitas (yaitu 900 smp
perjam, 2 arah)

Arus masih stabil


C Kecepatan lalu lintas > 65 km/jam
Volume lalu lintas dapat mencapai 70% dari kapasitas (yaitu
1400 smp perjam, 2 arah)

ƒMendekati arus tidak stabil


D
ƒKecepatan lalu lintas turun sampai 60 km/jam

Volume lalu lintas dapat mencapai 85% dari kapasitas


(yaitu 1700 smp perjam, 2 arah)
Kondisi mencapai kapasitas dengan volume mencapai 2000 smp
perjam, 2 arah. Kecepatan lalu lintas pada umumnya berkisar 50
E
km/jam
Kondisi arus tertahan
F Kecepatan lalu lintas < 50 km/jam
Volume dibawah 2000 smp per jam
Peraturan Menteri Perhubungan No : KM 14 Tahun 2006

II - 44
BAB II Tinjauan Pustaka

2.15 Studi Terdahulu

1. Adam Jaya (2017.)

Analisis Kinerja Simpang Bersinyal dan Ruas Jalan (Studi Kasus: Jalan Penjernihan 1

– Jalan KH. Mas Mansyur) Jakarta Pusat. Jakarta Pusat merupakan salah satu

kawasan yang sedang berkembang saat ini. Hal ini terlihat dari berbagai

kegiatan pembangunan yang terjadi tentunya Jakarta Pusat membutuhkan

ruang lalu lintas yang cukup memadai untuk menampung volume lalu intas

bergerak dari dan ke pusat kegiatan maupun pemukiman. Sedangkan

pertumbuhan jalan di Jakarta Pusat sangat kurang, seiring dengan

bertambanya kendaraan yang menggunakan jalan. Sehingga perlu adanya

manajemen dan rekayasa lalu lintas yang dinamis. Jalan Penjernihan 1 dan

Jalan KH. Mas Mansyur ini merupakan jalan utama bagi warga jabodetabek.

Metode penelitian yang digunakan sesuai dengan ketentuan Manual Kapasitas Jalan

Indonesia (MKJI) 1997. Untuk pengumpulan data primer yaitu dengan melakukan

survey lapangan berupa data geometric jalan, volume kendaraan, serta hambatan

samping. Sedangkan data sekunder meliputi peta dan ukuran kota.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa volume kendaraan tertinggi pada simpang

Penjernihan 1 – KH. Mas Mansyur, Jakarta Pusat terjadi di hari senin pada sore hari.

Berdasarkan analisis diperoleh nilai derajat kejenuhan tertinggi yaitu 1,21 demikian

juga dengan nilai tundaan simpang rata-rata sebesar 194,08 det/smp, dengan

waktu siklus yaitu 281 detik sehingga tingkat pelayanan berada pada Level

of Service (LOS) F. Dilihat dari analisis Ruas jalan untuk kecepatan survey

dimana arah 1 dan arah 2 di Jalan Penjernihan 1 arah 1 dan arah 2 di Jalan

R.M Margono Djojohadikoesomo di jam puncak Pagi dan Sore didapatkan

II - 45
BAB II Tinjauan Pustaka

tingkat pelayanan atau Level of Service (LOS) yaitu F. Hal ini menunjukan

bahwa pada simpang Penjernihan 1 – KH. Mas Mansyur, Jakarta Pusat

membutuhkan penanganan serius untuk mengurangi kemacetan yang terjadi.

2. Khairul Rochman (2017)

Analisis Kinerja Simpang dan Ruas (Studi Kasus : Jl. Jendral Sudirman – Jl.

Pembangunan 3, Tangerang). Simpang dan ruas Jl. Jendral Sudiman

merupakan suatu wilayah di kota Tangerang. Disepanjang Jl.Jendral

Sudirman dan Jl. Daan Mogot merupakan kawasan kantor dan bisnis serta

menjadi titik temu antara angkutan perkotaan. Pada jalur ini sering terjadi

antrian kendaraan menuju persimpangan, terutama pada jam sibuk.

Untuk menganalisis kinerja simpang bersinyal dan ruas disepanjang Jl.

Jendral Sudirman, Tangerang, menggunakan beberapa metode yang

digunakan dalam pengumpulan datanya. Untuk mendapatkan data primer

yaitu dengan cara melakukan survey volume lalu lintas dan survey waktu

lampu lalu lintas. Sedangkan data sekunder didapat dengan cara pencarian

menggunakan media internet. Data-data yang didapat digunakan untuk

menganalisis kinerja simpang tersebut dengan menggunakan Metode

Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ).

Dari hasil analisis data menggunakan MKJI 1997. Di dapat hasil kinerja

simpang bersinyal pada Jl. Jendral Sudirman Tangerang memiliki LOS = F,

dengan besarnya tundaan rata – rata perkendaraan sebesar 404,17 untuk

kondisi pagi 105,87 kondisi Siang, 378,93 kondisi sore, Untuk ruas

mempunyai LOS = untuk ruas Bouroq E dan ruas Daan Mogot F pagi hari,

II - 46
BAB II Tinjauan Pustaka

lalu di lakukan evaluasi alternatif dengan merubah kinerja simpang dengan

penghapusan gerakan belok kanan pada arah Selatan-Timur, Utara-Barat,

Barat-Selatan, setelah dievaluasi, tundaan sebesar 12,61 detik untuk kondisi

Pagi, 10,66 detik untuk kondisi siang dan 10,39 detik untuk sore. di dapat

hasil yang cukup signifikan memperkecil nilai tundaan rata – rata pada

keseluruhan simpang pada arus puncak.

3. Robbi Wisnu Widyatmiko, (2016)

Evaluasi Kinerja Ruas Jalan dan Simpang Jalan Raya Serpong – Jalan M.H

Thamrin, Tangerang. Jalan Raya Serpong – Jalan M.H Thamrin, Tangerang

merupakan jalan akses utama yang menghubungkan Kabupaten Tangerang

dengan Kota Tangerang dan juga merupakan akses gerbang Tol menuju

Jakarta – Merak, pada ruas jalan ini sering kali diwarnai oleh kemacetan lalu

lintas yang disebabkan banyaknya aktivitas hambatan samping seperti keluar

masuk kendaraan yang dapat menghambat pergerakan arus lalu lintas. Studi

ini bertujuan untuk mengetahui kinerja ruas jalan Imam Bonjol saat ini, di

ukur berdasarkan kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan, waktu tempuh dan

tingkat pelayanan (Level of Services).

Data yang diperlukan dalam proses evaluasi kinerja jalan raya serpong –

jalan M.H Thamrin adalah data primer yaitu berupa data geometrik jalan,

data hambatan samping, data hasil survey lalu lintas pada jam – jam sibuk

yang di anggap dapat mewakili dengan metode survey perhitungan arus lalu-

lintas (Traffic Counting) dan penggunaan kendaraan survey untuk

mendapatkan data kecepatan rata - rata. Serta data sekunder berupa peta

II - 47
BAB II Tinjauan Pustaka

lokasi dan jumlah penduduk. Dan menggunakan prosedur analisis ruas jalan

perkotaan yang mengacu pada (MKJI 1997).

Setelah data yang diperlukan sudah didapat, lalu masukan data sesuai tabel

atau rumus – rumus yang mengacu pada MKJI 1997 dan untuk mendapatkan

nilai tingkat pelayanan jalan mengacu pada peraturan pemerintah melaui

peraturan kementerian perhubungan nomor: KM 14 tahun 2006. Sehingga

hasil dari pengolahan data bisa maksimal dan sesuai dengan peraturan yang

ada di Indonesia.

4. Ifrokhul Fuad, (2016).


Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal Terminal Kalideres pada Ruas Jalan

Daan Mogot KM 16 Jakarta Barat.. Persimpangan yang akan dianalisis pada

penulisan Tugas Akhir ini adalah persimpangantiga kaki yang terletak di

Jalan Daan Mogot, Kalideres Jakarta Barat. Simpang ini menghubungkan

antara Jakarta dengan Tangerang. Pertumbuhan perekonomian di Jakarta

Barat menyebabkan pertambahan jumlah kendaraan, sehingga terjadi

kemacetan pada simpang Terminal Kalideres. Dengan kondisi tersebut perlu

diteliti tingkat pelayanan simpang Terminal Kalideres (Jl.Daan Mogot,

Jakarta Barat). Dalam mengevaluasi dan analisa simpang bersinyal ini

digunakan standar ManualKapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Untuk

mengetahui kinerja simpang tersebutdiperlukan data – data berupa volume

volume arus lalu lintas pada jam puncak pagi,siang dansore dari 2 fase,

kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan, antrian, dan tingkat pelayananpada

simpang. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui tingkat

pelayanansimpang dan memberikan alternative untuk peningkatan kinerja

II - 48
BAB II Tinjauan Pustaka

simpang. Hasil analisa pengukuran kinerja dengan parameter menunjukkan

tingkat pelayananexisting dengan waktu siklus 161 detik pada simpang

bersinyal adalah puncak pagi E, puncak siang D, dan puncak sore F. Dengan

nilaitundaan simpang rata – rata pada jam puncak pagi : 48,54 det/smp, jam

puncak siang : 33,99det/smpdan pada jampuncak sore : 69,59 det/smp. Dari

hasil analisa diberikan alternative untuk peningkatankinerja simpang dengan

menggunakan waktu siklus sebelum penyesuaian dengan waktusiklus 115

detik dan didapatkan tingkat pelayanan simpang adalah jam puncak pagi D,

jam puncak siang C, dan jam puncak sore D. Dengan nilaitundaan simpang

rata – rata pada jam puncak pagi : 26,91det/smp, jam puncak siang :

19,58det/smpdan jam puncaksore : 35,60det/smp.

5. Abdiyah Amudi (2016)

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus: Jalan KH. Wahid

Hasyim Jombang) Perkembangan penduduk yang pesat mengakibatkan

lalulintas semakin padat pula, dan permintaan terhadap kendaraan baik

itu kendaraan umum maupun pribadi, roda dua maupun roda empat

semakin besar. Kondisi tersebut memerlukan perhatian khususnya di

persimpangan. Tidak seimbangnya jumlah kendaraan dengan lebar jalan

yang tersediadan pendeknya waktu rabu hijau mengakibatkan tundaan

dan antrian yang cukup panjang di persimpangan. Perencanaan

pengaturan fase dan waktu siklus optimum diharapkan dapat menaikkan

kapasitas persimpangan. Dengan keadaan tersebut maka peneliti

mengadakan studi mengenai fase dan waktu siklus optimum pada

persimpangan bersinyal di Jalan KH. Wahid Hasyim Jombang dengan

II - 49
BAB II Tinjauan Pustaka

menggunakan metode perhitungan MKJI 1997 didapat hambatan

samping di sekitar lengan A adalah sedang, hambatan samping di lengan

B tinggi, untuk lengan C tinggi dan lengan D rendah. Sehingga diperlukan

solusi dengan perbaikan hambatan samping sekitar simpang, pelebaran

simpang dan pengaturan kendaraan perbadi dan angkutan berat khusus

pada pendekat B (jalan KH. Wahid Hasyim) pada jam puncak pagi-sore.

6. Mohd. Isa T. Ibrahim,Meliyana dan Saifannur (2015)

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL BERLENGAN EMPAT (STUDI

KASUS SIMPANG SURABAYA, BANDA ACEH) Simpang Surabaya

merupakan salah satu simpang yang memiliki volume lalu lintas

tinggi. Permasalahan yang terjadi di Simpang Surabaya adalah kepadatan

arus lalu lintas pada jam-jam sibuk. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisa kinerja simpang berlengan empat yang diatur dengan sinyal

lalu lintas. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kamera

video dan selanjutnya diolah dengan menggunakan Manual Kapasitas

Jalan Indonesia (MKJI). Hasil perhitungan jam puncak dengan arus

tertinggi diperoleh arus lalu lintas pada pendekat Utara, Selatan, Timur,

dan Barat masing-masing sebesar 1135 smp/jam, 2218 smp/jam, 863

smp/jam dan 1517 smp/jam. Nilai kapasitas kondisi eksisting pada

pendekat Utara, Selatan, Timur, dan Barat masing-masing sebesar 1436

smp/jam , 2806 smp/jam, 1092 smp/jam dan 1920 smp/jam. Nilai derajat

kejenuhan setiap lengan adalah 0,79 dan tundaan rata-rata sebesar

II - 50
BAB II Tinjauan Pustaka

44,92 det/smp. Berdasarkan hasil yang didapat maka Simpang Surabaya

berada pada tingkat pelayanan D.

7. Muhammad Redwan, (2013)

Analisis Kinerja Simpang dan Ruas Jl. Radio Dalam Jakarta Selatan.

Simpang dan ruas Radio Dalam merupakan suatu wilayah di kota Jakarta.

Disepanjang Jl.Radio Dalam dan Jl. Gandaria merupakan kawasan kantor

dan bisnis serta menjadi titik temu antara angkutan perkotaan. Pada jalur ini

sering terjadi antrian kendaraan menuju persimpangan, terutama pada jam

sibuk.Untuk menganalisis kinerja simpang bersinyal dan ruas disepanjang Jl. Radio

Dalam Jakarta Selatan menggunakan beberapa metode yang digunakan dalam

pengumpulan datanya. Untuk mendapatkan data primer yaitu dengan cara

melakukan survey volume lalu lintas dan survey waktu lampu lalu lintas.

Sedangkan data sekunder didapat dengan cara pencarian menggunakan media

internet. Data-data yang didapat digunakan untuk menganalisis kinerja simpang

tersebut dengan menggunakan Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI

1997 ).

Dari hasil analisis data menggunakan MKJI 1997. Di dapat hasil kinerja

simpang bersinyal pada Jl. Radio Dalam Jakarta Selatan memiliki LOS = F,

dengan besarnya tundaan rata – rata perkendaraan sebesar 327,4 untuk

kondisi pagi 415,79 kondisi Siang, 279,93 kondisi sore, Untuk ruas

mempunyai LOS = B, lalu di lakukan evaluasi 1 dengan merubah waktu

siklus (173 pagi, 126 siang,190 sore) dengan tundaan rata-rata 62,5 pagi,

71,61 siang, 74,43 sore, memiliki tingkat LOS= F untuk pagi,siang dan sore,

lalu dilakukan evaluasi 2 kinerja simpang dengan penghapusan gerakan

II - 51
BAB II Tinjauan Pustaka

belok kanan pada arah Timur-Barat sebalik nya , dan pengapusan gerak

lurus Utara-selatan,sebalik nya. setelah dievaluasi 2, tundaan sebesar 20,66

detik untuk kondisi Pagi, 19,66 detik untuk kondisi siang dan 55,35 detik

untuk sore. di dapat hasil yang cukup signifikan memperkecil nilai tundaan

rata – rata pada keseluruhan simpang pada arus puncak.

8. Ririn Wahyu Saputri, (2010)

Analisis Kinerja Simpang Bersinyal Jl. Pahlawan Seribu – Jl.

Kapten. Jl. Pahlawan Seribu dan Jl. Soebijanto Djoyohadikusumo

merupakan jalan provinsi dengan klasifikasi jalan arteri sekunder. Begitu

juga dengan Jl. Arteri Barat Timur dan Jl. Raya Serpong – Cisauk

merupakan jalan arteri sekunder. Pada lengan simpang arah Tangerang

menuju Pamulang merupakan kawasan kantor dan bisnis. Pada lengan

ini sering terjadi antrian kendaraan menuju lampu merah, terutama pada

jam-jam sibuk, karena pada jalur ini banyak kendaraan yang akan menuju

ke arah Jakarta dan luar kota. Pada lengan simpang arah Pamulang

menuju Tangerang juga sering terjadi antrian kendaraan dan volume

kendaraan yang tinggi, terutama menuju lampu merah, karena jalur ini

merupakan arus balik bagi pengendara yang tinggal di Serpong

(BSD).Evaluasi yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja simpang

adalah dengan cara melakukan survey dilapangan untuk mendapatkan

data primer maupun data sekunder yang kemudian diolah menggunakan

standar MKJI 1997. Selain itu juga dilakukan survey pelanggaran sepeda

motor di simpang guna mengetahui dampaknya terhadap kinerja simpang.

II - 52
BAB II Tinjauan Pustaka

Pengambilan data dilakukan pada jam puncak pagi, jam puncak sore dan

jam siang.

II - 53

Anda mungkin juga menyukai