Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

PATOFISIOLOGI TERMINAL MENUJU KEMATIAN

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif Care

Disusun oleh :

Retno Anesti (032016041)

SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH BANDUNG

2018/2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif Care
“Patofisiologi Terminal Menuju Kematian”. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak
sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun, kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dosen-dosen kami,
sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat diatasi. Penulisan makalah merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan menjelang
ajal dan paliatif care di STIKes ‘Aisyiyah Bandung.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah
memberikan imbalan pada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam penulisan
makalah ini, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Bandung, 15 Oktober 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Definisi Kematian.............................................................................................................3
2.2 Tanda-Tanda Klinis Kematian Batang Otak.....................................................................3
2.2.2 Mendeteksi kematian batang otak..............................................................................4
2.2.3 Tanda-tanda pasien mendekati kematian...................................................................4
2.2.4 Kematian menjelang (<72 jam) ketika ada satu atau beberapa tanda........................4
2.3 Teknik-Teknik Pengkajian Pasien Berbasis Palliative Performance Scale (PPS) Dan
Stadium Penyakit (Stadium Gagal Jantung, Stadium Kanker Dan Stadium Copd)...............5
2.3.1 Palliative Performance Scale (PPS)...........................................................................5
2.3.2 Stadium Pada Pasien Paliative...................................................................................6
2.4 Klasifikasi Kematian........................................................................................................8
2.5 Patofisiologi Kematian.....................................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................12
PENUTUP...............................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................12
3.2 Saran...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kematian yang tiba-tiba adalah sesuatu yang tidak diharapkan dan biasanya terjadi di
luar rumah sakit, seperti kecelakaan atau trauma. Penyebab lain kematian yang tiba-tiba
termasuk infark miokard dan stroke hemoragik, hal ini terjadi akibat penyakit vaskular
yang tidak terdiagnosis sebelumnya.
Kematian yang dapat diprediksikan terjadi dalam pola yang tetap, mengalami sebuah
penurunan dari saat terdiagnosis seperti pada penyakit kanker atau neuromuskular. Variasi
durasi penyakit seperti beberapa kanker, memiliki perjalanan penyakit yang panjang,
sementara yang lain menyebabkan kematian dengan cepat. Sama halnya dengan
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) yang memiliki rata-rata sisa kehidupan lebih
pendek dari Multiple Sclerosis (MS). Pasien dengan penyebab kematian yang dapat
dipresiksikan, memiliki banyak kesempatan untuk rencana tindak lanjut, mengatasi
gejala-gejala, serta bersama-sama memberi sumber semangat untuk pasien dan keluarga,
seperti perawatan hospice.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi kematian?
2. Apa saja tanda-tanda klinis kematian batang otak?
3. Apa saja teknik-teknik pengkajian pasien berbasis Palliative performance scale
(PPS) dan stadium penyakit (Stadium gagal jantung, stadium kanker dan stadium
copd) ?
4. Bagaimana klasifikasi kematian?
5. Bagaimana patofisiologi kematian?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui definisi kematian.
2. Mengetahui tanda-tanda klinis kematian batang otak.
3. Dapat menerapkan teknik-teknik pengkajian pasien berbasis Palliative
performance scale (PPS) dan stadium penyakit (Stadium gagal jantung, stadium
kanker dan stadium copd).
4. Mengetahui klasifikasi kematian.
5. Mengetahui patofisiologi kematian.
2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kematian


Mati adalah proses yang berlangsung secara berangsur. Tiap sel dalam tubuh
manusia mempunyai daya tahan yang berbeda-beda terhadap tidak adanya oksigen.
Dalam tubuh manusia ada organ penting yang selalu dilihat dalam penentuan
kematian seseorang; yaitu jantung, paru-paru dan otak (Khususnya batang otak).
Diantara ketiga organ tersebut, kerusakan permanen pada batang otak merupakan
tanda bahwa manusia organ tersebut, kerusakan permanen otak pada batang otak
merupakan tanda bahwa manusia itu secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup
lagi.

2.2 Tanda-Tanda Klinis Kematian Batang Otak


Kematian batang otak adalah sebagai hilangnya fungsi otak, termasuk fungsi
batang otak secara ireversible. Tiga tanda utama kematian batang otak; coma dalam,
hilangnya seluruh refleks batang otak dan apnea.
2.2.1 Ciri-ciri mati batang otak
1. Tidak dapat merespon apabila dilakukan rangsangan nyeri yang diberikan
pada kuku jari/ saraf supraorbital.
2. Apabila dilakukan pemeriksaan refleks batang otak maka akan terjadi :
a. Hilangnya respon mata tidak membuka ketika melakukan rangsangan
tekanan dalam pada kedua tulang rawan.
b. Hilangnya refleks cahaya.
c. Hilangnya refleks kornea ketika melakukan sentuhan tepi mata kornea.
d. Hilangnya respon pculovestibular yang dilakukan dengan memberikan
air es ke dalam saluran telinga eksternal.
e. Hilangnya refleks batuk terhadap rangsangan penghisapan yang ada
dalam trakea.
3. Melakukan tes apneu/ nafas berhenti
Dengan cara dilepaskan alat ventilator, maka perlu dinilai apakah ia memiliki
usaha napas sendiri atau tidak. Dapat dilihat adanya pergerakan dada/perut.
Jika pasien tidak memiliki usaha napas. Maka dikatakan tes apneu positif atau
terjadi kematian batang otak.
4

2.2.2 Mendeteksi kematian batang otak


1. Evaluasi kasus koma
2. Melakukan penilaian klinis refleks batang otak
3. Melakukan observasi, dengan periode:
a. Usia 0-2 bulan 48 jam
b. Usia > 2 bulan- 1 tahun 24 jam
c. Usia > 1 tahun - <18 tahun 12 jam
d. Usia > 18 tahun 6 jam
4. Menilai ulang keadaan umum dengan cara melakukan refleks batang otak
5. Tes apnea
6. Pemeriksaan lebih lanjut apabila terdapat indikasi
7. Sertifikasi kematian batang otak
8. Penghentian penyokong kardiorespirasi

2.2.3 Tanda-tanda pasien mendekati kematian


1. Kehilangan kemampuan untuk melakukan aktivitas di kehidupan sehari-
hari tanpa bantuan
2. Kehilangam minat makan dan minum
3. Waktu tidur lebih dari biasanya
4. Mulai memperlihatkan kerusakan kognitif (kebingungan, latergi, delirium)

2.2.4 Kematian menjelang (<72 jam) ketika ada satu atau beberapa tanda
1. Kerusakan kognitif yang bertambah, delirium yang gelisah/ tidak sadar
2. Tanda vital yang tidak stabil
3. Berkurangnya urine dan feses
4. Kongestis pulmonal, sekresi orofaring yang bertambah
5. Pucar, burik dan sianosis
6. Edema perifer
7. Hipotermia
8. Ekstremitas dingin
9. Tidak mengejapkan mata
10. Perubahan pola napas
11. Agonal (seperti ikan keluar dari air), mulut pasien biasanya terbuka dan
lambat, biasanya napas diambil sambil sedikit menghasilkan ekspansi
dada, kematian biasanya terjadi dalam satu jam setelah pola (ini terlihat)

2.3 Teknik-Teknik Pengkajian Pasien Berbasis Palliative Performance Scale (PPS)


Dan Stadium Penyakit (Stadium Gagal Jantung, Stadium Kanker Dan Stadium
Copd)

2.3.1 Palliative Performance Scale (PPS)


Keparahan penyakit terminal dihitung menggunakan skala performa
paliatif. Skala ini menggolongkan kondisi seseorang dari 0% (mati) sampai
5

100% (normal dalam tambahan nila 10%). Skala ini memasukkan lima
parameter yang dinilai; berjalan, aktivitas, merawatdiri, asupan makanan dan
nilai kesadaran. Skala ini telah divaliasi pada pasien-pasien dengan kanker
(semua tipe), pasien-pasien dengan keadaan akut dirumah sakit, keadaan
perawatan dirumah (homecare) dan berbagai diagnosis lainnya.
Salah satu contoh dari kasus; Clarence sudah lama tidak makan secara
oral dan terus berada di tempat tidur dengan perawatan total di luar rumah
sakit, jadi nilai PPS-nya sebesar 10%. Sebagai tambahan, dia menderita hipo
tensi, oliguri, hipotermia dan pendengaran terganggu akibat lendir pada jalan
napas atas. Tidak ada renacana untuk mengatasi pendarahan pada saluran
gastrointestinal semenjak dia mengalami alzheimer stadium akhir. Tanda-tanda
kematian yang semakin dekat (<72 jam) sudah jelas.

2.3.2 Stadium Pada Pasien Paliative


A. Stadium Gagal Jantung

Stadium Definisi Stadium Tatalaksana Standar


6

Stadium A Orang yang berisiko tinggi


1. Olahraga teratur
mengalami gagal jantung, jika
seseorang mengalami:
2. Berhenti merokok

1. Tekanan darah tinggi 3. Tangani tekanan darah tinggi

2. Diabetes 4. Tangani gangguan lemak tubuh

3. Penyakit arteri koroner 5. Hentikan minum alkohol dan penggunaan


obat terlarang
4. Sindrom metabolik

6. Minum obat ACE


5. Riwayat terapi obat
inhibitor atau angiotensin II receptor
kardiotoksik
blocker (ARB) jika memiliki penyakit
6. Riwayat penyalahgunaan arteri, atau diabetes, atau tekanan darah
alkohol tinggi, atau kondisi kerusakan jantung dan
pembuluh darah lainnya
7. Riwayat demam rematik
7. Beta-blockers dapat diresepkan jika
8. Riwayat keluarga dengan memiliki tekanan darah tinggi atau jika
kardiomiopati pernah terkena serangan jantung
sebelumnya
Stadium B Orang yang didiagnosis dengan
1. Metode pengobatan di atas untuk stadium
disfungsi sistolik ventrikel kiri tetapi
A berlaku juga untuk stadium B ini
tidak pernah mengalami gejala gagal
jantung, yaitu orang mengalami:
2. Semua pasien harus mengkonsumsi ACE
inhibitor atau angiotensin II receptor
1. Serangan
blocker (ARB)
jantung sebelumnya

3. Beta-blocker harus diresepkan untuk pasien


2. Penyakit katup
untuk mengamankan pasien dari serangan
3. Kardiomiopati jantung

Diagnosis biasanya ditegakkan 4. Inhibitor aldosteron dpat diresepkan jika


ketika fraksi ejeksi kurang dari 40% gejala terus selagi terus
7

ditemukan pada tes echokardiogram.


mengkonsumsi blocker ACE/ ARB
Tidak ada batasan untuk aktivitas
fisik.
5. Pilihan bedah untuk perbaikan arteri
koroner dan perbaikan katup atau
penggantian katup (yang sesuai) harus
didiskusikan dengan dokter

6. Jika sesuai, pilihan operasi harus


didiskusikan untuk pasien yang telah
mengalami serangan jantung

7. Jika fraksi ejeksi adalah masih rendah, ICD


(defibrilator jantung implan) mungkin
dianjurkan
Stadium C Pasien diketahui dengan gagal
1. Metode pengobatan di atas untuk stadium
jantung sistolik dan gejala saat ini
A berlaku
atau sebelumnya. Kebanyakan gejala
umum termasuk:
2. Semua pasien harus
mengkonsumsi inhibitor ACE dan beta-
1. Sesak napas
blocker
2. Kelelahan
3. Pasien dengan ras Afrika-Amerika
3. Berkurangnya kemampuan mungkin diresepkan
berolahraga kombinasi hydralazine/ nitrat jika gejala
menetap
Gejala dapat berkisar dari
pembatasan sedikit aktivitas fisik 4. Diuretik (pil air) dan digoxin dapat
sampai dengan ketidakmampuan diresepkan jika gejala menetap
untuk melakukan aktivitas sehari-
5. Inhibitor aldosteron dapat diresepkan bila
hari.
gejala tetap parah dengan terapi lain

6. Makan lebih sedikit natrium (garam)

7. Menurunkan berat badan jika diperlukan


8

8. Kurangi minum cairan jika diperlukan

9. Obat yang memperburuk kondisi harus


dihentikan

10. Terapi sinkronisasi jantung


(biventricular pacu jantung) mungkin
disarankan

11. Defibrillator jantung implan (ICD)


mungkin disarankan
Stadium D Pasien dengan gagal jantung sistolik
1. Metode terapi untuk stadium A, B, C
atau gejala yang lebih lanjut setelah
dilakukan
menerima perawatan medis.

2. Pasien sebaiknya dievaluasi untuk


menentukan terapi berikut (pilihan):
transplantasi jantung, perangkat bantuan
untuk ventrikel, pilihan operasi, terapi
penelitian, infus obat inotropik intravena,
dan perawatan akhir-hidup (paliatif)

2.4 Klasifikasi Kematian


Kematian adalah waktu ketika seseorang diambil nyawanya oleh sang
Pencipta sehingga ia tidak dapat melangsungkan kehidupanya di dunia atau
meninggalnya seorang penduduk menyebabkan berkurangnya jumlah penduduk.
Kematian dapat dibedakan menjadi sebagai beriku; Angka kematian kasar ( Crude
Death Rate ) adalah banyaknya orang yang mati setiap 1.000 penduduk per tahun.
Cara atau rumus untuk menghitung angka kematian kasar adalah sebagai berikut :
CDR = D/P x 1000
CDR (crude death rate) = angka kematian kasar
D (death) = jumlah kematian
P (population) = jumlah penduduk
Angka kematian khusus ( Age Spesific Death Rate ) adalah banyaknya orang
yang mati setiap 1.000 penduduk usia tertentu per tahun. Cara untuk menghitung
angka kematian khusus adalah :
ASDR× = d×/p× x 1000
9

Sama halnya seperti angka kelahiran, angka kematian dipengaruhi oleh beberapa
faktor sebagai berikut:
1). Faktor-faktor penunjang kematian:
a. adanya bencana alam dan wabah penyakit;
b. fasilitas kesehatan yang kurang;
c. tingkat kesehatan masyarakat yang rendah;
d. makanan kurang bergizi;
e. kecelakaan lalu lintas;
f. adanya peperangan.

2) Faktor-faktor penghambat kematian:


a. fasilitas kesehatan yang lengkap;
b. kemajuan pendidikan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan;
c. larangan agama membunuh orang;
d. makanan cukup bergizi;
e. lingkungan yang bersih dan teratur.

Klasifikasi angka kematian

a. Angka kematian rendah, apabila kematian kurang dari 10 kematian


b. Angka kematian sedang, apabila kematian antara 10 dan 20 kematian
c. Angka kematian tinggi, apabila keamatian lebih dari 20 kematian

2.5 Patofisiologi Kematian


Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat
tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK
meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral (TPS)
mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi.(7)
Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar
50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak, yang kira-
kira beratnya 1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit. Penghentian
aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu
5 sampai 10 detik.
Hal ini dapat terjadi karena tidak ada pengiriman oksigen ke selsel otak yang
kemudian langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak
yang terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan- perubahan yang
bersifat irreversibel. Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi
pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah
konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen.
Peningkatan konsentrasi karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan
10

aliran darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen akan meningkatkan


aliran.
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran
oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu secara
reversible dan ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan aliran darah otak
dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit (Normal 55
ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23
ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di
bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung lamanya.
Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 dan 23 ml/100 mg/menit.
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat secara
parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan
oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati; 1)
tekanan perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun.
Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk
menanggulangi keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal.
Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan
vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari
kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh
mekanisme autoregulasi dan kelola vasomotor. Di situ akan berkembang proses
degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik itu
kehilangan tonus, sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih
bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam
keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa
tahan lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung
mielinnya (edema serebri) merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul
dengan diapedesis eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang
pertama adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan iskemik dan yang terakhir
adalah gambaran infark.
11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara etimologi dying berasal dari kata dien yang berarti mendekati kematian.
Dengan kata lain, dying adalah proses ketika individu semakin mendekati akhir
hayatnya atau disebut proses kematian. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh
sakit yang parah/terminal, atau oleh kondisi lain yang berujung pada kematian
individu.
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak,
termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama mani-
festasi kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks
batang otak, dan apnea. Pada pasien paliatif keparahan penyakit terminal dapat
dihitung dengan menggunakan skala performa palliatif.

3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan hendaknya kita mengetahui tentang kematian,
kematian batang otak, patofisologi kematian, kalasifikasi kematian dan memberi
asuhan keperawatan kepada pasien yang meninggal secara tepat. Maka dari itu
ketika kita mengetahui tentang hal-hal konsep kematian kita dapat menerapkan
atau melakukan implementasi terhadap pasien dengan tanda-tanda akan kematian.

DAFTAR PUSTAKA
13

Campbell, Margaret. (2013). Nurse to Nurse perawatan paliatif. Jakarta: Salemba Medika

Pandhita, Gea. (2010). Kematian Batang otak. Jakarta Timur: Artikel Kematian batang otak

Sagiran. (2016). Hu Care Husnul Khatimah Care Terapi Religius upaya menjadikan praktek
ibadah sebagai modalitas penyembuhan Penyembuhan Penyakit. Yogyakarta: Cahaya Sehat
Mandiri

Wahit, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai