Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

THE KERION: AN ANGRY TINEA CAPITIS

Oleh :
Gyztantika P. Patadungan
2017 – 84 - 010

Pembimbing:
dr. Fitri K. Bandjar, Sp.KK., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
Ulasan

Kerion: tinea kapitis yang ganas

Ann M. John, Robert A. Schwartz dan Camila K. Janniger

Abstrak
Tinea kapitis memiliki tingkat insidensi yang tinggi dengan distribusi perubahan
global patogen, sehingga membuat kondisi ini menjadi perhatian kesehatan
masyarakat di seluruh dunia. Karena infeksi awalnya bersifat asimtomatik,
penyakit ini mudah menyebar. Selain itu, keadaan ini dapat menular melalui
banyak benda, termasuk sisir rambut, bantal, dan selimut. Pengenalan dan
pengobatan yang cepat diperlukan untuk kerion, subtipe inflamasi yang ditandai
oleh boggy plaque yang lunak dengan drainase purulen. Kerion biasanya dikaitkan
dengan infeksi dermatofit zoofilik, meskipun sumber lain telah dijelaskan.
Perawatan untuk bentuk infeksi dermatofit yang berat ini dapat menjadi tantangan.
Selain penggunaan perawatan topikal, pemberian griseofulvin oral, terbinafine,
itraconazole, atau flukonazol sering diperlukan. Griseofulvin, pengobatan lini
pertama, mungkin tidak sepenuhnya memberantas kolonisasi patogen dari pejamu
dan dapat berkontribusi dalam reinfeksi dan prevalensi infektif pada karier
asimtomatik. Ulasan ini menyoroti agen baru yang sedang dievaluasi untuk
pengobatan kerion dan tinea kapitis khas, kriteria diagnostik yang telah
ditingkatkan, dan sistem penilaian untuk evaluasi kerion.

Pengantar

Tinea kapitis merupakan masalahkesehatan masyarakat yang berkembang karena


perubahan pola geografis infeksi dan insidensi yang tinggi. Sebagai salah satu
infeksi kulit yang paling umum terjadi pada anak-anak pra-pubertas, tingkat
insidensi infeksi tinggi secara global, dan merupakan infeksi infantil dermatologis
kedua yang paling umum setelah pioderma menurut Badan Kesehatan Dunia.1 Di
Amerika Serikat, antara tahun 1995 dan 2004, tingkat prevalensi tinea kapitis
dilaporkan hingga 15%.2,3 Penelitian yang lebih baru di Amerika Serikat
menemukan tingkat karier penyakit ini adalah 6,6%. Tingkat infeksi di sekolah
yang berpartisipasi dalam sebuah penelitian berkisar antara 0% hingga 19,4%,
dengan anak-anak kulit hitam menunjukkan tingkat infeksi tertinggi (12,9%).2
Infeksi berhubungan dengan higienitas yang buruk dan status sosial ekonomi yang
rendah. Hal-hal yang menambah epidemi adalah tiga faktor: terlambat mengenali
lesi yang diduga kerion, periode inkubasi beberapa minggu di mana pasien dapat
mengalami penularan tetapi tidak disertai gejala, dan penularan dari hewan
peliharaan rumah tangga.4 Pengobatan segera dari subtipe inflamasi, kerion,
diperlukan untuk mencegah jaringan parut permanen dan alopesia. Namun,
pengobatan saat ini mungkin tidak sepenuhnya dapat mengeradikasi patogen.

Etiologi

Tinea kapitis dapat disebabkan oleh dermatofit apa pun, kecuali Epidermophyton
floccosum dan Trichophyton concentricum. Dermatofitik yang paling sering
terlibat adalah dari spesies Trichophyton dan Microsporumgenera. Daftar patogen
penyebab berdasarkan area geografis ditunjukkan pada Tabel 1.5 Sementara
tingkat insidensi telah menurun di Amerika Serikat,6tingkat insidensidinegara-
negara Eropa dan negara-negara berkembang lainnyasangat meningkat.7

Tabel 1. Distribusi geografis patogen penyebab tinea kapitis


Lokasi Patogen
Eropa Selatan M. canis
Eropa Tengah M. canis, T. verrucosum, T. mentagrophytes, T.
Eropa Timur violaceum
Inggris M. canis, M. audounii, T. violaceum
Perancis M. canis, T. verrucosum, T. mentagrophytes,
Amerika Serikat T. violaceum
Kanada T. tonsurans
Karibia T. mentagrophytes, M. canis
Meksiko M. canis, T. tonsurans
India, Pakistan T. tonsurans, M. canis
Cina T. violaceum
Timur Tengah T. violaceum, T. mentagrophytes
Afrika Barat M. canis, T. violaceum, T. schoenleinii, T.
Afrika Timur verrucosum
Microsporum audouinii, T. soudanense, T. yaoundei
T. schoenleinii

Perkembangan tinea kapitis dan kerion pada kelompok usia pra-pubertas


kemungkinan disebabkan oleh kurangnya sekresi sebum. Produksi sebum yang
rendah menyebabkan penurunan asam lemak dan peningkatan pH kulit kepala,
memfasilitasi kolonisasi dan infeksi berikutnya oleh dermatofita. Selain itu,
higienitas yang buruk, bermain di pasir, kondisi tempat tinggal yang padat, dan
status sosial ekonomi yang rendah telah dihubungkan dengan perkembangan
tinea.8 Secara khusus, kerion sebagian besar dihubungkan dengan infeksi oleh
dermatofit zoofilik.9 Tinea kapitis mudah menyebar dari karier yang terinfeksi dan
seringkali tanpa gejala ke orang lain, membuat epidemi dalam keluarga bersifat
sangat umum. Spora Trichophytonspp. telah dikultur dari berbagai sumber,
termasuk sisir, topi, dan bantal. Aktivitas sehari-hari seperti penggunaan minyak,
frekuensi mencuci rambut, dan mengepang rambut yang ketat, belum terbukti
meningkatkan risiko infeksi.6

Epidemiologi

Tinea kapitis paling sering menginfeksi anak-anak antara umur 3 dan 7 tahun.
Bayi dan orang dewasa jarang terinfeksi. Laporan infeksi pada bayi biasanya
berhubungan dengan penggunaan antibiotik spektrum luas dan imunosupresi.10
Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada predileksi jenis kelamin,11 sementara
yang lain melaporkan peningkatan prevalensi di antara anak laki-laki,12 dan yang
lain melaporkan prevalensi tertinggi di antara anak perempuan Afrika-Amerika.2,6
Rambut pendek dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi karena spora jamur
dapat mengakses kulit kepala dengan lebih mudah.6 Sebuah penelitian baru-baru
ini juga menunjukkan risiko pengembangan kerion yang lebih tinggi pada
populasi pedesaan dibandingkan dengan populasi di pinggiran kota, yang
mungkin disebabkan oleh kontak yang lebih besar dengan hewan. Studi ini
menghipotesiskan bahwa insiden yang lebih besar pada anak laki-laki
dihubungkan dengan peningkatan kontak dengan hewan ternak dibandingkan
dengan anak perempuan.10
Selain anak-anak, ada beberapa kelompok lain yang berisiko lebih besar
terkena tinea kapitis dan kerion. Kelompok ini termasuk orang dengan diabetes,
anemia, dan imunosupresi karena leukemia, transplantasi organ, dan penggunaan
imunosupresan. Penggunaan imunosupresan dapat mengganggu produksi rambut
dan kekuatan batang rambut, yang memungkinkan mudahnya kolonisasi oleh
jamur.13 Dari catatan sebelumnya, infeksi tinea tidak umum pada pasien dengan
HIV, kemungkinan karena meningkatnya kolonisasi dengan Morassezia, sehingga
menghambat kolonisasi dermatofit secara kompetitif.14 Pengguna kortikosteroid
topikal atau sistemik kronik lebih mungkin mengalami infeksi. Wanita yang
mengalami perubahan hormonal utama, termasuk selama kehamilan dan
menopause, mungkin juga lebih rentan terhadap infeksi karena ekskresi sebum
yang berkurang.15 Faktanya, mayoritas orang dewasa dengan tinea kapitis adalah
wanita, kemungkinan karena periode perubahan hormonal, paparan yang lebih
besar pada anak-anak, dan peningkatan kunjungan ke penata rambut.16

Klasifikasi

Infeksi tinea kapitis dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola: endotriks; ektotriks;
dan endotriks favosa. Pola endotriks ditandai oleh spora jamur yang tinggal di
dalam batang rambut, sehingga memungkinkan korteks tetap utuh. Pola ektotriks
melibatkan spora jamur menempel ke permukaan batang rambut, memungkinkan
rusaknya kutikula. Endotriks favosa ditandai dengan adanya hifa dan gelembung
udara di dalam batang rambut.17

Presentasi klinis

Presentasi klinis dapat dibagi menjadi dua subtipe: inflamasi dan non-inflamasi.
Limfadenopati servikal dan suboksipital biasanya ditemukan dan dapat berguna
sebagai petunjuk diagnostik.17 Presentasi non-inflamasi ditandai dengan adanya
skuama, bentuk seboroik, dan hilangnya rambut. Pola ektotriks umumnya
menampilkan presentasi klinis non-inflamasi, dengan bercak-bercak alopesia yang
terbatas karena kutikula yang hancur. Presentasi grey patch biasanya merupakan
infeksiMicrosporumektotriks dengan alopesiayang melingkar dan adanya skuama.
Presentasi black dot disebabkan oleh infeksi Trichophyton endotriks, yang
menyebabkan kerusakan batang rambut di kulit kepala, meninggalkan titik-titik
hitam. Presentasi skuama difus dikarakterisasi oleh skuama pada kulit kepala yang
menyerupai ketombe.7
Subtipe inflamasi ditandai dengan plak-plak yang ditutupi dengan rambut
dan pustula yang pecah. Subtipe ini dapat dibagi lagi menjadi bentuk pustular,
favus, granuloma Majocchi, mycetoma, dan kerion. Bentuk pustular dikaitkan
dengan bercak-bercak alopesia dan pustula yang tersebar atau folikulitis derajat
rendah. Favus muncul dengan eritema di sekitar folikel rambut dan
alopesiacicatricial. Akhirnya, scutula, atau lesi cup-shape berkulit kuning,
terbentuk dengan rambut yang rontok dan jaringan parut. Favus juga dapat
melibatkan kulit dan kuku.17 Granuloma Majocchi ditandai dengan lesi papuler,
pustular, atau nodular pada anggota gerak atau wajah. Mycetoma ditandai dengan
lesi nodular di atas plak eritematosa dan bersisik, saluran sinus dengan drainase
purulen, dan pseudoalopesia.18
Kerion umumnya disalahpahami dengan abses bakteri karena adanya
presentasi klinis drainase purulen. Kerion muncul sebagai plak berlendir yang
menyerupai krusta seperti lumpur yang memerlukan diagnosis dini untuk
mencegah superinfeksi bakteri, folikulitis, dan alopesia permanen (Gambar 1 dan
2). Biasanya muncul sebagai lesi soliter, paling sering di daerah oksipital pada
kulit kepala,19 meskipun dapat terjadi sebagai lesi multipel. Telah dilaporkan
terjadi di area tubuh lain, termasuk janggut, alis, dan vulva.20-22 Perjalanan kerion
dimulai dengan folikulitis dermatofitik dan lesi kering dengan skuama dan rambut
yang pendek. Pengembangan kerion tergantung pada jenis patogen serta status
imun pejamu. Eritema, nyeri tekan, dan inflamasi dengan cepat mengikuti lesi
awal. Rambut pendek akhirnya akan rontok dan dalam 8 minggu, kemudian
infeksi biasanya menghilang. Reaksi dermatofit, yang merupakan reaksi
imunologis yang disebabkan oleh infeksi atau peradangan, biasanya terjadi.
Reaksi dapat terlokalisasi atau generalisata dan sering muncul sebagai lesi
eczematous dengan papula, bercak skuama, vesikel, dan pustula. Secara klasik,
kerionmuncul sebagai "ear sign," di mana papula eritematosa dan skuama
ditemukan di atas heliks, antiheliks, dan daerah retroaurikular. Beberapa
penelitian telah menunjukkan tingkat hubungan dermatofitid dan kerion yang
tinggi. Dalam satu penelitian, 68% pasien dengan kerion memiliki reaksi
dermatofitid yang menyertainya. Reaksi-reaksi ini cenderung terjadi pada puncak
infeksi dan langsung sebelum atau setelah memulai terapi antijamur.19Oleh sebab
itu, terapi tidak boleh dihentikan.
Gambar 1. Contoh
gambaran klinis kerion.
Alopesia pada sekitar lesi
disertai pustul dan drainase
purulen di antara lesi
multipel.

Gambar 2. Contoh gambaran klinis


alopesia yang mengikuti infeksi

Histopatologi

Analisis histologi berguna pada pasien dengan hasil kultur yang negatif. Karena
kebanyakan hasilkultur kasus kerion negatif, histopatologi biasanya menunjukkan
adanya spora jamur yang mengelilingi folikel rambut dan hifa dalam batang
rambut. Infiltrat inflamasi ditemukan pada dermis, dan reaksi sel raksasa dapat
terjadi karena kerusakan folikuler.17 Selain itu, pewarnaanacid-Schiff periodik
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Kerion secara khusus dicirikan oleh infiltrat neutrofilik dan granulomatosa
pada tahap awal dan jaringan parut fibrotik pada tahap selanjutnya. Ada empat
jenis pola histopatologis yang terkait dengan kerion. Pertama, folikulitis supuratif
ditandai oleh peradangan infiltrasi perifolikular dengan spongiosis dan infiltrasi
neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Sebagian besar folikel rambut berada pada
tahap katagen. Pola kedua adalah folikulitis supuratif dengan dermatitis supuratif.
Pola ini ditandai dengan infiltrasi perifolikular dan perivaskular dari neutrofil
dengan edema pada dermis papiler. Folikel rambut berada di tahap katagen atau
telogen dengan beberapa folikel yang rusak. Pola ketiga adalah folikulitis
supuratif dengan dermatitis supuratif dan granulomatosa, yang dicirikan oleh
infiltrasi neutrofil, limfosit, dan sel plasma, dan reaksi granulomatosa. Ada
penurunan jumlah folikel rambut. Pola keempat adalah dermatitis supuratif dan
granulomatosa dengan dermatitis fibrosis. Dalam pola ini, ada infiltrasi sel-sel
inflamasi neutrofil, limfosit, dan sel plasma, dengan pembentukan granuloma,
peningkatan jumlah serat kolagen, dan folikel rambut tidak ada yang konsisten
dengan alopesiajaringan parut. Dua pola terakhir menunjukkanhasil negatif
pewarnaanacid-Schiff periodik.18

Diagnosa

Tinea kapitis sering salah didiagnosis, sehingga menyebabkan penundaan


pengobatan yang tepat dan memungkinkan penyebaran infeksi. Tidak ada
pedoman klinis untuk kerion, dan sering dikelirukan dengan infeksi bakteri. Kami
mengusulkan kriteria diagnostik utama dan minor untuk kerion (Tabel 2). Jika
kriteria ini hadir, konsultasi dermatologi harus diminta sebelum dimanipulasi
dengan operasi pada lokasi kerion atau melabelkan asal infeksi sebagai sebuah
infeksi bakteri. Selain itu, kami merancang sistem penilaian untuk memudahkan
komunikasi antara dokter tentang tingkat keparahan lesi (Tabel 3). Sementara
tingkat lesi tidak mengubah pengobatan, namun mungkin membantu dalam
menentukan respon pengobatan dan prognosis. Selain itu, akan menarik untuk
menentukan faktor-faktor risiko yang berkorelasi dengan tingkat lesi, misalnya,
jika ada predisposisiimunosupresi pada individu yang memiliki derajat lesiyang
lebih tinggi.

Tabel 2. Gambaran sugestif mayor dan minor kerion


Kriteria mayor Kriteria minor
Nyeri tekan pada palpasi Reaksi dermatofitid
Alopesia di sekitar lesi Limfadenopati regional
Beberapa pustul dan drainase purulen Rambut pendek pada dermoskopi
Skuama pada lesi Boggy plaque
Batas lesi yang jelas
Eritema yang berlapis
Pruritus

Tabel 3. Gambaran sugestif mayor dan minor kerion


Derajat Karakteristik
1 Beberapa pustul yang dilapisi plak eritematosa; kebanyakan rambut pada fase katagen
tetapi masih intak; histologi menunjukkan folikulitis supuratif
2 Pustul dan papul yang dilapisi plak eritematosa; skuama pada pinggir plak;beberapa
folikel rambut rusak; histologi menunjukkan folikulitis supuratif dengan dermatitis
3 supuratif
Pustul, papul, skuama dan eritema ada; vesikel mungkin ada; bercak jernih alopesia;
histologi menunjukkan folikulitis supuratif dengan dermatitis supuratif dan
4 granulomatosa; pewarnaan PAS negatif
Pustul, skuama dan eritema ada; bercak alopesia yang permanen dengan jaringan
parut; histologi menunjukkan dermatitis supuratif dan granulomatosa dengan
dermatitis fibrosis; pewarnaan PAS negatif
PAS, periodic acid-Schiff.

Kultur jamur merupakan baku emas untuk mengkonfirmasi diagnosis.


Metode sederhana yang telah menunjukkan efikasi yang baik adalah metode
kultur sisir rambut.23 Setelah mendapatkan sampel rambut, skuama rambut dan
kulit kepala, atau kerokan kulit kepala, sampel ditempatkan dalam medium cair
Sabouraud atau media uji dermatofit. Setidaknya satu lempeng juga harus
mengandung sikloheksimida-kloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan jamur
dan kontaminasi bakteri yang mungkin menunjukkan hasil negatif palsu.
Menggunakan cytobrush, yang merupakan alat steril dengan bulu yang lebih
lembut, meningkatkan kualitas sampel dan meminimalkan ketidaknyamanan.
Kultur sering membutuhkan 2 minggu pertumbuhan sebelum dilanjutkan pada
proses pemeriksaan. Pada penyebab Trichophyton verrucosum, biakan harus
diinkubasi selama 3 minggu. Metode kultur lainnya termasuk pertumbuhan pada
rice grains, tes urease, dan tes perforasi rambut.24 Dari catatan, pasien dengan
kerion memiliki tingkat kultur negatif palsu yang tinggi dengan metode sampel
konvensional, kemungkinan karena sampel mewakili respons inflamasi. Oleh
karena itu, apusan kasa atau penggunaan swab bakteri yang lembab pada daerah
pustular sebagai tambahan untuk ditekan langsung pada lempengan kultur kerion
juga diperlukan guna menghasilkan lebih banyak hasil kultur yang positif.7
Sampel juga harus diperiksa di bawah mikroskop menggunakan kalium
hidroksida 10-30% dengan atau tanpa calcofluor.
Pemeriksaan dermoskopi tinea kapitis semakin menjadi metode diagnosis
yang lebih cepat. Comma hairadalah temuan klasik, terlihat pada pola infeksi
endotriks dan ektotriks.25Corkscrew hairjuga merupakan temuan klasik, yang
diamati pada pasien berkulit gelap. Temuan kurang spesifik termasuk black dots,
broken hair, pigtail hair, and zigzag hairs.25 Baru-baru ini, rambut seperti bar
code telah dilaporkan dalam pola infeksi ektotriks.26 Pemeriksaan dermoskopi
sangat penting dalam membedakan tinea kapitis dari alopesia areata. Temuan
trichoscopic spesifik dari alopesia areata termasuk yellow dots, exclamation mark
hairs, and short vellus hair.27 Tindakan pencegahan antiseptik dengan
penggunaan film antara dermoskop dan lesi harus digunakan untuk meminimalkan
penyebaran infeksi.
Pemeriksaan lampu wood berguna jika infeksi disebabkan oleh
Microsporum canis, yang menunjukkan fluoresensi hijau di bawah cahaya, atau
tinea kapitis favosa, yang menunjukkan fluoresensi birupucat. Namun, infeksi
Trichophyton, kecuali T. schoenleinii, tidak menunjukkan fluoresens.28
Metode diagnosis yang lebih baru adalah penggunaan uji polymerase chain
reaction (PCR) secara real-time atau tes blot baris-terbalik PCR untuk mendeteksi
ribosomal DNA T. Tonsurans dalam cairan bilasan sisir rambut pasien. Tes ini
membutuhkan waktu 5 jam.23

Diagnosis diferensial

Diagnosis diferensial dari kerion sangat luas. Komplikasi tinea kapitis yang tidak
diobati ini harus dibedakan dari diagnosis dengan fitur pembeda yang tercantum
dalam Tabel 4.29 Kerion mungkin disalahpahami dengan selulitis diseksi, yang
ditandai dengan nodul yang lunak, suppuratif, yang menghasilkan saluran sinus
dan jaringan parut. Tidak seperti tinea kapitis, selulitisdiseksi biasanya terjadi
pada orang dewasa Afrika Amerika sebagai lesi yang dalam. Penting untuk
melakukan kultur dan swab untuk memastikan infeksi jamur pada kasus-kasus
dengan presentasi yang tidak khas.30

Tabel 4. Diagnosis diferensial kerion dan tinea kapitis


Diagnosis Gambaran yang membedakan
Alopesia areata Tidak ada perubahan epidermis; exclamation point hairs;tidak ada krusta,
inflamasi atau pustul
Dermatitis atopik Riwayat asma pada individu atau dalam keluarga, demam hay, kulit
sensitif; biasanya tidak ada limfadenopati; biasanya tidak ada alopesia
Abses bakterial Mencabut rambut menyebabkan nyeri; biasanya tidak ada alopesia
Psoriasis Riwayat psoriasis dalam keluarga; skuama abu-abu atau perak; keterlibatan
sistemik lainnya
Dermatitis Skuama yang berminyak, biasanya tidak ada alopesia dan limfadenopati
seboroik Tidak ada skuama; panjang rambut bervariasi
Trikotilomania

Pengobatan

Untuk setiap kasus tinea kapitis, agen antijamur sistemik diindikasikan jika agen
topikal tidak dapat menembus batang rambut.7 Namun, penggunaan agen topikal
potensi sedang dinilai, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Griseofulvin adalah
pengobatan lini pertama untuk tinea kapitis sejak 1958.31 Delapan minggu
pengobatan diperlukan untukinfeksiMicrosporum, dan 12-18 minggu pengobatan
diperlukan untukTrichophyton.32,33Pengobatan ini harus dihindari pada pasien
hamil. Selain itu juga, merupakan kontraindikasi pada pasien dengan lupus
eritematosus, porfiria, dan penyakit hati berat. Satu studi melaporkan bahwa
griseofulvin tidak mengeradikasi Trichophyton pada anak dengan tingkat infeksi
paling tinggi, tetapi hanya menyebabkan resolusi gejala. Dengan demikian, infeksi
persisten dan penyebaran infeksi dapat terjadi.34
Agen baru, termasuk terbinafin, itrakonazol, dan flukonazol, sama
efektifnya dengan uji klinis terbaru. Selain itu, agen antijamur yang lebih baru
lebih terkonsentrasi pada rambut dan karena itu dapat memberikan konsentrasi
fungisida bahkan setelah selesai pengobatan, memungkinkan untuk durasi
pengobatan yang lebih singkat dan tingkat infeksi ulang yang lebih rendah.
Terbinafin adalah obat fungisida yang bekerja pada membran sel. Sebuah meta-
analisis dari uji klinis acak tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam efikasi
terbinafin dibandingkan dengan griseofulvin.35 Selain itu, terbinafin
membutuhkan 2-4 minggu pengobatan untuk infeksi Trichophyton.36Pembentukan
granul baru terbinafin yang dapat ditaburkan pada makanan disetujui
penggunaanya di Amerika Serikat. Namun, biayanya yang tinggi di negara-negara
berkembang, menghalangi penggunaannya. Tidak dianjurkan juga untuk
pengobatan infeksi Microsporum. Efek samping termasuk ketidaknyamanan
gastrointestinal dan ruam kulit.
Itrakonazol adalah obat fungistatik dan fungisidal, tergantung pada
konsentrasi jaringannya. Durasi pengobatan adalah antara 2 dan 4 minggu. Obat
ini terbukti memiliki efikasi yang sebanding dengan griseofulvin dan
terbinafin.37,38Obat ini juga tersedia dalam bentuk cair dengan efek samping yang
lebih sedikit. Namun, obat ini memiliki beberapa interaksi dengan warfarin,
antihistamin, antipsikotik, ansiolitik, digoksin, siklosporin, dan simvastatin dan
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang mengkonsumsi banyak obat.7
Flukonazol berfungsi sebagai alternatif yang valid; tersedia dalam bentuk cairan
dan rektal, bertahanselama beberapa minggu setelah pemberian, dan hanya harus
diberikan sekali seminggu. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
flukonazol sebanding dengan griseofulvin dalam hal penggunaan, efek samping,
kepatuhan, dan efikasinya.39-41 Namun, harganya yang mahal membatasi
penggunaannya. Vorikonazol menunjukkan aktivitas yang lebih besar melawan
patogen daripada griseofulvin, tetapi harganya yang mahaldan efek buruknya
sering kali bersifat prohibitif.42
Penggunaan topikal squalamin, aminosterol alami yang diisolasi dari hiu
dogfish juga telah dilaporkan. Meskipun obat ini tidak menyebabkan eradikasi
jamur secara lengkap, obat ini memberikan respons klinis parsial dengan beberapa
pertumbuhan rambut di area lesi. Disarankan untuk digunakan sebagai terapi
adjuvant untuk mengurangi durasi pengobatan dan meningkatkan kepatuhan.43
Selain itu, penggunaanselenium sulfida 1% atau 2,5%, ketokonazol 2%,seng
pyrithione 1-2%, dan sampo povidone iodine 2,5% dapat mengurangi penularan
jika digunakan dalam 2 minggu pertama infeksi.44,45 Penggunaan prednison
selama minggu pertama infeksi dapat mengurangi rasa sakit dan pembengkakan
yang menyertai subtipe inflamasi.46
Kerion harus diterapi secara darurat dengan griseofulvin, karena kegagalan
pengobatan dapat menyebabkan jaringan parut permanen dan alopesia. Terbinafin
seharusnya hanya digunakan jika Trichophytondidokumentasikan sebagai
penyebab infeksi. Pengobatan lain, termasuk terapi itraconazole dengan metode
pulsed, menunjukkan perbaikan awal diikuti oleh lesi berulang dan lebih buruk.47
Penting diingat bahwa drainase kerion tidak perlu dilakukan, meskipun ada
kemiripan dengan abses bakteri. Selain itu, pengobatan dengan steroid belum
terbukti mengurangi jaringan parut atau memberikan keuntungan jangka panjang
tetapi dapat mengurangi rasa gatal dan nyeri.46
Pasien harus dipantau setiap 14 hari dimulai dengan minggu keempat
pengobatan untuk menentukan respon pengobatan.17Clearance pasca-pengobatan
infeksi harus diverifikasi dengan kultur. Untuk infeksi tanpa tanda-tanda
perbaikan klinis, rejimen pengobatan harus diubah dengan meningkatkan dosis
atau mengubah agen.

Pencegahan

Pencegahan penyebaran epidemi tinea kapitis membutuhkan edukasi pasien


tentang teknik higienitas yang tepat dan perawatan yang cepat. Salah satu
penelitian menyediakan videobagi pasien,yang menekankan pentingnya sering
membersihkan kamar dan mencuci pakaian latihan, mandi segera setelah latihan
olahraga, serta pengakuan dan pelaporan lesi segera. Hasil penelitian ini
menunjukkan penurunan signifikan dalam tingkat kultur yang positif.23 Selain itu,
pasien harus diberitahu untuk menahan diri dari berbagi sikat rambut, sisir, topi,
pakaian ganti, dan aksesoris rambut lainnya dengan saudara kandung atau teman
sekelas yang terinfeksi. Cuci tangan juga harus ditekankan. Selimut dan seprai
harus diganti setiap hari untuk mencegah penyebaran. Gorden harus dicuci secara
teratur. Skrining anak-anak dan staf di sekolah juga telah diusulkan untuk
mencegah epidemi.
Anak-anak yang mendapat pengobatan yang sesuai diizinkan untuk kembali
ke sekolah. Namun, semua anggota keluarga harus diskrining dan diobati jika
perlu untuk mencegah kekambuhan. Karier asimtomatik dengan jumlah spora
jamur yang tinggi harus diobati dengan obat oral. Pada pasien dengan jumlahspora
rendah, setelah pengobatan topikal dapat digunakan dengan tes ulang untuk
memastikan clearance.48

Kesimpulan

Kerion adalah bagian dari tinea kapitis inflamasi yang dapat menyebabkan
alopesia permanen dan jaringan parut. Pengenalan dan pengobatan yang cepat
sangat diharapkan. Kami telah menggambarkan gambaran-gambaran yang
menunjukkan diagnosis serta sistem penilaian. Diagnosis termasuk kultur,
pemeriksaan dermoskopi, pemeriksaan lampu Wood, atau tes PCR. Pengobatan
memerlukan penggunaan agen antijamur oral dengan perawatan topikal adjuvant
untuk mencegah penyebaran infeksi. Karena tinea kapitis tetap menjadi masalah
kesehatan masyarakat, pasien harus diedukasi tentang tindakan pencegahan dan
munculnya lesi, terutama pada subtipe yang ganas yaitu kerion.

Anda mungkin juga menyukai