Wik Wik
Wik Wik
a. Identitas pasien
- Nama : Ny. B
- Jenis kelamin : Perempuan
- Usia : 67 tahun
- Alamat : Kaliwedi RT 002 RW 003 Banyumas
- Pekerjaan : Ibu rumah tangga
- No hp :-
- Status : Menikah
1
f. Pemeriksaan fisik
130/90 mmHg
g. Diagnosis
Trigeminal Neuralgia
h. Terapi
Dokter puskesmas merujuk ke poli saraf RS. Banyumas
2
BAB II
a. Definisi
Neuralgia Trigeminal adalah gangguan yang terjadi akibat kelainan
dari nervus cranialis ke-5 yaitu nervus trigeminal dan dikenal juga sebagai
tic douloureux. Gangguan dari nervus trigeminal dapat dirasakan sebagai
rasa tajam dan tertusuk pada pipi, bibir, dagu, hidung, dahi, maupun gusi
pada salah satu sisi wajah (unilateral). Rasa nyeri dapat terjadi dalam
hitungan detik sampai sekitar 2 menit. Dan episode nyeri ini dapat
berlangsung dalam beberapa minggu hingga beberapa tahun. (Krafft,2008)
International Association for the Study of Pain (IASP) dan
International Headache Society (IHS) memiliki kriteria diagnostik sendiri
tentang Trigeminal Neuralgia. International Association for the Study of
Pain (IASP) mendefinisikan Trigeminal neuralgia sebagai nyeri yang tiba-
tiba, biasanya unilateral, tajam, hebat, singkat, dan berulang yang
berdistribusi pada satu atau lebih cabang dari saraf trigeminal atau saraf
kranial kelima.4 Sementara menurut International Headache Society
(IHS), Trigeminal neuralgia adalah nyeri wajah yang tajam seperti
tersengat listrik, terbatas pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus.
b. Etiologi
Etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang
disebutkan diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan
dengan gigi. Seperti diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf
yang kemungkinan selalu dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang
hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis,
pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi periodontal, yang
kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab Neuralgia trigeminal.
(Nurmiko,2011)
3
c. Patofisiologi
Sampai saat ini, patofisiologi dari Trigeminal neuralgia masih
diperdebatkan. Hal yang menjadi perdebatan adalah apakah patofisiologi
Trigeminal neuralgia melibatkan sistem saraf pusat atau sistem saraf
perifer. Sebagian besar penderita Trigeminal neuralgia menunjukkan
adanya external vascular compression. Beberapa teori menyebutkan
adanya perubahan fisiologis pada anatomi tubuh yang berhubungan
dengan faktor aging, seperti hipertensi menyebabkan vasodilatasi atau
penebalan pada pembuluh darah arteri.
Hal ini terkadang menyebabkan adanya kontak neurovaskular pada
saraf trigeminal.Pada orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan
dengan nervus trigeminus. Arteri yang sering menekan saraf trigeminal
adalah arteri serebelar superior. Penekanan yang berulang menyebabkan
iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin (demielinisasi)
pada serabut saraf. Demielinasi pada serabut saraf trigeminal yang disertai
dengan adanya subsequent ephatic cross talk diantara beberapa akson
mengakibatkan terjadinya perubahan pada voltage gated sodium channels,
yang mana dapat meningkatkan sensitifitas terhadap nyeri.
Voltage gated sodium channels berperan dalam impuls nosiseptif
dan mekanisme terjadinya nyeri. Adanya demielinasi atau kerusakan pada
selubung myelin saraf trigeminal terlihat pada Trigeminal neuralgia tipe
klasik dan simptomatik. Demielinisasi akibat adanya kompresi pada saraf
trigeminal juga terlihat pada Trigeminal neuralgia tipe simptomatik yang
disebabkan oleh tumor dan multipel sklerosis.
Pada pasien multipel sklerosis terlihat adanya plak yang meluas
pada daerah dorsal root entry zone saraf trigeminal. Sebagai hasilnya
terjadi peningkatan aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal
abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan menimbulkan gejala
Trigeminal neuralgia.Rekaman intraseluler telah menunjukkan bahwa ini
adalah karena peningkatan osilasi subthreshold dalam potensial membran
istirahat dari subpopulasi A-neuron mencapai ambang batas. Peningkatan
aktivitas lonjakan dapat menyebabkan terjadinya depolarisasi dan C-sel
4
yang disekitarnya menjadi hyperexcitable. Hal ini menyebabkan sinyal
nosiseptif akan dirasakan sebagai rasa nyeri. Sinyal tersebut akan berhenti
secara tiba-tiba, seperti pada Trigeminal neuralgia. Hal ini terjadi karena
mekanisme inherent cellular self-quenching. (SekulaJr,2016)
d. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang dirasakan bervariasi bergantung dengan tipe
yang dirasakan. Sensasi yang dapat muncul antara lain rasa nyeri, tertusuk,
terbakar scara tiba tiba pada wajah, dapat muncul secara mendadak.
Setelah rasa nyeri biasa disertai dengan periode bebas nyeri. Rasa ini dapat
muncul oleh rangsangan pada triger zone yang biasa dilakukan pada saat
menyikat gigi, mengenakan makeup, shaving, cuci muka, bahkan pada
saat ada getaran ketika sedang berlari atau berjalan. Rasa nyeri dapat
berlangsung detik hingga menit. serangan – serangan paroxysmal pada
wajah atau nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai
2 menit. (Lumbantobing,2012)
5
e. Penegakkan diagnosis
Diagnosis ditegakkan secara klinis. Berdasarkan Standar Pelayanan
Medik PERDOSSI, kriteria diagnosis trigeminal neuralgia adalah sebagai
berikut. Serangan nyeri paroksismal, spontan, tiba-tiba, nyeri tajam,
superfisial, seperti ditusuk, tersetrum, terbakar pada wajah atau frontal
(umumnya unilateral) beberapa detik sampai < 2 menit, berulang, terbatas
pada > 1 cabang N. trigeminus (N.V). yeri umumnya remisi dalam jangka
waktu bervariasi. Intensitas nyeri berat. Presipitasi dapat dari trigger area
(plika nasolabialis dan/ pipi) atau pada aktivitas harian seperti bicara,
membasuh muka, cukur jenggot, gosok gigi (triggerd factors).
Bentuk serangan masing-masing pasien sama. Diantara serangan
umumnya asimtomatis. Umumnya tidak ada defisit neurologik. Tidak ada
tes spesifik terhadap trigeminal neuralgia. Studi pencitraan seperti
computed tomography (CT) scans ataumagnetic resonance imaging (MRI)
dapat membantu menegakkan diagnosis dengan mengeliminasi penyebab
lain timbulnya nyeri. High-definition MRI angiography dari nervus
trigeminal dan batang otak dapat menyemukan kompresi nervus trigeminal
oleh arteri atau vena. (PERDOSSI, 2013)
6
f. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Jika sudah yakin bahwa hanya neuralgia saja yang ditemukan tanpa
gejala defisit sensibilitas atau motorik, maka pengobatannya terdiri
dari pemberian carbamazepine. Dimulai dengan tiga kali 100 mg
carbamazepine (1½ tablet Tegretol) sehari, bila perlu dosis dapat
dinaikkan sampai tiga kali 1 – 2 tablet sehari. Apabila carbamazepine
1200 mg sehari tidak menolong, dapat diberikan kombinasi
carbamazepine dengan phenylhydantoin. Terapi farmakologi lain yang
dapat diberikan antara lain, Okskarbasepin 600 – 2400 mg/ hari,
Gabapentin 1200 – 3600 mg/hari, Fenitoin 200 – 400 mg/hari,
Baklofen 30 – 80 mg/hari. (Stiles,2007)
Pasien dapat bebas dari neuralgia idiomatik tanpa menggunakan
obat. Tetapi sewaktu – waktu bisa kambuh lagi. “Stress” fisik dan
mental dapat mempermudah timbul kembalinya serangan neuralgia.
(Stiles,2007)
2. Non farmakologi
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien
yang tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan
maka diperlukan terapi pembedahan.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion
gasseri, dan dekompresi mikrovaskuler. Dekompresi Mikrovaskular
dilakukan dengan memberi pemisah (dapat menggunakan tampon atau
pad) antara pembuluh darah dan nervus yang bersentuhan. Prosedur ini
harus dilakukan kraniotomi suboksipital pada fossa posterior (di
belakang telinga). Prosedur ini kelebihannya adalah biasanya fungsi
sensorik hampir dapat kembali sempurna tanpa meninggalkan rasa
kram atau tebal pada wajah. (Tew,John.,2013)
g. Prognosis
Trigeminal neuralgia tidak mengancam nyawa, 1 : 3 pasien akan
mengalami gejala ringan dan beberapa hanya akan mengalami satu episode
serangan. Banyak pasien mengalami periode remisi tanpa nyeri selama
7
beberapa bulan hingga tahun. Namun gangguan ini cenderung untuk
memburuk seiring dengan berjalannya waktu. (AminoffMJ,2015)
2.2 Pembahasan
Pada kasus ini, pasien datang ke puskesmas Kebasen dengan keluhan
nyeri menyengat dan terbakar pada pipi kanan, dahi, sampai ke dagu sejak 7
bulan yang lalu. Pasien mengaku sebelumnya ada ini pasien menderita sakit
gigi dan pergi ke mantri 7 bulan yang lalu, di mantri giginya gerahamnya
dicabut. Selang 1 hari setelah giginya dicabut beliau mersa pipinya baaldan
terasa nyeri, tetapi nyeri yang dirasakan hanya sebentar tidak sampai semenit,
sehingga pasien mengurungkan niat untuk segera berobat ke puskesmas.
Pasien juga mengaku apabila bila menggendong cucunya di sebelah kanan,
nyerinya mulai muncul dan hilang setelah beberapa detik. Lalu setelah
diperiksa oleh dokter puskesmas pasien di rujuk ke poli saraf RS.Banyumas
dan tidak di resepkan obat. Dan diagnosis yang ditegakkan dokter puskesmas
adalah trigeminal neuralgia.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa trigeminal neuralgia memang
sangat berhubungan dengan N V, seperti menurut (Nurmiko,2011) N. V
merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan
dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa
karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi
periodontal yang bisa menyebabkan trigeminal neuralgia. Dan manifestasi
klinis yang dirasakan oleh Ny B juga sesuai dengan gejala yang di timbulkan
oleh trigeminal neuralgia yaitu nyeri pada wajah sebelah kanan (unilateral),
terasa terbakar dan baal. Tetapi pada anamnesis sayangnya tidak diketahui
indikasi dari pencabutan gigi pasien tersebut.
Pada riwayat penyakit dahulu penyakit hipertensi dan diabetes disangkal
oleh pasien, tetapi pada pemeriksaan fisik diketahui bahwa tekanan darah
pasien 130/90 mmHg dimana angka tersebut menurut JNC VII termasuk
dalam kategori pre-hipertensi.
8
Tetapi sayangnya dokter puskesmas tidak menindak lanjuti atau memberi
edukasi untuk tekanan darah pasien. Yang dimana seharusnya pada kasus
seperti ini dimana tekanan darah sudah masuk kategori pre-hipertensi harus
diberikan edukasi untuk melakukan pola hidup sehat agar tekanan darah bisa
kembali normal.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
10
seperti adanya tumor dan lainnya yang dapat menyebabkan nyeri pada triger
zone.
3.2 Saran
Pada field lab kali ini, anggota kelompok sudah berkontribusi dengan
baik dan dapat melakukan anamnesa yang lengkap terhadap pasien, tetapi
alangkah lebih baik apabila anggota dapat melakukan pemeriksaan fisik yang
dapat dilakukan dengan pengawasan dokter jaga puskesmas.
11
Daftar pustaka
McGraw-Hill
2012
12
LAMPIRAN
13